Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

MATA KULIAH ANALISIS WACANA


Tokoh-tokoh AWK dan AWK Ideologi Politik

Dosen Pengampu : Laila Tri Lestari, M.Pd

Disusun oleh:

1. Fiqiyah Biroudloh (19032057)


2. Vivi Izarotun N. (19032040)

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

UNIVERSITAS ISLAM DARUL ULUM LAMONGAN

2020

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas limpahan rahmat, taufiq, dan
hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini dengan
judul Tokoh-tokoh AWK dan AWK ideologi Poilitik tepat pada waktunya.
Adapun penyusunan makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Analisis Wacana di Universitas Islam Darul Ulum Lamongan. Kami
menyadari akan kekurangan dalam penyusunan makalah ini, oleh karena itu
bimbingan dan arahan dari berbagai pihak sangat kami harapkan dengan hasil
makalah yang lebih baik lagi.
Kami harap makalah yang kami susun dapat memberikan manfaat dan
memperluas pengetahuan pembacanya. Kami selaku penulis mohon maaf apabila
ada kesalahan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
memberikan arahan dan bimbingan dalam penyusunan makalah ini. Semoga kita
semua selalu dalam lindungan Allah SWT.

Lamongan, 29 November 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul i

Kata Pengantar ii

Daftar Isi iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Tokoh-tokoh Analisis Wacana Kritis 3

2.2 Analisis Wacana Kritis Ideologi Politik 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan 13

3.2 Saran 13

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Analisis wacana sebagai salah satu disiplin ilmu dengan metodologi yang
eksplisit dapat dikatakan sebagai ilmu baru karena perkembangannya baru
dilihat pada awal tahun  70-an dan bersumber pada tradisi keilmuan Barat.
Istilah analisis wacana muncul sebagai upaya untuk menghasilkan deskripsi
bahasa yang lebih lengkap sebab terdapat unsur-unsur bahasa yang tidak
cukup bila dianalisis dengan menggunakan aspek struktur dan maknanya
saja.  Sehingga memalui analisis wacana dapat diperoleh penjelasan mengenai
korelasi antara apa yang diujarkan, apa yang dimaksud dan apa yang dipahami
dalam konteks tertentu.
Analisis wacana Kritis (AWK) adalah analisis bahasa dalam
penggunaannya dengan menggunakan bahasa kritis. Analisis ini dipandang
sebagai oposisi terhadap analisis wacana deskriptif yang memandang wacana
sebagai fenomena teks bahasa semata, karena analisis jenis ini selain berupaya
memperoleh gambaran tentang aspek kebahasaan, juga menghubungkannya
dengan konteks, baik itu konteks sosial, kultural, ideologi dan domain-domain
kekuasaan yang menggunakan bahasa sebagai alatnya.
Dalam Analisis wacana kritis ini terdapat tokoh-tokoh yang memiliki
sudut pandang dan cara analisis yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Masing-masing pandangan tersebut hanya ditujukan pada satu pokok
permasalahan yaitu Analisis wacana Kritis (Critical Discourse Analysis).
Dari sudut pandang para tokoh Analisis Wacana Kritis, terdapat
pandangan bahwa wacana adalah alat bagi kepentingan kekuasaan, hegemoni,
dominasi budaya dan ilmu pengetahuan. Untuk itu, dalam menganalisis
wacana juga harus memperhatikan masalah ideologi dan sosio kultural yang
melatarbelakangi penulisan suatu wacana.

1.2 Rumusan Masalah


Adapun beberapa rumusan yang telah kami rumuskan dalam pembuatan
makalah ini yaitu :
1. Bagaimana sudut pandang tokoh-tokoh analisis wcana kritis ?
2. Apa itu analisis wacana kritis ideologi politik?

1.3 Tujuan

1
Dalam pembuatan makalah ini kami mempunyai beberapa tujuan
diantaranya:
1. Mengetahui bagaimana sudut pandang tokoh-tokoh dalam analisis wacana
kritis.
2. Mengetahui analisis wacana kritis ideologi politik

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Tokoh-tokoh Analisis Wacana Kritis


Dalam Analisis wacana kritis ini terdapat tokoh-tokoh yang memiliki sudut
pandang dan cara analisis yang berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Masing-masing pandangan tersebut adalah sebagai berikut:
A. Michel Foucault
1. Lahir di Poitiers Perancis, tahun 1926.
2. Bidang ilmu yang digelutinya : filsafat, sejarah, psikologi dan
psikopatologi.
3. Buku-buku hasil karyanya : Penyakit Mental dan Kepribadian,
Sejarah Kegilaan, The Birth of The Clinic, Archeology of Human
Sciences, Disciplines and Punish dan trilogi The History of
Sexuality.
4. Karier : Sebagai staf pengajar pada Universitas Uppsala (Swedia)
untuk bidang sastra dan kebudayaan Perancis, Dosen di berbagai
Universitas di Perancis, dan pendiri Universitas Paris Vincenes.
5. Meninggal dunia dalam usia 57 tahun pada tahun 1984.
6. Inti Pemikiran Foucault :
a. Wacana
Wacana menurut Foucault bukan hanya sebagai rangkaian
kata atau proposisi dalam teks, melainkan sesuatu yang
memproduksi sesuatu yang lain. Sehingga dalam menganalisis
wacana hendakny mempertimbangkan peristiwa bahasa dengan
melihat bahasa sebagai dua segi yaitu segi arti dan referensi.
Wacana merupakan alat bagi kepentingan kekuasaan,
hegemoni, diminasi budaya dan ilmu pengetahuan. Dalam
masyarakat, ada wacana yang dominan dan ada wacana yang
terpinggirkan. Wacana yang dominan adalah wacana yang dipilih
dan didukung oleh kekuasaan, sedangkan wacana lainnya yang

3
tidak didukung akan terpinggirkan (marginalized) dan terpendam
(submerged).
b. Discontinuitas
Foucault menolak teori mengenai sejarah yang berjalan
linier dan kontinyu “contonuous history”, karena itu dia
mengajukan konsep discontinuitas sejarah. Foucault lebih tertarik
pada kejadian biasa atau peristiwa kecil yang diabaikan oleh ahli
sejarah, daripada analisis sejarah tradisional yang cenderung
mempertanyakan strata dan peristiwa mana yang harus diisolasi
dari yang lain, jenis hubungan yang harus dikonstruksi serta
kriteria periodisasi. Biasanya analisis tradisional hanya
menyoroti sejarah “orang-orang besar.”
c. Kuasa dan Pengetahuan
Menurut Foucault, kekuasaan dan pengetahuan  adalah dua
hal yang selalu berkaitan.  Menurutnya, kekuasaan selalu
terakumulasi melalui pengetahuan, dan pengetahuan selalu punya
efek kuasa. Konsep ini membawa konsekuensi untuk mengetahui
bahwa untuk mengetahui kekuasaan dibutuhkan penelitian
mengenai produksi pengetahuan yang melandasi kekuasaan.
Foucault meyakini bahwa kuasa tidak bekerja melalui represi,
tetapi melalui normalisasi dan regulasi. Kuasa tidak bekerja
secara negatif dan represif, melainkan dengan cara positif dan
produktif.
d. Episteme
Foucault membedakan tiga jaman episteme yaitu : Abad
Renaisan yang menekankan pada resemblance (kemiripan), Abad
Klasik yang menekankan pada representastion (representasi) dan
Abad Modern yang menekankan pada signification (signifikasi)
atau pemaknaan.

B. Roger Fowler, Robert Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew


(Fowler dkk)

4
1. Fowler, Hodge, Kress dan Trew adalah sekelompok pengajar di
Universitas Eart Anglia (aliran Linguistik Eropa Kontinental).
Fowler Lahir pada tahun 1939, Australia. Robert Hodge Lahir pada
25 April 1940 di Perth, Australia. Gunther Kress  Lahir pada 26
November 1940 dengan nama lengkap Gunther Rolf Kress. Dan
Tony Trew Lahir di Cape Town pada 6 Juli 1941 dengan nama
lengkap Anthony Andrew Trew.
2. Karya mereka adalah sebuah buku yang berjudul Language and
Central (1979) dengan pendekatan Critical Linguistic  yang
memandang bahwa bahasa dikenal sebagai praktik sosial.
Pendekatan ini dikembangkan dari teori linguistik para peneliti yang
melihat bagaimana tata bahasa (grammar) tertentu menjadikan kata
tertentu (diksi) membawa implikasi dan ideologi tertentu (Darma,
2009 :84).
3. Dalam membangun model analisisinya, mereka mendasarkan pada
penjelasan Halliday mengenai struktur dan fungsi bahasa yang
menjadi struktur tata bahasa.
4. Dalam praktik penggunaan tata bahasa, maka kosa kata merupakan
pilihan kata (diksi) untuk mengetahui praktik ideologi. Adapun
fungsi kosa kata diantaranya sebagai berikut :
a. Kosakata
Karena bahasa merupakan sistem klasifikasi, maka bahasa
yang berbeda itu akan menimbulkan realitas yang berbeda pula
ketika diterima oleh khalayak.
b. Kosakata : membuat klasifikasi
Bahasa pada dasarnya menyediakan klasifikasi, sehingga
dapat dibedakan antara realitas yang satu dengan yang lainnya.
Klasifikasi ini bermakna bagaimana suatu peristiwa itu dilihat
dari suatu sisi sehingga memaksa kita untuk bagaimana
memahami realitas.
c.  Kosakata : Membatasi Pandangan

5
Menurut Fowler dkk, bahasa pada dasarnya bersifat
membatasi. Kosakata berpengaruh terhadap bagaimana kita
memahami dan memaknai suatu peristiwa.  Sehingga ketika
suatu kosakata tertentu, akan dihubungkan dengan realitas
tertentu.
d. Kosakata : Pertarungan wacana
Kosakata haruslah dipahami dalam konteks pertarungan
wacana.  Setiap pihak memiliki pendapat sendiri-sendiri dalam
suatu masalah, sehingga selalu berusaha supaya hanya
pendapatnya saja yang paling benar. Dalam upaya memenangkan
opini publik, masing-masing pihak menggunakan kosakata
sendiri-sendiri dan berusaha memaksakan agar kosakata itulah
yang lebih diterima oleh publik.
e. Kosakata : marginalisasi
Kosakata membawa nilai ideologis, kata bukan sesuatu
yang netral, tetapi membawa ideologi tertentu.
f. Tata Bahasa
Fowler dkk menyatakan bahwa minimal ada dua hal yang
harus diperhatikan yakni efek bentuk kalimat pasif dan efek
nominalisasi. Kedua efek ini cenderung menghilangkan pelaku
dalam sebuah teks.
C. Theo Van Leeuwen
1. Theo Van Leeuwen memperkenalkan model analisis wacana untuk
mendeteksi dan meneliti bagaimana suatu kelompok atau seseorang
dimarginalisasikan posisinya dalam suatu wacana. Kelompok
dominan lebih memegang kendali dalam menafsirkan suatu peristiwa
dan pemakaiannya, sementara kelompok lain yang posisinya rendah
cenderung untuk terus-menerus menjadi obyek pemaknaan dan
digambarkan secara buruk.
2. Ada dua pusat perhatian dalam analisis Van Leeuwen, yaitu :

6
a. Proses pengeluaran (eksklusi)  apakah dalam suatu teks berita
ada aktor atau kelompok yang dikeluarkan dari pemberitaan, dan
strategi wacana apa yang dipakai untuk itu.
b. Proses pemasukan (inklusi) yaitu proses dimana suatu pihak atau
kelompok ditampilkan lewat pemberitaan.
D. Sara Mills
1. Sara Mills menjadikan teori wacana Foucault sebagai ground teori
untuk analisiswacana kritis.
2. Konsep dasar pemikiran Mills lebih melihat pada bagaimana aktor
ditampilkan dalam teks baik dia berperan sebagai subyek maupun
obyek.
3. Ada dua konsep dasar yang diperhatikan  yaitu posisi Subyek-
Obyek, menempatkan representasi  sebagai bagian terpenting.
Bagaimana seseorang, kelompok, pihak, gagasan dan peristiwa
ditampilkan dengan cara tertentu dalam wacana dan memengaruhi
makna khalayak. Penekanannya adalah bagaimana posisi dari aktor
sosial, posisi gagasan, atau peristiwa ditempatkan dalam teks.
4. Selain posisi aktor dalam teks, Sara Mills juga memusatkan
perhatian pada bagaimana pembaca dan penulis bisa ditampilkan.
Posisi pembaca memengaruhi bagaimana seharusnya teks itu
dipahami dan bagaimana aktor sosial ditempatkan. Penceritaan dan
posisi ini menjadikan satu pihak legitimate dan pihak
lain illegitimate. Karena Sara Mills adalah seorang feminist, maka
aktor yang sering dia tampilkan dalam karyanya adalah perempuan.

E. Teun A. Van Dijk


1. Van Djik Lahir pada 7 Mei 1943 di Naaldwijk, Belanda. Merupakan
seorang Profesor pada bidang studi wacana di Universitas
Amsterdam  (1968 – 2004 ), dan sejak tahun 1999 juga menjadi
dosen di Pompeu Fabra Univeristy, Barcelona
2. AnalisisWacana Kritis model Van Dijk dikenal dengan model
“kognisi sosial” yaitu model analisis yang tidak hanya mendasarkan

7
pada analisis teks semata, tetapi juga  proses produksi wacana
tersebut yang dinamakan kognisi sosial. Dijk berusaha untuk
menyambungkan wacana dengan konteks sosialnya. Dalam hal ini
konteks sosial sebagai elemen besar struktur sosial (stuktur makro)
dan elemen wacana seperti gaya bahasa, kalimat dan lain-lain
(struktur mikro).
3. Wacana menurut Van Dijk memiliki tiga dimensi : teks, kognisi
sosial dan konteks.
a. Dalam teks (stuktur mikro)Van Dijk berusaha meneliti dan
mamaknai bagaimana struktur teks dan strategi wacana secara
kebahasaan (bentuk kalimat, pilihan kata, metafora yang dipakai)
b. Pada level kognisi sosial dipelajari bagaimana proses produksi
teks berita yang melibatkan kognisi individu dari wartawan.
c. Pada level konteks sosial (struktur makro) mempelajari bangunan
wacana yang berkembang dalam masyarakat akan  suatu
masalah 

F. Norman Fairclough
1. Fairclough lahir pada tahun 1941, merupakan seorang dosen di
Lancaster  University dan merupakan salah satu pencetus analisis
wacana kritis
2. Analisis Wacana Kritis Model Fairclough disebut dengan model
perubahan sosial (social change), yaitu mengitegrasikan secara
bersama-sama analisis wacana yang didasarkan pada linguistik,
pemahaman sosial politik  terhadap perubahan sosial.
3. Menurut Fairclough bahasa sebagai praktik sosial mengandung
implikasi bahwa :
a. Wacana adalah bentuk dari tindakan, seseorang menggunakan
bahasa sebagai tindakan pada dunia dan khususnya sebagai
bentuk representasi ketika melihat realita.
b. Adanya hubungan timbal balik antara wacana dan struktur
sosial , kelas, dan relasi sosial lain yang dihubungkan dengan

8
relasi spesifik dan institusi tertentu seperti pada buku,
pendidikan, sosial dan klasifikasi.
4. Fairclough membagi wacana dalam tiga dimensi yaitu
teks, discourse practice, dan Sociocultural Practice .
a. Teks dianalisis secara linguistik, dengan melihat kosa kata,
semantik dan tata kalimat termasuk keherensi dan kohesivitas
yang bertujuan untuk melihat elemen-elemen idesional, relasi
dan identitas suatu wacana.
b. Discourse practice berhubungan dengan bagaimana proses
produksi dan konsumsi teks.
c. Sociocultural Practice adalah dimensi yang berhubungan dengan
konteks seperti konteks situasi, konteks dan praktik institusi dari
media dalam hubungannya dengan masyarakat atau budaya
politik tertentu.

2.2 Analisis Wacana Kritis Ideologi Politik


Dalam analisis wacana kritis, aspek ideologi merupakan kajian utama.
Eriyanto (2001) mengatakan bahwa tulisan , ujaran, dan lainnya adalah wujud
dari ideologi tertentu. Ideologi dibentuk oleh kelompok dominan yang
bertujuan untuk memproduksi ulang dan mengesahkan keberadaan kelompok
tersebut. Artinya, kelompok dominan mempengaruhi dan menginformasikan
ke khalayak ramai bahwa keberadaan dan kekuatan mereka sudah sah.
Pendekatan dalam Analisis Wacana Kritis. Dengan adanya ideologi akan
terbentuk jati diri kelompok yang tidak sama dengan kelompok lain. Wacana
bukanlah sesuatu yang netral disajikan secara apa adanya karena setiap
wacana akan muncul ideologi seseorang untuk mendominasi dan berebut
pengaruh. Misalnya dalam wacana argumentasi, dapat dipastikan bahwa teks
yang ada merupakan pencerminan dari ideologi seseorang, apakah ideologi
orang tersebut kapitalisme, antikapitalisme, individualisme, sosialisme, dan
sebagainya.
Wacana politik memiliki peran dalam membentuk, mereproduksi, dan
melegitimasi power dan dominasi. Ini ternyata telah memunculkan banyak

9
harapan atas kehadiran analisis wacana kritis (critical discourse studies) pada
teks dan pembicaraan politik. Studi tersebut dapat dilakukan melalui analisa
linguistik sebab ilmu politik hampir mirip dengan disiplin ilmu sosial, dimana
ilmu sosial sangat memungkinkan untuk penggunaan pendekataan
postmodernisme atas wacananya. Hal itu tidak bermaksud menyatakan bahwa
ilmu politik tidak mengenal “citical studies” atas wacana politik, tetapi
biasanya ilmu politik sering dibatasi pada studi kata dan konsep terisolasi, dan
jarang studi teks politik yang sistematis. Pada studi ilmu komunikasi, tentunya
ada juga banyak studi komunikasi politik dan retorika politik, ini sering terjadi
overlap (antara ilmu politik dan ilmu komunikasi) dalam discourse analytical
approach-nya.
Ada satu hal yang dapat lebih mendekatkan pada analisa wacana teks dan
pembicaraan politik yaitu frames approach (satu pengertian yang dipinjam dari
ilmu kognitif). “Frames” tersebut adalah struktur konseptual atau sekumpulan
keyakinan yang mengorganisir pemikiran, kebijakan, dan wacana politik, dan
sama hal dengan pengertian (super) struktur skematik yaitu ketegori standard
dalam persepsi dan analisa tentang sebuah isu. Contoh gerakan sosial dianalisa
dalam terminologi collective action, ini terbentuk karena adanya
ketidakadilan, agency, dan identitas.
Iklan politik merupakan fenomena komunikasi yang di dalamnya
mengindikasikan adanya relasi kuasa melalui bahasa (verbal dan visual), di
mana pengiklan berusaha untuk mempengaruhi atau mengubah kesadaran,
pengetahuan, sikap, dan perilaku dari khalayak sasaran dengan cara yang
menguntungkan mereka untuk tujuan dan kepentingan politik, ekonomi atau
ideologi tertentu. Iklan dalam hal ini menjadi alat yang digunakan untuk
melanggengkan hubungan yang tidak sederajat antara yang “berkuasa” dengan
yang “dikuasai”.
Banyak sekali contoh dari analisis wacana kritis ideologi politik yang
berbentuk iklan, misalknya iklan-iklan politik PDI Perjuangan yang
ditampilkan di SKH Kompas pada dasarnya bukanlah iklan-iklan yang
terpisah dan berdiri sendiri, melainkan sebagai suatu kesatuan dalam
membangun wacana dan makna yang ingin ditanamkan. Ide pada setiap iklan

10
bisa saja berbeda, tetapi terkait dengan wacana yang hendak ditanamkan tentu
harus merupakan satu kesatuan yang padu agar memiliki makna yang sama
sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai pengiklan terkait dengan akibat yang
diharapkan. Oleh karenanya antara satu iklan dengan iklan lainnya harus
memiliki koherenitas, kohesifitas dan linieritas antara satu sama lainnya
sehingga menghasilkan kesatuan wacana dan makna.
Tema utama yang ditekankan pada iklan-iklan politik PDIP adalah tema
perjuangan. Tema perjuangan ini selain melekat pada nama PDI Perjuangan
itu sendiri juga melekat pada identitas PDI Perjuangan yang dirumuskan pada
tagline “Perjuangan Tak Kenal Henti” yang ditempatkan di bawah dan
menyatu pada logotype PDI Perjuangan. Penjabaran dari tema perjuangan
dapat dilihat pada misi yang dirumuskan, di antaranya adalah :
1) Seruan pengingatan yang ditujukan baik ke dalam lingkungan internal
maupun eksternal tentang tekad perjuangan yang sudah bulat sebagaimana
tulisan pada subheadline “Ingat! Perjuangan Kita Sudah Bulat!” yang
dioperasionalisasikan pada tiga tekad kebulatan perjuangan yakni
menegakan keadilan, membela kebenaran, dan meraih kemakmuran
sebagaimana tulisan pada bodycopy: “Perjuangan kita menegakan keadilan
sudah bulat. Perjuangan kita membela kebenaran sudah bulat. Perjuangan
kita meraih kemakmuran sudah bulat”.
2) Seruan pengingatan yang ditujukan baik ke dalam lingkungan internal
maupun eksternal tentang masa depan yang harus diperjuangkan hari ini
sebagaimana tulisan pada headline: “Masa Depan Kita Harus
Diperjuangkan Hari Ini!” Yang operasionalisasinya adalah dengan
melawan politik uang yang berpotensi menyabot upaya perjuangan yang
akan dilakukan sebagaimana tulisan pada bodycopy: “ Kami tidak gentar
Politik Uang (Money Politic). Selama seluruh rakyat yang pro reformasi
dan demokrasi merapatkan barisan menyatukan langkah dan mempertebal
iman perjuangan, kita pasti Menang!”.
3) Seruan pengingatan untuk tidak salah pilih khususnya untuk lingkungan
eksternal yang menjadi simpatisan atau target audiens dari PDI Perjuangan
sebagaimana tulisan pada headline, “Jangan Salah Pilih” sambil juga

11
mengingatkan tentang tekad perjuangan yang sudah bulat sebagaimana
tullisan pada subheadline “Ingat! Perjuangan Kita Sudah Bulat!” dan
mengingatkan/mendorong untuk mencoblos nomor 11 (nomor kesertaan
PDIP dalam pemilu) sebagaimana tulisan pada slogan “Coblos No. 11”
untuk menegaskan dan memastikan “Jangan Salah Pilih”.
4) Seruan yang ditujukan kepada kalangan internal maupun eksternal untuk
menyuarakan perjuangannya dengan mencoblos nomor 11 (nomor
kesertaan PDIP dalam pemilu) dan memberikan bantuan dana
perjuangannya kepada PDIP sebagaimana tulisan pada banner iklan:
“Suarakan Perjuangan Anda Dengan Mencoblos “Nomor 11” dan
Salurkan Dana Perjuanga Anda ke BCA SudirmanJakarta PDI Perjuangan
No. Rekening 035-305540-0.
5) Seruan untuk memilih partai yang transparan dan bertanggungjawab
sebagaimana tulisan pada subheadline “Pilih partai yang transparan dan
bertanggungjawab” yang bentuk operasionalisasi dari partai yang
transparan dan bertanggungjawab itu adalah partai yang berani
menyampaikan dan membuka data keuangan yang dimilikinya kepada
publik dengan memberikan laporan kas secara terbuka sebagaimana
terdapat pada bodycopy “Laporan Kas”. Dari pemaparan yang ada
menunjukan dengan jelas bahwa iklan PDI Perjuangan merupakan iklan
yang bersifat tematik dan saling berkaitan satu dengan lainnya. Antara satu
iklan dengan iklan lainnya memiliki koherenitas dalam bentuk
keterhubungan baik pada substansi maupun pada ungkapan kalimatnya.
Secara substansi iklan-iklan PDIP menyampaikan tentang perjuangan yang
diungkapkan dalam bentuk kalimat “Perjuangan Tak Kenal Henti”, “Ingat!
Perjuangan Kita Sudah Bulat!”, “Masa Depan Kita Harus Kita
Perjuangkan Hari ini”, “Salurkan Dana Perjuangan Anda”, dan “Pilih
partai yang transparan dan bertanggungjawab”.

12
BAB III
PENUTUP
2.1 Kesimpulan
Dalam Analisis wacana kritis ini terdapat tokoh-tokoh yang memiliki
sudut pandang dan cara analisis yang berbeda antara satu dengan yang
lainnya. Masing-masing pandangan tersebut hanya ditujukan pada satu pokok
permasalahan yaitu Analisis wacana Kritis (Critical Discourse Analysis).
Dianata tokoh-tokoh tersebut adalah: Michel Faucault, Roger Fowler, Robert
Hodge, Gunther Kress, dan Tony Trew (Fowler, dkk.), Theo Van Leeuwen,
Sara Mills, Teun A. Van Dijk, Norman Fairclough.
Analisis wacana kritis ideologi politik merupakan salah satu bentuk
analisis wacana yang berusaha menggali ideologi terutama dalam bidang
politik, dalam makalah ini penulis mencontohkan iklan politik yang dapat
digali ideologinya, yaitu iklan politik partai PDI perjuangan yang mana inti
dari iklan politik nya adalah berupa seruan pengingatan, seruan untuk
memilih partai PDI, dan seruan untuk memilih partai yang transparan dan
bertanggungjawab.

2.2 Saran
Semoga makalah ini bermanfaat untuk memperkaya dan memperluas
wawasan keilmuan kita  sebagai pembaca yang haus  akan ilmu pendidikan.
Marilah kita menjadikan diri yang kaya akan pendidikan agar menjadi insan-
insan yang terdidik,berbudi pekerti yang baik serta dan bermoral yang
berpegang teguh pada agama masing-masing.

13
DAFTAR PUSTAKA

Alwi, Hasan,dkk. (2010). Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka Darma, Yoce, A. (2009). Analisis Wacana Kritis. Bandung:
Yrama Widya
Eriyanto. (2001). Analisis Wacana, Pengantar Analisis Teks Media. LKiS:
Yogyakarta
Fairclough, Norman. (1989). Language and Power. New York: Addison Wesley
Longman.
Fauzan, Umar. (2014). Analisis Wacana Kritis dari Model Fairclough hingga
Mills. Dalam Jurnal Pendidikan, Vol. 6 (1): 1—15

14

Anda mungkin juga menyukai