Anda di halaman 1dari 21

Peran Filsafat Bahasa

dalam Perkembangan
Ilmu Bahasa
Amanah (200211853506)
Pengantar

Untuk mengetahui peran filsafat bahasa dalam


perkembangan ilmu bahasa, kita perlu mempelajari sejarah dan
perkembangan filsafat termasuk filsafat bahasa. Filsafat bahasa
memegang peran penting karena bahasa tidak dapat terlepas dari
hakikat bahasa itu sendiri. Dengan mempelajari perkembangan
filsafat dan filsafat bahasa, akan memudahkan kita untuk
menelusuri bagaimana filsafat bahasa dapat memengaruhi
perkembangan ilmu bahasa yang hingga kini dipelajari.

2
1

Sejarah perkembangan
filsafat dan filsafat
bahasa

3

Umumnya, persoalan yang dibahas dalam filsafat adalah tentang ilmu pengetahuan.
Tentang dari mana pengetahuan itu berasal serta kaitannya dengan keberadaan manusia
di muka bumi beserta segala isinya. Semuanya selalu menjadi topik yang menarik untuk
dikupas dalam ilmu filsafat. Dalam membahas persoalan tersebut, ahli filsafat
memeroleh pengetahuan melalui bahasa. Hal ini menunjukkan adanya keterkaitan
antara ilmu filsafat dengan bahasa yang kemudian berkembang menjadi filsafat
bahasa. Teori tentang bahasa telah dicetuskan oleh ahli filsafat yang selalu
memikirkan hal-hal baru dengan pemikiran yang mendalam.

4
Sejarah
filsafat

Masa
Abad Masa postmoder
Yunani
pertengahan modern n
Kuno

5
Yunani kuno
▹ Sejak masa Prasokrates hingga Masa Yunani Kuno sekitar awal abad enam sebelum
masehi telah muncul ahli filsafat seperti Thales, Anaximander, Anaximenes,
Heraclitus, Parmanides, dan Georgis. Pada masa tersebut ahli filsafat mendalami
studi tentang sifat yang terdalam dari keberadaan sesuatu atau disebut dengan
metafisika. Dengan adanya pemikiran yang mendalam tentang metafisika,
selanjutnya dikenal suatu golongan yang disebut dengan sofistik. Golongan sofistik
menganut paham relativisme, yakni kebenaran menjadi sesuatu yang relatif.
Penganut sofistik ini dikenal sebagai sofis yang kemudian ditentang oleh Sokrates
yang berpendapat bahwa tidak semua kebenaran relatif, melainkan ada kebenaran
sejati secara umum atau obyektif. Pandangan sokrates kemudian diteruskan oleh
muridnya, Plato yang beranggapan bahwa dunia yang sebenarnya adalah dunia ide.
Selanjutnya, pemikiran Plato diteruskan oleh muridnya yaitu Aristoteles, yang
memiliki pemikiran tentang empirisme atau lebih memercayai sesuatu setelah
mengalaminya sendiri.

6

▹ Abad pertengahan
Abad pertengahan ditandai oleh masa Patristik dan skolastik. Salah satu tokoh abad ini
adalah Thomas Aquinas.

7
Pemikiran tentang filsafat kemudian
berkembang pada zaman modern yang
menganut paham rasionalisme dengan
tokoh Rene Descartes, Spinoza, dan
Leibnis. Aliran ini berpendapat bahwa
pengetahuan terjadi karena adanya
pancaindera, batin, dan akal.

Setelah masa modern, muncul Postmodernisme dengan tokohnya, Francouis
Lyotard, Michael Foucault, dan Jacques Derrida. Pada masa ini terdapat dua
aliran, yakni postmodernisme epistemologis dan postmodernisme empiris.
Dengan mengetahui perkembangan filsafat, kita juga secara tidak langsung
mempelajari perkembangan filsafat bahasa.

9
Dari kedua perkembangan tersebut, para filsuf semakin
meyakini bahwa bahasa begitu penting dalam
kehidupan. Selanjutnya, muncullah filsafat khusus yang
mengaji tentang bahasa, yang disebut dengan filsafat
bahasa.

10
Perkembangan
filsafat bahasa pada
dasarnya ▹Pertama, filsuf-filsuf mulai menaruh perhatian terhadap bahasa
dikelompokkan terkait fungsi bahasa dalam memecahkan dan menjelaskan permasalahn
menjadi dua dan konsep dasar filsafat. Pada abad ke-20 para filsuf semakin menyadari
macam bahwa problem dan konsep tersebut dapat dijelaskan dengan cara analisis
bahasa. Misalnya, tentang pertanyaan mendasar seperti, apa itu
kebenaran, apa itu kebaikan, kebijaksanaan, dan pertanyaan-pertanyaan
mendasar lainnya yang membutuhkan pemikiran yang mendalam dan
mengakar. Pertanyaan-pertanyaan tersebut hanya dapat dijelaskan dengan
bahasa dan analisis bahasa.
▹ Kedua, filsafat bahasa ada pada bidang filsafat yang lain. Pada
tahap perkembangan kedua ini, bahasa dijadikan “pisau” atau alat untuk
membahas dan mengupas hakikat dari objek filsafat yang lain, seperti
filsafat hukum, filsafat etika, filsafat sosial.

11
Dari kedua perkembangan tersebut, para filsuf semakin meyakini bahwa bahasa begitu penting dalam
kehidupan. Selanjutnya, muncullah filsafat khusus yang mengaji tentang bahasa, yang disebut dengan filsafat
bahasa.

12
Perjalanan filsafat menuju filsafat bahasa sejalan dengan Kaelan (2002) yang
mengatakan pada mulanya bahasa digunakan sebagai media pengungkapan daya
magis dalam komunikasi bangsa Yunani dengan para Dewa dan kekuatan
supernatural lainnya. Namun seiring dengan berkembangnya pemikiran yang
berpusat pada alam semesta atau metafisis, akhirnya bangsa Yunani menyadari
pentingnya logos atau filsafat bahasa. Bahasa sebagai alat berinteraksi sebenarnya
telah ada sejak manusia itu ada karena manusia merupakan makhluk yang
dianugerahi kemampuan berbicara atau berbahasa. Oleh karena itu sejak awal
zaman hingga adanya pemikiran filsafat, bahasa telah digunakan sebagai alat
berinteraksi dengan manusia lain.

13

Pendapat mengenai interaksi manusia dikemukakan oleh Brown dan Yule (1996:1) yang
meyatakan bahasa sebagai sebuah sistem interaksi dengan berbagai aspek aturan yang
harus ditaati oleh pengguna bahasa. Aturan tersebut melliputi aturan kesantunan (tata
krama), kebijaksanaan, dan kesimpatisan yang merupakan bagian dari pragmatik.
Dengan demikian dapat ditelusuri asal pendapat tersebut. Ilmu bahasa mengenai tanda
(yang sekarang disebut semiotic) ditemukan pertama kali oleh Charles Morris tahun
1938. Ia sebenarnya mengolah kembali pemikiran para pendahulunya seperti John Locke
dan Pierce mengenai ilmu tanda dan lambang. Charles Morris membagi ilmu tersebut
menjadi tiga cabang, yaitu ilmu tata kaalimat, ilmu makna, dan pragmatik.

14
Tahun 1962 pemikiran tersebut semakin berkembang di
Amerika dengan tokohnya J.L Austin dan muridnya,
Shearle (1969). Keduanya melimpahkan banyak
perhatian terhadap bahasa terutama yang mengarah pada
fungsi-fungsi bahasa sebagai alat komunikasi.
Kemudian, munculah tokoh lain yaitu Wittgenstein.

15
Permaianan bahasa Wittgenstein mengandung
pengertian bahwa permainan memiliki aturan sendiri-
sendiri seperti halnya bahasa yang memiliki sistem
aturan dalam penerapan berinteraksi. Sistem aturan ini
meliputi aspek saling memahami antara penutur dan
petutur, kualitas interaksi, kesantunan berbahasa yang
meliputi kepada siapa bahasa itu diujarkan, dan bahasa
yang menimbulkan seseorang melakukan tindakan.
Aspek tersebut akan membantu manusia menjaga
hubungan dalam kehidupan sosial.

16
Hal tersebut selaras dengan pendapat Austin dan Grice yang berkeyakinan bahwa dalam
pemakaian bahasa sehari-hari dapat dipelajari, karena terdapat alat-alat yang terkandung dalam
bahasa sehari-hari. Dengan demikian ,terdapat prinsip bahwa penggunaan bahasa tidak dapat lepas
dari situasi konkret dan fenomena yang berkaitan dengan penggunaan bahasa tersebut. Sedangkan
menurut Grice, terdapat suatu maksim kesantunan yang perlu diterapkan dalam berinteraksi.

Meski demikian, pembahasan teori Austin yang dikenal sebagai teori tindak tuturini meyakini
bahwa bahasa bukan hanya sebagai alat manusia dalam berekspresi atau alat berkomunikasi
sesama manusia. Sebab, manusia akan selalu terhubung dengan aspek sosial budaya yang
tercermin dalam kehidupan manusia. Dalam hal ini terkait dengan penggunaan bahasa dalam
kehidupan. Ludwig Wittgenstein bersama J.L. Austin memprioritaskan pentingnya penggunaan
bahasa

17
B. Peran filsafat bahasa
dalam perkembangan ilmu
bahasa

18
▹Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa peran pemikiran
filsafat bahasa sangat berpengaruh dalam perkembangan ilmu bahasa seperti
semiotik, semantik, hingga pragmatik yang kita pelajari sampai saat ini. Pada
mulanya bahasa diteliti berdasar hakikatnya kemudian dianalisis lebih lanjut
menggunakan metode analitika bahasa.
▹Bahasa bermula dari pemikiran John Locke tentang ilmu tanda dan lambang
(1632-1704). Kemudian pemikiran tersebut dikembangkan oleh Charles Morris
(1938) yang membagi pendapat John Locke menjadi tiga bagian. Ia menemukan
ilmu penggunaan bahasa berdasarkan konteks yang saat ini disebut ilmu pragmatik.
Kemudian pada tahun 1965 tokoh J.L Austin mengaji lebih dalam tentang fungsi
bahasa yang dilanjutkan oleh muridnya, Shearle tahun 1969. Selain itu pendapat
tersebut sejalan dengan Wittgenstein yang berpendapat bahwa bahasa digunakan
oleh anggota masyarakat untuk bekerjasama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan
diri. Bahasa mencakup percakapan yang baik, tingkah laku yang baik, dan
menyangkut sopan santun.

19
Dari pemikiran tokoh-tokoh filsafat bahasa tersebut dapat terlihat bahwa
ilsafat bahasa memegang peran penting karena bahasa tidak dapat terlepas dari
hakikat bahasa itu sendiri. Dengan demikian, ilmu bahasa tidak akan muncul
maupun digunakan atau dipelajari hingga saat ini apabila tidak ada pemikiran
(filsafat) bahasa dari para filsuf.

20
▹Daftar Rujukan

▹ Bertens, K. 2011. Ringkasan Sejarah Filsafat. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.


▹ Brown dan Yule. 1996. Analisis Wacana (penerjemah Soetikno). Jakarta: PT. Gramedia.
▹ Cummings, Louise. 2010. Pragmatik Klinis (diterjemahkan oleh Lefaan dkk). Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
▹ Kaelan. 2002. Filsafat Bahasa: Realitas Bahasa, Logika Bahasa Hermeneutika dan
Postmodernisme. Yogyakarta: Paradigma.
▹ ------. 2004. Filsafat Analitis menurut Ludwig Wittgenstein. Yogyakarta: Paradigma.
▹ ------. 2009. Filsafat Bahasa Semiotika dan Hermeneutika. Yogyakarta: Paradigma.

21

Anda mungkin juga menyukai