Kajian bahasa telah lama diperhatikan, tepatnya zaman pra Sokrates. Para filsuf
seperti Heraklitos sudah menerapkan filsafat bahasa untuk mengkaji segala
sesuatunya termasuk alam semesta. Pada zaman Sokrates, bahasa menjadi
salah satu pusat utama, di mana retorika dipakai sebagai medium untuk dialog
filosofis. Bahkan, ketika Sokrates berdialog dengan kaum sofis, ia lebih
menggunakan metode penguraian bahasa yang sering disebut dengan
“dialektika kritis”. Oleh sebabnya, bahasa sangat erat sekali dengan filsafat,
melihat aspek-aspek filosofis seluruhnya terkandung dalam bahasa.
Perkembangan pemikiran filsafat bahasa tumbuh dan populer pada awal abad
20-an khususnya di Inggris dan di Eropa pada umumnya. Salah satu peletak
utama pemikiran filsafat analitik ini menjadi populer berkat Betrand Russell dan
Ludwig Wittgenstein. Akan tetapi, ada banyak tokoh lainnya yang memberikan
sumbangsih terhadap pemikiran filsafat bahasa dengan pelbagai aliran yang
dianutnya. Aliran-aliran ini meliputi atomisme logis, positivisme logis, dan yang
terakhir, filsafat bahasa biasa (ordinary language philosopy).
Atomisme Logis
Sebenarnya, puncak utama dari pemikiran atomisme logis ini dirintis oleh
seorang filsuf Cambridge bernama George Edward Moore (1873-1958). Namun,
tokoh utama yang mengemukakan serta merumuskan nama dari aliran ini ialah
Betrand Russell dan Ludwig Wittgenstein. Pertama, awal mula konsep atomisme
logis bagi Russell bahwa, logika itu menurutnya bersifat atomis. Atomis
berdasarkan etimologi berasal dari kata a “tidak” dan tomos “potong”. Lalu,
atomis dipahami secara umum sebagai pandangan matrealistis bahwa alam
semesta terdiri dari entitas paling sederhana (Loren Bagus, 2005:97). Dari
paham ini pula Russell mampu mensintesiskan pemikiran filsuf-filsuf
sebelumnya. Dalam pemikirannya, dia memakai tradisi pemikiran empirisme
John Locke dan David Hume terutama mengenai struktur logis dari proposisi-
proposisi, dari proposisi sederhana (atomis) sampai pada proposisi kompleks
yang memiliki corak logis yang sama dengan konsep ide-ide sederhana (ide
atomis) sampai pada ide-ide yang bersifat kompleks. Kemudian, dalam hal ini
Russellpun ingin membangun bahasa yang mampu mengungkapkan realitas,
yang berdasarkan formulasi logika (Kaelan, 2009:82). Ada beberapa prinsip yang
dikemukakan oleh Russel mengenai filsafat analitiknya, tentang prinsip formulasi
logika bahasa, prinsip kesesuaian, dan terakhir prinsip mengenai struktur
proposisi.
Kedua, filsafat atomisme logis yang dirujuk oleh Ludwig Wittgenstein. Dalam
mengungkapkan realitas dunia Wittgenstein merumuskan mengenai suatu
proposisi-proposisi, sama halnya seperti Russell, bagi Wittgenstein terdapat
suatu kesesuaian logis antara struktur bahasa dengan struktur realitas dunia.
Karenanya, proposisi-proposisi itu terungkapkan melalui bahasa pada hakikatnya
merupakan suatu gambaran dunia (Kaelan, 2009:98). Maka dari itu, prinsip dasar
atomisme logis yang dia anut untuk mengungkapkan realitas dunia dinamakan
dengan teori gambar (picture theory). Lalu, konsep pemikiran
filosofis tractatus Wittgenstein terdiri atas pernyataan-pernyataan yang secara
logis memiliki hubungan. Pada persfektif ini yang dia maksud dengan fakta
adalah suatu peristiwa atau keadaan dan suatu peristiwa itu adalah kombinasi
dari benda-benda atau objek-objek bagaimana hal itu berada di dunia. Jadi,
menurut Wittgeinstein bahwa sebuah fakta itu adalah suatu keberadaan
peristiwa, yaitu bagaimana objek-objek itu memiliki interrelasi dan keadaan,
hubungan kausalitas, kualitas, kuantitas, ruang, waktu, dan keadaan
(Poerwowidagdo dalam Kaelan, 2009:96).
Aliran positivisme logis serta aliran filsafat bahasa biasa berkembang dan
berpusat di Wina Austria kurang lebih awal tahun 1922. Dua gerakan ini sama-
sama dipengaruhi oleh Ludwig Wittgenstein, namun, ada perbedaan pemikiran
dari kedua aliran ini. Jika positivisme logis didasarkan pada tradisi empirisme
David Hume, John Stuart Mill dan Ernest Mach. Pada pemikiran filsafat bahasa
biasa didasarkan melalui peralihan pemikiran Ludwig Wittgenstein I yang
awalnya menganut paham atomisme logis menjadi paham filsafat bahasa biasa
(ordinary language philosopy) yang dikenal dengan pemikiran Wittgenstein II.
Aliran filsafat bahasa biasa yang dikembangkan oleh Wittgenstein ini sangat
bertolak belakang dengan pemikiran tractatus ketika dia masih menganut
atomisme logis. Dari pemikiran keduanya itu, Wittgeinstein banyak mengkritik
pola pemahaman atomisme logis. Berangkat dari karyanya yang kedua,
Wittgeinstein mulai menyadari bahwa bahasa diformulasikan melalui logika yang
sebenarnya sangat tidak mungkin untuk dikembangkan dalam filsafat, bahkan
dalam pelbagai kehidupan manusia terdapat banyak macam konteks yang tidak
mungkin hanya diungkapkan melalui logika bahasa (Kaelan, 2009:123).
Kedua aliran ini perlu rasanya untuk menyebutkan siapa tokoh yang menjadi
tolak ukur pemikiran filsafat analitiknya. Pertama, tokoh yang mengembangkan
tradisi positivisme logis salah satunya adalah Alfred Jules Ayer. Dia memiliki
gagasan terhadap filsafat analitik bahwa, proposisi-proposisi itu bermakna
manakala pernyataan itu bisa diverifikasi dengan pengalaman. Kedua, tokoh-
tokoh yang mempopulerkan aliran filsafat bahasa biasa diantaranya, Ludwig
Wittgeinstein II, Gilbert Ryle, John Langshaw Austin, dan Peter Strawson. Secara
umum, pemikiran aliran filsafat bahasa biasa menekankan pada aspek
permainan bahasa, fungsi bahasa, dan konteks bahasa (pragmatik).
Daftar Bacaan:
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang
Dalam sejarah perkembangan filsafat sejak zaman pra-Yunani Kuno hingga abad
XX sekarang ini, telah banyak aliran filsafat yang bermunculan. Setiap aliran filsafat
itu memiliki kekhasannya masing-masing, sesuai dengan metode yang dijalankan
dalam rangka memperoleh kebenaran. Telah banyak metode filsafat yang diajukan
oleh para filsuf, namun tidak ada satupun yang luput dari kelemahan. Kelemahan
metode filsafat yang satu akan dikritik dan dikoreksi oleh filsuf-filsuf lainnya.
Demikian seterusnya, sehingga pada umumnya suatu aliran filsafat itu muncul atau
tampil kearena filsafat, karena bereaksi terhadap aliran filsafat sebelumnya.
Demikian pula halnya dengan Mazhab Analitika Bahasa(MAB) atau Filsafat
Analitik atau Filsafat Bahasa, kemunculannya di tengah kancah filsafat erat kaitannya
dengan aliran filsafat sebelumnya, terutama Rasionalisme, Empirisisme Inggris,
Kritisismenya Immanuel Khan. Gerakan MAB muncul pada abad XX.
Kekhasan MAB ini tidak hanya menyangkut masalah metode melainkan terletak
pada ruang lingkup kegiatan MAB itu sendiri.
Tokoh-tokoh penting yang paling mewakili corak pandangan pada filsafat analitik
ini adalah Bertrand Russel, Ludwig Wittgenstein, Alfred Jules Ayer, Gilbert Ryle, dan
John Langshaw Austin.
BAB 2
PEMBAHASAN
A. PengertianFilsafat Analitik
Secara etimologi kata analitik berarti investigative, logis, mendalam, sistematis, tajam
dan tersusun. Beberapa pengertian tentang filsafat analitik secara terminologi yaitu :
Menurut Rudolp Carnap, filsafat analitik adalah pengungkapan secara sistematik
tentang syntax logis (struktur gramatikal dan aturan-aturannya) dari konsep-konsep
dan bahasa khususnya bahasa ilmu yang semata-mata formal.
Menurut Roger Jones menjelaskan arti filsafat analitik bahwa baginya tindak
menganalisis berarti tindak memecah sesuatu kedalam bagian-bagiannya. Tepat
bahwa itulah yang dilakukan oleh para filosof analitik.
Didalam kamus popular filsafat, filsafat analitik adalah aliran dalam filsafat yang
berpangkal pada lingkaran Wina. Filsafat analitik menolak setiap bentuk filsafat yang
berbau metafisik.
Filsafat analitik adalah suatu gerakan filosof abad ke XX, khususnya di Inggris dan
Amerika Serikat yang memusatkan perhatiannya pada bahasa dan mencoba
menganalisa pernyatan-pernyataan (konsep-konsep, ungkapan-ungkapan kebahasaan,
atau bentuk-bentuk yang logis) supaya menemukan bentuk-bentuk yang paling logis
dan singkat yang cocok dengan fakta-fakta atau makna-makna yang disajikan. Yang
pokok bagi filsafat analitik adalah pembentukan definisi baik yang linguistic(ilmu
tentang bahasa) atau nonlinguistic nyata atau yang konstektual.
Filsafat analitik sendiri secara umum hendak mengklarifikasi makna dari pernyataan
dan konsep dengan menggunakan analisis bahasa.
Oleh karena itu pemakaian istilah analisis ini lebih mengacu pada pengertian yang
bersifat umum, yaitu suatu upaya untuk menyelidiki atau memeriksa konsep-konsep
dalam rangka mengetahui benar atau tidak, logis atau tidak logis, bermakna atau tidak
bermaknanya konsep-konsep tersebut. Konsep dalam hal ini adalah hasil pemikiran
atau pandangan seseorang yang diungkapkan dalam bentuk bahasa. [1]
Analitik (filsafat analitik) aliran dalam fisafat yang berpangkal pada Lingkaran Wina.
Terus dikembangkan oleh Wittgenstein,Russel dan Moore di Negara-negara yang
berbahasa Inggris, tetapi juga diteruskan di Polandia. Filsafat analitik menolak setiap
bentuk filsafat yang berbau “metafisik”. [2]
Dari uraian tentang filsafat analitik diatas, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Filsafat analitik adalah suatu gerakan filosof abad ke XX, khususnya di Inggris
dan Amerika Serikat yang memusatkan perhatiannya pada bahasa dan mencoba
menganalisa pernyatan-pernyataan (konsep-konsep, ungkapan-ungkapan kebahasaan,
atau bentuk-bentuk yang logis) supaya menemukan bentuk-bentuk yang paling logis
dan singkat yang cocok dengan fakta-fakta atau makna-makna yang disajikan.
2. Filsuf yang dapat dianggap sebagai penyebar benih filsafat analitik itu antara lain
Socrates, Aristoteles, Descartes, David Hume, Immanuel Khan, dan George Edward
Moore.
3. Aliran dalam filsafat analitik terbagi menjadi tiga yaitu, anotisme logik (dikenal
pertama kali pada tahun 1918 melalui tulisan Bertrand Russell dan di sempurnakan
oleh Wittgenstein. Positivisme logik (Aliran yang semula dikenal dengan nama
Lingkungan Wina ini didirikan pada tahun 1922 oleh Moritz Schlick). Filsafat bahasa
biasa (Filsuf analitik yang muncul belakangan mulai meragukan keampuhan bahasa
logika dalam penentuan bermakna atau tidaknya suatu ungkapan)
4. Teori teori arti terbagi menjadi tiga yaitu, Teori acuan (merupakan salah satu jenis
teori arti yang mengenali (mengidentifikasikan) arti suatu ungkapan dengan apa yang
diacukanya atau dengan hubungan acuan itu). Teori ediasi (menawarkan alternatif lain
untuk memecahkan arti ungkapan. Teori tingkah laku (merupakan salah satu jenis
teori arti yang mengenai (mengidentifikasi)arti suatu kata atau ungkapan bahasa)
5. Ludwig Wittgenstein (1889-1951) ahli analitika. Dalam pembahasan nya,
filsafat dibedakan dengan jelas dua periode. Yaitu periode periode reduktif dan
periode language-games
Daftar Pustaka
Mustansyir, Rizal. Filsafat Analitik, Penerbit : Pustaka Pelajar, 2007
Hartoko, Dick. Kamus populer Filsafat
http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/02/filsafat-analitik/
Metode-metode Filsafat
[1] http://jaringskripsi.wordpress.com/2009/09/02/filsafat-analitik/
[2] Hartoko, Dick. Kamus populer Filsafat
[3] Mustansyir, Rizal. Filsafat Analitik, Penerbit : Pustaka Pelajar, 2007
[4] Metode-metode Filsafat