Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Linguistik arab adalah cabang dari ilmu linguistik yang secara khusus mepelajari bahasa
arab dalam berbagai aspek seperti fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik,
serta sejarah dan variasi dilaek bahasa tersebut. Secara tradisional studi linguisti arab telah
terkait erat dengan islam karena bahasa arab adalah bahasa utama Al-Qur’an yang telah
mempengaruhi perkembangan bahasa itu sendiri, norma-norma linguistik, dan juga kajian-
kajiannya.

Pada masa perkembangannya bahasa Arab menjadi bahasa komunikasi hampir semua
penjuru, bahasa ilmu pengetahuan, peradaban dan bahasa kerajaan. Namun sekarang bahasa
Arab seolah redup termakan oleh zaman. Bahasa Inggris telah jauh mengalahkan peradaban
bahasa Arab. Para pengguna bahasa Arab sekarang seolah tidak sadar bahwa bahasa Arab
dahulu hampir menguasai dunia. Hanya menggunakan tanpa mengetahui kebesaran bahasa
Arab, serta bagaimana proses bahasa Arab berkembang begitu pesatnya. Dalam sejarahnya,
ada dua aliran linguistik Arab, yaitu aliran Basrah dan aliran Kufah, yang namanya di ambil
sesuai dengan nama kota tempat kedudukan para linguis itu berkumpul. Aliran basrah
mendapat pengaruh konsep analogi dari Zaman Yunani. Oleh karena itu, mereka berpegang
teguh pada kereguleran dan kesisitematisan bahasa Arab. Sebaliknya, aliran Kufah
memberikan perhatian kepada keanekaragaman bahasa; dan dalam beberapa hal tampaknya
mereka menganut paham anomali.

Oleh karena itu pada kesempatan ini kami akan membahas mengenai sejarah
perkembangan linguistik umum secara singkat, kemudian perkembangan madzhab dan
linguistik Arab.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Perkembangan Linguistik dalam Konteks Internasional?
2. Bagaimana sejarah Perkembangan Linguistik Arab?
3. Apa saja aliran dalam linguistik arab?
C. Tujuan Makalah
1. Mengetahui sejerah lahirnya ilmu linguistik pada skala internasional.
2. Mengetahui sejarah perkembangan linguistik arab
3. Mengetahui aliran linguistik dalam bahasa arab

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi ilmu linguistik dan sejarah perkembangannya


1. Definisi ilmu linguistik
kata linguistik adalah serapan dari bahasa latin yaitu linguistikus yang berarti
ilmu bahasa (gabungan dari ilmu+ bahasa). Ilmu linguistik berarti ilmu yang
mempelajari tentang bahasa. Dan ini bergantung pada sudut pandang dan pendekatan
seorang peneliti, linguistik seringkali digolongkan ke dalam ilmu kognitif, psikologi,
dan antropologi. Ada tiga aspek luas penelitian yang meliputi bentuk bahasa, makna
bahasa, dan bahasa dalam konteks. 1

Bahasa dapat dipahami sebagai suatu interaksi bunyi dan makna. Disiplin yang
mempelajari bunyi bahasa disebut sebagai fonetik, yang berkaitan dengan sifat
sebenarnya dari bunyi ujar dan bukan bunyi ujar serta bagaimana mereka diproduksi,
dipahami dan dirasakan.2 Studi tentang makna bahasa di sisi lain berkaitan dengan
bagaimana bahasa menggunakan logika dan referensi dunia nyata untuk
menyampaikan, memproses, dan menetapkan makna serta untuk mengelola dan
menyelesaikan ambiguitas. Hal ini pada gilirannya mencakup studi semantik (makna
disimpulkan dari kata-kata dan konsep) dan pragmatik (makna dismpulkan dari
konteks).

Ada sistem aturan (dikenal sebagai tata bahasa) yang mengatur komunikasi antara
anggota suatu masyarakat tutur tertentu. Tata bahasa dipengaruhi oleh suara dan makna,
termasuk morfologi (pembentukan dari komposisi kata-kata), sintaksis (aturan dalam
berbahasa), dan fonologi (sistem bunyi). Melalui ilmu linguistik, potongan besar teks
dapat dianalisis untuk kemungkinan kejadian bentuk linguistik tertentu dan pola gaya
dalam wacana tertulis atau lisan.

2. Sejarah Perkembangan ilmu linguistik


a) Linguistik Zaman Yunani

Linguistik yang dipelajari saat ini embrionya berasal dari penelitian tentang bahasa
sejak zaman Yunani (Abad ke-6 SM). Secara garis besar studi tentang bahasa dapat
dibedakan antara tata bahasa tradisional dan linguistik modern. Tata bahasa tradisional
dimulai pada zaman Yunani.3

1. Martinet, Andre, Elements of general linguistics, (london : Faber, 2003) h. 15


2. Jakobson, roman, six lectures on sound and meaning (Cambridge : MIT Press, 2000) h. 20
3 .Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan: Alkitabah, 2012)
Hlm.13

2
Masalah pokok kebahasaan yang menjadi pertentangan para linguis pada waktu itu
adalah (1) pertentangan antara fisis dan nomos (2) pertentangan
antara analogi dan anomali. Para filsuf Yunani mempertanyakan apakah bahasa itu bersifat
alami (fisis) atau bersifat konvensi (nomos). Kaum naturalis, berpendapat bahwa setiap kata
mempunyai hubungan dengan benda yang ditunjuknya, atau dengan kata lain setiap kata
mempunyai makna secara alami, secara fisis. Misalnya kata-kata yang disebut onomatope,
atau kata yang terbentuk berdasarkan peniruan bunyi. Sebaliknya kelompok lain, yaitu kaum
konvensional, berpendapat bahwa bahasa bersifat konvensi. Artinya, makna -makna kata itu
diperoleh dari hasil-hasil tradisi atau kebiasaan-kebiasaan yang mempunyai kemungkinan
bisa berubah. Onomatope menurut kaum konvensional hanyalah suatu kebetulan saja.

Pertentangan analogi dan anomali menyangkut masalah bahasa itu sesuatu yang teratur
atau tidak teratur. Kaum analogi, antara lain Plato dan Aristoteles, berpendapat bahwa bahasa
itu bersifat teratur. Keteraturan bahasa itu tampak, misalnya dalam pembentukan jamak
bahasa inggris: boy > boys, girl > girsls, book > books. Juga dalam pembentukan jamak
bahasa arab muslimun > muslimaani > muslimuuna, Muallimun > muallimaani >
muallimuuna. Sebaliknya, kelompok anomali berpendapat bahwa bahasa itu tidak teratur.
Kalau bahasa itu teratur mengapa bentuk jamak bahasa inggris child >
children bukannya childs. Mengapa bentuk past tense bahasa Inggris dari write > wrote dan
bukannya writed?. Dari sini tampak bahwa kaum anomali sejalan dengan kaum naturalis, dan
kaum analogi sejalan dengan kaum konvensional.4

Terdapat beberapa kaum dan tokoh-tokoh yang berperan dalam perkembangan


Linguistik Tradisional pada zaman Yunani ini seperti Kaum Shopis, Plato, Aristoteles, Kaum
Stoik, dan Kaum Alexandrian. Pada awal abad ke-3 SM, studi bahasa dikembangkan dikota
Alexandria yang merupakan koloni Yunani. Pada akhir abad ke-2 SM, Dionysius Trax, ahli
bahasa terkemuka saat itu merupakan orang pertama yang berhasil membuat aturan tata
bahasa secara sistematis serta menambahkan kelas kata adverbia, partisipel, pronomina, dan
preposisi terhadap empat kelas kata yang sudah dibuat sebelumnya. Dionysius Trax ini juga
berhasil mengklasifikasikan kata-kata bahasa Yunani menurut kasur, jender, jumlah, kala,
diatesis (voice), dan modus.5

Buku ini diterjemahkan kedalam bahasa latin oleh Remmius sebutan Palaemon pada
permulaan abad pertama Masehi dengan judul Ars Grammatika. Buku inilah yang kemudian
dijadikan model dalam penyusunan buku tata bahasa eropa lainnya. Karena sifatnya yang
mentradisi, maka buku-buku tata bahasa tersebut kini dikenal dengan tata bahasa
tradisional. Jadi cikal bakal tata bahasa tradisional itu berasal dari buku Dionysius Thrax itu.6

4. Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) Hlm.334


5 .Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan: Alkitabah, 2012)
Hlm.13
6 .Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) Hlm.337

3
Kelemahan dari Dionysius adalah masih belum jelas membicarakan sintaksis, asas-asas
yang diikuti dalam menggabungkan kata-kata menjadi kalimat. Barulah setelah 3 abad
kemudian (abad ke-2 M), Apollonius Dyscolus melakunnya. Berikut ini ciri-ciri bahasa
tradisional :

a. Menafsirkan kalimat berdasarkan arti dan tujuan komunikasi si pembicara. Pendekatan yang
demikian lazim disebut national grammar atau national analysis. Kalimat dibagi menjadi
kalimat pernyataan, pertanyaan, perintah, dan kalimat seru.
b. Pembagian jenis kata didasarkan pada makna dan sedikit pada fungsi.
c. Pemerian fungsi sintaksis jenis kata dalam kalimat dibahasakan dalam istilah subjek,
predikat, objek, kata, frasa, klausa, kalimat, transitif, dan intransitif.
d. Pemerian terutama didasarkan pada bahasa tulisan pilihan.
e. Tidak mengindahkan ragam bahasa.
f. Bersifat preskriptif.7

b) Linguistik Zaman Iskandaria

Dengan berdirinya sebuah perpustakaan terlengkap dan terbesar di Iskandaria (daerah


koloni Yunani permulaan abad ke-3 SM), Iskandaria menjadi pusat penelitian sastra dan
linguistik yang cukup maju saat itu. Adanya pembacaan dan pendalaman kembali terhadap
karya-karya sastra masa lalu menyebabkan lahir kebiasaan para sarjana linguistik Iskandaria
membuat komentar-komentar singkat berkaitan dengan tata bahasa yang digunakan oleh para
sastrawan Yunani dalam beberapa karya sajak-sajaknya. Efek lain yang timbul selanjutnya
adalah lahirnya anggapan bahwa bahasa tulis yang digunakan para sastrawan/penyair Yunani
masa lalu lebih baik (murni dan benar), dibandingkan bahasa percakapan yang digunakan
oleh masyarakat Iskandaria dan dipusat-pusat studi Helenistik (bahasa dan sastra) lainnya.

Dari beberapa pandangan sarjana Helenistik Iskandaria tersebut tercermin dua hal yang
ingin dicapai, sebagai berikut:

a. Melestarikan bahasa Yunani agar tidak rusak oleh orang-orang yang tidak memiliki
pengetahuan tentang bahasa dan sastra.
b. Menjelaskan tentang kepiawaian para sastrawan/penyair klasik Yunani dalam pemilihan kata-
kata pada karya-karya sajaknya.

Para sarjana linguistik Iskandaria sejak awal lebih tertarik dan banyak memberikan
perhatian pada bahasa tulis. Berkaitan dengan bahasa tulis ini, menurut para linguistik
Iskandaria, tidak ada perbedaan nyata antara bahasa nyata dengan bahasa lisan. Bahasa tulis
diturunkan dari bahasa lisan. Pandangan tersebut jelas-jelas merupakan pandangan yang

7. Suhardi, Pengantar Linguistik Umum, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm.43

4
keliru. Bahasa yang digunkan para penulis Attica abad ke-5 SM lebih benar dibandingkan
bahasa percakapan yang digunakan mereka sendiri. Mereka menganggap bahwa kemurnian
suatu bahasa akan terjaga jika digunakan oleh kaum terpelajar begitu juga sebaliknya. Bahasa
yang digunakan oleh Plato lebih murni bila dibandingkan dengan bahasa yang digunakan
seorang yang buta huruf di Iskandaria. Pandangan para linguistik Iskandaria berkaitan
dengan kebenaran dan kemurnian tetap dipegang dan dipercayai hingga dua ribu tahun
berikutnya. Selama itu pula tidak ada para linguistik lain yang berani memprotesnya. 8

c) Linguistik Zaman Romawi

Boleh dikatakan orang Romawi mendapat pengalaman dalam bidang linguistik dari
orang Yunani, seperti telah diesbutkan dimuka bahwa pada awal abad pertama Remmius
Palaemon telah menerjemahkan tata bahasa Dionysius Trax kedalam bahasa latin dengan
judul Ars Grammatika. Tokoh pada zaman Romawi yang terkenal antara lain Varro dengan
karyanya De Lingua Latina (25 jilid dibadi dalam bidang etimologi, morfologi dan
sintaksis) dan Priscia dengan karyanya Instituiones Grammaticae (18 jilid (16 jilid bidang
morfologi, 2 jilid bidang sintaksis)).9

Pada masa ini, pertentangan pandangan antara kaum analogis dan anomalis tetap
dihidupkan dan ciri-ciri bahasa latin juga banyak dibicarakan diantara pecinta bahasa, sastra,
dan filsafat. Besarnya pengaruh tata bahasa Yunani terlihat jelas pada salah satu tata bahasa
khas Romawi, yaitu tata bahasa Dionysius Thrax. Tata bahasa ini terdiri atas 3 bagian,
sebagai berikut:

a. Bagian pertama: menentukan lingkup tata bahasa sebagai seni berbicara yang benar dan alat
untuk memahami para penyair, dan membicarakan huruf serta suku kata.
b. Bagian kedua: membicarakan kelas kata, sedikit banyak lebih terperinci, variasi-variasinya
menurut kala, jenis, jumlah, dan kasus.
c. Bagian ketiga: gaya yang baik dan yang buruk; peringatan kesalahan-kesalahan umum dan
barbaisme dan contoh-contoh kiasan yang dianjurkan.10

Dalam sejarah studi bahasa, buku tata bahasa priscia dianggap sangat penting, karena:

a. Merupakan buku tata bahasa Latin yang paling lengkap yang dituturkan oleh pembicara
aslinya;
b. Teori-teori tata bahasanya merupakan tonggak-tonggak utama pembicaraan bahasa secara
tradisional.

8. Suhardi, Pengantar Linguistik Umum, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm.36-37


9 .Mahmud al-Sa’ran. Ilm al-Lughah: Muqaddimah lil Qari’ al-Arabi. (Kairo: Dar el-Fikr el-Arabi,
1999), hlm 323.
10. Suhardi, Pengantar Linguistik Umum, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm.38

5
Dapat dikatakan bahwa buku Institutiones Grammaticae ini telah menjadi dasar tata
bahasa Latin dan filsafat zaman pertengahan.

d) Zaman Pertengahan dan Renaisans

Studi bahasa pada zaman peretengahan dieropa mendapat perhatian penuh terutama oleh
para filsuf skolastik, dan bahasa Latin menjadi Lingua franca, karena dipakai sebagai bahasa
gereja, bahasa diplomasi, dan bahasa ilmu pengetahuan.11

Para filsuf skolastik seperti Stoa tertarik pada bahasa dan memandangnya sebagai alat
guna menganalisis struktur kenyataan. Menurut pandangan kelompok Stoa, karya-karya
Donatus dan Pricianus sudah saatnya diterima sebagai sesuatu yang benar. Mereka
menyimpulkan bahwa tata bahasa merupakan teori filsafat mengenai kelas-kelas kata dan
modus-modus penandaan mereka yang khas.

Selanjutnya para linguistik zaman Renaisans menolak pandangan abad pertengahan.


Salah satu tokoh linguistik yang cukup berpengaruh pada zaman Renaisans adalah Cicerus.
Cicerus mencoba memperbaiki pandangan sebelumnya dengan mengemukakan gaya bahasa
Latin terbaru. Mereka menjadikan tata bahasa Latin sebagai media pembantu dalam
memahami sastra dan penggunaan bahasanya. Erasmus pada tahun 1513 menerbitkan buku
sintaksis bahasa Latin yang dikutip dari karya Donatus. Pada masa ini tidak hanya bahasa
latin yang mendapat perhatian para ahli linguistik Latin, bahasa pada akhir abad ke-14 di
Universitas Yunani juga tidak luput dari kajian mereka.12

Dalam sejarah studi bahasa ada dua hal pada zaman Renaisans ini yang menonjol yang
perlu dicatat, yaitu : (1) selain menguasai bahasa Latin, sarjana-sarjana pada waktu itu juga
menguasai bahasa Yunai, Ibrani, dan Arab, bahasa-bahasa Eropa lainnya juga mendapat
perhatian dalam bentuk pembahasan, penyusunan tata bahasa, dan malah juga perbandingan.

Bahasa Ibrani dan Bahasa Arab banyak dipelajari orang pada akhir abad pertengahan.
Kedua bahasa itu diakui resmi di Universitas Paris. Bahasa Ibrani perlu diketahui dan
dipelajari karena kedudukannya sebagai bahasa kitab Perjanjian Lama dan Kitab Perjanjian
Baru. Berbeda dengan penggolongan kata dalam bahasa Yunani dam Latin, Reuchlin
menggolongkan kata bahasa Ibrani atas nomen, verbum, dan partikel. Penggolongan ini mirip
dengan pengolongan kata dalam linguistik Arab, yang menjadi ismun,
fi’lun, dan harfun. Sesungguhnya bahasa Ibrani dan bahasa arab memang dua bahasa yang
serumpun; dan perkembangan studi bahasa Ibrani sejalan dengan perkembangan linguistik
bahasa arab yang memang sudah lebih dahulu memperoleh kemajuan. Itulah sebabnya,
istilah-istilah dan kategori-kategori yang digunakan banyak diambil dari bahasa arab.
11. Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) Hlm.341
12. Suhardi, Pengantar Linguistik Umum, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm.38-40

6
Linguistik Arab berkembang pesat karena kedudukan bahasa arab sebagai bahasa kitab
suci agama Islam, yaitu qur’an; sedangkan bahasa kitab suci itu menurut pendapat
kebanyakan ulama Islam, tidak boleh diterjemahkan kedalam bahasa lain. ditarsirkan
memang boleh, tetapi diterjemahkan tidak. Ada dua aliran Linguistik arab, yaitu
aliran Basra dan Kuffah, yang namanya diambil sesuai dengan nama kota tempat kedudukan
para linguis itu.Aliran Basra mendapat pengaruh konsep Analogi dari zaman Yunani. Oleh
karena itulah mereka berpegang teguh pada kereguleran dan kesistematisan bahasa Arab.
Sebaliknya, aliran Kufah memberikan perhatian kepada keanekaragaman bahasa dan dalam
beberapa hal tampaknya mereka menganut paham anomali, yang nanti akan dibahas lebih
dalam pada bab selanjutnya. Studi bahasa arab mencapai puncaknya pada abad ke-8 dengan
terbitnya buku tata bahasa Arab berjudul Al-Kitab, atau yang lebih terkenal dengan
nama Kitab Al ayn, karya sibawaihi dari kelompok linguistik Basra. Dalam kitabnya itu
Sibawaihi juga membagi kata atas tiga kelas, yaitu ismun (nomen), fi’lun (verbum),
dan harfun (partikel). Dalam membuat deskripsi fonetik sibawaihi melepaskan diri dari
pengaruh Yunani. Dia membuat deskripsi fonetik secara sistematik artikulatoris. Deskripsi
bunyi dimulai dari belakang, yaitu dari bunyi glotal stop ayn. Itulah sebabnya buku tata
bahasa ini disebut Kitab Al-ayn.13

e) Linguistik Modern

Abad ke-19 mengakhiri periode tata bahasa tradisional. Pada abad ini objek penelitian
sudah bergeser pada bahasa-bahasa yang dianggap mempunyai hubungan kekerabatan atau
berasal dari satu induk bahasa. Bahasa-bahasa dikelompokkan kedalam keluarga bahasa atas
dasar kemiripan fonologis dan morfologis. Dengan demikian dapat diperkirakan apakah
bahasa-bahasa teretentu berasal dari bahasa moyang yang sama atau berasal dari proto yang
sama sehingga secar genetis tedapat hubungan kekerabatan diantaranya.14

Ferdinand de Saussure adalah tokoh linguistik modern berkebangsaan Swiss, yang


mencoba mengemukakan pandangan baru tentang bahasa dari sudut sinkronik, tidak
diakronik. Ferdinand de Saussure lah orang pertana yang meletakkan fondasi ilmu bahasa
yang kemudian disebut Linguistik Struktural.15

Kalau linguistik tradisional selalu menerapkan pola-pola tata bahassa Yunani dan Latin
dalam mendeskripsikan suatu bahasa, maka linguistik strukturalis tidak lagi melakukan hal
demikian. Linguistik strukturalis berusaha mendeskripsikan suatu bahasa berdasarkan ciri
atau sifat khas yang dimiliki bahasa itu. Pandangan ini adalah sebagai akibat dari konsep-
konsep atau pandangan-pandangan baru terhadap bahasa dan studi bahasa yang dikemukakan
oleh Bapak Linguistik Modern, yaitu Ferdinand de Saussure (1857 – 1913) yang dimuat
13. Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) Hlm.342-344
14 Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan: Alkitabah, 2012)
Hlm.14
15. Suhardi, Pengantar Linguistik Umum, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm.46

7
dalam bukunya Course de Linguistique Generale yang disusun dan diterbitkan oleh Charles
Bally dan Albert Sechehay tahun 1915 (2 tahun setelah de Saussure meninggal) berdasarkan
catatan kuliah selama de Saussure memberi kuliah di Universitas Jenewe Tahun 1906 – 1911.
Buku tersebut sudah diterjemahkan kedalam berbagai bahasa; kedalam bahasa Inggris
diterjemahkan oleh Wade Baskin (terbit 1966) dan kedalam bahasa Indonesia diterjemahkan
oleh Rahayu Hidayat (terbit 1988).

Pandangan yang dimuat dalam buku tersebut mengenai konsep:

1. Telaah Sinkronik dan diakronik,

2. Perbedaan languae dan parole,

3. Perbedaan signifiant dan signifie, dan

4. Hubungan sintagmatik dan paradigmatik banyak berpengaruh dalam perkembangan


linguistik dikemudian hari.16

Istilah langue dan parole diambil dalam bahasa Prancis. Pengaruh seassure ini
berkembang ke berbagai benua termasuk benua Amerika. Langue adalah bahasa tertentu
misalnya bahasa Prancis, Inggris, Indonesia, atau bahasa Italia,
17
sedangkan Parole adalah logat, ucapan, atau perkataan (Inggris: Speech).

B. Sejarah Lahirnya Linguistik Arab

Tidak bisa dipungkiri bahwa kemunculan ilmu pengetahuan tentang kebahasa araban
merupakan buah dari Islam. Karena sebelum Islam tidak ada data sejarah yang menunjukkan
bukti upaya orang Arab dalam menggali bahasa Arab. Sintaksis Arab (‘ilmu al-nahwu) lahir
untuk keperluan menjaga seorang penutur tidak melakukan kesalahan dalam i’rab (deklinasi).
Analisis i’rab sendiri baru muncul setelah Islam menyebar ke kawasan non-Arab. Ini pula
yang terjadi pada kasus pemetaan kosakata bahasa Arab, penentuan pola kata, dan
pengklasifikasian maknanya.

Selain persoalan singgungan bahasa Arab dengan bahasa lain, ada hal lain yang
menyebabkan pengkajian terhadap bahasa Arab menjadi marak saat itu.
Kasus lahn (solecism; kesalahan berbahasa, khususnya kesalahan sintaksis) dan kekhawatiran
penguasa terhadap keterjagaan bahasa Al-Quran. Orang Arab saat itu juga memiliki keinginan
yang kuat untuk memahami Al-Quran dan menyelami kandungan maknanya. Keinginan ini
juga turut dimiliki oleh orang-orang Islam non-Arab, yang mendorong mereka untuk
mempelajari bahasa Arab dan Al-Quran.

16. Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) Hlm.34
17. Suhardi, Pengantar Linguistik Umum, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), Hlm.46

8
Berbagai faktor di atas membuat orang Arab mulai mengkaji bahasa Arab secara serius.
Para ahli bahasa Arab selalu berpegang pada Al-Quran, syair Arab dan ungkapan yang kerap
digunakan saat menetapkan kaidah gramatika bahasa Arab. Hal yang sama juga mereka
lakukan pada saat mereka membuat kamus, upaya ini dilakukan secara serius. Mereka
mengunjungi langsung lokasi para penutur bahasa Arab yang mempunyai dialek yang
bermacam-macam. Tak jarang juga para penutur bahasa Arab yang berasal dari kawasan
pedesaan mengunjungi bashrah dan kufah yang menjadi pusat pengkajian bahasa Arab saat
itu. Berikut ini adalah perjalanan bahasa Arab dalam tiga aspek: fonetik, sintaksis, dan
leksikografi.18

1. Fonetik Arab Tradisional

Para ahli bahasa Arab baru mengkaji fonetik sebagai bidang ilmu yang otonom pada era
modern. Dulunya, mereka hanya mengungkapkan kajian ini bersama kajian sintaksis atau
berada di pendahuluan kamus-kamus yang mereka tulis. Tokoh yang pertama kali melakukan
upaya ini adalah Al-Khalil bin Ahmad (100-175 H) pada kamusnya yang berjudul Al-‘Ain. Ia
menulis kamusnya berdasarkan cara artikulasi bunyi, bukan berdasarkan urutan abjad dalam
huruf Arab. Pada bagian pendahuluan kamusnya, ia menunjukkan bahwa jumlah huruf Arab
secara keseluruhan adalah 29 huruf.

Sibawaih (180 H), ahli bahasa Arab klasik lainnya, juga membicarakan persoalan
fonetik ini dalam bukunya yang berjudul al-Kitab. Ia mengklasifikasikan bunyi dalam bahasa
Arab yang sedikit berbeda dengan klasifikasi Al-Khalil. Ia juga berhasil menetapkan deskripsi
bunyi, cara artikulasi, dan menjelaskan tempat artikulasinya dengan sangat detail.

Selain kedua tokoh ini, para ahli ilmu tajwid (seni membaca Al-Quran) dan ilmu
Qiraah (variasi membaca Al-Quran) juga berperan besar dalam kajian fonetik Arab. Buku-
buku ilmu tajwid menjelaskan kaidah bunyi, termasuk tempat artikulasi, cara artikulasi dan
deskripsisetiap bunyi. Ini seperti yang dilakukan Ibn Al-Jazari dalam bukunya Al-Nasyr fil
Al-Qiraah Al-Asyr.

Para ahli ilmu balaghah (stilistika Arab) dan ilmu Al-Adab sastra Arab juga memberi
catatan penting terkait bunyi bahasa. Mereka menempatkan pembahasan bunyi pada
pengkajian terkait fashahah al-kalam (bahasa tinggi). Ini bisa terlihat pada karya Al-
Baqilani yang berjudul I’jaz Al-Quran dan Ibnu Sinan dalam karyanya yang berjudul Sirr Al-
Fashahah. Meskipun singkat, Al-Jahizh juga mengulas bunyi bahasa saat mengulas masalah
artikulasi pada bukunya yang berjudul Al-Bayan wa Al-Tabyin. Ibnu Sina (Avicena) yang
dikenal sebagai seorang filusuf, juga membahas soal bunyi. Ia menuliskan bahasannya itu
dalam artikel pendek yang berjudul “Asbab Huduts Al-Huruf”. Dalam tulisannya itu ia

18. Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan: Alkitabah, 2012) Hlm.
19

9
berbicara soal faktor yang menyebabkan terjadinya bunyi. Menurutnya, bunyi merupakan
fenomena alam.

Tokoh lainnya yang penting dikemukakan adalah Ibn Jinny (321-379 H) yang menulis
karya dalam bidang fonetik yang berjudul Sirr Shina’ah al-Arab . hal terpenting yang
dikemukakan oleh Ibnu Jinny dalam buku itu adalah deskripsi dan klasifikasi bunyi dalam
lingkungannya, jumlah, urutan, dan cara artikulasi bunyi, perubahan bunyi saat berada dalam
kalimat, dan teori tentang fashahah.19

2. Sintaksis Arab tradisional

Ada sedikit perbedaan pendapat di kalangan ahli mengenai asal muasal sintaksis Arab.
Ada yang mengatakan bahwa sintaksis Arab terpengaruh oleh sintaksis bahasa syiria, tetapi
ada pula ahli yang menyatakan bahwa sintaksis arab merupakan “produk” asli dari dunia
Arab. Selain itu, perbedaan pendapat juga terjadi mengenai siapa yang meletakkan dasar-
dasar sintaksis Arab. Pendapat yang paling populer adalah pendapat yang mengatakan
bahwa Abu Al-Aswad Al-Duali (16 SH-69 SH) yang meletakkan dasar-daasar sintaksis Arab,
atas perintah dari Ali bin Abi Thalib. Menurut pendapat ini, Al-Duali pula yang membagi dan
yang memberi definisi mengenai kelas kata yang menjadi ism ‘nomina’, fiil ‘verba’,
dan harf ‘partikel’. Namun pendapat ini pun diragukan kebenarannya. Karena kelas kata itu
pun muncul belakangan setelah masa Al-Duali. Penganut pendapat ini mengatakan bahwa Al-
Duali hanya memberi tanda baca Al-Quran sesuai aturan i’rab. Sementara sintaksis arab itu
dikembangkan oleh penganut aliran teologi Syiah.

Terlepas dari itu, kajian sintaksis Arab sebagai suatu disiplin ilmu sebenarnya baru
dilakukan oleh generasi setelah murid-murid Al-Duali, yang dipelopori oleh Isa Bin Umar,
Abu Amr bin Al-Ala’ (70-154 H), dan Abdullah bin Ishaq. Dari merekalah contoh-contoh
sintaksis Arab berasal termasuk yang digunakan Sibawaih dalam bukunya.

3. Leksikografi

Perkamusan Arab sangat beragam, baik dari segi aliran maupun metodenya. Di dunia
Arab kamus dibagi menjadi dua: Mu’jam Al-Alfadz (kamus kosakata) dan Mu’jam Al-
Ma’ani (kamus istilah). Jenis kamus kosakata dibagi lagi menjadi beberapa aliran. Pertama
aliran alfabetis tradisional yang didasarkan pada tempat artikulasi, seperti
kamus Al-’Ain karya Al-Khalil, Tahdzib Al-Lughah karya Al-Azhari (282-370 H). Kedua,
aliran alfabetis tradisional yang didasarkan pada urutan huruf awal suatu kata, seperti yang
dipelopori oleh Abu Amr Asy-Syaibani dalam kamusnya yang berjudul Al-Jim, juga Al-
Zamakhsyari (467-538 H) dalam kamus Asas Al-Balaghah, dan Al-fayumi dalam kamus Al-
Mishbah Al-Munir. Ketiga, aliran alfabetis tradisional yang didasarkan pada urutan huruf

19 Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan: Alkitabah, 2012) Hlm
20.

10
terakhir suatu kata, seperti kamus Al-Sihhah karya Al-Jauhari (396 H), Lisan Al-
Arab karya Ibn Manshur (630-711 H), Al-Qamus Al-Muhith karya Al-Fairuzabari (729-911
H), dan Tajal ‘Arus karya Al-Zabidi (1145-1205 H). Keempat, aliran urutan leksikografis
berdasarkan pola kata, seperti Diwan Al-Adab karya Al-Farabi, Al-Afal yang dengan judul
sama ditulis oleh Ibn Al-Qouthiyyah, Ibn Al-Qitha’, dan Al-Sarqisthi.

Terkait kamus istilah di dunia Arab, para ahli menyebutkan bahwa kamus istilah
sebetulnya lebih dulu muncul atau setidaknya berbarengan dengan kamus kosakata. Ini
didasarkan pada fakta bahwa sebelum kamus Al-‘Ain, para ahli bahasa Arab menghimpun
kosakata dalam satu bidang yang digali dari ujaran orang Arab, lalu menuliskannya dalam
kamus mini, seperti kamus tentang unta, kamus tentang kuda, dan kamus tentang senjata.
Kamus istilah yang terbesar adalah Al-Mukhashshish karya Ibn Saidah (398-458 H).

Selain dalam bidang fonetik, sintaksis, dan leksikografi, ada pula sekumpulan buku
yang mengkaji karakteristik bahasa Arab secara umum, seperti al-Shahibi fi Fiqh al-Lughah
wa Sunan al-Arabfi Kalamiha dan al-Khasha’ish karya Ibn Jinni, juga Fiqh al-Lughah wa
Sirr al-Arabiyyah karya al-Tsa’alabi.

Gambaran perkembangan linguistik Arab tradisional yang sudah dikemukakan


sebelumnya, memberi banyak informasi berharga. Pertama, para ahli bahasa Arab telah lama
melakukan kajian kebahasaan, mulai dari kajian fonetik, sintaksis, morfologi, dan
leksikografi. Kedua, kajian kebahasaan tersebut umumnya masih bersifat deskriptif. Ketiga,
para ahli bahasa Arab saat itu belum melakukan analisis kontrastif yang memperbandingkan
bahasa Arab dengan bahasa yang lain.20

C. Aliran Dan Madzhab dalam linguistik Arab

Periode terpenting dalam sintaksis Arab tradisional adalah munculnya dua aliran
terpenting dalam sejarah kajian kebahasaan Arab: Aliran Basrah dan aliran Kufah. Ad-Du’ali
menjadi pelopor aliran Basrah. Meski demikian, banyak peneliti yang menyebut bahwa Al-
Khalil bin Ahmad adalah pendiri sintaksis Arab tradisioanl. Usaha al-Khalil inilah yang
kemudian di pakai Sibawaih dalam merumuskan sintaksis Arab tradisional. Karena Sibawaih
yang menteorisasikan sintaksis Arab, maka Sibawaih pun di gelari sebagai pemuka “Pemuka
Sintaksis Arab Tradisional”. Ini atas upayanya yang sering dalam menulis kaidah bahasa Arab
yang tertuang dalam karyanya yang berjudul al-kitab, yang dijuluki sebagai “Qur’an al-
Nahw”.

Aliran Kufah muncul tidak lama setelah aliran Basrah. Bahkan sebagian penganut aliran
Kufah belajar pada para tokoh aliran Basrah. Aliran kufah didirikan oleh Abu Ja’far Al-

20 Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan: Alkitabah, 2012) Hlm
22-23.

11
Ru’asi, yang merupakan murid dari Isa bin Umar dan Abu Amr bin Ala’. Tokoh terpenting
dalam aliran ini adalah Al-Kisa’i (189 H) dan Al-Farra’ (206 H). Keduanyalah yang
sebetulnya meletakkan prinsip-prinsip sintaksis Arab tradisional aliran Kufah. Uniknya
lagi, Al-Farra’ menyampaikan gagasan sintaksis Arab aliran Kufah bukan di buku sintaksis,
melainkan di buku tafsir Al-Quran karyanya yang berjudul Ma’ani Al-Quran.

Al-Aziz dalam bukunya merangkum pendapat para peneliti mengenai perbedaan antara
aliran Basrah dan aliran Kufah. Berikut beberapa perbedaan itu:

1) Aliran Basrah mementingkan bahasa tinggi (fashahah) sebagai dasar penetapan kaidah,
sementara aliran kufah tidak demikian.

2) Aliran kufah lebih luwes dalam menerima variasi bacaan Al-Quran, sementara aliran Basrah
tidak demikian.

3) Aliran Basrah mempersyaratkan banyaknya dukungan contoh kasus yang berasal dari
penggunaan bahasa Arab ragam tinggi, sedangkan aliran Kufah bisa menerima penyimpangan
kaidah yang terdapat pada syair dan ujaran yang dikemukakan oleh kelompok yang
minoritas.

4) Aliran Basrah sering membuat interpretasi dan memunculkan unsur yang dilesapkan pada
contoh-contoh dalam kalimat-kalimat bahasa Arab yang benar, namun tidak sesuai dengan
kaidah yang mereka buat. Hal ini tidak dilakukan oleh aliran kufah.

Selain dua aliran besar ini, muncul pula aliran Baghdad, yang berusaha menengahi antara dua
kubu yang berseberangan dan memilih pendapat yang terbaik di antara keduanya. Aliran
Baghdad dipelopori oleh Ibn Kaisan (299 H), Al-Zajjaji (337 H), dan Abu Ali Al-Fasi.21

21. Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan: Alkitabah, 2012) Hlm
21-22

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Perkembangan linguistik dalam konteks internasional mengalami beberapa masa yaitu


linguistik tradisional dan linguistik modern. Pada linguistik tradisional dimulai dari linguistik
pada masa Yunani, Iskandariah, Romawi, zaman pertengahan dan renaisans. Kemudian pada
linguistik modern tokoh yang paling terkenal adalah Ferdinand de Saussure yang
berkebangsaan Swiss.

Perkembangan linguistik arab mencakup kajian fonetik, sintaksis, morfologi, dan


leksikografi. Ada dua madzhab linguistik Arab yang terkenal yaitu aliran Basrah dan Aliran
Kufah. Selain itu ada juga Aliran Baghdad.

B. Kritik Saran

Demikian materi yang dapat kami sampaikan, kami menyadari dari apa yang telah kami
sampaikan tentu masih terdapat banyak kekurangan oleh sebab itu kritik dan saran yang
sangat membangun dari rekan-rekan sekalian sangat kami butuhkan. Sehingga dapat menjadi
kaca perbandingan untuk pembuatan makalah bagi rekan yang lain dan bagi kami pribadi,
sekian atas perhatiannya kami ucapkan terima kasih.

13
DAFTAR PUTAKA

Moch. Syarif Hidayatullah, Cakrawala Linguistik Arab, (Tangerang Selatan:


Alkitabah, 2012)
Abdul Chaer, Linguistik Umum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2007)
Suhardi, Pengantar Linguistik Umum, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013)
Mahmud al-Sa’ran. Ilm al-Lughah: Muqaddimah lil Qari’ al-Arabi. (Kairo: Dar el-
Fikr el-Arabi, 1999)
Martinet, Andre, Elements of general linguistics, (london : Faber, 2003)
Jakobson, roman, six lectures on sound and meaning (Cambridge : MIT Press, 2000)

14

Anda mungkin juga menyukai