Anda di halaman 1dari 8

BAB III

FILSAFAT ANALITIKA BAHASA


A. Pengantar

Perhatian filsafat terhadap bahasa sebenarnya telah berlangsung lama, bahkan


sejak zaman pra Sokrates, yaitu ketika Herakleitos membahas tentang hakikat segala
sesuatu termasuk alam semesta.
Pada zaman Sokrates, bahasa bahkan menjadi pusat perhatian filsafat ketika
retorika menjadi medium utama dalam dialog filosofis. Filsafat abad modern
memberikan dasar-dasar yang kokoh terhadap timbulnya filsafat analitika bahasa.
Memang banyak diakui oleh kalangan ahli filsafat dan kalangan historian bahwa filsafat
bahasa itu sulit ditentukan batasan pengertiannya terutama filsafat analitika bahasa,
karena dasar-dasar filosofisnya yang cukup rumit, padat dan sangat beragam.
Secara terminologi istilah filsafat analitika bahasa baru dikenal dan populer pada
abad XX, namun demikian bilamana kita sependapat bahwa pengertian filsafat analitik
adalah pemecahan dan penjelasan problema-problema serta konsep-konsep filsafat
melalui analisis bahasa, maka sebenarnya berdasarkan isi materi dan metodenya maka
filsafat analitika bahasa itu telah berkembang sejak lama bahkan sejak zaman Yunani.

B. Filsafat sebagai Analisis Bahasa

Bahasa adalah alat yang paling utama bagi seorang filsuf serta merupakan media
untuk analisis dan refleksi. Oleh karena itu bahasa sangat sensitif terhadap kekaburan
serta kelemahan-kelemahan lainnya, sehingga banyak filsuf menaruh perhatian untuk
menyempurnakannya.
Konsep-konsep filsafat senantiasa diartikulasikan secara verbal sehingga dengan
demikian maka bahasa memiliki peranan yang sentral. Dalam pengertian inilah maka
menurut Alston bahwa bahasa merupakan laboratorium filsafat untuk menguji dan
menjelaskan konsep-konsep dan problema-problema filosofis bahkan untuk menentukan
kebenaran pemikirannya. (Alston, 1964:5).
Kedudukan filsafat sebagai analisis konsep-konsep dan mengingat peranan
bahasa yang bersifat sentral dalam mengungkapkan secara verbal pandangan-
pandangan dan pemikiran filosofis maka timbullah suatu masalah yaitu keterbatasan
bahasa sehari-hari yang dalam masalah tertentu tidak mampu mengungkapkan konsep
filosofis. Menanggapi peranan bahasa sehari-hari dalam kegiatan filsafat maka terdapat
dua kelompok filsuf yang memiliki pandangan yang berbeda. (1) kelompok filsuf yang
beranggapan bahwa sebenarnya bahasa biasa (ordinary language) yaitu bahasa yang
sehari-hari digunakan dalam komunikasi manusia itu telah cukup untuk maksud-
maksud filsafat atau dengan lain perkataan bahasa sehari-hari itu memadai sebagai
sarana pengungkapan konsep-konsep filsafat. (2) kelompok filsuf yang menganggap
bahwa bahasa sehari-hari itu tidak cukup untuk mengungkapkan masalah-masalah dan
konsep-konsep filsafat.

C. Perkembangan Filsafat Analitika Bahasa

Analitika bahasa adalah suatu metode yang khas dalam filsafat untuk
menjelaskan, menguraikan dan menguji kebenaran ungkapan-ungkapan filosofis.
Perkembangan filsafat analitika bahasa itu memang tidak dapat dijelaskan begitu saja
terpisah dari aliran-aliran yang berkembang sebelumnya seperti aliran rasionalisme,
idealisme, empirisme, imaterialisme dan aliran positivisme.
Pada dasarnya perkembangan filsafat analitika bahasa itu meliputi tiga aliran
yang pokok yaitu ‘atomisme logis’ (logicalatomism), ‘positivisme logis’ (logical positivism),
atau kadang disebut juga ‘empirisme logis’ (logical empirism), dan ‘filsafat bahasa biasa’
(ordinary language philosophy).

D. Atomisme Logis

Nama aliran atomisme logis dikemukakan oleh Bertrand Russel dalam


mengemukakan konsep filosofisnya yang diberi nama ‘atomisme logis’. Ia menganggap
bahwa logika adalah apa yang fundamental di dalam filsafat, dan bahwa mazhab-
mazhab (aliran-aliran) itu seharusnya diwarnai oleh logikanya daripada oleh
metafisikanya.
Logikanya bersifat atomis dan aspek (segi) inilah yang ingin ditekankan. Oleh
karena itu ia menyebutnya dengan nama atomisme logis dari pada realisme.
E. Pengaruh Idealisme F.H. Bradley

Menurut aliran idealisme bahwa realitas terdiri atas ide-ide, fikiran-fikiran, akal,
jiwa (mind) dan bukannya benda-benda material dan kekuatan. Francis Herbert Bradley
(1846-1924) adalah penganut idealisme yang fanatic dan memiliki pengaruh yang sangat
besar di Inggris. Menurut Bradley metode pengenalan empirisme itu sebenarnya bersifat
psikologis dan bahwa mereka itu bekerja dengan ide-ide dan sama sekali tidak dengan
putusan atau keterangan-keterangan.

F. George Edward Moore

Moore adalah seorang tokoh filsafat analitik (penguraian) dan sebagai seorang
analis berpendapat bahwa tugas filsafat adalah memberikan analisis yang tepat tentang
konsep atau proposisi, yaitu menyatakan dengan jelas dan tepat apa yang dimaksudkan
dengan konsep-konsep atau proposisi-proposisi dalam ilmu filsafat.

G. Filsafat Atomisme Logis Bertrand Russel

Russel menekankan bahwa konsep atomismenya tidak didasarkan pada


metafisikanya melainkan lebih didasarkan pada logikanya karena menurutnya logika
adalah yang paling dasar dalam filsafat, sehingga pemikirannya dinamakan ‘atomisme
logis’.
1. Formulasi Logika Bahasa

Prinsip analisis yang diterapkan oleh Russel dalam konsep atomisme logisnya
memiliki konsekuensi dirumuskannya ungkapan bahasa yang memiliki formulasi logis,
atau dengan lain perkataan perlu ditentukan formulasi logis dalam ungkapan bahasa.
Russel mengungkapkan bahwa problema filsafat muncul justru karena keterbatasan
bahasa sehari-hari dan penyimpangan penggunaan bahasa dalam filsafat. Hal ini
dikarenakan kurang dipahaminya formulasi logika dalam ungkapan-ungkapan bahasa.
Struktur gramatikal belum tentu menentukan struktur logis dari suatu ungkapan bahasa.
2. Prinsip Kesesuaian (Isomorfi)

Russel dan Moore memiliki kesamaan pandangan bahwa tugas filsafat adalah
memberikan analisis konsep-konsep dan oleh karena konsep-konsep itu diungkapkan
melalui bahasa maka analisis bahasa memegang peranan penting. Namun demikian
Russel berbeda denganMoore, ia berpendapat bahwa analisis dilakukan pada struktur
hakiki bahasa dan bukannya terbatas pada konsep-konsep filsuf lain dalam
menggunakan bahasa.
Deskripsi tentang doktrin isomorfi merupakan upaya Russel untuk mewujudkan
obsesinya tentang hakikat struktur bahasa yang memiliki struktur logis realitas dunia.
3. Struktur Proposisi

Atomisme logis menggambarkan bahasa ideal itu sebagai suatu kumpulan besar
proposisi-proposisi yang tak terbatas yang tersusun atas struktur proposisi sederhana,
elementer atau atomis (Poerwowidagdo, tanpa tahun:32).

H. Filsafat Atomisme Logis Ludwig Wittgenstein

Menurut Wittgenstein cara atau sistem pemberian nomor sedemikian rupa


sehingga proposisi-proposisi yang paling penting itu diberi nomor atau angka bulat.
Terdapat tujuh angka desimal yang menunjukkan struktur logis dari proposisi-proposisi.
1. Peranan Logika Bahasa

Wittgenstein berpendapat bahwa tugas utama filsafat adalah memberikan


analisis logis dan disertai dengan sintesa logis. Dalam Tractatus ia menjelaskan bahwa
filsafat bertujuan untuk penjelasan logis dari pikiran.
2. Pemikiran Filosofis Tractatus

Konsep pemikiran Wittgenstein dalam buku Tractatus terdiri atas pernyataan-


pernyataan yang secara logis memiliki hubungan. Pernyataan tersebut diungkapkan
sebagai berikut :
Pertama : dunia itu tidak terbagi atas benda-benda melainkan terdiri atas fakta-
fakta, dan akhirnya terbagi menjadi suatu kumpulan fakta-fakta atomis yang tertentu
secara unik (khas).
Kedua : setiap proposisi itu pada akhirnya melarut diri, melalui analisis, menjadi
suatu fungsi kebenaran yang tertentu secara unik (khas) dari sebuah proposisi elementer
yaitu setiap proposisi hanya mempunyai satu analisis akhir.
3. Struktur Logika Bahasa
Wittgenstein menyatakan bahwa proposisi-proposisi yaitu suatu proposisi dasar
mengungkapkan keberadaan suatu peristiwa. Jadi sebuah proposisi dasar membenarkan
suatu fakta-fakta karena sebuah fakta itu adalah keberadaan suatu peristiwa. Oleh
karena proposisi dasar itu adalah bagian akhir dari proposisi-proposisi, dan keseluruhan
proposisi adalah bahasa.
4. Teori Gambar (Picture Theory)

Unsur-unsur gambar adalah sarana dalam bahasa, sebagaimana unsur-unsur


bahasa misalnya kata, frase, klausa maupun kalimat. Adapun unsur-unsur realitas yaitu
suatu keadaan faktual yang merupakan objek perbincangan dalam bahasa. Dengan
demikian terdapat dua unsur utama yang mendukung teori gambar yaitu (1) proposisi
yang merupakan alat dalam bahasa filsafat, (2) fakta yang ada dalam realitas.
5. Tipe-Tipe Kata (Words Types)

Dalam upaya penerapan metode analisis bahasa Wittgenstein menerapkan


beberapa teknik untuk menganalisis makna bahasa, antara lain dengan menganalisis
tipe-tipe kata.
Pengembangan lebih lanjut tentang word types tersebut dilakukan oleh
Wittgenstein pada filsafatnya pada periode kedua yaitu pada teori language game, yang
dalam kenyataannya visi dasar filosofisnya sangat berbeda bahkan dapat dikatakan
berlawanan.
6. Pandangan Wittgenstein tentang Metafisika

Menurut Wittgenstein metafisika melampaui batas-batas bahasa. Metafisika


mengatakan apa yang tidak dikatakan, namun demikian Wittgenstein menyatakan
bahwa memang terdapat hal-hal yang memang tidak dapat dikatakan yaitu hal-hal
yang bersifat mistis.

I. Positivisme Logis

Positivisme logis menerima pandangan-pandangan filosofis dari atomisme logis


tentang logika dan cara atau teknik analisisnya namun demikian positivisme logis
menolak metafisika atomisme logis. Positivisme logis menggunakan teknik analisis untuk
dua macam tujuan : (1) bertujuan untuk menghilangkan metafisika, (2) menggunakan
teknik analisis demi penjelasan bahasa ilmiah dan bukan untuk menganalisis pernyataan-
pernyataan fakta ilmiah.
1. Analisis Logis terhadap Bahasa

Menurut positivisme logis filsafat tidak memiliki suatu wilayah ilmiah tersendiri
yang terletak di samping wilayah-wilayah lain yang menjadi objek ilmu pengetahuan.
Tugas filsafat adalah analisis logis terhadap pengetahuan ilmiah.
2. Prinsip Verifikasi

Suatu ungkapan atau proposisi dianggap bermakna manakala secara prinsip


dapat diverifikasi. Memverifikasi berarti menguji, membuktikan secara
empiris. Setiap ilmu pengetahuan dan filsafat senantiasa memiliki suatu pernyataan-
pernyataan baik berupa aksioma, teori atau dalil hal itu dianggap memiliki makna
bilamana secara prinsip dapat diverifikasi. Oleh karena itu arti suatu pernyataan adalah
sama dengan metode verifikasinya yang berdasarkan pengalaman empiris (Beerling,
1966:108).
3. Konsep Proposisi

Doktrin yang telah dipegang teguh oleh kalangan positivisme logis adalah bahwa
tugas filsafat adalah untuk menentukan dan membuat jelas pernyataan-pernyataan
atau proposisi-proposisi dalam ilmu pengetahuan dan filsafat. Ada dua macam proposisi
menurut positivisme logis yaitu proposisi empiris dan proposisi formal (proposisi analitis).
4. Peranan Logika dan Matematika

Tidak mungkin logika dan matematika mempunyai dasar empiris, melainkan


harus bersifat lain. Logika dan matematika tidak dapat diubah oleh pengalaman-
pengalaman baru. Prinsip-prinsipnya berupa apriori tidak tergantung pada pengetahuan
empiris.
5. Konsepsi Positivisme Logis tentang Filsafat

Bertolak dari prinsip-prinsip dasar yang dikembangkan dalam filsafat yang tidak
dapat dilepaskannya dengan ilmu-ilmu pengetahuan alam, matematika dan logika,
maka kaum positivisme logis memiliki pandangan sendiri tentang filsafat. Semula kaum
positivisme logis sepakat untuk mencita-citakan membangun filsafat yang bersifat ilmiah.
Namun dalam kenyataannya mereka menentukan bahwa filsafat tidak memiliki
wilayah penelitian sendiri.
6. Bahasa Universal bagi Seluruh Ilmu Pengetahuan

Upaya untuk memperlihatkan bahwa ungkapan-ungkapan semua ilmu


pengetahuan dapat dipersatukan melalui bahasa universal yang sama. Pengaruh
positivisme logis terhadap ilmu-ilmu pengetahuan lain terutama ilmu pengetahuan
psikologi, busaya, sosial dan ilmu pengetahuan lainnya itu masih sangat terasa terutama
diIndonesia sendiri.

J. Positivisme Logis Alfred Jules Ayer

Menurut Ayer suatu ungkapan itu bermakna bilamana suatu ungkapan itu
merupakan observation statement artinya merupakan suatu pernyataan yang
menyangkut realitas inderawi. Dengan lain perkataan dikatakan bermakna bilamana
dilakukan berdasarkan observasi atau verifikasi, atau sekurang-kurangnya memiliki
hubungan dengan observasi.
Agar supaya ungkapan itu bermakna maka perlu kita menunjukkan kepada
suatu hal empiris atau dengan lain perkataan memerlukan suatu fakta atau data empiris
(Bertens, 1981:35).

K. Filsafat Bahasa Biasa (The Ordinary Language Philosophy)

Berkembangnya konsep pemikiran filsafat analitik sebagai reaksi ketidak puasan


dunia pemikiran filsafat pada saat itu yang didominasi oleh tradisi idealisme terutama
kalangan teolog yang sangat mengagungkan pentingnya metafisika. Dan bahasa
merupakan pusat perhatian para filsuf analitik.
Pemikiran Filsafat Wittgenstein Periode II
Philosophical Investigations

Konsep pemikiran filsafat Wittgenstein periode II tertuang dalam karyanya yang


berjudul Philosophical Investigations. Karyanya ini memiliki corak yang berlainan dengan
Tractatus yang mendasarkan pada semantik dan memiliki formulasi logika.
1. Tata Permainan Bahasa (Language Games)
Philosophical Investigations adalah merupakan suatu bentuk filsafat bahasa biasa
yang paling kuat, sekaligus sebagai penunjuk jalan atas terbukanya pemikiran filsafat
yang menaruh perhatian terhadap bahasa biasa (ordinary language).
Istilah ‘language games’ (tata permainan bahasa) dipakai oleh Wittgenstein
dalam arti bahwa menurut kenyataan penggunaannya, bahasa merupakan sebagian
dari suatu kegiatan atau merupakan suatu bentuk kehidupan.
2. Kritik Wittgenstein atas Bahasa Filsafat

Wittgenstein menyatakan bahwa persoalan-persoalan filsafat timbul karena


terdapat kekacauan dalam penerapan ‘tata permainan bahasa’. Bahasa sehari-hari
pada hakekatnya telah cukup untuk maksud-maksud filsafat, namun dalam
kenyataannya banyak filsuf yang menggunakan bahasa tidak sesuai dengan aturan
(game) yang ada.
3. Tugas Filsafat

Bahasa filsafat yang memiliki berbagai kelemahan pada hakekatnya dapat


diatasi apabila kita mengetahui dan menerapkan analisis bahasa dalam filsafat, yaitu
kelemahan bahasa filsafat dapat teratasi bilamana meletakkan tugas filsafat sebagai
analisis bahasa. Untuk itu terdapat dua macam cara untuk meletakkan filsafat sebagai
analisis yaitu (1) aspek penyembuhan (therapheutics), yaitu dengan cara menghilangkan
kekacauan-kekacauan yang terjadi dalam bahasa filsafat, (2) aspek metodis, yaitu cara
berfilsafat yang ditempuh.

L. Beberapa Filsuf dari Oxford

Corak baru pemikiran filsafat yang dirintis oleh Bertrand Russel,Moore dan
Wittgenstein, dapat mengubah wajah filsafat Inggris terutama yang berpusat
di Oxford dan Cambridge.
Filsuf yang terkenal di Oxford adalah Gilbert Ryle, John Langshaw Austin, dan
Peter Strawson.

Anda mungkin juga menyukai