Nim : 2213210013
Kelas : SASINDO B
Mata Kuliah : pengantar ilmu Bahasa
Dosen Pengampu : M. Surip, S.Pd, M.Si.
PRODI : SASTRA INDONESIA
TUGAS 1
Jawaban nomor 1 :
De Saussure disebut sebagai “Bapak Linguistk Modern” karena pandangan-pandangannya
yang baru mengenai studi bahasa yang dimuat dalam bukunya itu. Pandangan-pandangannya itu
antara lain:
De Saussure membedakan antara parole, langue, dan langage. Ketiganya dapat dipadankan
dengan kata “bahasa” dalam bahasa Indonesia, tetapi dengan pengertian yang sangat berbeda.
Parole adalah bahasa yang konkret yang keluar dari mulut pembicara. Jadi, sifatnya yang konkret
itu maka parole itu bisa didengar. Sedangkan langue adalah bahasa tertentu sebagai satu sistem
tertentu seperti bahasa Inggris atau bahasa Jawa (Simanjuntak (1987) menggunakan istilah
bahasa). Jadi, sifatnya yang abstrak; hanya ada dalam otak penutur bahasa yang bersangkutan.
Sedangkan langage adalah bahasa pada umumnya sebagai alat interaksi manusia seperti tampak
dalam kalimat “ manusia punya bahasa, binatang tidak”. Jadi, langage ini juga bersifat abstrak.
Jawaban nomor 2 :
Sama sama mempunyai ciri khas yaitu titik berat pada fungsi-fungsi bahasa dalam masyarakat
modern contohnya: fungsi bahasa sebagai alat komunikasi, misalnya simbol pada perempuan dan
laki-laki pada toilet untuk menandakan penggunaan toilet.
Jawaban nomor 3 :
Fonologi adalah bidang linguistik umum yang mempelajari fungsi bunyi untuk
membedakan atau mengidentifikasi kata. Objek penelitian fonologi adalah fonem, yakni bunyi
bahasa yang dapat atau berfungsi membedakan makna kata.
Sintaksis membicarakan kata dalam hubungannya dengan kata-kata lain atau unsur-unsur lain
sebagai suatu satuan ujaran.
Hal-hal yang biasa dikaji dalam sintaksis meliputi:
Struktur sintaksis, mencakup masalah fungsi, kategori, dan peran sintaksis;
Satuan sintaksis berupa kata, frase, klausa, kalimat, dan wacana;
Hal-hal yang berkaitan dengan sintaksis, seperti modus, aspek, dsb.
Jawabbb nomor 4 :
A. Ferdinand de Saussure karena teorinya adalah teori modern yang masih digunakan
sampai saat ini seperti teori tentang Des saussure yang membedakan antara
parale,langue,dan langage.
B. Aliran praha juga masih digunakan sampai sekarang karena menggunakan gerapan
sebagai berikut: yaitu :
fonologi.
konsep perspektif kalikat secara fungsional.
Studi fungsi estetik bahasa dan peranannya dalam kesustraan.
Studi fungsi bahasa baku dalam masyarakat modern
Jawaban nomor 5 :
Anton M. Moeliono :
Sebagai seorang pakar yang sudah kenyang pengalaman, Anton menegakkan trilogi bahasa
Indonesia. Yakni, aku cinta bahasa Indonesia, aku bangga pada bahasa Indonesia, dan aku setia
pada bahasa Indonesia.
TUGAS OBSERVASI
1. Tentukan 5 tokoh linguis dunia dan 3 tokoh linguis Indonesia
2. Apa konsep teori linguistik yang dikembangkan oleh tokoh-tokoh linguis di atas, dan
apakah konsep teori tersebut masih relevan dengan kondisi perkembangan teknologi saat
ini.
3. Cari temuan baru saudara terhadap teori linguistik yg kurang relevan dengan kondisi saat
ini.
4. Cari 10 mahasiswa senior Prodi Sastra Indonesia, lalu wawancarai mereka ttg
pemahaman konsep pembidangan linguistik mikro dan makro. Apa yg menyebabkan
mereka paham atau tidak paham terhadap kedua konsep tersebut.
Jawaban nomor 1 :
Berikut adalah 5 tokoh linguis dunia
1. Ferdinand De Saussure
2. Noam Chomsky
3. Edward Sapir
4. Leomard Bloomfield
5. M.A.K Halliday
Berikut adalah 3 tokoh linguis Indonesia
1. S. Wojowasito
2. Anton M. Moeliono
3. Koewatin Sasrasoeganda
Jawaban nomor 2 :
5 tokoh linguis dunia
Ferdinand De Saussure: Teori yang digunakannya adalah Teori Struktural. Dan konsep
teori tersebut masih relevan jika disesuaikan dengan struktur kebahasaan yang ada saat
ini. Contohnya kajiannya adalah telaah sinkronik dan diakronik, perbedaan langue dan
parole, perbedaan signifiant dan signifié, serta hubungan sintagmatik dan paradigmatik.
Noam Chomsky: Teori yang digunakannya adalah Teori Transformasional: Aliran ini
adalah salah satu aliran linguistik yang berasumsi bahwa pembelajaran bahasa adalah
sebuah proses pembentukan kaidah, bukan sebagai pembentukan kebiasaan, seperti yang
diyakini oleh aliran strukturalisme dan didukung oleh aliran behaviorisme
Leomard Bloomfield: Teori yang digunakannya adalah Teori Struktural. Bloomfield
memandang bahwa bahasa itu terdiri dari sejumlah isyarat atau tanda berupa unsur-unsur
vokal (bunyi) yang dinamai bentuk-bentuk linguistik.
Edward Saphier : Teori yang digunakannya adalah Teori Struktural dengan melakukan
kajian tentang bahasa dengan prinsip-prinsip ilmiah dan terkodifikasi sehingga dapat
dianalisis dengan menggunakan metode yang sistematis dan Jelas.
M.A.K Halliday: Teori yang digunakannya adalah Teori Konteks. konteks merupakan
suatu teori kebahasaan yang diperkenalkan oleh aliran London yang disebut dengan
Contextual Approach atau Operational Approach. Halliday melakukan kajian dalam
aliran ini telah meletakkan dasar tentang fungsi sosial bahasa.
Jawaban nomor 3 :
Lavender Linguistik
Dalam perkembangannya, Lavender linguistic juga sering disebut sebagai queer linguistic
karena penggunaan jenis bahasa ini “ditransfer” melalui teori-teori queer (Queer Theory) di
dalam studi queer (Queer Studies). Dalam hal ini, munculnya sebuah “variasi” di dalam sebuah
bahasa dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti ras, jender, asal geografi termasuk didalamnya
kelompok homoseksual. Lavender linguistic adalah sebuah studi komunikasi praktis dan
“bahasa” yang digunakan dalam komunitas LGBTI (lesbian, gay, biseksual, transjender dan
interseks). Pemilihan “lavender” sebagai sebuah kata didasarkan pada warna “lavender” yang
identik dengan warna hak-hak LGBTI. Leap dalam bukunya yang berjudul Beyond the Lavender
Lexicon (1995) menjelaskan jenis bahasa ini didasarkan pada pengkodean bahasa yang
dilakukan oleh gay dan lesbian untuk berkomunikasi. Jauh sebelum Leap mengidentifikasi jenis
bahasa ini dengan pengkodeannya, seorang sosiolog dari Chicago School, E. W. Burges
mengatakan bahwa saat ini dunia homoseksual sudah memiliki bahasanya sendiri yang tidak
mampu untuk dimengerti oleh orang luar (outsider) atau menurut Halliday (1976), penggunaan
bahasa jenis ini adalah penggunaan bahasa yang anti-language atau jenis bahasa yang memiliki
karakteristik “rahasia” anti masyarakat (anti-society). Halliday menyatakan bahwa anti-language
adalah sebuah pembedaan di dalam sebuah bahasa dimana terjadi penyandian atau pengkodean
bahasa yang tidak akan terjadi pada bahasa biasa yang dituturkan oleh masyarakat pada
umumnya.
Bahasa tanda (sign language) adalah sebuah varian bahasa yang tidak dituturkan akan
tetapi bahasa yang dimaknai dengan sebuah tanda. Bahasa tanda sebagai variabel linguistik juga
dapat diartikan bahwa ada satu set alternatif untuk mengatakan sesuatu yang sama meskipun
alternatif-alternatif tersebut memiliki signifikansi sosial. Dalam hal ini, seorang pengguna
bahasa (language users) menggunakan bahasa untuk membuat sebuah pernyataan mengenai siapa
diri mereka, di kelompok mana mereka berada, bagaimana mereka mempersepsikan hubungan
mereka dengan interlokutor dan dengan menggunakan jenis bahasa apa mereka bertindak untuk
dipertimbangkan. Bahasa tanda seringkali digunakan oleh pengguna bahasa yang tuna rungu di
seluruh dunia dengan membentuk jari, siku, dan beberapa elemen dari tangan untuk berbicara.
Sebagai sebuah sistem komunikasi, bahasa tanda juga dimaknai sebagai “bahasa yang sebenar-
benarnya” (real language) dan masuk ke dalam kategori komunikasi internasional. Dalam kasus
bahasa tanda pada kelompok gay, bahasa ini ditandai tidak dengan menggunakan elemen tangan,
melainkan dengan menggunakan benda-benda yang dijadikan simbol. Bahasa tanda atau bahasa
simbol kelompok gay di Indonesia sudah mulai tampak pada akhir 1980an.
Tentu saja bahasa simbol gay di Indonesia tidak serta merta diciptakan oleh kelompok
gay Indonesia akan tetapi simbol-simbol yang ada diambil dari simbol-simbol gay di luar negeri.
Kata “homoseksual” pun baru teridentifikasi pada tahun 1970an melalui penerbitan buku “Jalan
Sempurna” yang ditemukan oleh Ulrich Kratz di Perpustakaan Nasional Republik Indonesia,
Jakarta. Buku ini menceritakan perjalanan hidup Sucipto, seorang Jawa yang hidup pada masa
kolonial Belanda.
Kembali kepada pemaknaan bahasa simbol gay di Indonesia, secara akademis saya sama
sekali tidak dapat menemukan sumber-sumber (baik formal maupun informal) darimana bahasa
simbol gay Indonesia berasal. Sebagai seorang peneliti yang memiliki teman-teman gay di
Jakarta, saya hanya dapat memberikan contoh bahasa simbol berdasarkan beberapa cerita yang
mereka katakan, seperti pada akhir tahun 1980an, apabila seorang laki-laki mengeluarkan
saputangan di saku belakang celana panjang atau celana pendeknya, maka laki-laki tersebut
dapat diidentifikasikan sebagai gay. Contoh yang lebih akurat menurut mereka, adalah ketika
seorang laki-laki menaikkan kelingkingnya ketika sedang minum, maka bahasa simbol
“kelingking naik” mengindikasikan bahwa Ia adalah seorang gay. Bahasa simbol lain biasanya
sering terjadi di sebuah bar atau pub ketika seorang laki-laki sengaja menjatuhkan botol
minumannya di meja, lalu memutar botol tersebut ke arah laki-laki yang Ia inginkan. Dengan
bahasa simbol tersebut, maka Ia teridentifikasi ingin berkenalan lebih jauh dengan laki-laki yang
Ia arahkan dengan botol tersebut. Di tahun 2000an seperti sekarang ini, seorang laki-laki yang
menggunakan kaos berkerah V-Neck dan menaikkan kerah baju ke atas juga sering diidentikkan
dengan gay. Tentu saja bahasa-bahasa simbol ini tidak serta merta melakukan “identifikasi”
dengan benar karena “penggunaan” bahasa simbol gay bukan “teridentifikasi” sebagai bahasa
tanda (sign language) yang tersistem dan terstruktur sebagai bahasa yang dapat dikomunikasikan
dan terkomunikasikan dengan benar dan akurat.
Di tahun 2000an, bahasa simbol gay sudah tidak terlalu digunakan sebagai “alat
komunikasi” meskipun masih ada beberapa gay di seluruh dunia yang masih melakukan
penggunaan bahasa ini untuk “mengidentifikasi” diri mereka sebagai gay atau
“mengidentifikasi” laki-laki lain yang “teridentifikasi” sebagai gay. Saat ini, muncul sebuah jenis
“identifikasi” baru yang disebut dengan “gaydar” atau “gay radar” yang “umumnya” dimiliki
oleh seorang gay. Melalui proses bahasa simbol “fisik” gay (saya menggunakan kata “fisik”
karena bahasa simbol yang terdahulu menggunakan benda atau gerak organ tubuh), bahasa
simbol gay berubah menjadi bahasa “gerak-isyarat” (gesture) dimana melalui gerak-isyarat,
seorang gay dapat mengenali bahwa laki-laki tersebut adalah seorang gay. Lavender (queer)
linguistik adalah subseksi sebuah sosiolinguistik yang terbangun dari seksual dan komunikasi
yang teridentifikasi dan terkonstruksi. Menurut Rudwick (2010; 128) lavender linguistik adalah
komunikasi praktis dan “bahasa” yang digunakan oleh komunitas LGBT.
Jawaban nomor 4 :
Lingustik mikro dan lingustik makro menurut senior-senior :
Nama : Yunita
Stambuk : 2018
Saya cukup paham perihal pembidangan linguistik mikro dan makro. Dimana, linguistik
mikro mengkaji struktur bahasa secara internal. Adapun pembidangan yang saya ketahui dalam
linguistik mikro yaitu fonologi (mengkaji bunyi bahasa), morfologi (menyelidiki struktur kata
serta pembentukannya), sintaksis (mempelajari hubungan kata dengan kata lain, fungsi frasa,
kalimat, serta wacana), semantik (mempelajari makna).
Sedangkan dalam linguistik makro, saya memahami bahwa linguistik makro mengkaji
bahasa secara eksternal. Adapun pembidangan dalam linguistik makro yaitu sosiolinguistik
(mempelajari penggunaan bahasa serta ragam bahasa), psikolinguistik (proses berpikir manusia
dalam memperoleh bahasa), antropolinguistik, stilistika, serta filsafat bahasa.
Pembidangan linguistik makro dan mikro tersebut saya ketahui dikarenakan sebagai
tuntutan perkuliahan dan juga termasuk dalam mata kuliah di prodi Sastra Indonesia.