Anda di halaman 1dari 2

Contoh Esai Sastra

Sastra Penyindir Pemerintah


     Novel adalah salah satu jenis sastra yang semua orang dapat membuatnya, asalkan ada ide dan cerita
yang akan dibuatkan novel.
     Novel terkadang isinya diambil dari realitas kehidupan manusia sehari-hari. Novel merupakan suatu
imajinasi dari penulisnya kemudian dituangkan dalam kata-kata. tidak jarang juga isi dari sastra novel itu
berasal dari curahan hati si penulis contohnya seperti percintaan, pendidikan bahkan ada juga novel
yang bertema menyindir pemerintah.
     Salah satu novel penyindir pemerintah yaitu Nyanyi Sunyi dari Indragiri, memang tema novel seperti
itu tidak banyak peminatnya tidak seperti novel percintaan yang lain. Akibatnya novel seperti harus
dikemas dengan baik agar banyak manusia yang ingin membaca nya.
     Tapi zaman sekaran banyak penulis yang menerbitkan novel penyindir pemerintah karena para
penulis ingin menceritakan dan menyuarakan suaranya kepada pemerintah lewat sastra seperti ini.
     Mereka ingin pemerintah mendengar apa yang mereka tulis tentan bencana akibat keserakahan
pemerintah yang pada akhirnya membuat masyarakat resah dan susah. Faktanya di  Indonesia banyak
desa-desa terpencil yang tidak tahu apa-apa dan dibawah garis kemiskinan hanya bergantung pada
alam. Tetapi alam yang mereka punya diambil begitu saja atas nama pemerintah.
     Jika sastra novel ini terus dikembangkan dalam pembelajaran akan membantu para calon penulis
untuk terus menyuarakan isi hati mereka, agar pemerintah bisa membaca dan memikirkan semua
tindakan yang akan diambil.

Contoh Kritik Esai

Mengupas Tuntas Siberut


Siberut, beserta orang-orang di dalamnya menyimpan sejarah perlawanan yang panjang terhadap
kekuasaan dan politik ekologi di Indonesia. Ia merupakan salah satu pulau paling besar di Kepulauan
Mentawai. Dari sanalah Darmanto dan Abidah Billah Setyowati bertemu dalam satu pembahasan.
Darmanto merupakan peneliti perladangan tradisional Mentawai, yang juga bekerja sama dengan
UNESCO (United Nation Educational Scientific and Cultrural Organization). Darmanto pertama kali
menjejakan kaki di Siberut tahun 2003. Sedangkan Abidah menyelesaikan tesis untuk Universitas Hawaii.
Pada awal pembuatan buku ini, sekitar tahun 2007, mereka menghabiskan tiga tahun untuk
menjabarkan perebutan kekuasaan yang kompleks di Hutan Siberut.

Mereka pun menyusun Berebut Hutan Siberut: Orang Mentawai, Kekuasaaan, dan Politik Ekologi (2012).
Buku ini terdiri dari sepuluh bab. Masing-masing bab memiliki satu pembahasan yang utuh dan dapat
dibaca secara terpisah. Namun penempatan urutan bab memudahkan pembaca mengenal Siberut
beserta kompleksitasnya secara sistematik dan lebih mendalam.

Pembaca akan mengenal sejarah panjang Siberut pada lima bab awal. Sedangkan pada lima bab
setelahnya, lebih banyak menceritakan Orang Siberut serta interaksinya terhadap kekuasaan lain.
Darmanto dan Abidah menjabarkan kondisi alam Siberut dengan proporsional. Sehingga pembaca yang
buta mengenai pulau ini bisa meraba suasana hutan lewat penjelasannya. Meski tidak terfokus pada
penelitian berbasis geologi maupun biologi, tetapi tidak serta merta melepaskan aspek tersebut pada
pembentukan keunikan Pulau Siberut. Ini menjadi nilai lebih karena tak banyak buku yang menjelaskan
sejarah Sisberut secara tuntas.

Di sisi lain, Orang Siberut digambarkan secara polos dan apa adanya. Penulis tidak melebih-lebihkan atau
menutupi kenyataan, bahwa Orang Siberut tidak memiliki tujuan mulia untuk melestarikan hutan.
Mereka hidup dengan adat dan roh-roh yang selama ini mereka percayai. Mereka memiliki penguasaan
hutan yang dikelola secara tradisional.

Semua hubungan tersebut tercampur baur dalam politik ekologi. Di mana hutan tidak akan pernah lepas
dari kehidupan manusia, begitu juga sebaliknya. Namun yang harus diperhatikan adalah bagaimana
manusia memperlakukan hutan tersebut. Apa yang terjadi dengan Siberut tentu masih sangat relevan
dengan kondisi Indonesia saat ini. Di mana kekuasaan memegang peran besar dalam kendali terhadap
hutan maupun lahan.

Orang Siberut, pemerintah, maupun perusahaan memiliki kepentingan tersendiri terhadap hutan. Mana
yang harus dibela? Buku ini tidak mengungkapkannya. Ia hanya memaparkan kondisi sebenarnya
sehingga pembaca dapat menyimpulkan sendiri.

Buku ini baik dalam mengungkapkan seluk-beluk suatu wilayah secara gamblang. Ia mengungkapan
suatu hubungan antara hutan dan kekuasaan yang membayanginya. Baik itu kekuasaan oleh penduduk
asli, pemerintah, perusahaan, atau lainnya. Namun, masih terdapat beberapa narasi yang kering.
Mungkin itu karena ada beberapa kutipan panjang yang ditampilkan dalam satu paragraf, tanpa narasi
yang lebih detail. Kurang lebih bentuknya sama seperti tesis. Tentu hal ini tidak mengurangi kecukupan
informasi pembaca mengenai Siberut. Namun, untuk ukuran buku, narasi yang menarik tentu akan
sangat membantu.

Apa yang Darmanto dan Abidah suguhkan dalam buku ini sangat berguna bagi mereka yang bergelut
dalam gerakan masyarakat, reforma agraria, serta ketegangan antar kekuasaan bekerja. Pembacaan
yang gamblang pada suatu perebutan hutan, menjadi pelajaran penting untuk menentukan
keberpihakan.

Anda mungkin juga menyukai