Anda di halaman 1dari 8

"mencintai nasib"

by Nita Triani

Suasana pagi ini sangat cerah dengan sinar matahari yang menembus pohon-pohon
pinus dilereng bukit itu.suara burung- burung memanggil lara yang sedang jenuh.
Alam begitu riang pagi itu, entah karena apa,dari kejauhan terdengar suara siulan
putus-putus yang jika diperhatikan siulan itu keluar dari gubuk bambu kecil yang
sedikit miring sehingga harus menambah kayu di sekujur tiang-tiang penyanggah.
Pagi ini seorang kakek tua yang akhirnya diketahui bahwa kakek itulah yang bersiul
menyambut pagi dengan suara siulan yang terputus itu,sosok yang begitu lemah
menyiapkan alat kebunnya,siap untuk berangkat mengais nafkah di ladang milik
tetangga demi menghidupi keluarga kecil nya itu.
istrinya seorang kuli cuci yang setiap hari bergerak dari rumah ke rumah
menawarkan jasa dengan harga semangkuk nasi putih dibubuhi sayur acar.Mereka
memiliki lima orang anak tapi keempat anaknya meninggal semenjak masih kanak-
kanak dikarenakan diserang penyakit. sehingga hanya meninggalkan seorang laki-
laki kecil berumur kira-kira dua belas tahun yang katanya hanya menempuh bangku
sekolah dasar kelas dua,ia terpaksa tidak bersekolah karena harus membantu
ayahnya. dan sesekali harus bermain dengan segudang sampah yang sedikit
membawa rezeki, walau harus berpapasan dengan bau yang menyengat hidung,dan
kaki tak beralaskan sandal, setiap hari kerjaannya menyusuri setiap pinggiran pasar
dari pertokoan, yang gedungnya menjulang tinggi berjejeran rapi seperti pasukan
tentara yang siap menyerang. semenjak berdirinya gedung-gedung itu masyarakat
disekitar sudah beralih profensi,yang awalnya adalah petani sawah yang
menghasilkan berton-ton beras namun kini bau mesin jalanan. air yang dulunya
jernih sekarang sudah termakan oleh hasil buangan gedung-gedung tinggi itu.
Dulu menurut tutur si kakek tua itu mereka memiliki sebuah rumah dibawah
gedung yang paling tinggi itu.sambil jari keriputnya menunjuk pada gedung itu,
gedung sebuah perusahaan besar yang omsetnya bermiliar-miliar,diselingi dengan
suara yang putus-putus, entah kakek itu berkata apa.namaun, dilihat dari wajah
yang sudah berkeriput itu seperti terdapat sebuah penyesalan yang mendalam.
memang nasib manusia selalu penuh dengan misteri, dunia sekarang dijajah oleh
penguasa yang dengan semena-mena menindas yang terpinggirkan.persaingan
demi persaingan dilakukan untuk menyenangkan hati tanpa melihat efek apa yang
terjadi pada mereka yang tidak tahu tentang apapun itu, mereka yang sehari-hari
menafkahi hidup dengan berjuang dalam kesederhanaan harus mengakhiri
perjuangan mereka karena kecongkakan penguasa yang tak pernah pudar.suara
teriakan mereka hanya sebuah lelucon atau permainan drama yang dilakoni oleh
manusia berbayang maut.yang akhirnya pelakon itu harus mengalah dan mencari
suaka baru walau harus meninggalkan luka dan kenangan
Pagi ini anak separu baya itu menyiapkan sebuah kantong hitam berdebu,wajah oval
dengan rambut sedikit berombak tak terurus,memakai baju yang sudah kusam ,dan
di samping lengan bajunya terdapat lubang mungkin termakan binatang
kecil,ataukah..... Anak itu memakai celana pendek hitam yang jika diperhatikan
sudah disulam bagian pantatnya,yaaah....mungkin itu dilakukan ibunya untuk
menutup aurat anaknya.
Wajah lugunya meningkatkanku pada seorang sahabat ku semasa kecil yang
sekarang sudah tiada. Dengan langkah sedikit malu, ketika dilihat oleh teman-teman
sebayanya yang pagi itu sedang bergegas ke sekolah. Tak jauh dari gubuk tempat
kediammannya itu,bisikan-bisikan orang-orang disekitar kampung itu,katanya akan
dibangun gedung penginapan hotel.... Mungkin seperti itu....
Dari kejauhan, anak kecil itu memperhatikan langkah teman-temannya yang dulu
sebangku sekolah, wajah itu lugu itu mungkin sedang memikirkan dirinya yang
akhirnya harus berakhir dibangku kelas dua SD. Terlihat kekosongan dalam
benaknya, wajah yang awalnya ceria harus dikurung dalam-dalam ketika
berpapasan dengan pemandangan itu.... Ia mengayunkan kakinya dengan perlahan
sambil memalingkan wajah pada mereka yang berjalan rapi ada yang diantar
menggunakan mobil mewah, motor, dan ada yang berjalan kaki.kadang
pandangannya tertuju pada kaki mereka yang bersih dan dibalut dengan kaos kaki
putih setengah lutut, tas mungil kecil yang menempel erat di pundak.... Perbedan-
perbedan itu membuat ia hanya berjalan perlahan sambil sesaat menundukkan
kepala pikiran entah apa yang ia pikirkan.....
Negara kita sudah berusaha dengan berbagai cara menstabilkan sistem
pendidikan yang ada, agar seluruh komponen mendapatkan pendidikan yang setara.
Hal itu yang sekarang telah digeluti oleh pemerintah. Namun, jika kita memandang
disekitar kita masih banyak ketimpangan pendidikan, ketimpangan itu dapat kita
tinjau dari beberapa aspek,ada lingkungan,ekonomi,dan persaingan penguasa yang
ingin membuka lahan usaha baru yang akhirnya menenggut masa depan warga.
Entak siapa yang salah,namun haruslah diterima bahwa masih ada ketimpangan-
ketimpangan tersebut.
Ketika langkah kakinya berhenti pada persimpangan jalan, disebuah bak besar
tempat pembuangan sampah dari rumah-rumah bertingkat itu..... Kaki yang tak
beralas itu kadang harus melangkah hitam kecil itu, yang bergantung dipundaknya,
tangan kirinya memegang ujung kantong itu, sedangkan tangan kanan dengan
mahirnya bermain diatas sampah yang berserakan itu..... Kadang-kadang harus
mengusir hewan-hewan pemakan sampah yang berkeliaran ditempat itu. Lalat
berkaripan menghinggapi tubuh anak itu. Mungkin karena bau yang begitu tajam
seolah sudah bersahabatan dengan dia. Atau? Enathlah.....!
Ketika siang mulai memangil,panas terik sudah mulai terasa diatas ubun-ubun, jam
menunjukan pukul12 lewat berapa menit.anak kecil itu,sudah berkeliling hampir
seluruh tempat sampah, pakaian yang awalnya masih sedikit bersih sekarang sudah
tidak bisa dikenali lagi. Kaki yang tak beralaskan sendal itu dipenuhi dengan lumpur
sampah, mampu untuk dipikul oleh anak seusianya. Tak pernah berpikir untuk
lelah,mungkin dalam pikirannya akan mendapatkan imbalan yang besar,sehingga
dapat membantu orang tuanya untuk bertahan hidup dalam beberapa hari kedepan.
Lorong kecil sudag berada didepam mata. Panjang lorong itu kira kira 100 meter,
jalan nya dipenuhi dengan kubangan air bekas hujan semalam,disamping kiri dan
kanan, gedung bertingkat menjulanh tinggi seakan menatap si anak kecil itu yang
berjalan sempoyongan memikul hasil keringatnya sehari. Diujung gedung itu masih
ada bekas pondasi rumah yang dulunya dibangun untuk sebuah klinik kesehatan
bagi warga yang disponsori oleh sebuah yayasan kesehatan. Sedang kan rumah
anak itu berada bersebelahan dengan klinik kesehatan tersebut yang kini berubah
menjadi sebuah apartemen mewah milik seorang pengusaha
Atau karena pikiran harus membayar cicilan perbulan dibank tempat pinjaman
sehingga untuk mengurus kerompolan tempat berjualan nya harus menambah biaya
pengeluaran yang begitu banyak.....
Anak itu mengetuk beberapa kali sambil kepala nya melihata lewat sebuah
lobang kecil, dan sesekali agak gelisah, mungkin pembeli barang rongsokan
tersebut sedang tidak ada dirumah atau sedang keluar.anak itu terus saja mengetuk
hingga terdengar langkah kaki dari dalam yang keluar dengan membuka pintu pagar
tua itu, terlihat wajah yang sedikit berumur, yahhh mungkin sekitar 40-an, wajah
yang oval dengan tato dilengan nya dan berambut panjang membuat suasananya
seperti berada di kandang harimau.
.....Ooohh iya, kamu, Mari masuk..... Anak itu melangkahkan kakinya dengan
terkopoh-kopoh menuju ruang barang timbangan. Ade silahkan mana barangnya.....
Suara yang sedikit bergetar, mungkin karena selallu mengkonsumsi rokok kretek,
anak itu dengan perlahan memindahkan barangnya pada bak timbngan.
Dua kilo setengah.... Suara yang sedikit rendah sambil melihat pada angka-angka
yang selisih setengah ons itu.
Dibulatkan dua kilo anak..... Ohh iya pak,terima kasih segera orang itu menuju
lemari kasir sambil melihat-lihat anak kecil itu, mari anak.....anak itu sedikit
mendekat dengan wajah yang diam seakan terpikir berapa hasil yanh bisa didapat.
Lalu kakek itu menyodorkan uang sebesar sepulub ribu rupiah sambil
tersenyum,serentak anak itu menyodorkan tngannya menerima uang itu penuh
dengan bahagia...
Hari itu sekitar pukul sepuluh. “Silahkan ibu, tuan menunggu ibu di dalam”.Kata si
penjagaitu. Dengan wajah yang menunduk ibu itu bergegas pergi menemui tuan itu,
dari kejauhantuan itu sedang duduk di teras rumahnya sambil memegang sebuah
koran sedangdisampingnya secangkit minuman hangat sebagai sarapan pagi,
memang itu selalu dilakukansetiap pagi.
Ibu itu mendekat dan berkata, “permisi tuan, apa hari ini ada cucian yang
ingindicuci?” tuan itu masih tidak menjawab, mungkin karna berita di dalam koran
hari itu sangat bagus ataukah pura-pura tidak mendengan, jika beritanya sangat
bagus, paling-paling beritaitu berisi tentang seorang penjabat tinggi ditangkap KPK
karna mengelabui uang negarasehingga menyebabkan kerugian Negara hingga
triliunan. Atau mungkin berita perampokan,kebakaran, atau pemerkosaan.
“Pergi ke dalam”... Suara yang sedikit keras, membuat ibu itu langsung demgan
cepat pergi kedalam rumah itu tanpa menegurnya. Mungkin karena ibu itu
menggangu waktunya.
Hari itu si ibu mendapatkan cucian yang sedikit menguras tenaganya,dengan
tenang ibu itu melalukan tugasnya,sambil berharap semoga hari ini bisa menjadi hari
yang baik.setelah selesai melakukan tugasnya ibu itu segera menuju sebuah taman
di samping rumah,disana seorang perempuan cantik yang jika dilihat perempuan itu
adalah istri si tuan yangsedang membaca koran. Rambut panjang menghiasi
bahunya dengan wajah cantik yang jikadilihat sepertinya seorang perempuan
berdarah asing, yang pastinya bukan dari Negara kita.“Permisi tuan, cucian sudah
dijemur” ibu itu dengan tunduk dan sedikit malu mengucapkankalimat itu… beberapa
saau perempuan itu memalingkan wajahnya dan melihat ibu itusambil berkata “oohh
iya Tunggu sebentar. Perempuan itu bergegas masuk dan mengambilselembar
kertas kecil dan menyodorkannya pada ibu itu sambil berkata”terimakasih,
minggudepan datang lebih awal karna saya akan keluar bersama keluarga untuk
berlibur.. Dengan menunduk ibu itu berkata,”baik tuan” sambil meminta pamit.
Waktu menunjukan pukul dua belas, ibu itu bergegas meninggalkan rumah
mewahitu.
Waktu menunjukan pukul dua belas, ibu itu bergegas meninggalkan rumah
mewahitu. Wajah yang sedikit bergembira karna hasil yang didapat sedikit
memuaskan hati. Dua puluh ribu, ibu itu berbisik dalam hati sambil melangkah
meninggalkan rumah mewah itu.Langkah kakinya berhenti pada sebuah kios kecil di
pinggiran kota itu, kira kira berjarak dua kilo dari rumah mewah itu, dan tiga kilo dari
gubuk tempat tinggalnya. Cuaca hari itu sedikitmendung, hujan semalam masih
meninggalkan bekas genangan air di setiap pinggiran jalan.Ia melangkahkan kaki
memasuki sebuah kios, ia keluar dengan membawa sekantong berasdan sedikit
perlengkapan rumahan, Ditangannya masih meninggalkan beberapa rupiah untuk
disimpan. mungkin beberapa hari kedepan jika ada keperluan maka masih bisa
untuk digunakan.
Hari mulai sore ia melangkahkan kaki lebih cepat karena sang suami, si kakek tua
itu pasti sudah menunggu, seperti biasa setiap sore suaminya itu selalu menyuruh
untuk membuatnya teh hangat. Kakek itu bercerita bahwa semasa muda istrinya itu
sangat pandaimembuat teh hangat,“istriku itu semasa muda sangat pandai membuat
teh hangat, dan sangat pandai memasak, itulah salah satu yang membuat saya
mencintai dia”Suara yangsedikit parau sehingga ejaan kalimatnya harus didengar
dengan teliti.
Sore ini cuaca sedikit cerah walau masih ada awan-awan gelap bergelantungan
diangkasa menghiasasi sore itu. Sehingga suasana jalan sempit berbatu menuju
rumahnyaseakan dihiasi dengan warna warna orange bekas pantulan cahaya
matahari sore. Darikejauhan suaminya sudah menunggu, suaminya adalah seorang
kuli kebun, dikarenakan lahanmereka sudah diambil oleh mereka yang memiliki
banyak kemampuan untuk membuat segalasesuatu bisa jadi milik mereka. Setiap
subuh ia sudah menyiapkan alat cangkul dan beberapa peralatan kebun untuk
berkebun, gajinya dihitung setiap bulan dengan harga lima kilo beras.Dan jika di
musim panen selalu majikan pemilik lahan tersebut selalu menambahkan sedikit
pendapatannya sehingga kakek tua itu bisa bertahan walau umurnya sudah tidak
wajar lagi untuk berkerja
Senyuman yang selalu menemaninya ketika sore hari disaat melepas lelah di
sotohdepan gubuk itu, mungkin itulah cara yang paling tepat dan indah untuk
membakar keresahannya ketika bermain dengan waktu. Istrinya langsung menyapa
dan meneruskanlangkahnya ke dapur untuk mempersiapkan makan malam.
Anaknya sedang berada di dalamkamar sambil menghitung pendapatannya hari itu.
Pandangan kakek tua itu kadang menatap jauh ke kota, memang lokasi gubuknya
sangat strategis, karena berada di bawah lereng bukit sehingga suasana sore
sangat indah untuk dinikmati. Sesekali mulut kakek itu bergerak, mungkin sedang
membaca apa atau mungkin sedang menghitung hari kapan upah dari kerjanya
diberi. Malam ini menu makan mereka adalah nasi putih dengan lauk kangkung
ditumis dan tempe goreng, hasil belanjaistrinya siang itu. Berapa saat kemudian
suara dari dalam rumah memanggil. ”bapak marimakan”. Kakek itu bergegas masuk
menemui suara yang memanggil. Sebuah tempat nasi,dengan sayur yang telah
diramu begitu lesat sudah disimpan di selembar tikar kusam yang biasa disiapkan
untuk menyimpan makanan. Anaknya duduk di ujung tikar itu, sedang kakek tua itu
duduk bersilang di samping tikat itu mendampingi sang istri. Suara kembali
heningketika ayat ayat doa dipanjatkan kepada Yang Kuasa meminta agar makanan
hari ini bisamenjadi berkat dan kesehatan untuk bertahan di dunia yang penuh
dengan kekacauan ini.
Malam semakin larut, suara binatang malam semakin jelas mengeluarkan
lantunanyang begitu merdu menemani makan malam mereka, kadang mereka
bercakap-cakap sambilmelepas senyum. Kadang terdiam sambil menikmati
makanan yang sudah tersaji di dalam piring kecil berwarna putih itu.
Hari ini mereka telah lalui dengan penuh rasa syukur, memang itu yang selalu
merakalakukan setiap saat, menikmatfi hari tanpa kejenuhan sambil menunggu
takdir yangmemanggil. Tak ada satu orang pun yang mengunjungi mereka, setahun
sekali dissaat sensus penduduk dijalankan. Itupun hnya pegawai lapangan biada
yang menemui mereka. Dan selalu begrganti ganti pegawai setiap tahun. Mungkin
ketika selesai menggunakan tenaga mereka,langsung diganti dengan pegawai baru.
Atau yang biasa disebut dengan sistem kontrak. Yaa..... Sistem kontrak
Setelah menikmati makan malam keluarga kecil itu langsung melepas penat
sambil menunggu harapan baru di pagi yang cerah, yang mungkin akan ada mujizat
dari Yang Kuasa. Memberi mereka sedikit rejeki untuk menantang keganasan dunia
ini. Itu yang mungkin selalu dipikirkan oleh kakek tua itu di setiap sore ketika berada
di sotoh rumah itu,disaat mulutnya bergerak entah berkata apa. Malam yang indah
ditemani dengan suara binatang-binatang bernostalgia dengan kenangan…….
Hari ini cerah sekali, lalu-lintas pusat kota begitu ramai, dari pejalan kaki,
penggunakedaraan pribadi maupun umum bergonta-ganti seperti jejeran semut yang
berpindah mencarisuaka baru. Deretan penjual kaki lima memenuhi bahu-bahu
jalan, menjajakan hasil jualanyang dibuat semalam, daerah pasar dipenuhi dengan
manusia dari berbagai penjuru, dari yanganak-anak sampai kakek nenek. Wajah
yang beraneka rupa menghiasi suasana yang begitukumuh. Sayur, pakaian dan
masih banyak lagi beregelantungan seperti daun daun kering yangtinggal menanti
angin harapan meniup dan jatuh entah kemana, ada yang di halam rumah,selokan,
trotoar bahkan di jalanan sehingga digilis kendaraan dan akhirnya meninggalkan
kenangan bahwa pernah ia berada di sebuah dahan yang kokoh.
Beberapa anak bermain bola di samping bahu jalan, bergelut dengan debu
jalanan,tanpa beralaskan sendal, dengan ceria memainkan kaki pada bulatan bola
itu yangdipindahkan dari kaki ke kaki, membentuk tarian acak, namun kadang harus
keluar darigenggaman kaki dan mengenai pengguna jalan. Ada yang langsung
mengeluarkan makian pada anak-anak itu, ada pula yang langsung menyeret bola
itu dan akhirnya hanya lahsobekan kecil yang didapat oleh anak-anak itu, namun
adapula yang hanya tersenyum danlalu begitu saja.
Memang karakter manusia tidak selalu sama,seperti yanh ada pada bangsku, dari
penguasa yang bengis hingga yang bijaksana, dari penjahat hingga dermawan
bercampur baur menjadi satu sehigga tidak dikenal mana yang baik dan mana yang
jahat. keramaian pusatkota digunakan oleh berbagai macam manusia, dari pencopet
hingga pengemis beredar seperti butiran pasir yang lepas dari tembok pembatas
kota yang dibuat oleh pemerintahsebagai tanda akhir sebuah tempat.
Di gubuk itu, masih seperti biasa, keluarga kecil dengan hidup dalam
kesederhanaan, berusaha untuk bertahan hidup di tengah morat-maritnya ekonomi.
Anak seumuran dia yangharusnya bersekolah namun,semua itu ia kubur dalam
dlam,mungkin dalam benaknya ia pernah berpikir mengenai cita citanya,karena
semasa sekolah sudah menjadi kewajiban untuk setiap guru bertanya tentang cita
cita di masing masing murid dan mungkin dia adalah salah satunya yang pernah di
tanya oleh gurunya.
Sebuah mobil mewah berjalan perlahan dan berhenti tepat di pintu gerbang
sekolahitu, dari dalam mobil itu seorang bapak yang sedikit tua mengeluarkan
kepalanya sambilmelihat-lihat di sekitar sekolah itu.
Sekolah itu adalah sekolah yang didirikan oleh masyarakat sekitar agar
bisamembantu anak mereka untuk mendapatkan pendidikan. Memang dulu pernah
ada sekolah yang bagus di kampong mereka, namun telah diambil oleh penguasa
dan dijadikan sebuahhotel. Sehingga ketika mereka diusir keluar dari tanah mereka
dan berpindah di lereng bukititu, kepala desa dan beberapa tokoh adat bersepakat
bersama sehingga saat ini anak anak mereka sudah bisa bersekolah,walau untuk
tenaga guru masih sangat minim dan pembayaran gaji guru masih menggunakkan
hibah dari masyarakat desa itu.
Hanya sekedar melihat, lalu mobil itu segera bergegas meninggalkan pintu
gerbangitu, beberapa guru duduk di depan kantor sambil bercakap-cakap. Kadang
melihat ke depan pintu pagar, dan kadang melihat ke kelas-kelas, sedang di luar
anak anak saling bercengkrama, berlarian kesana-kemari, ada juga yang berkumpul
sambil berserita, sepertitidak berpikir kalau suatu saat sekolah tersebut harus beralih
menjadi sebuah gedung.Entahlah akan dijadikan gedung apa.
Di dalam kelas ada guru-guru yang dengan giat mengajar siswa-siswa
membaca,menulis, menghitung, dan masih banyak lainnya, mereka berpikir tentang
upah yang didapat,namun dengan satu komitmen, mencerdaskan kehidupan
bangsa. Sebuah pekerjaan yangsangat mulia.
Udara siang itu sedikit mengeluarkan keringat, debu beterbangan kesana-
kemarimembuat beberapa anak yang sedang bercengkrama harus berlari
berhamburan untuk menghindari debu itu. Bapak ibu guru yang sedang asik
bercerita harus mengubah arah duduk mereka untuk tidak terhirup debu. Memang
siang itu sangat cerah walaupun beberapa hariyang lalu kampung itu diguyur hujan
yang begitu deras. Memang alam sudah menandakantidak bersahabat dengan
manusia. Semua itu karena ulah manusia itu sendiri. Selain itu, bangsa kita sudah
dininabobohkan dengan pembangunan yang berkepanjangan, tanpa berpikir tentang
masalah yang akan ditimbulkan. Dari reklamasi, hingga penggusuran pemukiman
warga membuat suasana semakin tidak membaik. Memang jika ditinjau dari
beberapa aspek bisa menguntungkan, tapi semua itu ada akibat yang merusak juga,
dan ituselalu disepelehkan. Artinya disini bahwa kita semakin tidak sadar akan
dampak darikelanjutannya. Dan selalu yang mendapatkan akibatnya adalah
masyarakat pengguna sarana.
Adapun karena keteledoran masyarakat dalam menjaga keasrian alam, sebagai
contoh kecil ,jarang membuang sampah pada tempatnya, selalu menggunakan
tempat aliran air sebagai akhir dari masalah pembuangan sampah. Maka jika ditinjau
dari beberapa hal tersebut, perlu ada sikap rasa sadar akan alam dan lingkungan
sekitar antara elemen pembuatkebijakan dan penikmat kebijakan itu sendiri.
Berbicara kesejahteraan seperti masih ada ketimpangan, sejahtera seyogiahnya
hanyamampu dinikmati oleh golongan menengah ke atas, bagaimana dengan
menegah kebawah? Semua mereka merasakan kesejahteraan dalam pikiran
lamunan sja.setiap sore mereka hanya mampu duduk sendiri disotoh rumah sambil
berpikir tentang bagaimana sejahtera esok hari.
Janji sejahtera hanya dirasakan lima tahun sekli ktka masa pemilihan, dan jika
akhir memilih masa sejahtera itu akan sirna termakan oleh angin malam.
Jurus-jurus hipnotis warga untuk memilih memang berhasil, tapi janji– hanya tinggal
janji. Tetap rakyat harus berteriak sendiri, namun apa daya rakyat harus memilih
karna jika tidak memilih bisa dimusuhi dan bahkan akan berdampak lebih buruk lagi.
Hari ini begitu cepat berputar, tanpa disadari usia semakin bertambah diikuti
denganharapan yang semakin terkubur, karna telah dimakan oleh mereka yang
memegangkepentingan. Dari tanah, rumah, pohon, air, dan masih banyak yang
lainnya bahkannyawapun mereka ingin untuk mengambilnya demi keuntungan
pribadi, yang sebenarnya berbicara nyawa, itu adalah kepemilikan Yang Maha
Kuasa.
Gubuk ini, menjadi titik akhir perjalanan hidup, ketika sore memanggil dan bahagia
itu kambeli terasa, disaat langkah kaki disambut dengan senyum dari sosok
penghuni rumah.Dan sotoh depan rumah itu menjadi saksi nyata kebahagiaan itu.
Malam memanggil begitucepat seakan tak ingin melihat penderitaan siang
memainkan perannya. Suara binatangmalam begitu nyaring, seakan ingin
mengucapkan selamat datang penjelajah hidup. Selamat beristiahat dari lelahmu,
aku hadir untuk menghiburmu. Yaaa…. Mungkin itu yang dibisikandari lantunan
suara binatang malam.
Sebuat tempat nasi ditaruh di atas tikar anyaman daun lontar, senyum kembali
terlihatdi wajah-wajah tua itu, anaknya duduk seperti biasa di ujung tikar itu, sedang
ibu danayahnya duduk bersampingan. Diluar semakin banyak binatang malam
mengeluarkan suaramereka, membuat suasana terasa begitu romantis. Mecicipi
makanan malam itu dengan bahagia, sembil melepas lelah dengan bercerita akan
apa yang dikerjakan selama satu hari.
Malam semakin larut, harapan semakin dekat dalam mimpi, cerita malam itu
diakhiridengan sebuah harapan jika esok hari ada Kuasa dari Ilahi membentengi
kehidupan mereka.Semakin hari penguasa selalu berpikir tentang kekuasaan.
Menindas, memeras, dan masih banyak kekuasaan yang memihak pada
kepentingan mandiri, membuat tenggorokan telahkering untuk bercerita tentang
kepentingan itu. Semua telah tidur, kakek itu masih duduk,sudah lama mereka
merasakan penderitaan ini, beberapa bulan kemudian akan diadakan pemilihan
pemimpin daerah. Sudah banyak yang mempromosikan kreatifitasnya untuk
membangun daera. Dari mensejahterahkan hingga membasmi segala bentuk
penindasan warga.
Kakek itu masih berpikir lama, entah apa yang ia pikirkan, disampingnya segelas
kopihangat buatan sang istri menemaninya malam itu. Dilihat dari wajahnya, yang
sangat seriusitu, menandakan jika ia sedang berpikir untuk kelangsungan hidup
keluarga kecilnya. Atauentah apa yang ia pikirkan. Sudah bertahun tahun ia
menghidupi keluarganya dengan tabah, janji demi janji telah ia lewati oleh petinggi
Negara yang awalnya mereka datang dengan beribu janji manis yang keluar dari
bibir manis mereka, namun buktinya itu hanya pemaniskata agar menghipnotis
warga untuk memilih mereka. Para penndukung berjalan berkilo-
kilomemperjuangkan aspirasi dari sosok pendukung mereka, yang akhirnya jika ia
terpilih, tak pernah ia datang untuk melihat pejuang suara yang telah mendudukan
dia di kursi empuk itu.Malah meraka lebih menderita dari kebijakan bohong yang
pernah dikeluarkan dari bibir manismu itu.

Anda mungkin juga menyukai