Anda di halaman 1dari 49

TART DI BULAN HUJAN

”Ternyata harganya tiga ratus tujuh puluh lima ribu, Pak,” kata Sum kepada lakinya, Uncok.
”Barang apa yang kau bicarakan itu,
i tu, kok mahal amat?” bertanya suaminya.
”Lho, musim hujan tahun lewat dan sebelumnya juga, kan, saya bilang, Pak, roti yang diberi
gula yang berbentuk bunga mawar itu harganya tiga ratus lima puluh ribu. oti itu besar,
cukup untuk satu keluarga dengan beberapa tamu. Tapi, sekarang naik dua puluh lima ribu,”
Sum mencoba menjelaskan. !akinya tetap tak paham. "a menarik rokok sebatang dari
bungkusnya dan mencoba menyalakan korek.
”Ngerokok lagi,” tiba#tiba Sum sedikit membentak. ”$pa enggak bisa uangnya sedikit
disimpan untuk tambahan beli roti.”
”Beli roti bagaimana?” Uncok gantian membentak. ”%au ini edan, ya. Nyediain nasi aja susah,
kok beli roti mewah kayak gitu. "tu makanan menteri, bupati, dan wali kota serta para
koruptor. Tahu?& %ita makan nasi aja sama sambal'. %amu itu mimpi'.” !akinya
menegaskan.
 Tiba#tiba sepi. (i langit ada mendung yang memberi sasmita
sasmita akan hujan. %ilat sesekali
sesekali
menggebyar.
menggebyar. ”umah kita masih bocor,” kata Uncok lagi sambil mendongak. ”Belum bisa beli
plastik tebal penahan tiris. %ok kamu mikirin roti tart yang, buat kita, harganya triliunan
rupiah. )dan kau itu&”
Sum diam. Tak
Tak mendengarkan omelan suaminya. Bayangan di depan matanya sangat jelas*
tart dengan bunga#bunga mawar, dengan tulisan +appy Birthday.
Birthday. Betapa bahagianya anak
yang diberi hadiah itu. Sum sendiri belum pernah mendapat hadiah seperti itu, apalagi
mencicipi. Tapi,
Tapi, alangkah lebih bahagia ia jika bisa memberikan sesuatu yang dinilainya luar
biasa, betapa pun belum pernah menikmatinya.
”%urang beberapa hari lagi, Pak,” kata Sum memecah kesunyian.
”$panya yang kurang beberapa hari lagi?” Uncok membentak. ”%iamatnya apa gimana? %ita
memang mau kiamat. +akim, jaksa, polisi, pengacara, menteri, anggota (P' nyolong
semua. (an kau malah mau beli tart lima triliun. (uitnya sapa? Nyolong? Tak ada yang bisa
kita colong. Ngerampok ? %au punya pistol atau bedil? )nggak& %au cuma punya pisau dapur
dan silet untuk mengerok bulu ketiakmu'.”
Sum tak menyahut. Pikirannya masih melanglang ke toko roti. ”%ita bisa naik bus Trans ogya
Pak, aman. )nggak ada copet. Pulangnya naik becak aja. %ita harus hati#hati bawa tart sangat
istimewa itu, Pak.
Pak. $h, si bocah itu pasti seneng banget .'
.' %alau dia bisa seneng, alangkah
bahagia diriku.”
%edua tangannya dilekatkan pada dada dan membentuk sembah, menunduk. Tuhan, bisik
Sum, perkenankan
perkenankan saya membeli tart untuk ulang tahun si anak miskin itu. "a lalu
l alu menutup
wajahnya dengan kedua tangannya. Saking kepinginnya beli tart, seakan ia hendak menangis.
-atanya terasa basah.
%emudian
%emudian hujan pun rintik#rintik. ”aaah, mau hujan,” kata lakinya. ” Pindah-pindahin bantal#
bantal. /angan biarkan di situ, tempat tiris deras'.” Uncok memberi komando. Sum tenang
saja.
”Biarkan tiris membasahi rumah,” kata Sum. ”"tu re0eki kita* air,” sahut Sum.
Uncok tak tahan. ”%amu kok semakin edan,” lakinya membentak. -alam merambat larut.
 Tidak diketahui
diketahui dengan pasti apakah
apakah malam itu jadi hujan atau
atau tidak.
111
2agasan beli tart dengan bunga#bunga mawar itu sudah lama muncul di benak Sum. (ua
tahun lalu. 3aktu itu Bu Somyang %apoyos, rumahnya di Surabaya, menginap lima hari di
 ogyakarta
 ogyakarta karena
karena urusan disertasi.
disertasi. "a membawa putranya.
putranya. (an tepat satu
satu hari kemudian,
kemudian, ia
teringat ulang tahun anaknya. 4epat#cepat ia berganti pakaian, memanggil taksi dan
meluncur ke toko
toko roti 5berlin. "a pun membeli tart ulang tahun dengan tulisan +appy Birthday
dengan lima lilin
l ilin menyala. %etika kembali
kembali ke home stay , Sum, yang sedang menyapu lantai,
melihat roti itu. Tergetar
Tergetar.. $staga, indahnya. !ilinnya menyala, seperti menyala dalam hatinya.
$ku harus beli tart itu, buat si bocah, saat ulang tahunnya di bulan hujan nanti, gumamnya.
”Berapa harganya, Bu?” tanya Sum.
”Tiga ratus lima puluh ribu,” jawabnya.
$staga& 2aji Sum kerja di home stay  hanya
 hanya dua ratus lima puluh ribu sebulan. %alau ada
tamu, ia memang sering mendapat tip, tetapi cuma cukup buat beli soto Pak 2areng
2areng tiga
ribuan. "a masih harus memikirkan seragam anaknya. Suaminya, yang sopir bus, tak selalu
bisa bawa uang cukup. /alan makin padat. -otor jutaan memenuhi jalanan. Sering macet.
%adang harus cari jalan lain. Perjalanan makin panjang. $rtinya bensin boros, padahal bahan
bakar mesti dibeli sendiri.
 Tapi
 Tapi aku harus beli tart itu, gumamnya.
gumamnya. Buat si bocah. (i ulang tahunnya di bulan hujan.
hujan. "a
bakal senang. ”5h, enggak begitu mikirnya. Tapi gini* semoga ia senang. Tuhan, perkenankan
ia senang menerima persembahan roti dari saya,” gumamnya lagi. ”Tuhan,
”Tuhan, saya butuh sekali
bahagia dengan melihat si bocah bahagia.'”
”(i mana tokonya, Bu,” tanya Sum lagi.
”5, deket toko
toko onderdil motor itu,” jawab Bu Somyang, ”%amu mau beli?” tanyanya.
Sum mengangguk.
”$nakmu ulang tahun?” desak Bu Somyang.
”Buuukan anak saya, tapi kalau dianggap anak saya, ya enggak papa,” jawab Sum.
”5ooo, anak yatim piatu di panti asuhan yang kamu pungut?” Bu Somyang mendesak.
”Bukan, enggak,” jawab Sum.
”$h, Sum aku tak paham. Tapi, aku ingin ingatkan kalau untuk anak#anak gelandangan, ya
enggak usah tart kayak gini. 4ukup beberapa potong roti santen apa roti bocongan atau roti
teles yang seribuan ditambah minuman dawet. "tu pun tiap gelas cendolnya lima belas atau
enam belas biji saja. %alau anak#anak dibiasakan makan#minum yang mewah#mewah, kurang
baik. Bisa tuman, ketagihan.”
ketagihan.”
Sum diam. /antungnya terasa tertusuk oleh kata#kata yang diucapkan karena ketidaktahuan.
ketidaktahuan.
Sum menunduk. Beberapa tahun silam pernah seorang penyair diminta berkhotbah di gereja.
"a berkata, malanglah dia orang yang tak tahu kalau ia tak tahu, hi na dan sakit orang yang
tak paham kalau ia tak paham. %ata#kata itu mendengung kembali di telinganya ketika
ketika ia
menatap mulut Bu Somyang yang mengerikan.
”$ku harus membeli tart itu, apa pun yang terjadi,” gumam Sum. ”$pa pun komentar orang
aku tidak peduli. $ku hanya ingin si bocah bahagia pada hari ulang tahunnya. Selama
bertahun#tahun aku menyaksikan
menyaksikan perayaan ulang tahun
t ahun si kecil, belum pernah ada yang
membawa tart. Padahal, kalau mau, mereka bisa beli. %ebanyakan
%ebanyakan tamu yang datang
sedikitnya naik motor, malah ada yang naik mobil. +eran& Bagaimanakah pikiran orang#orang
itu.”
(ua minggu setelah menyaksikan
menyaksikan tart yang menggetarkan, Sum memutuskan menabung.
%etika dikonsultasikan, %etua !ingkungan menyarankan agar Sum menabung di bank. Tapi,
Pak %arta 3edang
3edang memberi tahu bahwa bank kadang#kadang tak bisa bi sa dipercaya. Uang para
nasabah dibawa lari oleh petugas bank sendiri dan bank tidak bertanggung j awab.
”5ooo, gitu',” kata Sum, ”!alu, enaknya gimana, ya?” Pak %arta tidak menjawab.
$khirnya, Sum memutuskan menabung di rumah sendiri. "a merencanakan menyisihkan
uangnya lima belas ribu setiap bulan. %alau ia sukses lebih menekan kebutuhan,
kebutuhan, setahun,
kan, seratus delapan puluh ribu. (ua tahun, kan, tiga ratus enam puluh ribu. ”+oreeeee& (ua
tahun lagi, aku bisa beli tart buat si kecil.
kecil. (an masih sisa sepuluh ribu.” +atinya bersorak#
sorai'.
(an pada bulan hujan tahun ini, kegiatan menabungnya hampir genap dua tahun. "a tak
sabar lagi. Tapi, alangkah kecewa ketika ia menengok di toko roti 5berlin, tart yang
dibayangkan sudah naik harganya. "a sedikit lemas. "a menjadi pucat. (an pandangannya
berkunang#kunang.
”$da apa Bu, sakit?” tanya pelayan toko. Sum menggeleng. "a berkeringat
berkeringat dingin. Punggung
terasa sedikit basah, tetapi keleknya terasa basah sekali.
”"bu mau beli roti?” desak pelayan toko.
”a,” jawab Sum sangat pelan hampir tak terdengar. $palagi lalu lintas hiruk#pikuk.
”-au beli,” pelayan mendesak.
”"yaa,” jawab Sum. Pelan sekali.
”ang
”ang mana?”
Sum menuding tart mahal itu.
”+aaah?” Pelayan toko kaget sambil memandangi penampilan Sum.
Sum lemas. Bagaimanapun masih ada kekuatan.
”Tapi tidak sekarang,” Sum menegaskan.
”5ooo, kamu disuruh majikanmu lihat#lihat harganya, begitu?” Sum menggeleng.
”Saya mau beli sendiri. Saya sudah menabung. Tart
Tart itu untuk si bocah.”
Pelayan toko
toko tak paham, dan mulai curiga. %arena itu, dengan cara halus, ia menggiring Sum
ke luar toko. Perempuan itu melangkah ke luar.
”-asih ada waktu,” gumamnya. ”$ku akan buruh nyuci di kos#kosannya Pak ur /entera.
Pokoknya,
Pokoknya, bulan hujan tahun ini aku harus beli tart untuk si kecil. $ku ingin sekali merasakan
bahagia ketika bocah itu bahagia. %alau aku sudah berhasil membeli tart untuk si bocah, aku
lega banget . $ku rela mati. %alau yang aku lakukan dianggap keliru oleh sidang malaikat dan
aku harus masuk neraka' ya enggak papa. $ku tetap bahagia di neraka. a, mati dengan
bahagia sekali karena sudah bisa mempersembahkan roti tart di bulan hujan. (i minggu
hujan. (i malam hujan,” gumamnya.
 Tiba di rumah, ia langsung mengambil uang tabungannya yang disembunyikan
disembunyikan di dalam
lemari, di bawah pakaian. %urang empat puluh lima ribu, gumamnya sambil menghitung uang
receh. "a ingat, ia harus membeli nasi buat anaknya, si (omble. ”Tapi kalau aku
berhasil nyuci pakaian di kos#kosan Pak ur /entera, semua bakal beres. Slamet bilang, Pak
 /entera baik banget  sama
 sama orang dua6a. Beda banget  dengan
 dengan 3ak 7ettep yang
pelit banget  dan
 dan tukang mempermainkan orang.” Sum menunduk. ”Tuhan, biarkan saya
percaya bisa membeli tart untuk si bocah.”
111
)soknya sudah mulai memasuki bulan hujan. "a pun menghitung hari. (i lingkungannya,
lingkungannya,
warga sudah sering kumpul#kumpul
kumpul#kumpul menyiapkan pesta ulang tahun. (i gereja banyak
pengumuman tentang kegiatan
kegiatan menyongsong pesta itu. Sum tak pernah diajak. $lasan ibu#
ibu kaya, Sum, kan, sibuk bantu rumah tangga sana#sini. -ana ada waktu buat gini-gini. (i
samping itu, kalau ia diajak, Sum selalu merasa tak pantas duduk sama rendah berdiri sama
tinggi dengan mereka. Sum selalu merasa dirinya orang dua6a yang tempatnya di pinggiran.
(engan senang Pak /entera menerima Sum. Tampaknya, lelaki itu terpesona dengan cara
kerjanya yang cekatan. %arena
%arena itu, tak ragu#ragu ia memberi Sum upah tambahan, bahkan
boleh dikatakan setiap hari. -aka, sebelum saat pembelian tart tiba, di tangannya sudah ada
uang cukup. Bahkan lebih. Sementara itu, Bu /entera juga luar
l uar biasa perhatiannya. Sekali ia
memanggilnya ke rumah.
”%amu mau pesta apa pada natalan nanti.”
”$h, enggak pesta kok, Bu, cuma mau beli tart,” jawab Sum.
”Tart? Tart? Siapa yang ulang tahun? $nakmu?” Bu /entera kaget dan bertanya setengah
mencecar. Tapi Sum tetap tenang.
”Bukan anak saya Bu, tapi kalau dibilang anak saya, ya enggak  papa,” jawab Sum.
”5oooooooo, anak pungut? (i panti asuhan dekat rumah 3ak 7ettep yang terkenal
terkenal pelit itu?”
Bu /entera bertanya lagi.
”)nggak, bukan' dia anak baik#baik, sangat baik' cantik sekali, pandangan matanya
menggetarkan,” jawab Sum.
”$h, aku tak paham,” kata Bu /entera.
Lho, kata#kata Bu Somyang di ulang di sini, gumam Sum.

”Tapi baiklah,” kata Bu /entera lagi, ”kalau mau beli tart, ya, yang baik sekalian,”
sambungnya.
Wuuuah, luar biasa ibu ini, kata Sum dalam hati.

”ih, aku ngiur  dua


 dua ratus ribu,” kata Bu /entera sambil senyum sangat manis. a Tuhan,
apakah Bu /entera ini malaikat utusanmu, kata Sum dalam hati. (engan gemetar Sum
menerima uang itu. Tepat
Tepat pada saat itu, Pak ur /entera tiba di rumah dari sepeda-
an bersama persekutuannya. "a langsung duduk dan mendengarkan cerita istrinya tentang
rencana Sum.
”5, bagus, bagus,” kata Pak /entera. "a berdiri lalu tangan kanannya merogoh dompet di saku
belakang.
”-bak Sum mesti beli roti lain untuk tambahan. %an anak#anak pasti akan datang, rame-
rame. ih, ada tambahan tiga ratus,” katanya dengan tenang. Sum hampir tak memercayai
telinganya. a Tuhan, engkau begitu dermawan, jerit gembira hati Sum.
+atinya bersorak#sorai. "a pun lari ke Bapak %etua
%etua !ingkungan menceritakan rencananya.
+ujan pun turun, menderas.
”$pa boleh Bu Sum membawa tart masuk gereja, apalagi meletakkan tart itu di depan patung
%anak#%anak esus di dalam 2oa? Pak %oster pasti takut gerejanya kotor. Pastor paroki akan
tanya, perayaan atal dengan tart di depan %anak#%anak esus
esus itu menurut ayat %itab Suci
yang mana, teologinya apa'.”
 Tanpa
 Tanpa menggubris, Sum berangkat keke toko roti. Sebelumnya
Sebelumnya mampir ke
ke rumah dulu, menemui
menemui
suaminya, yang kebetulan tak nyopir . Uncok terdiam mendengar cerita Sum tentang Bapak
!ingkungan. Sepi. !ama. +ati Uncok trenyuh. !aki itu merasa harus berbela rasa dengan
istrinya. $palagi ia membawa uang berlebih untuk beli seragam si (omble. /uga uang buat
rokok.' Uncok, kemudian, mendekap istrinya.
”Selepas dari toko, pulang dulu,” kata lakinya. Sum tak bisa berkata apa#apa. -ulutnya
terkunci. %eharuan
%eharuan mendesak paru#paru dan tenggorokannya. Suaminya berubah tiba#tiba.
”Tuhaaan, hebatnya dikau. Berangkatlah,” kata suaminya, ”Pulangnya mampir ke rumah dulu
sebelum ke gereja.”
(i toko roti, pelayan#pelayannya memandang dengan sebelah mata. -ereka tak percaya Sum
punya uang untuk beli tart hampir empat ratus ribu.
”Tidak masuk akal,” kata Tanpoting, pemilik toko roti itu. %etika Sum akhirnya mengeluarkan
uang lebih dari harga tart, baru mereka percaya.
Pukul setengah empat sore Sum tiba di rumah. $langkah kagetnya dia melihat goa dengan
%anak#%anak esus di dalamnya sudah disiapkan lakinya di tengah rumah. Patung kecil#kecil
itu rupanya dipinjam dari asrama para suster.
”-ereka memperkenankan aku memakai ini semua,” kata suaminya. Sum tak bisa berkata#
kata apa#apa. %egembiraan meluap.
”Taruhlah tart di sini,” kata Uncok, persis di depan %anak#%anak esus terbaring. ”anti
malam, selesai -isa atal, anak#anak kita undang ke rumah ini merayakan ulang tahunnya.
 Tak perlu di gereja. -ereka akan menyanyi panjang umurnya, panjang umurnya, panjang
umurnya serta mulia'. !alu anak#anak akan menyantap tart. Biarlah rumah kita kotor, tapi
ada senyum dan tawa meriah.”
Sum memeluk suaminya. $ir matanya menetes karena haru. Persis hujan turun dengan
sangat deras dan rumah sepasang merpati itu tiris di sana#sini, kecuali di atas tart. Seluruh
rumah basah, lambah#lambah. Tapi, Sum dan Uncok tertawa terbahak#bahak sambil
berpelukan. Si (omble pun ikut menari#nari sambil sesekali nyuri mencolek tart yang dibalut
gula#mentega#cokelat yang le0at luar biasa. Patung %anak#%anak esus menatap mereka
dengan senyum. -enjelang pukul sembilan malam, anak#anak langsung menyerbu rumah
Sum dan Uncok selepas dari misa di gereja.
-ereka menari#nari di depan patung %anak#%anak esus dan tart. %ue#kue lainnya pun
disiapkan. $nak#anak berebut membersihkan rumah yang basah dan kotor luar biasa.
(iam#diam Sum menatap pandangan mata anak#anak yang datang. Seperti bersinar, seperti
bersinar' Sum berjongkok dan memeluk mereka satu demi satu. Sum tersedu karena haru
dan bahagia'.

DI PERSIMPANGAN PANTURA
 Tak pernah sekalipun aku tampil dengan rok mini dan paha mengundang apalagi bahu
terbuka dan dada menantang, tapi mengapa nasib tak berpihak juga?

amaku !imbuk, asal (ukuh -enjangan. +idupku isinya cuma kesedihan. %eceriaan adalah
hal yang absurd bagiku. !agipula tak ada yang aneh dengan kesedihan di negeri ini bukan?
amun aku selalu ingat kata simbok dulu, hidup ini memang sekadar mampir ngombe,
singgah untuk minum.

 Tak pernah aku mengerti arti perawan sampai suatu hari simbok bilang aku tak perawan lagi.
Padahal hanya sedikit noda darah pada celana dalam, tapi mengapa nasibku jadi berputar
seratus delapan puluh derajat? Sebelas tahun usiaku waktu itu, ketika dengan kejamnya !ik
Sol mengenalkan arti perih sesungguhnya. )go yang berbalut na6su itu biang keladinya.

”Untung kamu masih bau kencur'” "stri !ik Sol ketus memarahiku sambil panjatkan seribu
syukur. Benih suaminya tak bisa membuahiku. Bibirnya mencang#mencong tak mengerti apa
yang menarik dari tubuh kurus keringku.
Perempuan#perempuan muda penumbuk padi jadi aneh memandangiku. Tatapan mereka
seperti menelanjangi dari kepala sampai kaki. $lu besar tetap dihunjamkan ke dalam
lumpang, tapi lirikan dan bisikan mereka tak bisa mengelabuiku. Pemuda#pemuda desa
menggodaku dengan kata#kata kotor. -ata mereka isyaratkan birahi.

 Tak tahu aku ada kesepakatan apa antara simbok dengan keluarga !ik Sol, tapi sejak saat itu
tak pernah lagi aku melihat !ik Sol berkeliaran di desa. %ata orang, ia mengadu nasib di kota
dan kadang#kadang pulang tengah malam. )sok hari pagi#pagi buta, ia telah menghilang.
"strinya tak peduli asal dapurnya bisa tetap berasap.

$ku tak mau lagi pergi bermain, keluar rumah hanya untuk sekolah atau disuruh simbok ke
warung. !imbuk kecil makin terpuruk tak tahu bagaimana bersihkan lumpur yang melekat.
$ku ingat selalu mandi berlama#lama karena merasa tak pernah bisa bersih lagi. Tidur bagai
kepompong, berbalut seprai putih sambil berharap tak bangun lagi esok pagi. 2odaan untuk
bunuh diri bukan tak ada, sayang uang jajanku tak pernah cukup untuk beli obat serangga.
2antung diri jelas tak menarik minat. Pasti sakit sekali mati dengan cara seperti itu.

%etika tawaran u Silam datang, aku seperti kejatuhan bintang. "a mengajak ke kota untuk
sekadar bantu#bantu di rumahnya. $ku tahu simbok berat hati melepasku. $pa daya
bayangan uang kirimanku kelak begitu menggodanya. $palagi bapak sudah lama lari dengan
perempuan nakal. Penghasilan simbok sebagai buruh tani tentu jauh untuk dikatakan layak.

-ungkin saja simbok lega dengan kepergianku, tak ada lagi aib yang ditutupi. $ku tahu, ia
sering menangis diam#diam ketika mengelus#elus kepalaku di tengah malam. Tentu ia paham
penderitaanku, bukankah selama sembilan bulan kami pernah berada pada raga yang sama?

 Ternyata bayangan kota di benakku selama ini amat jauh dengan kenyataannya. -eski
rumah#rumah di sana lebih bagus daripada di desa, tapi tak ada gedung bertingkat dan
-onas seperti di buku pelajaran.

”"ni bukan /akarta, bodoh& "ni Patokbeusi, negeri seribu impian' ” sergah u Silam memotong
tanya ini dan ituku.

”Patokbeusi ini kota, u Silam?”

”Ssssttt' jangan pernah panggil aku dengan nama itu di sini&&” bentaknya. ”$ku ingce.”

"a melangkah pongah dengan dagu terangkat. $ku mengikuti langkah#langkah lebarnya
dengan senyum dikulum. ama yang aneh, apa nama kota memang aneh#aneh begitu?

”"ni daerah pantura, pantai utara /awa,” jelasnya tak sabar.

”%enapa belum terlihat pantainya?”


 u Silam mendengus.

 Ternyata yang dimaksud bantu#bantu itu mengurusi u Silam. -enyiapkan air mandi, masak,
termasuk menyediakan minuman hangat sepulang kerja. u Silam pulang kerja menjelang
pagi. Berangkatnya waktu "sya dijemput ojek langganan. $ku tak berani tanya#tanya lagi
karena matanya melotot waktu kutanya kantornya di mana.

!ama#lama aku mulai menduga#duga u Silam kerja apa. Pantas saja ia harus bergincu begitu
rupa dengan bahu terbuka. $ku tak mau ambil pusing selama ia rajin mengirimi uang kepada
simbok sebagai bayaran tenagaku. Untuk diriku, cukuplah uang jajan ala kadarnya. Toh aku
selalu makan kenyang di rumahnya. %adang#kadang u Silam pulang membawa 6uyunghai.
ama yang aneh untuk masakan telor dadar dengan isi macam#macam. )naknya luar biasa,
simbok pasti belum pernah ketemu makanan seperti ini seumur hidupnya.

(ua tahun berlalu, u Silam mengeluh tak sekuat dulu lagi. "a mulai sering masuk angin. $ku
sudah ha6al saat ia mulai sibuk mencari duit benggol untuk kerokan. %udengar ia berkata
kepada temannya kalau pelanggannya tak sebanyak dulu.

”2anti namamu, tak ada !imbuk yang sekurus tubuhmu.” 2urau u Silam.

$ku terkekeh. -ungkin waktu aku lahir, bapak berharap aku semontok !imbuk, tokoh
punakawan. Ternyata tak ada yang berubah. u Silam terus saja memanggil nama asliku.

”$pa kamu ndak mau jadi seperti aku tho, -buk?”

”4oba kamu ingat#ingat siapa yang rumahnya paling mentereng di desa kita selain Pak
!urah?”

$ku cuma termangu dan membisu. ”/angan takut, kalau kau rajin suntik tidak akan apa#apa.”
 u Silam tersenyum manis sekali.

$ku masih diam saja. Tak tahu harus bicara apa.

”Toh kamu sudah pernah disentuh laki#laki.” Tak ada nada cemooh dalam suara u Silam, tapi
hatiku serasa disilet#silet. Pedih dan perih.

(emikianlah akhirnya aku terbawa masuk lingkungan warung remang#remang itu. /adi ini
memang kantornya u Silam. Untung saja -ami di situ masih punya nurani, ataukah memang
usiaku yang masih belum cukup? -ungkin saja memang seperti itu jenjang yang harus
ditempuh untuk menjadi dongdot 89. /adi aku cuma bantu#bantu cuci piring dan bersih#bersih.
%adang#kadang juga bantu keperluan perempuan#perempuan di situ.
(i siang hari aku bisa bernapas lebih lega, sebab malam hari telingaku tersiksa mendengar
tawa mereka yang berubah seperti ringkik kuda. -akin malam makin ramai pesanan
makanan dan minuman. -usik dangdut berdentum keras. Truk besar banyak diparkir di luar.
Sopir#sopir dengan wajah berkilat oleh keringat sejenak melepas lelah, dikelilingi gelak dan
bisik undangan syahwat. Beberapa dari mereka kemudian menghilang ke kamar#kamar di
belakang. Tak tahu pasti aku, mereka sekadar melepas lelah ataukah sejenak melupakan
beban hidup?

%upikir jadi dongdot di sini bukan hanya karena terimpit kemiskinan, tapi sudah jadi gengsi.
$da yang menganggap sebutan jablay sebagai kebanggaan. %ebanyakan mereka berasal dari
daerah tak jauh dari sini. %akak beradik bisa bekerja di satu warung bahkan kabarnya ada
yang sei0in orangtua. %elihatannya hanya u Silam yang satu#satunya pendatang. Pasti ada
seseorang yang membawanya ke sini dulu.

”/angan melamun saja, nanti piringnya pecah.” -ami menepuk bahuku perlahan.

$ku tersenyum malu, ketahuan bekerja tak sepenuh hati.

”%amu mesti sabar dan tekun sampai tiba nanti saatnya senang#senang.”

Senyumku terhenti di tenggorokan.

"a melangkah keluar dapur sambil berbisik di telingaku, ”/angan mau digoda tamu, bilang
-ami kalau ada apa#apa '”

(uh 2usti, perempuan setengah baya ini dari luar tampak perhatian dan penuh kasih.
Sesungguhnya ia hanya mengincar keperawananku yang punya harga tinggi di sini.
Seandainya ia tahu kisah sedihku.

-ami memang perhatian kepada anak#anak asuhnya. Tak bosan#bosan mengingatkan mereka
kapan waktunya suntik. %adang#kadang juga menegur cara berdandan dan berpakaian. $da
yang bilang -ami juga :dosen: alias dongdot senior yang masih menerima tamu sewaktu#
waktu jika dibutuhkan. $ku tak yakin, apa benar masih ada tamu dengan selera seperti itu.
Sebab jadi primadona di sini tak bisa lama#lama, selalu saja ada yang baru datang, dan lebih
segar.

111

)mpat bulan aku di sini, u Silam jarang kerja lagi karena sakit#sakitan sampai suatu hari
berhenti sama sekali. $ku tak tahu ia sakit apa sebab banyak sekali keluhannya. "a rutin pergi
berobat entah ke mana. Tempatnya pasti jauh karena pergi pagi dan pulang malam hari,
malah kadang#kadang tak pulang dua hari. Pulangnya selalu dengan obat satu tas keresek.
Suatu hari -ami memberiku baju baru dan mengajari dandan. ”Besok malam, mulailah
belajar menemani tamu di meja.” "a diam sejenak sambil menggerak#gerakkan kuas kecil di
pipiku. ”/angan mau diajak ke kamar dulu ya&” suaranya tetap rendah tapi tegas.

-alam berikutnya, seperti kerbau dicocok hidung aku didorong -ami bergabung dengan
kelompok kecil di sudut ruangan. $da dua orang lelaki di sana yang menyambut dengan
senyum penuh arti. Beberapa perempuan di sana ikut juga tersenyum, ada yang tulus ada
 juga yang dengan bibir setengah terangkat. Biasa itu, anak baru diterima sebagai teman juga
sebagai pesaing.

 /arum jam seperti lambat bergerak menunggu malam usai. Satu tamu pergi datang tamu
lainnya. Tubuhku sudah lelah dan betisku pegal#pegal karena sepatu berhak tinggi. -ulutku
 juga pegal tersenyum dari tadi, meski aku lebih banyak berdiam diri.

”%amu baru ya?” lelaki di samping menyenggolku dengan sikutnya.

$ku mengangguk sambil tersenyum.

”gapain kamu di sini? -ending jadi istriku saja.” Senyumnya lebar seperti senyum keledai.

Untung -ami keburu menyelamatkanku. "a pura#pura menarikku ke meja lain. -ungkin lelaki
itu sudah terkenal buaya di sini. Paling buaya di dunia buaya.

Selama seminggu itu aku cuma menemani tamu minum#minum. -inggu depan tak mungkin
tugasku masih sama. %udengar beberapa tamu berbisik keras di telinga -ami sambil
memandangiku, ”Berapa?” /antungku berdetak sekeras musik di situ. -ami menggeleng
dengan senyum menggoda, kelihatannya ia punya rencana tersembunyi.

111

(ua orang tamu datang ke rumah. %atanya mereka dari tempat u Silam biasa berobat. Tanpa
basa#basi ajarkan bagaimana mencegah penularan penyakitnya.

”!ho, memangnya u sakit apa?”

”Pokoknya aku tinggal menunggu mati,” sergah u Silam kasar, memotong maksud tamu itu
untuk menjelaskan. Percumalah aku bertanya jenis penyakitnya, paling#paling pakai bahasa
asing yang tak kupahami.
%emudian semua anjuran dua orang tamu tempo hari kujalani sungguh#sungguh. %alaupun
aku harus tertular, itu pasti kersaning 2usti $llah ;9. u Silam kelihatan lega aku tak tanya#
tanya soal penyakitnya. Sama leganya waktu ia tahu aku mulai menemani tamu minum di
warung -ami.

 Tanpa kesepakatan, pelan#pelan kuambil alih biaya pengeluaran di rumah u Silam. Biaya
berobat masih ditanggungnya sendiri dari sisa uang tabungannya. Sisa bayaran dari -ami
masih ada sedikit untuk pegangan dan dikirim ke simbok. amun, aku harus bicara jujur pada
 u Silam.

”u, aku mau jadi buruh cuci saja.”

 u Silam terbelalak. Pisang goreng yang sedang dimakannya seperti menyangkut di
tenggorokan.

 Takut#takut aku melanjutkan, ”$ku ndak bisa u, kerja macam itu.”

”%amu mau tinggalkan aku kan?? %amu mau balik ke desa ya??” u Silam meradang.

$ku tak berani menatap matanya. Bagaimana menjelaskannya? ”Sudah kucoba. Sudah
kucoba u, tapi aku ndak bisa.” /eritku dalam hati.

”Pergilah sejauh yang kau suka. Biarkan aku membusuk di sini&&&” teriaknya parau.

%upeluk ia dengan air mata, ”Tidak u' tidak' kalaupun u harus mati akan kurawat dirimu
baik#baik.”

 Tak bisa kujelaskan dengan kalimat bahwa ia adalah malaikat penyelamatku. $ku tak bisa
kembali ke desa lagi. Biarlah simbok hidup dengan adik lelakiku. Suatu hari akan kutinggalkan
tempat ini untuk memulai hidup baru bersama u Silam. (i tempat yang benar#benar baru,
bukan di desa. $ku tak bisa kembali ke sana. Pandangan perempuan#perempuan penumbuk
padi itu tak pernah pergi dari benakku. /uga pandangan mata penuh birahi pemuda#pemuda
desa.

-ereka tak pernah menganggapku manusia lagi sejak musibah itu. Sesuatu yang terpaksa
kulakukan karena ancaman !ik Sol. Tak sanggup kuhadapi mereka nanti bila kulakukan
perbuatan atas nama kelamin yang berkesadaran. $ku tak mau jadi dongdot.

111

-ami terbelalak waktu kuutarakan keinginan untuk tetap kerja di bagian dapur.
”-emangnya kau tak ingin uang banyak? $tau ada anak sini yang menjahatimu?” tanyanya
beruntun.

$ku menggeleng cepat#cepat, ”Saya hanya ingin bantu bersih#bersih saja di sini. /adi tukang
cuci juga saya mau.”

-ami ikut menggeleng#geleng. Tubuhnya yang tak lagi langsing bergoyang#goyang. ”Tapi
kenapa? %enapaaa??” kedua tangannya terbuka lebar.

$ku menggeleng juga sambil tersenyum. -ami kelihatan tak puas, mungkin tak rela harga
perawanku melayang terbang.

”Saya'saya' saya sudah tak perawan lagi, -i'” bisikku pelan.

Perempuan setengah baya itu terbelalak, seperti ingin bertanya sesuatu tapi tak jadi.

”Saya korban perkosaan,” lanjutku lirih. asanya malu mengakui itu tapi di hati terasa lega
luar biasa.

-ulut -ami terbuka dan bergerak#gerak tapi tak ada suara yang keluar. "a mengangguk
lemah. (engan latar belakang segelap itu, mungkin dipikirnya aku tak cukup sehat mental
untuk melayani tamu#tamu di sini.

$ku melangkah dengan pasti menuju dapur. $ku siap kembali ke tugas lama, bersih#bersih,
cuci piring, dan membuang sampah#sampah. Tapi setidaknya aku bukan sampah dan aku tak
mau jadi sampah.

Panggilan lembut -ami menghentikan langkahku. Bibir -ami bergetar, suaranya mirip seperti
erangan hewan yang terluka, ”asibmu sama seperti diriku dulu, -buk'”

Pamulang, $gustus ;<88

4atatan *

89 (ongdot = PS% 

;9 %ersaning 2usti $llah = kehendak $llah S3T


SEHELAI KAIN KAFAN

1/
"a bergegas. Tangan kirinya menyingkap ujung sarungnya hingga beberapa inci dari mata kaki.
!ayaknya seorang penari memainkan satu komposisi. Berlenggak. Pinggulnya bergoyang ke kanan ke
kiri, melangkah pasti sambil menjejaki jalan setapak perkampungan. Sementara lentik jemari tangan
kanannya mengapit sisi bundelan kain agar tak tergelincir dari kepalanya.

”Tukang bendring datang'.”

Begitulah dulu. %ami. $nak#anak saat melihatnya dari jauh. Serentak kami meninggalkan permainan.
-enyambutnya dengan gegap gempita sambil berharap ia akan menoleh. %adang kala, kami
membuntuti dari belakang, membayangkan sebuah baju baru. Tak jarang, ketika berpapasan, di antara
kami berdesakan membisikinya, agar ia mau membujuk ibu untuk membeli baju dagangannya. Seperti
biasa, ia hanya mengangguk disertai sungging senyum penuh harap. %etika itulah, kami langsung
menggiringnya masuk ke halaman rumah. -eski sebenarnya, sering ibu kami menyambutnya dengan
wajah cemberut. Tak terkecuali ibuku, yang selalu takut. Bahkan, untuk menyambut.

 Tukang bendring itu mendatangi kampung kami ketika pagi menjelang siang, saat bapak#bapak kami
sedang berada di tegalan. (an ia, bagi kami serupa seorang istimewa, yang selalu kami tunggu
kehadirannya. Tetapi, sekali lagi, tidak bagi ibuku.

 a. Bagi ibuku, ia tak lebih dari sesosok hantu, yang selalu membuat ibuku ketakutan setiap mendengar
suara sumbangnya melengking parau dari balik pintu. )ntah, setiap kali ia datang, senantiasa menjadi
ancaman bagi ibuku. Barangkali, karena utang ibu belum lunas hingga membuat ibu waswas. $tau ibu
khawatir keinginan untuk berutang baju baru lagi tak terkendali.

Untuk menghindari kedatangan, dan teriakannya yang sumbang itu. Banyak cara ibu lakukan. %adang,
ibu segera mengunci pintu halaman dari luar hingga ia mengira, ibu sedang bepergian. %adang, ibu
segera mengemasi baju#baju basah dari atas jemuran, serta sandal hingga suasana rumah terkesan
sudah lama ditinggal bepergian oleh penghuninya. %adang juga, ibu menandai bayangan tubuhnya
saat berjalan menuju rumah kami. Biasanya, bentuk bayangannya lebih panjang. (an yang khas, kalau
bayangan itu adalah bayangan tukang bendring, adalah dari bentuk bayangan kepalanya yang lebih
panjang dan lebar.

Semua itu ibu lakukan karena semata#mata ibu malu lantaran tak bisa menepati janji untuk membayar
utang. Pernah juga, pada suatu ketika, saat tiba pada waktu tagihan, dan ibu tak ada cara lain untuk
menghindarinya ke rumah. Pagi#pagi, ketika dari jauh terdengar lengking anak#anak meneriaki tukang
bendring, tanpa ragu#ragu ibu keluar, dan aku mengira, ibu mau menghindar, namun ternyata tidak. (i
depan pintu ibu berdiri dengan gelisah.

”"bu mau ke mana?” tanyaku.

”-enunggu tukang bendring,” jawabnya tegas.

”"bu punya uang?”

”Tidak.”

$neh, bisikku. Bukannya selama ini ibu selalu menghindar? (an ketika perempuan tukang bendring itu
sampai di pertigaan jalan kampung, wajah ibu tiba#tiba pias dan tampak murung. -ungkin ia segera
bergegas pulang. Tetapi tidak, ibu tetap berdiri di situ, dan ketika perempuan tukang bendring itu mulai
mendekat, persis di pertigaan, perempuan itu berbelok ke arah kiri, seketika ibu merasa lega, sontak
mengajakku masuk.

amun tak lama berselang, tiba#tiba dari luar halaman terdengar suara sumbang seseorang. Pada
mulanya suara itu samar#samar, tetapi setelah beberapa saat suara itu kian lantang. (engan muka
pucat dan gemetar, ibu mengintip dari sela lubang pintu. (i luar, tampak seseorang mondar#mandir.

”/u, utangmu&”
”Sialan,” umpat ibu.

Selarik cahaya tipis menyelinap masuk lewat celah#celah jendela.

”%enapa, Bu?”

”Baju lebaranmu belum lunas.”

”/u, buka pintu,” teriaknya lagi.

%etika ia sudah berteriak#teriak, biasanya ibu tak bisa mengelak. %hawatir kalau#kalau para tetangga
lainnya keluar, lalu mendatangi rumah kami, dan mencibir. Untuk menghindari semua itu, dengan
malu#malu ibu terpaksa membukakan pintu. (an ia, dengan galak, membentak. -elampiaskan
kekecewaannya, yang barangkali sudah memuncak. Sementara ibu, hanya mengangguk.

2/

(an kini, sebagaimana dulu, tukang bendring itu terus bergegas, menapaki jalan setapak. %emudian
masuk ke sebuah gang sebelum akhirnya dengan ragu memasuki pekarangan rumah seseorang.
Sekilas sungging senyum terkembang.

(i halaman, orang#orang berkerumun. -ungkin sedang bergunjing. Sementara di tempat yang lain, di
beranda, beberapa perempuan duduk memanjang saling menisik rambut. (an ia? Perempuan dengan
bundelan sarung di kepalanya tanpa ragu#ragu segera masuk.

”Baju baru',” teriaknya, menawarkan barang dagangannya. Sontak perempuan#perempuan itu


menyambutnya.

”+arga?”

”(ijamin.”

-ata perempuan yang berkerumun terbelalak saat melihat aneka ragam baju baru tergelar di
depannya. -enggoda mata untuk segera memiliki. Tak penting, alasan tak ada uang. Toh, perempuan
yang kini menyajikan baju#baju baru itu dengan gayanya yang khas memberi mereka kelonggaran,
bayaran bisa dicicil seminggu sekali. -eski tak pasti.

”-urah.” "ntonasi suaranya ditekan. $dalah !astri, salah satu di antara para perempuan itu, segera
mengambil satu baju berwarna hijau. Sebelumnya, !astri melirik kepada para ibu, seakan minta
pendapat perihal baju yang dipegangnya hingga membuat mereka heran. Bagaimana mungkin.
Bukannya diam#diam belakangan !astri juga menjadi tukang bendring, pedagang baju keliling?

”!as, bukannya'.”

”"ni, Bu. +arganya?” !astri memotong. Barangkali !astri cari perbandingan harga.

”"tu baju sudah ada yang pesan.” Sepasang matanya kembali menatap catatan#catatan tagihan yang
belum lunas. -engerut dan berucap sinis, !astri belum melunasi utang#utang baju sebelumnya. 5rang#
orang melirik tak senang.

”Sudahlah. Sesama pedagang, berapa harga baju ini?” ketus !astri. Perempuan itu tak menjawab. "a
tahu, !astri memang belakangan menjadi tukang bendring, meski tidak di kampungnya sendiri.
Bahkan, tak jarang ia mendapatkan laporan bahwa diam#diam !astri tak keberatan jika ada seorang
lelaki ingin membayar tubuhnya daripada baju dagangannya.

3/

”"ni hanya cerita,” bisik ibu, sambil mengintip mereka dari balik jendela. ”!astri, dan tukang bendring
yang sudah renta itu. %amu masih ingat namanya, ak?” tanya "bu.
”-arkoya,” jawabku.

”a, -arkoya.”

"a, tukang bendring itu, -arkoya, namanya. Sebagaimana juga dulu, ketika kami masih asik bermain di
belakang rumahnya hingga sore menjelang malam. %ami sambil menunggunya datang. Tentu, yang tak
dapat kulupa sampai sekarang, sejak dua puluh dua tahun silam>aku meninggalkan kampung
halaman. Sepulang dari berkeliling sebagai pedagang baju bendring, ia suka membawakan kami oleh#
oleh jajanan pasar, kemudian dibagi#bagikan secara rata, sebelum akhirnya menyuruh kami pulang,
agar tidak telat pergi mengaji.

”Besok lagi mainnya. Sebentar lagi petang,” begitu katanya. $h, alangkah bijaknya perempuan itu.

111

(an kini, bersama ibu, aku hanya mengintipnya dari balik jendela. "a tampak tergesa#gesa. -elewati
 jalan setapak yang teramat terik. Sesekali ia menoleh. Barangkali kesal dengan sikap !astri, yang
sudah berjanji akan melunasi utang bendring. $tau dengan ibuku?

”Tak sembarang orang sekarang boleh mengambil barang dagangannya.”

”Termasuk !astri?” %usingkap jendela, perempuan tukang bendring itu sudah mulai menjauh. ”%enapa
dengan !astri, Bu?”

”Senok.” $staga, desisku tak percaya dengan ucapan ibu tentang !astri. Tidak percaya di kampungku
yang sekecil ini ada seorang senok, pelacur. )ntah sejak kapan. Tiba#tiba tanpa ditanya ibu
menambahkan.

”Sudah lama ia berpisah dengan -adrihmah. !alu, ia menjadi tukang bendring, tapi tidak di sini.”

”!antaran?”

”Senok&”

”(an -arkoya itu tak mau ngasih utang kepada senok?”

”-ungkin ia takut, bajunya dipakai ngelonte.”

 a, rasanya sulit dipercaya kabar, yang baru saja kudengar dari ibuku itu. Bagaimana mungkin, dalam
tempurung kampung sekecil ini hidup seorang senok, dan itu !astri, teman sepermainanku dulu.
Bukannya ia juga pedagang baju?

111

Sudah setengah hari -arkoya berkeliling. -elewati jalan setapak perkampungan, yang kondisi
tanahnya kelewat gersang. !elehan keringat tak membuatnya merasa gerah, namun sebaliknya, ia
umpamakan lelehan keringat itu sebagai air peneduh setelah berjam#jam berkeliling dari kampung ke
kampung. Berkunjung dari rumah ke rumah.

Sebagai tukang bendring, meski kadang hasilnya tak sebanding. Tak membuatnya putus asa.
-enyerah. Bertemu banyak orang jauh lebih penting, begitu ia menjawab setiap pertanyaan orang
tentang pekerjaannya.

”(agang hanya sampingan,” ujarnya sambil mengikat antara ujung kain.

+ari sudah menjelang sore. Tentu, masih banyak orang mesti ia temui. Banyak rumah mesti ia kunjungi.
%e Brudin, salah satunya, yang tempo hari memesan kain ka6an. %asihan, desisnya, sambil
memelankan langkahnya. Setelah melewati perbatasan kampung. %ini, ia tiba di sebuah pekarangan
rumah !astri. "a pun tak heran ketika di beranda tak terlihat seseorang. Bukannya ini hari sudah sore?
-aka, sebagaimana sering -arkoya lakukan setiap memasuki rumah seseorang, ia berucap salam, lalu
tanpa menunggu jawaban ia bergegas masuk, dan menuju langgar yang terletak di ujung barat,
samping rumah utama.

-arkoya duduk bersandar pada salah satu tiang penyangga. Tak lama berselang, !astri dengan tubuh
hanya dibaluti sarung hingga setinggi dada. Tampak pada lekuk#lekuk tubuhnya pasir putih masih
melekat, begitu saja datang menyamperi -arkoya. (an -arkoya, dengan berat hati menyambutnya
dengan senyum. Satu hal yang tak boleh dilupakan oleh seorang pedagang.

”Baju baru?” tanyanya.

”Beberapa.” !astri mengambil salah satu baju, bermoti6 batik.

”Utangmu belum lunas.” -arkoya membuka buku catatan.

”-inggu depan,” ujarnya, kemudian masuk, dan tak lama berselang !astri muncul dengan membawa
secangkir kopi. ”-inum dulu.” -arkoya tersenyum simpul. ”Sudah ketemu %e Brudin?” -arkoya
menyeduh kopi hangat. ”Tadi %e Brudin pesan, kalau sampean datang suruh ke sana.”

”2uru mengaji itu?” tanya -arkoya.

”a. Beliau ingin pesan baju baru untuk dipakai hari /umat. %asihan, bajunya cuma satu.”

”%e Brudin juga pesan kain ka6an,” desisnya lirih.

”(engan apa ia akan membayar?”

”(engan doa.”

”gawur. (oa tak membuat orang kenyang.”

”Buktinya, %e Brudin sampai sekarang masih segar bugar.” Seketika -arkoya tercengang. (iam#diam ia
membenarkan pernyataan !astri, meski ucapan itu terasa janggal. (alam bimbang ia terusik.
Bagaimana mungkin, bisiknya.

”%enapa?”

”%e Brudin',” desisnya.

”Sudah tua. Tak mungkin gitu#gituan.”

”-aksudmu, !as?”

”gamar,” selorohnya.

”-ulutmu.”

”!alu?”

”%ain ka6an,” suara -arkoya, serak dan serasa berat.

Sore hari di halaman. Pasir#pasir berhamburan. Pelepah nyiur dan janur seperti malas berayun. Selarik
cahaya senja membentuk garis tipis masuk lewat celah#celah bilik langgar tempat ia duduk bersandar
pada tiangnya, yang miring. Sesekali cahaya senja bergetar samar, sesamar gerakan kedipan matanya.
(an tak lama berselang, sebuah bisikan tanpa ia j elang datang, menggiringnya pada sesosok lelaki tua
renta. %e Brudin, desisnya. "a hanya menghabiskan waktunya untuk anak#anak, mengajari mengaji,
ilmu dunia dan akhirat, suara -arkoya lirih. -ungkin tak lama lagi ajal juga menjemputku.
”$h, sudah lama, saya tak membawakan anak#anak oleh#oleh. -ereka belajar mengaji kepada %e
Brudin.”

”Betul,” spontan !astri menyahut.

”Saya harus segera ke sana,” lekas mengikat ujung kain sarungnya. (an segera bergegas. Tapi sesaat
ia kembali dan bertanya.

”Baju koko?”

”Baju koko untuk shalat,” !astri menahan tawa.

”a. Saya segera ke sana. Utangmu minggu depan.” (an !astri. )ntah, seperti mukji0at lain muncul
mengusik. Selepas -arkoya, tukang bendring itu menghilang di pekarangan, tiba#tiba !astri merasakan
sesuatu yang aneh, dan teringat, pernah menjanjikan %e Bruddin kain ka6an.

 Yogyakarta
D!"!#$!r 2%%&'2%11

KIMPUL
$wan hitam merangkak pelan. $wan seperti itu setiap hari mengancam pada musim hujan dan
merupakan isyarat tak lama lagi hujan akan mencurah deras. 4urah hujan belakangan ini memang
tinggi. Banjir dan genangan air kemudian menyusul di beberapa tempat.

%impul belum bergerak dari tempat duduknya. Sejak pukul delapan pagi hingga pukul dua belas tengah
hari itu belum seorang pun singgah dan meminta jasanya. Biasanya, ia baru bergerak setelah hujan
rintik#rintik turun dan berlari jika rintik#rintik air itu bertambah besar. Terkadang ia terpaksa siap untuk
basah kuyup karena hujan deras mendadak turun tanpa memberi kesempatan kepadanya untuk
berlindung di tempat berteduh.

 Tempat berteduh yang nyaman bagi %impul adalah Stasiun Besar di seberang jalan raya yang jaraknya
kira#kira tiga puluh meter dari tempatnya bekerja. %e sanalah ia berlari dan berlindung selama hujan
mencurah. Berlari dan berlindung seperti itu setiap hari harus dilakukannya selama musim hujan. /ika
hujan tidak lagi berderai %impul kembali ke tempatnya semula, menunggu siapa saja yang
membutuhkan jasanya.
%impul masih menunggu dan berharap. -udah#mudahan ada orang yang singgah ke tempatnya
walaupun hanya satu orang karena selama dua hari belakangan ini tidak seorang pun menyapanya dan
duduk di kursi di depannya. "a menatap toko#toko buku baru dan buku bekas yang berjejer tidak jauh di
depannya, toko#toko yang menghambat pemandangan ke lapangan di belakangnya. (ulu, semua toko
buku itu tidak ada dan setiap orang yang berada di Stasiun Besar, yang sedang melangkah atau
berkendaraan di jalan raya atau berdiri di tempat %impul duduk saat itu, dengan leluasa dapat melihat
lapangan di belakang toko#toko buku itu.

(i keempat sisi lapangan rumput itu terdapat parit yang membatasi lapangan dengan lahan kosong
yang lebarnya lima belas meter di sekeliling lapangan. Tidak sedikit orang lalu lalang di lahan kosong
ini, karena di sana banyak gerobak yang menjual makanan dan minuman. Para penumpang kereta api
dari luar kota yang turun di Stasiun Besar umumnya makan dan minum di lahan kosong ini.

Pada tengah hari, para penjual obat kaki lima berteriak#teriak berkampanye di lahan kosong yang
teduh di bawah kerimbunan pohon#pohon besar yang telah puluhan tahun berdiri di sana. Semua
penjual obat berlomba memamerkan kehebatan mereka berorasi agar pengunjung yang melingkar di
sekitar mereka mau membeli obat yang mereka jajakan. (an, setiap orasi pastilah memuji
kemujaraban obat. Begitu orasi selesai biasanya ada saja pengunjung yang langsung membeli obat
mereka.

-asih erat melekat dalam ingatan %impul bahwa seorang penjual obat kaki lima itu berhasil
meningkatkan diri menjadi bintang lm. Semula ia hanya menjadi guran dalam lm ”!ewat /am
-alam” yang disutradarai Usmar "smail. "a kelihatan beberapa detik di layar putih, karena hanya
berperan sebagai orang yang harus berjalan kaki dari sebuah pintu ke pintu lain yang jaraknya hanya
tujuh meter. Tapi, setelah itu ia muncul dalam beberapa lm lain sebagai pemeran utama. +ebat si
(joni, ujar %impul kepada dirinya sendiri.

Begitu cepatnya keadaan berubah, %impul membatin. (ulu, lapangan luas itu selalu digunakan untuk
tempat berbagai rapat umum dan upacara peringatan hari kemerdekaan sambil mendengarkan pidato
Bung %arno. ibuan murid sekolah S-P dan S-$ diwajibkan hadir di sana untuk mendengarkan pidato
berapi#api Pemimpin Besar e@olusi yang gagah itu.

(i selatan lapangan rumput itu terdapat hotel megah peninggalan penjajah Belanda. %ini hotel itu tidak
kelihatan lagi karena telah berganti dengan gedung milik sebuah bank dengan lapangan parkir yang
luas. (i utara lapangan, di /alan umah Bola, terdapat sebuah tempat pertemuan orang#orang Belanda
yang setelah kemerdekaan diberi nama Balai Prajurit. Balai itu sirna sudah karena di lokasi itu telah
dibangun sebuah pusat perbelanjaan yang senantiasa rampai pengunjung.

%impul merasa perubahan terjadi begitu cepat tanpa menyadari bahwa ia telah empat puluh tahun
menjual jasanya di pinggir lapangan itu sejak berusia dua puluh lima tahun. %arena kondisi yang
berubah ini, nasib %impul turut berubah. %alau dulu banyak orang yang satu pro6esi dengan %impul
bekerja di bawah pohon rindang di pinggir lapangan, kini hanya dia dan seorang lagi yang masih
menawarkan jasa di sana. %alau dulu tanah kosong yang mengelilingi lapangan terasa teduh karena
beberapa pohon rimbun berdiri kukuh di sana, kini tanah kosong itu lenyap sudah karena seluruhnya
ditelan ruko#ruko yang beroperasi hingga malam hari. 4ahaya matahari langsung jatuh di toko#toko
buku itu, karena sebagian pohon telah ditebang.

Sekarang, lahan kosong pun semakin sempit. (i lahan kosong yang sempit itulah %impul dan seorang
temannya membuka praktik sebagai pemotong rambut yang la0im disebut tukang pangkas. (engan
hanya bermodalkan sebuah kursi lipat, sebuah cermin yang diikatkan ke sebuah tiang, seperangkat alat
pemotong rambut yang dibawanya di sebuah tas kecil yang kumuh dan sebotol air, ia siap melayani
siapa saja. hingga menjelang magrib.

$wan hitam yang merangkak tidak lagi kelihatan. +ujan juga tidak jadi berkunjung. +ari kembali cerah
hingga sore hari. %impul masih menunggu. Ternyata tidak ada orang yang ingin meminta jasanya untuk
memangkas rambut. %etika magrib memperlihatkan wajahnya, %impul mengambil cermin dari tiang
yang dipancangnya, mencabut tiang itu, melipat kursi yang sejak pagi didudukinya, mengambil tas
kumuh yang berisi alat#alat cukur dan membuang air yang tersimpan dalam botol. Setelah itu dengan
mengayuh sepeda ia pulang tanpa memperoleh uang sepeser pun seperti dua hari sebelumnya.

111

%etika %impul terangguk#angguk karena mengantuk, ia mendengar seseorang memanggil namanya. "a
segera membuka mata dan berdiri. Seorang lelaki muda berusia sekitar tiga puluh lima tahun berdiri di
depannya sambil tersenyum. "a menyilakan laki#laki itu duduk di kursi lipat yang sebelumnya
didudukinya. %impul menduga laki#laki itu akan memotong rambut. !aki#laki itu menolak dengan sopan
dan tetap berdiri.

”Pak %impul, kan?” kata lelaki muda itu bertanya.

”Benar, saya %impul”.

”-asih kenal saya, Pak?”

%impul menatap laki#laki itu, memperhatikannya dan mencoba menggali ingatannya. "a tidak berhasil.
%arena itu ia menggeleng dengan sopan.

”Saya (asuki.”

”(asuki?” %impul kembali mencoba membangunkan memorinya. Sekali lagi ia tidak berhasil.

”Tidak apa#apa, Pak, kalau tidak ingat. -aklum peristiwanya sudah lama sekali. !ima tahun. 4ukup
lama memang.”

%impul semakin tidak mengerti semua yang diucapkan laki#laki itu. /angan#jangan dia salah alamat.
-ungkin saja yang dicarinya memang %impul, tapi %impul yang lain. !aki#laki yang menyebut namanya
(asuki itu tidak ingin melihat wajah %impul yang bengong seperti itu.

”!ima tahun lalu saya pangkas di sini. Pak %impul yang memotong rambut saya. %etika Bapak akan
mencukur janggut, kumis dan cambang saya, tiba#tiba turun hujan deras. Saya menyambar sepeda
motor dan segera memacunya ke stasiun itu untuk berteduh,” katanya sambil menunjuk ke arah
Stasiun Besar. %impul mendengarkan dengan serius.

”Saya melihat Pak %impul berkemas dan membawa semua peralatan Bapak ke stasiun. 4uma, karena
banyak orang di sana, saya benar#benar tidak tahu di mana persisnya Pak %impul berteduh. +ingga
hujan berhenti dan semua orang meninggalkan emper stasiun, saya juga tidak melihat Pak %impul.
%arena saya harus segera kembali ke kantor, saya tidak kembali lagi ke tempat Bapak bekerja. Saya
langsung pergi dengan janggut, kumis dan cambang yang belum dicukur. Saya buru#buru karena
mempersiapkan kepindahan saya ke /akarta dua hari setelah itu.”

%impul masih dengan tekun mendengarkan penjelasan orang yang bernama (asuki itu.

”!ima tahun saya terganggu karena belum membayar ongkos pangkas rambut itu. %arena itu hari ini
saya sempatkan ke sini, pada saat saya sedang bertugas ke kota ini. Saya ingin membayar utang saya
itu.”

Begitu selesai mengucapkan kalimat itu ia mengambil uang dari sakunya dan menyerahkan p 8<<.<<<
kepada %impul. %arena %impul masih tidak memahami cerita laki#laki itu, ia diam saja dan tidak berani
menerima uang yang diulurkan kepadanya. (asuki memberikan uang itu ke tangan %impul dan
menggenggamkannya.

”Permisi, Pak %impul, saya harus pergi sekarang untuk rapat. %alau sempat saya akan datang lagi,”
kata orang yang bernama (asuki itu sambil melangkah pergi.

%impul merasa uang yang tergenggam di tangannya itu bukan miliknya. "a pasti salah alamat, pikir
%impul. %arena itu %impul buru#buru berjalan ke arah laki#laki itu pergi. Setelah itu ia berlari#lari kecil di
keempat sisi lapangan, namun laki#laki tidak ditemukannya. "a kembali ke tempatnya bekerja dengan
napas tersengal#sengal. %impul benar#benar tidak tahu apa yang akan dilakukannya dengan uang p
8<<.<<< di tangannya itu.

"a berpikir keras dan menggedor ingatannya. $khirnya ia sampai kepada kesimpulan bahwa semua
yang diungkapkan laki#laki itu tidak benar dan tidak pernah terjadi. "ngatannya cukup kuat untuk
mengetahui semua itu. !alu mengapa ia memberikan p 8<<.<<< sedangkan biaya pangkas lima tahun
lalu cuma p A.<<<. %impul bergumam, dari mana pula orang bernama (asuki itu tahu namaku,
padahal aku tidak pernah menyebutkan namaku kepada pelanggan karena memang tidak ada yang
pernah bertanya.

111

”Bagaimana (as? %etemu dengan orang yang kamu cari?”

”Tidak,” sahut (asuki menjawab pertanyaan istrinya.

”!alu bagaimana?”

”$ku mengelilingi lapangan itu. +anya dua orang tukang pangkas yang aku temukan. ang satu masih
muda dan yang seorang lagi, aku rasa berusia lebih dari enam puluh tahun. -ungkin sekitar enam
puluh lima tahun. Sebelum aku menghampiri orang tua itu aku bertanya dulu kepada penjaga toko
buku bekas yang kumasuki sebelumnya. (ialah yang memberikan nama %impul itu kepadaku.”

(asuki menunggu reaksi istrinya. "stri (asuki menunggu kelanjutan cerita suaminya.

”!alu aku datangi orang tua itu dan kuberikan p 8<<.<<<. $ku ceritakan alasan mengapa aku
memberikan uang itu. (ia bengong dan mulanya tidak mau menerima uang itu. Tapi aku berikan uang
itu kepadanya dengan menggenggamkannya. Setelah itu aku pergi dan berjanji akan datang lagi kalau
aku masih punya waktu luang.”

”%amu yakin bukan itu orang yang kamu cari?”

”$ku belum lupa wajah orang yang dulu memangkas rambutku. Pipinya kempot, kepalanya botak dan
tubuhnya ceking. $ku melihatnya begitu aku selesai makan gado#gado yang enak di pinggir lapangan
itu. %arena kasihan aku segera menghampirinya, duduk di kursi kayunya dan memintanya memotong
rambutku. Padahal sebelumnya aku berniat memotong rambut di barber shop di sebelah kantorku.
+anya karena aku ingin makan gado#gado dulu makanya aku pergi ke pinggir lapangan itu, bertemu
dengan orang tua itu, jatuh kasihan dan memintanya memangkas rambutku.”
-elihat (asuki menceritakan hal itu dengan lancar istrinya tersenyum dan tidak bertanya apa pun.
(asuki yang merasa perlu memberikan penjelasan lebih lanjut.

”5rang yang kuberi p 8<<.<<< itu berambut lebat, beruban dan tidak kurus. Tapi dengan memberikan
uang itu aku merasa utangku telah terbayar.”

”%amu yakin akan merasa tenang setelah membayar utang itu walaupun bukan kepada orang yang
berhak menerimanya?”

!ama (asuki menunduk dan terdiam. %emudian ia menengadah dan menatap istrinya.

”$ku tidak tahu. $ku harapkan begitu.”

 /akarta, ;< /uni ;<88

MUDIK 
$yah adalah ayah dan kita tahu orang tua tidak berubah. "a bangun untuk melakukan shalat subuh.
Selesai mandi, ayah akan duduk di beranda. (i atas meja rotan dekat @as berisi kembang plastik,
sudah tersedia segelas kopi. Setelah minum seteguk, ayah akan mengeluarkan skuternya dari garasi
dan menghidupkannya.

(emikian ritual yang dijalankan ayah tiap pagi sejak dua puluh#tiga puluh tahun lalu sampai saat kita
mudik kali ini. %acamata ayah adalah yang ia pakai ketika meminang ibu. Setiap tahun kita
membelikannya sarung tetapi ia menyimpannya di lemari. $yah memakai sandal yang ia pakai tahun
lalu, dua tahun lalu, tiga tahun lalu, bahkan kita tidak pernah ingat melihatnya berganti sandal baru.
 Tatkala kita memberinya sepasang 4rocs warna ungu !ebaran lalu, ia seperti tersinggung alih#alih
tersanjung, apalagi terharu.

"bu rajin bin tabah. Bangun pagi#pagi, mendidihkan air, menyeduh kopi, mencuci pakaian, menyiapkan
sarapan, dan kita tidak ingat kapan ibu pernah tidak begitu, termasuk hari minggu, hari libur, atau
!ebaran seperti sekarang. "bu pula yang menyapu, mengepel, menanak nasi, memasak, menjahit,
memberi makan kucing, dan menyiram tanaman. "bu tidak mengomel soal uang belanja layaknya istri
kita merecoki kita. "bu tidak pernah meminta ayah keluar malam#malam seperti istri kita menyuruh kita
membelikannya martabak pada pukul sebelas malam. "bulah yang melarang kita mengajak anak gadis
orang nonton bioskop sebelum yakin hendak menikahinya. "bu mengajari kita agar membawa jeruk bila
mengunjungi orang sakit. (ari ibu kita tahu riwayat sanak saudara dan tetangga#tetangga.
%akak ada kalanya bersikap manis tetapi lebih sering sinis. "a hanya menjajani kita bila hendak
meminta tolong kita membantunya mengerjakan sesuatu atau membujuk kita merahasiakan
kesalahannya. Bila datang bulan, ia menjadikan kita bulan#bulanannya. %akak malas, sejak dulu sampai
sekarang, tetapi ia dapat disebut berhasil dalam sekolah serta kariernya dan kita tahu pasti itu berkat
doa ayah#ibu selain bahwa ia memang tidak bodoh. Pulang mudik bersama suaminya, mereka masih
tidur meskipun matahari sudah tinggi dan baru bangun menjelang siang.

$dik selalu merongrong. -inta uang. Tahun ini ia akan lulus S-$ dan uang yang ia minta semakin
banyak. Sama seperti semua remaja yang mulai berjerawat, adik berpacaran. 4inta monyet. %ita cemas
ia tidak mau meneruskan sekolah dan memilih menikah muda. Soalnya ia sudah memperkenalkan
pacarnya, seorang entah gadis entah tidak lagi, yang menindik hidung, puser, dan lidahnya. Saat
bertemu, kita juga melihat anak itu menyemir rambutnya, mengenakan sepatu bot, dan memakai
maskara hijau. %ita pikir adik sudah gila atau kena guna#guna. amun, pacar adik itu cukup sopan,
bahkan untuk ukuran ayah dan ibu. +anya penampilannya menjengahkan dan bisa membuat orang
salah menilainya. -ungkin itu disebut sensasi mengekspresikan diri.

111

(ahlan sekarang sudah menjadi orang. Tahun ini ia pulang mudik membawa +onda 4 edisi terbaru.
%e mana#mana ia membagikan kartu nama. "a sudah menjabat direktur sebuah BU- dan suka main
gol6. (i $liyah dulu, (ahlan siswa yang jorok. Setelah menjadi pejabat pun ia tidak pandai berpakaian.
Bila mengenakan kemeja batik, kancing pada bagian perutnya sering lepas mempertontonkan
pusernya karena ia tidak juga mengenakan singlet. Tak jarang ia lupa menaikkan retsleting celananya
pula, persis saat masih sekolah. Untuk itu kini ia memiliki asisten yang senantiasa mengingatkannya.
Padahal, ia cukup menyiasati kemungkinan keteledorannya dengan mengenakan baju yang lebih
longgar dan panjang. asib orang tidak ada yang tahu. 5rangtua (ahlan sangat bahagia d an suka
bercerita mengenai anak mereka.
Sumarni menjadi perancang program komputer. "a mampu memecahkan semua masalah teknis pelik.
(ulu ia menolak dikawinkan setelah lulus kuliah dan bersikeras melanjutkan pendidikan ke /epang.
Pulang dari /epang ia pergi menuntut ilmu ke Swiss. %embali dari Swiss ia berangkat lagi mencari
pengalaman ke -assachusetts. "a tidak jelek, hanya tidak terlalu suka bergaul. "a tidak pernah punya
inisiati6 memulai pertemanan sehingga orang menganggapnya tertutup dan menjaga jarak dengannya,
baik pria maupun wanita. Bila orang mulai bicara soal cowok, gaya berdandan, dan seks, Sumarni
biasanya langsung menyingkir. %ini Sumarni pulang membawa sejumlah gelar, termasuk S#C.
ambutnya sudah beruban dan kacamatanya menebal. Tahun ini orangtuanya berancang#ancang
menjodohkannya dengan seorang peternak sapi.

 /oko, di 0amannya siswa paling ganteng di kelas, sekarang menjadi koruptor. "a mudik untuk meminta
maa6 kepada ayah#bundanya dan memohon didoakan agar diberkahi re0eki. Ternyata koruptor selama
ini menganggap kesempatan yang diperolehnya merupakan limpahan re0eki berkat doa#doanya dan
doa orangtuanya. ”"tu sudah re0eki gue, kenapa sirik?” cetus /oko membela diri. $rlojinya kini oleD
Perpetual berantai emas ;; karat. "a siap membantu warga kampung. Pak T menerima p 8< juta
untuk membangun rumah -ak "cih yang hampir roboh. Pak !urah mendapat p ;A juta untuk
membantu petani membeli pupuk. Pak 4amat konon memperoleh sampai p C< juta entah untuk apa.
Semua orang, kecuali %P%, melihat /oko tokoh yang sukses dan murah hati. ”/oko tidak korupsi. "a
mendapat semuanya karena rajin berdoa,” kata Usta0 /amil.

%ita tidak bisa melupakan Santi. $lisnya, matanya, bibirnya, lehernya, jemarinya, dadanya,
pinggangnya, pinggulnya, betisnya, pernah membuat jiwa dan raga kita meradang menerjang. (ulu,
melihat atap rumahnya saja kita sudah senang bukan alang kepalang. Sampai mudik ke berapa pun,
Santi terlihat cantik dan bersih. Santi telah menikah tiga tahun lalu dengan juragan tahu asal
Sukabumi. %ita merasa jengkel dan menyesal, padahal punya banyak peluang menyatakan cinta
kepada Santi. %ita malu menjadi pengecut. Setiap kali mudik kita mencari tahu kabar Santi. Tahun ini
kita tahu Santi telah diboyong suaminya ke 4iamis. Sepertinya usaha suaminya berhasil dan kita hanya
bisa berharap Santi menikmati hidupnya sebagai istri juragan. 4inta memang kadang#kadang tidak
mudah. Perlu keberanian untuk membawa cinta keluar dari sekolah. amun, banyak cinta kehilangan
sihir dan sarinya setelah meninggalkan halaman $liyah.

111

Sekolah merupakan monumen masa lampau. %ita pasti mampir ke sana. +alaman rumputnya terlihat
sudah mengering dan menciut skalanya. Sebagian lahan telah dibangun kelas#kelas baru di atasnya.
 Tak tersisa cukup tempat untuk bermain alip#alipan lagi. -aka, anak#anak sekarang bermain bola
melalui PlayStation. Pohon beringin di tengah pekarangan sekolah sudah ditebang dan bekasnya
dipasangi pa@ing block. !onceng yang dipukul sudah di ganti dengan bel listrik yang diatur otomatis
berbunyi pada waktu tertentu. Pak -aman sudah dipecat sebab tidak dibutuhkan lagi orang untuk
memukul lonceng dan memotong rumput. Pak Silitonga, guru sika, sudah wa6at akibat TB4. "bu
 /umilah yang mengajar geogra telah pensiun dan kini sakit#sakitan. %ehidupan guru, entah mengapa,
selalu tragis. Setiap kali mudik dan mampir ke sekolah, kita tidak dapat menahan air mata yang tahu#
tahu sudah berlinang.

 Toko kitab Pak 3ongso masih buka. -asih menjual buku mewarnai, komik terbitan lokal, beberapa jilid
buku memasak dan menjahit, serta no@el#no@el lama seperti 4intaku di %ampus Biru dan +amlet,
Pangeran (enmark. Semuanya buku lama atau buku yang asalnya baru tetapi jadi lusuh lantaran lama
tak laku#laku. Tak ada buku pelajaran dijual di sini sebab sudah diatur penyalurannya melalui sekolah
yang bekerja sama dengan penerbit buku. %alau Pak 3ongso tidak keras kepala, anaknya sudah
menutup toko buku ini dan membuka ka6e di sini. Pak 3ongso tidak mengenal kita lagi tetapi kita
mengenalinya. "a sudah u0ur sekali dan kini tidak memiliki gigi. $jaibnya, ia masih terlihat memakai
kacamata kulit kura#kura yang sama yang mungkin akan dikenakannya hingga akhir hayatnya.

Pasar !ama masih bertahan. %otornya dan baunya juga. Becak#becak yang menutupi sebagian jalur
 jalan di depan pasar pun ikut bertahan. Tukang#tukang becaknya mengingatkan kita kepada waktu
yang berlalu bergegas. -bok Umi masih berjualan gado #gado dan harganya masih tiga ribu. Bila harga
sayur#mayur, tahu, dan kacang naik, -bok Umi mengurangi porsinya sehingga harga jualnya tetap.
Pembeli bertambah sejak -bok Umi berjualan didampingi putrinya yang saban hari mengenakan tank#
top dan jins low#waist. /ika sedang berdampingan, kita dapat mempelajari perubahan 0aman dari sosok
-bok Umi dan putrinya. 3ak $lang, penjual ikan asin yang suka berkata jorok menggoda ibu#ibu, masih
berjualan. Sekarang dia tidak banyak ngomong lagi sejak sering sesak napas belakangan ini. Barangkali
sebentar lagi 3ak $lang akan mati.

%antor pos, P!, P($-, dan Telkom masih melayani dari gedung yang sama, bahkan pegawainya masih
yang dulu#dulu juga. %iranya suasananya tidak sesibuk dulu. 5rang sekarang bisa memilih membayar
rekening listrik dan tagihan P$- atau telepon melalui $T- dan tidak perlu mengunjungi 6asilitas
pelayanan di gedung#gedung tua yang menyeramkan. %e kantor pos? Untuk apa? Bukankah sejak
sepuluh tahun terakhir ini kita tidak pernah berkirim#kirim surat lagi? 3aktu seperti berhenti di sini.
-udik seperti kembali ke masa lampau. Bersyukurlah bahwa kita masih sempat mudik untuk menikmati
dan menghormati masa silam.

Ba()*(g + Ag*"t*" 2%11

BURUNG API SITI


Burung#burung api itu melesat dan menembus jantung para pembantai. Para pembunuh terbakar.
 Tubuh mereka menyala. Siti bertanya, ”-engapa bangau#bangau ini jadi ganas semua?”

 Tak ada keindahan seanggun tarian burung bangau yang sedang bercumbu. (an Siti menatap takjub
beratus#ratus pasangan bangau yang sedang berkencan itu. Burung#burung i tu serempak
mencericitkan kicau mirip tangisan paling pedih yang memekakkan telinga tetapi pada saat sama
mereka bergerak mirip penari keraton. -ereka mengayunkan sayap dalam gerak yang kadang#kadang
lamban, kadang#kadang cepat, kadang#kadang ritmis, kadang#kadang sembarangan. -ereka juga
melompat, berlari, melompat lagi, dan berlari lagi. (an yang membuat lelaki kencur 8< tahun itu lebih
takjub, bangau#bangau itu berdiri tegap saling menatap dengan paruh menusuk ke langit. "a tak tahu
kenapa sang pejantan hanya mengeluarkan suara sekali dan para betina berkali#kali.

"tulah pemandangan yang berulang#ulang dilihat oleh Siti dan berulang#ulang pula membuat dia
kehilangan cara untuk mengungkapkan ketakjuban. $kan tetapi, hari itu, pada 5ktober 8EFA saat angin
laut begitu asin dan amis, burung#burung bangau itu nyaris tidak melakukan gerak apa pun. "sya sudah
usai menghampiri kampung di ujung tanjung itu tetapi satwa#satwa tropis ini tetap saja membisu. Siti
menduga ada ratusan ular raksasa yang menelan mereka. (an dalam benak lelaki kencur itu hewan
melata yang menjijikkan itu mula#mula menyambar sayap, lalu menghajar, d an meng#kremus kepala#
kepala mereka.

%arena penasaran, Siti yang dari masjid hendak bergegas ke rumah, tiba#tiba berbalik arah menuju ke
tanah lapang yang dikelilingi hutan bakau tak jauh dari makam yang dikeramatkan. (ari tanah lapang
itulah, ia akan bisa dengan seksama melihat segala yang terjadi pada burung#burung bangau yang
berkerumun di tanah becek, di antara pohon#pohon bakau. Tentu jika memang benar ular#ular raksasa
itu melahap secara sembarangan burung#burung bangau kesayangan, dengan oncor G89 yang terus
menyala Siti akan mengusir binatang#binatang menyeramkan itu.
”%alian tak boleh menyakiti temantemanku,” kata Siti sambil mengacung#acungkan oncor kepada ular#
ular yang ia bayangkan sangat ganas itu.

 Ternyata tidak ada yang mencurigakan. Tak ada ular#ular raksasa yang berkeliaran. Tak ada satu pun
bangkai bangau yang berdarah#darah. atusan bangau itu justru nyekukruk  G;9 meskipun tetap
mencericitkan suara#suara kacau yang memekakkan.
”-engapa kalian tak menari?”

 Tak ada jawaban. Siti sama sekali tidak tahu sesungguhnya alam punya cara merahasiakan segala
peristiwa buruk kepada anak#anak. Bangau#bangau dan pohon#pohon bakau itu malam itu seakan#akan
menjadi benteng kokoh yang tidak bisa ditembus oleh mata lemah Siti. Saking rapat mereka
menyembunyikan segala hal yang terjadi di balik gerumbul bakau dan benteng bangau, Siti hanya
melihat semacam dinding tebal hitam memisahkan tanah lapang dari ujung tanjung. $kibat air
menyurut ujung tanjung itu berubah menjadi alun#alun penuh pasir, selongsong siput, dan aneka
kerang.

”$yolah, mengapa kalian tidak menari?” teriak Siti sekali lagi.

 Tetap tak ada jawaban. Tetap hanya angin amis yang menampar#nampar tubuh Siti yang terlalu rapuh
untuk berhadapan dengan amuk malam.

111

$pa yang disembunyikan oleh bangau#bangau dan pohon bakau? /ika saja telinga Siti tidak ditulikan
oleh kicauan bangau, sesungguhnya ada jerit panjang terakhir yang menyayat dari sebelas perempuan
dan laki#laki dewasa yang lehernya dipancung oleh para pembantai dari kampung sebelah. Para
pembantai itu meneriakkan nama $llah berulang#ulang sebelum dengan hati dingin mengayunkan
parang, sebelum dengan kegembiraan bukan alang kepalang menusukkan bayonet ke lambung.
”%ami harus membunuh mereka karena sebelumnya mereka akan membunuh kami,” kata seorang
serdadu.

”%ami harus membantai orang#orang yang menistakan agama ini karena mereka telah membunuh para
 jenderal terlebih dulu,” kata seorang pemuda berjubah serbaputih.

$pa yang disembunyikan oleh bangau#bangau dan pohon bakau? /ika saja mata Siti tidak dibutakan
oleh ratusan bangau yang membentuk semacam dinding pembatas, sesungguhnya ada puluhan
perempuan dan laki#laki dewasa, serta anak#anak kecil dari kampung sebelah mengarak sebelas
makhluk malang dibelit tali ke ujung tanjung. Para makhluk yang dianggap manusia paling laknat dan
bersekutu dengan setan itu, dipaksa untuk menggali kubur bagi dirinya sendiri di tanah lapang
berpasir. Setelah semuanya selesai orang#orang yang merasa paling suci menusukkan bayonet dan
mengayunkan parang sesuka hati ke leher atau ke punggung ringkih.

”/angan menganggap kami kejam'./ika sekarang mereka tak mati, pada masa depan mereka akan
membantai seluruh keturunan kami,” desis seorang perempuan nyaris tak terdengar oleh orang lain.

"a berbicara untuk dirinya sendiri.

”"ni tugas negara. Tak perlu kalian anggap ini sebagai kekejaman yang tak terampuni,” desis seorang
serdadu nyaris tak terdengar oleh serdadu lain.

"a berbicara untuk dirinya sendiri.

$pa yang juga tak didengar dan dilihat oleh Siti? Tangis bangau dan jerit pohon bakau. -ereka gigrik
menyaksikan segala peristiwa yang terjadi saat itu karena $llah tidak menyembunyikan sorak#sorai dan
tarian suka cita para pembantai setelah makhluk bantaian terbunuh kepada mereka.

!alu makin malam laut kian pasang. Para pembantai telah kembali ke rumah. Sorak#sorai menghilang.
 Tanah lapang di ujung tanjung telah tenggelam. Pasir yang semula digenangi darah dengan cepat
terhapus. Segalanya sunyi diam. Segalanya dilupakan oleh para pembantai dan saksi mata
pembunuhan kejam itu.

111

$kan tetapi 5ktober yang kian panas dan ganas tetap saja tak memiliki cara lembut untuk
memperkenalkan kematian kepada Siti. Para pembantai >yang dari bisik#bisik di kampung sebelah
telah dirasuki arwah para jenderal yang dibunuh di kota yang jauh>sepanjang siang sepanjang malam
mencari siapa pun yang dianggap sebagai para pemuja iblis, yakni iblis#iblis yang senantiasa mengibar#
ngibarkan bendera palu arit dan menari#nari sambil bernyanyi#nyanyi saat menghajar para jenderal dan
para pemeluk teguh.

$0war, ayah Siti, hanya karena tidak pernah mau bergabung dengan para serdadu dan orang#orang
yang mengaku paling suci, kali ini tak terhindarkan harus menjadi makhluk buruan paling dibenci.

Puluhan orang dari kampung sebelahHtentu bersama para serdadu dan lelaki beringas berjubah
serbaputih>menyerbu kampung di ujung tanjung setelah "sya yang sangat tenang itu. -ereka
mengasah amarah sambil menjulur#julurkan lidah, mengacung#acungkan parang, dan meneriakkan
kebesaran $llah berulang#ulang agar segala tindakan tersucikan dari kesalahan.

Untuk membantai $0war, kau tahu, seharusnya cukup seorang serdadu menusukkan bayonet ke
lambung. Tetapi mengutus serdadu yang ringih tidaklah mungkin. 3arga kampung di ujung tanjung
sangat mencintai $0war. -embunuh lelaki kencana yang senantiasa menjadi suluh kampung dalam
segala tindakan akan membuat warga kalap. %arena itu agar bisa meredam kemarahan para pemuja
$0war, tidak ada cara lain puluhan pembantai harus disiagakan.

”Bunuh, $0war& Selamatkan warga kampung dari iblis laknat ini&”

”Bunuh, pembela para pembenci $llah ini&”

”Bunuh dia&”

”Bunuh dia&”
Siti yang saat itu sedang mengaji dan mempercakapkan dengan $0war tentang perbedaan burung#
burung bangau di tanjung dari burung#burung ababil yang menghajar tentara gajah, terperanjat
mendengar teriakan#teriakan itu.

Setelah ia bertanya, ”$pakah para bangau bisa menjadi burung api?” dan dijawab $0war, ”Semuanya
bisa terjadi jika $llah mengi0inkan.” Siti lalu mengintip dari lubang jendela dan mendapatkan puluhan
orang mengacung#acungkan parang dan mengacungkan bayonet. "a juga melihat puluhan warga
kampung dengan gagang pendayung sampan mencoba menghalau para pembantai.

!alu teriakan pun berbalas teriakan. $cungan parang dan bayonet pun berbalas acungan gagang
pendayung. Pertumpahan darah akan segera terjadi jika tak seorang pun berusaha mencegah
pertempuran pada malam yang hanya disinari oleh separo bulan itu.

Pada situasi yang semacam itu, di luar dugaan Siti, $0war membuka pintu dan dengan langkah yang
sangat tenang menyibak kerumunan. 3arga kampung menghalang#halangi, tetapi $0war tetap
berusaha membelah kerumunan dan bergegas menghadapi para pembantai yang berteriak#teriak tak
keruan.

”Bunuhlah aku jika kalian anggap dengan membunuhku hidup kalian lepas dari iblis paling laknat,”
$0war berteriak membelah malam.

 Tak ada jawaban. Sebuah parang mengayun di punggung $0war.

”Bunuhlah aku jika kalian anggap dengan membunuhku kalian akan jadi manusia#manusia paling suci&”

 Tak ada jawaban. Sebuah bayonet ditusukkan ke lambung $0war.

 Tentu saja warga kampung di ujung tanjung tak bisa membiarkan $0war dibantai di depan mata
mereka. %arena itu sebelum leher $0war dipancung, sebelum tubuh $0war diseret dan dibuang ke laut,
warga kampung melakukan perlawanan.

!alu parang#parang dan bayonet pun beradu dengan gagang pendayung. Beberapa orang tertebas
parang, beberapa orang tertusuk bayonet, beberapa orang terhantam gagang pendayung sampan.

(i mana Siti? Siti tidak melihat pemandangan mengerikan itu. Pada saat sama burung#burung bangau
yang menghuni hutan bakau di kampung itu terbang bersama#sama dan mengepung orang#orang yang
sedang bertikai. Tak ada celah sekecil apa pun yang memungkinkan Siti melihat darah yang mengucur
dari lambung atau bacokan parang di punggung. Bangau#bangau tetap tak menginginkan kekejaman
dan kekerasan diendus oleh anak#anak sekencur Siti.

$kan tetapi 5ktober yang kian panas dan ganas tetap saja tak memiliki cara lembut untuk
memperkenalkan kematian kepada Siti. Teriakan#teriakan para pembantai kian keras. Teriakan#teriakan
yang dibantai juga tak kalah keras. (arah mengucur. Tanah berpasir di tanjung pun memerah hingga ke
ujung, hingga ke relung#relung cangkang siput dan kerang murung.

 Tak ada cara lain untuk menghentikan pertempuran sia#sia itu, kecuali burung#burung bangau di ujung
tanjung itu harus mengulang peristiwa bertahun#tahun lalu yang pernah dilakukan oleh nenek moyang
mereka. $tas i0in $llah, bangau#bangau yang riuh mencericitkan semacam 0ikir itu lalu meliuk#liuk ke
arah pembantai dan setiap liuknya menebarkan api. Bangau#bangau itu sebagaimana burung ababil
menjatuhkan batu#batu sijil dari neraka ke tubuh para pembantai. Batu#batu api itu bergesek dengan
udara, menembus dada para pembantai sehingga tubuh#tubuh para pembunuh itu terbakar. (an
karena para pembantai itu berlarian tak keruanHdan alhamdulillah $llah mengi0inkan dan tak berhasrat
membunuhnya>dari kejauhan tampak seperti panah#panah api yang melesat menembus kegelapan
malam.

Saat itulah Siti melihat segala peristiwa yang mengerikan itu. -elihat tubuh para pembunuh menyala,
Siti bertanya, ”-engapa bangau#bangau ini jadi ganas semua?”

 Tak ada jawaban. Siti hanya melihat $0war tertatih#tatih>dengan luka di lambung dan leher yang terus
mengucurkan darah>berjalan ke arah masjid dan sisa#sisa kilatan api para bangau yang terus riuh
mencericitkan semacam 0ikir menggores langit 5ktober yang perih. Siti hanya tahu kampung pada
akhirnya jadi sunyi kembali seperti tak pernah terjadi kekejaman agung yang tak tepermanai.

Siti hanya'

S!#ara(g , Ag*"t*" 2%11


BATAS TIDUR
 /ika hendak tamasya, kami akan pergi ke batas tidur, tubuh pun melayang#layang, terayun#ayun
seringan kapas. Benda#benda, gedung, gunung, laut, pohon, dan ternak terangkat, namun tetap
terpegang erat di tempatnya. %icau burung, suara serangga, dan desau angin, jernih dan jelas
sumbernya. Bisikan#bisikan menjadi percakapan nan merdu.

Sebelum berangkat kami akan berkumpul di lembah $stungkara, di hamparan yang kami sebut
campuhan, terbentuk oleh pertemuan dua sungai* Tukad Telagawaja dan Tukad Tugtugan. 5rang#orang
memercayai, campuhan adalah lembah suci, tempat mencari keheningan dan pelepasan. Seorang guru
akan membimbing kami, menyodorkan ajakan dan kepastian, ke wilayah mana kami akan tamasya.

 Tak seorang pun tahu asal Sang 2uru. %ami mengenalnya begitu kami mulai berkumpul di lembah
$stungkara, kemudian memanggilnya 2uru Tung, yang sehari#hari sibuk mengurus kebun, beristirahat
di gubuk beratap alang#alang, dengan tiang#tiang dan sekat bilik dari kayu. 5rang#orang kemudian
menyebut tempat itu sebagai pedukuhan $stungkara.
 /ika hendak tamasya, di pedukuhan itu kami berbaring terlentang menatap angkasa, memusatkan
lamunan pada bintang#bintang dengan rentang sekian juta tahun cahaya. Beberapa tergolek nyaman di
bawah pohon wani, jambu, mangga, atau durian. ang lain terbaring begitu saja di atas rumput
sehingga sekujur tubuh berselimut embun. $da yang nyaman telentang dalam bilik atau di emperan
pondok yang menghadap ke sungai. /ika sudah siap, 2uru Tung memberi aba#aba dengan helaan napas
supaya kami bersujud pada sunyi, memohon pada hening dan sepi, agar bersua dengan kosong sejati.

(alam kosong kami bisa mendengar detik#detik terakhir kami di bumi, saat berada persis pada batas
gelap dan terang, pada sekat tipis wilayah gemuru h dan sunyi. Batas#batas itu oleh 2uru Tung
diajarkan kepada kami sebagai peralihan antara terjaga dan tidur. ”Semua orang bisa memilih saat
hendak istirahat tidur. Tapi, tak seorang tahu detik ketika ia tertidur,” ujar 2uru. ”Siapa pun yang bisa
meraih detik ketika tertidur, ia akan tetap terjaga, rohnya melayang bisa melihat raga sendiri. iscaya
ia bisa memilih saat melepas roh dari raga untuk mati.”

%ami pun dibimbing untuk menguasai aji batas tidur, ilmu sederhana tapi bukan main sulit
mendapatkannya. %ami diminta memejamkan mata, mengintip dengan perasaan dan khayalan, saat#
saat menjelang tidur, sehingga bisa menyadari detik terakhir terjaga. Tapi, yang sering terjadi justru
kami terlelap tanpa tahu jam dan detik berapa kami tertidur.

%endati kami belum menguasai ilmu batas tidur, 2uru Tung selalu dengan senang hati membantu kami
melepas roh dari raga, sehingga kami bisa tamasya melayang#layang seringan kapas. aga yang kami
tinggalkan di bawah pohon, dalam bilik, di hamparan rumput, tak boleh dipindahkan dari
kedudukannya. /ika digeser, roh tak bisa kembali memasuki raga, matilah orang itu. Biasanya kami
meminta bantuan satu atau beberapa orang untuk tidak ikut tamasya, bertugas menjaga ketetapan
posisi jasad kami, karena siapa tahu tiba#tiba ada yang berkunjung, bingung melihat kami terserak
ketiduran, lalu menggoyang#goyang dan menggeser raga kami untuk membangunkan.

2uru Tung bercita#cita menciptakan rumus aji batas tidur agar mudah dikuasai dan dihayati kapan pun
oleh siapa saja. Seperti rumus Phytagoras yang memudahkan orang membuat sudut sembilan puluh
derajat setelah membuat kuadrat sisi miring sama dengan jumlah kuadrat sisi siku#siku. -enurut 2uru
 Tung, karena kematian adalah kepastian, ia bisa dijabarkan dengan matematika.

 /ika banyak orang menguasai aji batas tidur, orang sakit parah tak tersembuhkan tak perlu sengsara
karena bisa memilih hari kematian yang diinginkan tinimbang minum obat mahal tak kunjung
menyembuhkan dan terus memiskinkan. Tak akan ada orang digencet sakit hati dan putus asa tewas
gantung diri atau menenggak racun, karena ia akan memilih mati teduh lewat batas tidur. %ematian
bukan lagi maut yang seram menakutkan dan merepotkan, namun sebuah pilihan yang kapan pun bisa
diselesaikan sesuai keinginan, bisa dihitung seperti bil angan.
Pedukuhan $stungkara pun jadi terkenal, dikunjungi banyak orang dari berbagai benua dan pelosok
negeri, datang belajar untuk mati dengan pertolongan ilmu batas tidur. Bule#bule banyak di sini,
membuat iri para pemilik wisata spiritual di hotel dan @ila dengan menu tapa#yoga#semadi, karena
ditinggalkan peminat. Tapi, sedikit orang asing yang bisa ikut tamasya dengan bimbingan 2uru Tung
karena sebagai pelancong, waktu mereka sempit, tergesa#gesa, tak pernah sanggup bersujud pada
sepi, gagal memohon pada sunyi dan hening, untuk masuk ke dalam kosong. (i antara kami yang
berhasil adalah (ingkling, seorang terpidana mati yang di@onis tujuh tahun lalu. %arena berkelakuan
sangat baik, ia sering dii0inkan bermalam di pedukuhan $stungkara, dibimbing 2uru Tung ikut tamasya
bersama ke batas tidur.
 Tadi malam (ingkling datang ke pedukuhan, dan akan menjadi malamnya yang terakhir karena dini
hari ia akan berhadapan dengan regu tembak. %etika ditanya permintaan terakhir sebelum dieksekusi,
dengan gembira ia menjawab, ”"0inkan saya mampir ke pedukuhan $stungkar, untuk mendapat doa
restu 2uru Tung dan murid#muridnya.”

%ami merayakan perpisahan itu dengan tamasya bersama ke batas tidur. (ingkling memilih berbaring
menatap angkasa raya di bawah pohon leci, di antara rentang akar#akar yang menyembul ke atas
tanah. (ua sipir siaga menjaganya penuh awas. %ami yang menemani (ingkling tamasya segera
masuk ke dalam kosong. Tubuh pun melayang#layang, terayun#ayun seringan kapas, benda#benda
terangkat mengambang.

-enjelang dini hari, dua sipir itu membangunkan (ingkling, menggoyang#goyang tubuhnya. %etika
(ingkling tak juga bergerak, sipir itu panik. ”%ita angkat ke dalam, ayo&” teriak sipir yang kurus,
setengah menyeret tubuh diam itu.

%ami terjaga, secepatnya kembali dari tamasya. Bergegas kami bangkit dari tempat masing#masing di
atas rumput dan bawah pohon, menghambur ke dalam bilik. 2uru menatap tubuh (ingkling yang
lunglai di ubin. %ami saling pandang karena tahu (ingkling tak bakal kembali. "a meninggal dalam
tamasya batas tidur karena sipir memindahkan raganya dari bawah pohon leci ke dalam bilik.
”"khlaskan, mari kita berdoa, (ingkling sudah pergi dengan damai,” ujar 2uru. (ua orang sipir itu
ternganga, tak tahu bagaimana harus menjelaskan kepada komandan karena kelalaian mereka
membuat regu tembak yang sudah siaga urung bertugas.

Berita terpidana hukuman mati tewas di pedukuhan $stungkara beberapa jam menjelang eksekusi
menjadi berita besar, disiarkan tele@isi berulang#ulang, merambat cepat lewat pesan singkat telepon
seluler. -enjelang petang, gerombolan orang riuh di depan pedukuhan. Beberapa orang
mengacungkan kelewang, selebihnya menggenggam batu yang diambil dari sungai, siap dilempar ke
pondok. $da yang mengacung#acungkan obor. ”Bakarrrrr'& Bunuhhhhh'&” jerit mereka galak
berulang#ulang.

%ami gemetar, namun pasrah dan mencoba tenang. Sudah sejak lama berembus kabar, penghuni
pedukuhan $stungkara tengah menekuni ajaran sesat. 5rang#orang sangat meyakini itu karena yang
datang ke tempat kami adalah kaum terbuang, manusia#manusia yang dikucilkan karena depresi
menderita sakit tak tersembuhkan. Banyak yang dikenal sebagai pemadat, mantan preman, pemakai
narkoba yang kemudian mengidap $"(S, sengsara menunggu ajal. Sekarang, para penuduh itu punya
kesempatan melampiaskan amarah, berdesak#desak hiruk#pikuk sampai di tepi sungai, berteriak#teriak
kasar menantang dan mengumbar bermacam tuduhan. )mpat pemimpin mereka berdiri di pintu pagar
pepohonan. %ami masuk bilik menemui guru yang duduk bersila di lantai.

”Biarkan mereka masuk, sekarang saat menunjukkan siapa kita,” ujar 2uru lembut, tenang, dan
bersahaja.

)mpat pemimpin itu memasuki halaman, kami menyongsong mereka dengan memaksakan keberanian.

”-ana Pak Pektung?&” teriak pemimpin yang mengenakan destar melecehkan nama 2uru, dengan bibir
sinis menyeringai. Seingat kami, dia salah seorang tokoh yang punya @ila dengan wisata spiritual tapa#
yoga#semadi.

”%atakan pada gurumu, jangan memelihara iblis dan setan&” seru pemimpin yang bersarung.

”(osa besar kalau gurumu mengajarkan tentang semesta kepada kalian, namun tak menyebut#nyebut
kebesaran Tuhan,” ujar pemimpin yang mengenakan jas dan berdasi.

Pemimpin yang berkepala gundul menghampiri kami sembari berujar dengan datar, ”2urumu boleh#
boleh saja jadi pemimpin, tapi jangan menyesatkan umat.”

 Tapi, pengikut empat pemimpin ini sungguh sangar dan berlumur dengki. ”Bakarrrrr'& Bunuhhhhh'&”
teriak mereka sengit merangsek maju menerobos pagar tanaman. yala obor yang diacung#acungkan
kian terang karena petang akan sempurna, hari sebentar lagi malam. %ami masuk ke pondok diikuti
empat pemimpin itu. (i dalam, kami tercengang, guru tak ada lagi. %ami hanya menemukan onggokan
abu di tempat 2uru tadi bersila.

!elaki berdestar dan pemimpin bersarung tertawa terbahak menyaksikan onggokan abu itu. -ungkin
mereka menduga itu abu sisa pemujaan. -ereka berdua maju dan menendang gundukan abu itu
berulang#ulang sembari terus terbahak. !engking tawa bercampur gulungan debu beterbangan
memenuhi bilik. $bu terserak ke mana#mana.
 Tiba#tiba cahaya terang benderang menyilaukan menyergap, seperti usai gemuruh dentuman ledakan
bom. %ami terperangkap dalam kilatan dahsyat cahaya, tak sanggup melihat apa pun, harus
secepatnya memejamkan mata karena silau cahaya benderang itu akan merusak kornea. %ami tahu
yang seharusnya kami lakukan* segera telentang di lantai, tangan bersedekap di dada, menghadap ke
atap, mencoba masuk ke dalam kosong, agar segera melayang masuk angkasa. %ami melihat 2uru
berdiri. ”Sekarang mereka tahu siapa kita,” ujar 2uru pelan.

2uru Tung pernah bercerita, seseorang yang sempurna menguasai aji batas tidur, jika memilih saat
untuk mati, ia akan mengeluarkan energi panas membakar raga sendiri jadi abu. Setelah itu, ia akan
menjadi seberkas cahaya yang bisa menampakkan diri, sanggup bercakap#cakap dengan siapa saja,
kapan pun ia mau. %ami mengerti, 2uru Tung telah menjadi cahaya, moksa. $ji batas tidur adalah jalan
pelepasan, menuju pembebasan yang sempurna, hidup kekal abadi. (an yang tidak paham ketika
berhadapan dengan peristiwa pelepasan akan terbakar, seperti empat pemimpin itu. -ereka menjerit#
 jerit keluar halaman pedukuhan, menggelepar#gelepar menahan panas pada mata, buta, karena kornea
mereka binasa oleh sergapan kilatan benderang cahaya. Telinga mereka mendenging, tuli.
%erongkongan tercekat oleh hawa panas, akan membuat mereka gagap dan terbata#bata kalau bicara.

Setelah peristiwa petang itu, jika hendak bertemu 2uru Tung, kami akan telentang menatap angkasa,
memusatkan lamunan pada bintang#bintang jutaan tahun cahaya, bersujud pada sunyi, memohon pada
hening dan sepi, agar bisa bersua dengan kosong sejati. %ami akan terus di campuhan ini, meresapi aji
batas tidur, agar bisa memilih sendiri hari mati.

(enpasar, September ;<88

EPITAPH BAGI SEBUAH ALIBI


 /am meja memekik#mekik membangunkan Ilayya. Tangannya yang selicin pualam itu bergerak spontan
hendak mematikan alarm, melanjutkan kembara mimpi dari ranjang kamar apartemennya yang asri.
amun sel#sel otaknya mengingatkan ada pergantian jadwal siaran, sehingga dia harus siap di studio
dalam waktu F< menit ke depan. Badan lampainya melayang turun menuju kamar mandi, sembari
menanggalkan secuil busana yang masih tersangkut di ranum raga.

”$staga&” pekik Ila saat melihat lidahnya di cermin. (aging lembut merah muda itu dipenuhi
kerumunan ulat yang menggeliat. "si perutnya bergolak, memberontak dalam semburan brutal yang
mengubur wasta6el putih gading di depannya menjadi entah apa warnanya. (ibukanya keran air panas
sebesar#besarnya untuk mengusir anyir. (ipandanginya lagi cermin. /umlah ulat tak berkurang di
mulutnya, terus menggeliat. (isambarnya jubah mandi. %edua kaki lancipnya berlari menuju klinik ;C
 jam di lingkungan apartemen.

(i tempat lain, setengah jam bermobil jauhnya dari klinik, omero sang legislator sudah semalaman
begadang menyempurnakan da6tar pertanyaan dengar pendapat yang akan ditayangkan langsung
tele@isi swasta tempat Ilayya bekerja. Sebagai anggota dewan yang lebih sering tampil di
layar infotainment  ketimbang menghadiri rapat komisi, om sangat paham bahwa acara ini sebuah
kesempatan emas untuk menyepuh popularitas.
 Tiba#tiba ujung matanya menangkap gerakan aneh di bibir cangkir kopi. %edut seekor ulat tengah
berjuang mengangkat tubuhnya yang gendut. Tak percaya, om melongok isi cangkir kopi luwak itu.

Badannya sontak menggigil* isi cangkir tak ubahnya sauna ulat. om memasukkan jari telunjuk ke
dalam mulutnya, baru menyadari ada kedutan yang sama di sana. (engan panik diambilnya ponsel,
menekan tombol panggilan cepat. Tak ada jawaban yang diharapkan dari seberang. om mengetik
pesan pendek, dengan degup jantung melebihi kecepatan mobil dinasnya melesat di jalan tol.

111

(okter jaga tak bisa memberikan diagnosis akurat penyakit Ila, selain menebar sejumlah dugaan.
”Penyebabnya bisa dari makanan, in6eksi lingkungan, atau akibat kontak mulut dengan orang lain yang
sedang terjangkit,” katanya seperti mengutip buku teks. %alimat itu sudah cukup membuat Ila
melakukan kalkulasi, G89 (ari makanan jelas mustahil. Semalam dia makan bersama tiga narasumber
tayangan talk show yang dipandunya di studio, dan tak ada kabar mereka sakit. G;9 Terjangkit in6eksi
lingkungan juga tak mungkin, sebab sehabis siaran dia langsung pulang. $tau lebih tepatnya, diantar
pulang tanpa mampir ke mana pun.
 /adi' mungkinkah?
(ada mancung Ila bergemuruh. Pandangannya menyusuri layar ponsel, menemukan notikasi pesan
pendek yang belum sempat dibacanya* dari om.

Luv, kauy ta akn percya. em ui ku ! "edici #nt$l hosptl. %oon&


Sebuah pesan pendek yang hancur lebur dan meledakkan cemas* -ungkinkah om juga terjangkit?
$tau justru dirinya yang terin6eksi oleh lelaki beranak dua dari dua istri berbeda itu? -ereka memang
sempat bertukar sali@a dalam beberapa menit yang bergelora sebelum berpisah, ketika om mengelus
perutnya semalam.

Ponselnya kembali berdenting memberitahu pesan masuk yang baru. (ari Sekretariat edaksi
tempatnya bekerja*

"bak 'la, pak "ui( terkena infeksi mulut serius. )uga mas *a(i + mbak line. Pemred bilang mbak
segera check-up. mbil cuti dulu.
Sinting& -ui0 adalah Produser )ksekuti6 dan 2a0i juru kamera. (engan keduanya Ila tak pernah
memiliki hubungan asmara. !alu, bagaimana pula $line, asisten produser yang jarang bicara, bisa
terjangkit penyakit serupa?

(ua jam kemudian tele@isi berlomba#lomba memberitakan stop press yang tak la0im* penyakit
misterius menyerang mulut warga.
$da yang memberitakan heboh di sebuah T%, ketika para bocah yang antre makan menjerit ngeri
melihat tempat makan mereka dipenuhi ulat yang sempat mereka kira potongan cakwe. Tak satu pun
dari mereka yang tahu bahwa bencana pagi itu dimulai dari rumah Bagas, anak -ui0, yang sempat tak
mau sarapan kecuali disuapi sang ayah.

%anal T lain mewartakan kegemparan di sebuah kampus ketika dari mulut pengajar Iilsa6at Politik
berhamburan ulat yang membuat banyak mahasiswi pingsan ketakutan. Saluran tele@isi tempat Ila
bekerja menyajikan tayangan paling mencekam* 2uru %alip sekarat di ranjang rumah sakit. Padahal
semalam, 2uru %alip masih bersemangat dalam acara talk show berjudul ”-engupas $kar %orupsi
-assal dan )rosi -oral” yang dipandu Ilayya.
-erosotnya kesehatan 2uru %alip membuat seluruh saluran tele@isi membatalkan acara yang sudah
mereka programkan. Tak ada siaran langsung dengar pendapat dari gedung Parlemen, karena 2uru
%alip adalah guru dari semua guru yang pernah mengajar anggota (ewan. %etika konJik sosial pecah di
beragam tempat, 2uru %alip juga yang menjadi tumpuan akhir banyak pihak, hingga tak sedikit yang
menjulukinya sebagai :-ercusuar urani Bangsa:.

$wak media massa berlomba#lomba mewawancarai lusinan dokter ahli untuk mendapatkan in6ormasi
akurat tentang penyakit 2uru %alip. $palagi setelah dari menit ke menit, rumah sakit terus kebanjiran
pasien dengan gejala serupa di bagian mulut.

(ua jam sebelum mentari bertengger di pucuk hari, muncul keterangan resmi dari 3ali egeri bahwa
bencana nasional sedang terjadi. 3arga dianjurkan tetap di rumah, mengikuti perkembangan keadaan
melalui tele@isi dan sebuah situs web.

%eadaan 2uru %alip kian memburuk. !idahnya sudah membusuk sampai ke pangkal. Tim dokter
memutuskan, lidah itu harus dibuang. 2uru %alip menolak dengan alasan yang membuat alis para
dokter melengkung keheranan. ”Ulat#ulat itu juga hamba Tuhan yang harus disayangi dengan cinta
sejati. -ereka tak boleh dibunuh semena#mena. Pasti ada alasan mengapa Tuhan menempatkannya di
lidah saya, seperti Tuhan pernah menempatkan mereka bertahun#tahun di kulit $yub manusia mulia.”

”$pa maksudnya?” tanya wartawan yang merekam wajah Sang 2uru dari kejauhan, karena jijik dan
mual melihat gerombolan ulat yang seakan tak ada habisnya di dalam mulut tua yang, anehnya, selalu
tersenyum itu.

”%ebenaran akan mengungkapkan dirinya sendiri,” ujar 2uru %alip. Sesaat kemudian jiwanya bercerai
dari badan.

%epanikan langsung menggila karena dokter terahli pun masih belum tahu wabah yang terjadi.
3artawan yang mewawancarai istri 2uru %alip hanya mendapatkan jawaban singkat ”Ulat#ulat itu baru
muncul kemarin, setelah pagi harinya 2uru %alip bertemu empat mata dengan 3ali egeri,” jawab
sang istri.

 Tiga jam berikutnya pemakaman 2uru %alip dimulai dengan tembakan sal@o dan rangkaian acara
kenegaraan. 3ali egeri menyampaikan belasungkawa yang disiarkan langsung oleh seluruh saluran
tele@isi. ”+ari ini kita kehilangan sosok luar biasa yang selalu jujur dalam bicara dan bertindak. egeri
kita karam dalam duka mendadak yang lebih perih dari segala pedih penyebab sedih,” katanya dengan
ekspresi seperti sedang berdeklamasi.

”ang membuat saya, 3ali egeri, lebih bersedih hati adalah karena munculnya desas#desus bahwa
penyakit misterius 2uru %alip muncul beberapa saat setelah 2uru bertemu empat mata dengan saya.
$kibatnya, muncul tuduhan#tuduhan tak bertanggung jawab bahwa sayalah yang sebenarnya membuat
2uru %alip jatuh sakit. Saya nyatakan itu tidak benar&” ujar 3ali egeri dengan suara menggelegar. ”"tu
tnah tak bertanggung jawab&”

Ilayya yang sudah tergolek lemah di ranjang rumah sakit terbelalak ketika melihat seekor ulat
melayang dari mulut 3ali egeri yang sedang merintih sedih, ”Baiklah saya ungkapkan di sini, di
hadapan rakyat yang saya cintai, bahwa yang saya sampaikan kepada 2uru %alip hanyalah imbauan
agar selalu menyampaikan kebenaran setiap saat, di setiap tempat.”

 Tiga ekor ulat mendadak nemplok  di layar tele@isi. -engira dirinya berhalusinasi, Ila memindahkan
saluran ke kanal berbeda dan melihat 3ali egeri sedang mengepalkan tangan dengan suara
membahana. ”+al terpenting yang saya sampaikan kepada 2uru %alip adalah untuk terus
mengingatkan masyarakat bahwa hukum dan keadilan harus dijunjung tinggi, meski harus
mengorbankan keluarga dan orang yang kita cintai&”
Puluhan ulat berukuran besar dan kecil terus beterbangan dari mulut 3ali egeri selama dia bicara,
semakin memenuhi layar tele@isi yang hanya menyisakan sedikit bidang bersih.

-arah dan jijik melihat ulat#ulat terus menggeliat ke mana pun dia memindahkan saluran, Ila hampir
mematikan tele@isi ketika melihat sebaris teks berjalan* !egislator omero meninggal dunia dengan
gejala yang sama seperti dialami 2uru %alip.

-ata perempuan seindah mutiara itu langsung membasah, hatinya berdarah. "ngin rasanya dia
berteriak menuntut kepada Tuhan agar kekasihnya kembali dihidupkan. Tetapi ulat#ulat laknat di dalam
mulutnya yang terus menggeliat sudah mengunyah lebih dari separuh lidahnya. (ia tak bisa lagi
berkata#kata mesti begitu ingin.

(icobanya lagi untuk mengeluarkan suara. amun yang datang hanyalah kenangan saat omero
mengelus perutnya semalam. ”Setelah anak kita ini lahir Ila, hanya kau satu#satunya perempuan yang
tercatat dalam akta nikahku. 2uru %alip akan memimpin pernikahan kita, dan 3ali egeri sudah
bersedia menjadi saksi. Tidakkah itu menjadikanmu sebagai perempuan paling berbahagia di muka
bumi ini, 4inta?”

E(t-ko(g'Jakarta 2%11

KARANGAN BUNGA DARI MENTERI


Belum pernah Siti begitu empet seperti hari ini.

”Pokoknya gue empet ngerti nggak? )mpeeeeeeet banget&”

”%enape emang?” Tanya "ra, sohibnya.

”)mpeeeeeeeeeetttt banget&&”

$h elu& )mpat#empet#empat#empet aje dari tadi& )mpet kenape Sit?”

(i tengah pesta nikah putrinya, di gedung pertemuan termewah di /akarta, Siti merasa perutnya mual.
 Tadi pun belum#belum ia sudah tampak seperti mau muntah di wasta6el.

”)mang elu bunting Sit?” "ra main ceplos aje ketika melihatnya.
”Bunting pale lu botak& 2ue ude limapulu, tau?”

”eeeeeee& -ane tau elu termasuk keajaiban dunie&”

Usia A<, hmm, ;A tahun perkawinan, seperti baru sekarang ia mengenal sisi yang membuatnya bikin
muntah dari suaminya.

”Bikin muntah?”

”o#i& Bikin muntah'.


+ueeeeeekkk&”

Perutnya mual, begitu mual, bagaikan tiada lagi yang bisa l ebih mual. -eski sebegitu jauh tiada
sesuatu pun yang bisa dimuntahkannya.

”Bagaimana tidak bikin muntah coba&”

”ah& Pegimane?”

111

3aktu masih S-U, Siti pernah diajari caranya menulis naskah sandiwara dalam eks#kul, jadi sedikit#
sedikit ia bisa menggambarkan adegan di kantor seorang menteri seperti berikut.

Seorang sekretaris tua, seorang perempuan dengan seragam pegawai negeri yang seperti sudah
waktunya pensiun, membawa tumpukan surat yang sudah dipilahnya ke ruangan menteri.

"a belum lagi membuka mulut, ketika menteri yang rambutnya tak boleh tertiup angin itu sudah berujar
dengan kesal melihat tumpukan surat tersebut.

”+mmmhh& !agi#lagi undangan kawin?”

”%an musim kawin Pak,” sahut sekretaris tua itu dengan cuek. Sudah lima menteri silih berganti
meman6aatkan pengalamannya, sehingga ada kalanya ia memang seperti ngelunjak.

”-usim kawin? /aing kali:&”

amanya juga menteri re6ormasi, doi sudah empet dengan basa#basi. "a terus saja mengomel sambil
menengok tumpukan kartu undangan yang diserahkan itu. Satu per satu dilemparkannya dengan kesal.

”+eran, bukan sanak bukan saudara, bukan sahabat apalagi kerabat, cuma kenal gitu#gitu aja, kite#kite
disuru dateng setiap kali ada yang anaknya kawin. gepet bener. -ereka pikir gue kagak punya kerjaan
apa ya? -emang acaranya selalu malam, tapi justru waktu malam itulah sebenarnya gue bisa
ngelembur dengan agak kurang gangguan. egeri kayak gini, kalau menteri#menterinya nggak kerja
lembur, kapan bisa mengejar /epang?”

Perempuan tua itu tersenyum dingin sembari memungut kartu#kartu undangan pernikahan yang
berserakan di mana#mana.

”$h, Bapak itu seperti pura#pura tidak tahu saja'.”

Belum habis tumpukan kartu undangan itu ditengok, sang menteri menaruhnya seperti setengah
melempar ke mejanya yang besar dan penuh tumpukan berkas proyek, yang tentu saja tidak bisa
berjalan jika tidak ditandatanganinya.

”Tidak tahu apa?”

-enteri itu memang seperti bertanya, tapi wajahnya tak menunjukkan bahwa ada sesuatu yang tidak
diketahuinya.

”-asa: Bapak tidak tahu?”

”4oba "bu saja yang bilang&”

Perempuan berseragam pegawai negeri itu hanya tersenyum bijak dan menggeleng. Pengalaman
melayani lima menteri sejak 0aman 5rde Baru, membuatnya cukup paham perilaku manusia di sekitar
para menteri. Baginya, menteri re6ormasi ini pun tentunya tahu belaka, mengapa sebuah acara
keluarga seperti pernikahan itu begitu perlunya dihadiri seorang menteri, bahkan kalau perlu bukan
hanya seorang, melainkan beberapa menteri&

"a ingin mengatakan sesuatu, tetapi menteri itu sudah bergegas lari ke toilet pribadinya. (ari luar
perempuan berseragam pegawai negeri itu seperti mendengar suara orang muntah.

”+ueeeeeeekkkk&&&”

Perempuan itu masih tetap berada di sana ketika menteri tersebut muncul kembali dengan mata berair.
”Bapak muntah?”

-enteri yang kini rambutnya seperti baru tertiup angin kencang, meski hanya ada angin dari pendingin
udara di ruangan itu, membasuh air di matanya dengan tissue.

”Sayang sekali tidak,” jawabnya, ”kok masih di sini Bu?”

”%an Bapak belum bilang mau menghadiri undangan yang mana.”

”+adir? Untuk apa? 4uma 6oto bersama terus pergi lagi begitu,” kata menteri itu seperti ngedumel lagi.

K/adi, seperti biasanya? %irim karangan bunga saja?”

”"yalah.”

”Bapak tidak ingin tahu siapa#siapa saja yang mengundang?”

”+uh&”

Sekretaris tua itu segera menghilang ke balik pintu. -enteri i tu menggeleng#gelengkan kepala tak
habis mengerti. %adang#kadang orang yang mengawinkan anak ini tak cukup hanya mengirim
undangan, melainkan datang sendiri melalui segala saluran dan berbagai cara, demi perjuangan untuk
mengundang dengan terbungkuk#bungkuk, agar bapak menteri yang terhormat sudi datang ke acara
pernikahan anak mereka.

$pakah pengantin itu yang telah memohon kepada orangtuanya, agar pokoknya ada seorang menteri
menghadiri pernikahan mereka?

”/elas tidak&”

-enteri itu terkejut mendengar suaranya sendiri. "a merasa bersyukur karena sekretaris tua yang tiba#
tiba muncul lagi itu tidak mendengarnya.

”$pa lagi Bu?”

”%arangan#karangan bunga untuk semua undangan tadi'.”

”a kenapa?”

-enteri itu melihat sekilas senyum merendahkan dari perempuan berseragam pegawai negeri tersebut.

”-au menggunakan dana apa?”

-enteri itu menggertakkan gerahamnya.

”Pake nanya: lagi&”

111

Seperti penulis skenario lm, Siti bisa membayangkan adegan#adegan selanjutnya.

Pertama tentu pesanan kepada pembuat karangan bunga. %arangan bunga? +mm. -aksudnya tentu
bukan ikebana yang artistik karena sentuhan rasa, yang sepintas lalu sederhana, tetapi mengarahkan
pembayangan secara luar biasa. Bukan. "ni karangan bunga tanpa karangan. Tetap sahih meskipun
buruk rupa, karena yang penting adalah tulisan den gan aksara besar sebagai ucapan selamat dari
siapa, dan dari siapa lagi jika bukan dari -enteri egara Urusan %emajuan egara Bapak Sarjana Pa.B
GPokoknya $sal Bergelar9, yang berbunyi S)!$-$T L SU44)SS $T$S P)"%$+$ P$"-5 L TU!%")-,
putra#putri Bapak Pengoloran Sa.! GSarjana $sal !ulus9 (irektur PT Sogok bin %omisi L 4o.

!antas karangan bunga empat persegi panjang yang besar, memble, hanya mengotor#ngotori dan
memakan tempat, boros sekaligus muba0ir, dalam jumlah yang banyak dari segala arah, berbarengan,
beriringan, maupun berurutan, akan berdatangan dengan derap langkah maju tak gentar diiringi
genderang penjilatan, genderang ketakutan untuk disalahkan, dan genderang basa#basi seperti
karangan bunga yang datang dari para menteri, memasuki halaman gedung pernikahan yang telah
menjadi saksi segala kepalsuan, kebohongan, dan kesemuan dunia dari hari ke hari sejak ber6ungsi
secara resmi.
Satu per satu karangan bunga itu akan diurutkan di depan atau di samping kiri dan kanan pintu masuk
sesuai urutan kedatangan, agar para tamu resepsi bisa ikut mengetahui siapa sajakah kiranya yang
berada dalam jaringan pergaulan sang pengundang.

”Bukan ikut mengetahui,” pikir Siti, ”tapi diarahkan untuk mengetahui. Tepatnya dipameri. a, pamer.
%arangan bunga untuk pamer.”

Siti jadi mengerti, tak jadi soal benar jika tidak dihadiri menteri, asal para tamu melihat sendiri, bahwa
memang ada karangan bunga dari menteri. "ni juga berarti para pengundang seperti berjudi, tanpa
risiko kalah sama sekali, karena meski yang diundang adalah sang menteri, yang datang karangan
bunganya pun jadi&

Begitulah, saat karangan#karangan bunga itu datang, Siti telah mengaturnya sesuai urutan
kedatangan. "a mencatat dari siapa saja karangan bunga itu datang, karena ia merasa sepantasnyalah
kelak membalasnya dengan ucapan terima kasih, atau mengusahakan datang jika diundang pihak yang
mengirim karangan bunga, atau setidaknya mengirimkan karangan bunga yang sama#sama buruk dan
sama#sama mengotori seperti itu.

”$h, dari Sinta&”

 Ternyata ada juga yang tulus. -engirim karangan bunga karena merasa dekat dan betul#betul tidak
bisa datang. Sinta, sahabat Siti semasa S-U, mengirim karangan bunga seperti itu. (engan terharu,
Siti menaruh karangan bunga dari Sinta di dekat pintu, antara lain juga karena tiba paling awal. (i sana
memang hanya tertulis* dari SintaM bukan nama#nama dengan embel#embel jabatan, nama perusahaan
atau kementerian dan gelar berderet.

 Tiga karangan bunga dari menteri, karena datangnya cukup siang, berada jauh di urutan belakang,
nyaris di dekat pintu masuk ke tempat parkir di lantai dasar. Siti tentu saja tahu suaminya telah
mengundang tiga orang menteri, yang proyek#proyek kementeriannya sedang ditangani perusahaan
suaminya itu. Suaminya hanya kenal baik dengan para pembantu menteri tersebut, meski hanya tanda
tangan menteri dapat membuat proyeknya menggelinding. Tentu pernah juga mereka berdua berada
dalam suatu rapat bersama orang#orang lain, tetapi sudah jelas bahwa menteri yang mana pun
bukanlah kawan apalagi sahabat dari suaminya itu. Sama sekali bukan.

-aka, dalam pesta pernikahan putri mereka, bagi Siti pun karangan bunga dari menteri itu tidak harus
lebih istimewa dari karangan bunga lainnya.

amun ketika suaminya datang memeriksa, Siti terpana melihat perilakunya.

"tulah, setelah ;A tahun pernikahan, masih ada yang ternyata belum dikenalnya.

Suaminya, yang agak gusar melihat tiga karangan bunga dari tiga menteri saling terpencar dan berada
 jauh dari pintu masuk, memerintahkan sejumlah pekerja untuk mengambilnya. "a mengawasi sendiri,
agar terjamin bahwa ketika melewati pintu masuk, setiap tamu yang datang akan menyaksikan betapa
terdapat kiriman karangan bunga dari tiga menteri.

”ang ini ditaruh di mana Pak?”

Siti melihat seorang pekerja bertanya tentang karangan bunga dari Sinta, sahabatnya yang sederhana,
cukup sederhana untuk mengira karangan bunga empat persegi panjang seperti itu indah, dan pasti
telah menyisihkan uang belanja agar dapat mengirimkan karangan bunga itu kepadanya.

”Terserahlah di mana& Pokoknya jangan di sini&”

Siti melihat suaminya dari jauh. Suaminya juga minta dipotret di depan ketiga karangan bunga itu&

"a merasa mau muntah.

”+ueeeeeeeeeekkkk&&&”

111

"tulah yang terjadi saat "ra bertanya.

”)mang elu bunting, Sit?”


Ka#.*(g Uta( Sa$t* 3 S!.t!#$!r 2%11 %&03%
"klan

SALAAT DEDAUNAN
-asjid itu hanyalah sebuah bangunan kecil saja. amun, jika kau memperhatikan, kau akan segera
tahu usia bangunan itu sudah sangat tua. Temboknya tebal, jendelanya tak berdaun>hanya lubang
segi empat dengan lengkungan di bagian atasnya. Begitu juga pintunya, tak berdaun pintu. !antainya
menggunakan keramik putih>kuduga itu baru kemudian dipasang, karena modelnya masih bisa
dijumpai di toko#toko material.

-asjid itu kecil saja, mungkin hanya bisa menampung sekitar A< orang berjemaah.

amun, halaman masjid itu cukup luas. (an di hadapan bangunan masjid itu tumbuh pohon trembesi
yang cukup besar. -ungkin saja usianya sudah ratusan tahun. -ungkin saja si pembangun masjid ini
dulunya berangan#angan betapa sejuknya masjid ini di siang hari karena dinaungi pohon trembesi.
-ungkin saja begitu.

Begitu besarnya pohon trembesi itu, dengan dahan dan cabangnya yang menjulur ke segala arah,
membentuk semacam payung, membuat kita pun akan berpikir, masjid ini memang dipayungi
trembesi. 4antik sekali.
amun, masjid ini sepi. Terutama jika siang hari. Subuh ada lima orang berjemaah, itu pun pengurus
semua. -aghrib, masih lumayan, bisa mencapai dua sa6. "sya' hanya paling banyak lima orang. Begitu
setiap hari, entah sejak kapan dan akan sampai kapan hal itu berlangsung.

Bagi +aji Brahim, keadaan itu merisaukannya. Sejak, mungkin, N< tahun l alu dia dipercaya untuk
menjadi ketua masjid, keadaan tidak berubah. Bahkan, setiap /umat, jumlah jemaah, paling banyak CA
orang. Pernah terpikirkan untuk memperluas bangunan, tetapi dana tak pernah cukup. -encari
sumbangan tidak mudah, dan +aji Brahim tak mengi0inkan pengurus mencari sumbangan di jalan raya
>sebagaimana dilakukan banyak orang. ”Seperti pengemis saja',” gumamnya. Seiring dengan
berjalannya waktu, maka pikiran untuk memperluas bangunan itu tinggal sebagai impian saja. %as
masjid nyaris berdebu karena kosong melompong. (an itu pula sebabnya masjid itu tak bisa
memasang listrik, cukup dengan lampu minyak.

(aun#daun trembesi berguguran setiap hari, seperti taburan bunga para pe0iarah makam. Buah#
buahnya yang tua berserakan di halaman. Satu#dua anak memungutnya, mengeluarkan biji#bijinya
yang lebih kecil daripada kedelai itu, menjemurnya, menyangrai, dan menjadikannya camilan gurih di
sore hari. /elas tak ada orang yang secara khusus menyapu halaman setiap hari.

 Terlalu luas untuk sebuah pekerjaan gratisan. Semua maklum, termasuk +aji Brahim.

111

Suatu siang, seusai shalat /umat, ketika orang#orang sudah lenyap semua entah ke mana, +aji Brahim
dan dua pengurus lainnya masih duduk bersila di lantai masjid. +aji Brahim masih ber0ikir sementara
dua orang itu tengah menghitung uang amal yang masuk hari itu.

”Tiga puluh ribu, Pak,” ucap salah seorang seperti protes pada entah apa.

”$lhamdulilah.”

”(engan yang minggu lalu, jumlahnya OA.<<<. Belum cukup untuk beli cat tembok.”

”a, sudah' nanti kan cukup,” ujar +aji Brahim tenang.

Sesaat ketika kedua orang itu akan berdiri, di halaman dilihatnya ada seorang nenek tua tengah
menyapu pandang. +aji Brahim pun menoleh dan dilihatnya nenek itu dengan badan bungkuk, tertatih
mendekat.

”$laikum salam' nek,” jawab salah seorang pengurus, sambil mengangsurkan uang A<<#an.

 Tapi si nenek diam saja. -emandangi si pemberi uang dengan pandangannya yang tua.

”$da apa?” tanya +aji Brahim, seraya mendekat.

”Saya tidak perlu uang. Saya perlu jalan ampunan.”


Sesaat ketiga pengurus masjid itu terdiam. $ngin bertiup merontokkan dedaunan trembesi. Satu dua
buahnya gemelatak di atap.

”Silakan nenek ambil wudu dan shalat,” ujar +aji Brahim sambil tersenyum.

enek itu diam beberapa saat. Tanpa berkata apa pun, dia kemudian memungut daun yang tergeletak
di halaman. (aun itu dipungutnya dengan kesungguhan, lalu dimasukkannya ke kantong plastik lusuh,
yang tadi dilipat dan diselipkan di setagen yang melilit pinggangnya. Setelah memasukkan daun itu ke
kantong plastik, tangannya kembali memungut daun berikutnya. (an berikutnya. (an berikutnya'.

%etiga orang itu ternganga. Sesaat kemudian, karena melihat betapa susah payahnya si nenek
melakukan pekerjaan sederhana itu, salah seorang kemudian mendekat dan membujuk agar si nenek
berhenti. Tapi si nenek tetap saja memunguti daun#daun yang berserakan, nyaris menimbun
permukaan halaman itu.

+aji Brahim dan seorang pengurus kemudian ikut turun dan mengambil sapu lidi.

”/angan' jangan pakai sapu lidi' dan biarkan saya sendiri melakukan ini.”

”Tapi nanti nenek lelah.”

”$dakah yang lebih melelahkan daripada menanggung dosa?” ujar si nenek seperti bergumam.

+aji Brahim tercekat. $da sesuatu yang menyelinap di sanubarinya.

(ilihatnya si nenek kembali memungut dan memungut daun#daun itu helai demi helai. (an, demi
mendengar apa yang tergumam dari bibir tua itu, +aji Brahim menangis.

(ari bibirnya tergumam kalimat permintaan ampun dan sanjungan kepada %anjeng abi -uhammad.
Pada setiap helai yang dipungut dan ditatapnya sesaat dia menggumamkan ”2usti, mugi paringa
aksama. Paringa kanugrahan dateng %anjeng abi.” Sebelum dimasukkannya ke kantong plastik.

+aji Brahim tergetar oleh kepolosan dan keluguan si nenek. (i matanya, si nenek seperti ingin bersaksi
di hadapan ribuan dedaunan bahwa dirinya sedang mencari jalan pengampunan.

111

+ari bergulir ke -agrib. (an si nenek masih saja di tempat semula, nyaris tak beranjak, memunguti
dedaunan yang selalu saja berguguran di halaman. Tubuh tuanya yang kusut basah oleh keringat.
apasnya terengah#engah. %etiga orang itu tak bisa berbuat lain, kecuali menjaganya. %etika maghrib
tiba, dan orang#orang melakukan sembahyang, si nenek masih saja memunguti dedaunan.

”Siapa dia?” bisik salah seorang jemaah kepada temannya, ketika mereka meninggalkan masjid. Tentu
saja tak ada jawaban, selain ”entah”.

”ek, istirahatlah' ini sudah malam.”

”%alau bapak mau pulang, silakan saja' biarkan saya di sini dan melakukan ini semua.”

”ek, mengapa nenek menyiksa diri seperti ini?”

”Tidak. Saya tidak menyiksa diri. "ni' mungkin bahkan belum cukup untuk sebuah ampunan,” ucapnya
sambil menghapus air matanya.

+aji Brahim terdiam. -encoba mereka#reka apa yang telah diperbuat si nenek di masa lalunya.

111

-alam itu, +aji Brahim pulang cukup larut karena merasa tak tega meninggalkan si nenek. Pengurus
masjid yang semula akan menunggui, sepulang +aji B rahim, ternyata juga tak tahan. Bahkan, belum
lagi lima menit +aji Brahim pergi, dia diam#diam pulang.

 Tak ada yang tahu apakah si nenek tertidur atau terjaga malam itu. Begitu subuh tiba, -ijo yang akan
a0an Subuh mendapati si nenek masih saja melakukan gerakan yang sama. Udara begitu dingin.
Beberapa kali si nenek terbatuk.
111

Peristiwa si nenek itu ternyata mengundang perhatian banyak orang. -ereka berdatangan ke masjid.
iat mereka mungkin ingin menyaksikan si nenek, tetapi begitu bertepatan waktu shalat masuk,
mereka melakukan shalat berjemaah. Tanpa mereka sadari sepenuhnya, masjid itu jadi semarak. 5rang
datang berduyun#duyun, membawa makanan untuk si nenek, atau sekadar memberinya minum. (an,
semuanya selalu berjemaah di masjid.

(ua hari kemudian, tepat ketika kumandang waktu $shar terdengar, si nenek tersungkur dan
meninggal. 5rang#orang terpekik, ada yang mencoba membawanya ke puskesmas, tetapi entah
mengapa tak jadi.

+ari itu juga polisi datang. %arena semua orang tak tahu siapa keluarga si nenek, akhirnya diputuskan
si nenek dimakamkan di halaman belakang masjid.

%etika semua orang sibuk, +aji Brahim tercekat. (ia tiba#tiba merasa sunyi menyergapnya. (ia
menyapu pandang, ada yang aneh di matanya. (edaunan yang berserak itu lenyap. +alaman masjid
bersih. -enghitam subur tanahnya, seperti disapu, dan daun yang gugur ditahan oleh jaring raksasa
hingga tak mencapai tanah.

Sudut mata +aji Brahim membasah. ”Semoga kau temukan jalanmu, nek,” gumamnya.

(an ketika semua orang, yang puluhan jumlahnya itu, secara bersamaan menemukan apa yang
dipandang +aji Brahim, mereka ternganga. Bagaimana mungkin halaman masjid bisa sebersih seperti
itu.

111

!ama setelah kisah itu sampai kepadaku, aku tercenung. upanya, menurut +aji Brahim kepadaku,
nenek itu hadir mungkin sebagai contoh. ”-ungkin juga dia memang berdosa besar>sesuai
pengakuannya kepada saya,” ucap +aji Brahim kepadaku beberapa waktu lalu. ”(an' dia melakukan
semacam istig6ar dengan mengumpulkan sebanyak mungkin daun yang ada di halaman, mungkin
begitu' saya tak yakin. ang jelas, mata kami jadi terbuka. Sekarang masjid kami cukup ramai.”

”Pasti banyak yang mau menyapu halaman,” godaku.

”"ya' ha#ha#ha' benar.”

”-emangnya bisa begitu, /i?”

”-aksudnya, ampunan $llah? a, saya yakin bisa saja. $llah maha#berkehendak, apa pun jika (ia
berkenan, masak tidak dikabulkan?” ucap +aji Brahim tenang.

$ku terdiam. %ubayangkan dedaunan itu, yang jumlahnya mungkin ribuan helai itu, melayang ke
hadirat $llah, membawa goresan permohonan ampun.

P-(a(g &2

TUNGGU
3aktu menunjuk pukul tujuh. (i sudut ka6e ketiak saya berpeluh. amun tak bisa mengeluh. %ecuali
pada ponsel yang suaranya tak juga melenguh.

(ua belas jam yang lalu ada yang mengaku akan datang. ang saya harapkan selalu di ka6e itu
senyumnya akan mengembang. %etika melihat saya. %arena berdekatan dengan pujaan hati, katanya.
Biasanya kami akan menghabiskan waktu dengan percakapan. Saling bertatapan. Saling bertukar
harapan. +arapan untuk bisa merapat dan berdekapan. (i suatu tempat yang jauh dari kegaduhan.

amun, sebenarnya, hati saya selalu gaduh. %etika di atas tubuhnya saya mengaduh. %arena
setelahnya saya akan mengeluh. Bertanya, ke manakah hubungan ini akan berlabuh?

”%enapa perlu dipertanyakan, Sayang. %ita sedang berlabuh ke sebuah ketidak#tahuan yang
memabukkan.”
”+ah?&”
Saya bukan orang yang mengerti bahasa isyarat. $palagi kalau itu mengandung makna losos berat.
Saya cuma tahu karena saya merasa. Bukan karena teori#teori yang tercantum dalam buku#buku yang
pemikir sepertinya biasa baca. Saya hanya mau mencinta. $pakah lewat buku#buku bermartabat itu
baru cinta bisa dicerna?

"a selalu menyebutkan nama#nama terkenal yang saya tidak kenal. "a selalu menyebutkan nama#nama
yang bahkan di dalam kepala saya pun tak akan lama mengental. B adiout? Platoy? Badut yang letoi,
begitu yang selalu ada di dalam kepala saya tercantol. Bukan karena pemikiran mereka tentang
kebenaran yang tidak saya pahami. Tapi lebih karena setiap kali melihat badut yang letoi, saya merasa
tak sampai hati.

Saya tidak pernah habis pikir mengapa ada karakter semacam badut di sirkus. ata#rata mereka
sebenarnya berbadan kurus. Bermuka tirus. +anya kosmetik di mukanya memberangus. (an buntalan
di perutnya yang besar membungkus. Sehingga ia kelihatan lucu dan mungkin bagus. Bagi mata orang#
orang tua yang membawa anak#anaknya hanya untuk sejenak melupakan haus. +aus hiburan. +aus
kebersamaan. +aus tertawa bersama dalam suasana kekeluargaan. Padahal mata anak#anak itu
mungkin bisa melihat apa yang ada di balik mata badut#badut. -ata yang bersungut. (an mulut yang
merengut di balik riasan begitu lebar dan memerah di mulut.

Salah satu mata anak#anak itu, adalah mata saya. -ungkin di antara banyaknya anak#anak itu, hanya
saya satu#satunya. -elihat badut yang itu#itu saja di setiap pertunjukan sirkus apa pun dan di mana
pun juga. Badut yang letoi. !etoi yang adalah seperti tak bersendi dalam bahasa asli /akarta. (an selalu
ada garis merah di bawah mata mereka seperti air mata. /adi saya tidak pernah mengerti mengapa
mereka menertawakannya. Bahkan sampai sekarang, ketika usia saya menginjak dewasa.

-enertawakan kesedihan. -enertawakan kebersamaan. -enertawakan keadaan merekakah yang


terpaksa datang bersama sanak keluarga hanya atas nama kekeluargaan? -enertawakan diri mereka
sendiri. (an untuk itu ada harga yang harus mereka beli?

”+ahahahahahahahahahahahahahahahahahahahahhahahahahahahaha.”

$khirnya saya tertawa lepas sebelum ia menjawab reaksi saya. Sangat lepas melebihi tawa saya
melihat badut#badut letoi di sirkus. Berikut binatang#binatang yang tidak seharusnya diberangus.
Sangat sangat lepas melebihi tawa#tawa dengannya yang sudah hangus.

”%enapa kamu ketawa, Sayang? Saya kan udah bilang, kalau kamu mau jadikan anak kita, sekarang
saatnya. Saya tidak akan bisa kasih anak ke kamu lagi mengingat umur saya sudah lima puluh tahun
sekarang. Tapi, saya tidak bisa jamin apakah saya bisa tanggung jawab secara material.”

%upu#kupu melebarkan sayapnya tepat di depan bebungaan di mana kami duduk. "a pun melebarkan
 jangkauan tangannya di mana tangan saya sedang diam merunduk. -encoba meredam tawa saya
yang sudah terdengar seperti orang mabuk. Tenang gerakannya sangat saya tahu sebenarnya
memendam rasa amuk. %arena itu segera saya kibaskan tangan itu berpura#pura menghalau nyamuk.

”%amu'”

”+ah?&”

Saya memotong kalimatnya. Persis seperti apa yang dilakukan badut#badut ketika berada di atas arena.
Berteriak ketika ada yang mengolok#oloknya. Terjatuh. -engaduh. Berlari. Tanpa berani memaki.
-enghilang ke balik panggung. (isertai dengan sorak#sorai dan tawa menggunung.

Sorak#sorai itu yang mengingatkan saya atas kutipan#kutipan yang disebutkan ia dari nama#nama
pemikir. -embuat saya mencibir. %arena ada letupan kembang api di kepalanya. (an warna#warni
serpihan kembang api itu jatuh ke bahunya. "a tidak pernah mengetahuinya. -aka, ia tak
merasakannya. %etika serpihan kembang api itu melumatnya. Bahkan ketika ia berkata,

”%enapa perlu dipertanyakan, Sayang. %ita sedang berlabuh ke sebuah ketidak#tahuan yang
memabukkan.”

 Tapi di manakah sekarang ia?

”+ah?&”

 Terkejut saya ketika bahu ditepuk seseorang.


”Boleh saya ambil bangku yang tak terpakai?”

”+ah?&”

Saya tidak bisa menentukan. Saya sudah menunggu dua jam dengan perut kram akibat pengguguran.
amun ia tak juga datang. Tapi apakah saya harus menyerahkan bangku kosong di sebelah saya ke
seseorang? Seseorang yang membutuhkan bangku tambahan di mejanya karena ia bersama banyak
teman tak terkecuali perempuan?

”Boleh saya pakai bangkunya, -bak?”

Saya menatapnya.

”-aa6, ada yang saya tunggu.”

”3aktu?”

3aktu menunjuk pukul tujuh.

 Jakarta 1 Ag*"t*" 2%11 1%014 AM

5AS5IS5US
apat dibuka bakda "sya ketika gerimis tiris dan langit malam menghamparkan warna abu#abu pucat.
Sekitar 8A kepala keluarga 4ibaresah berkumpul di rumah -unar. -ereka mau memenuhi undangan
lantaran pengundangnya sesepuh desa. Sebagian dengan perasaan terpaksa dan masygul. Sebagian
lagi cari angin. Sebagian karena ingin ngerumpi. 4uma 4asmidi yang tidak hadir. %arena dia tidak
diundang. %arena dialah yang membuat sesepuh desa bernama -unar menggelar rapat pada h ari itu.
 Tapi, istri dan anaknya ada di sana.

-unar, sang sesepuh desa, berusia hampir O<#an. -eskipun kulit tubuhnya dipenuhi keriput sekujurnya,
kegesitannya belum banyak tergerus. -eskipun juga tidak jelas apa mata pencahariannya, -unar
mampu memberi makan empat istri dengan masing#masingnya memiliki tiga hingga lima anak.
4ucunya belasan. amun, ini memang bukan cerita tentang -unar yang>meskipun sepuh tapi>
matanya masih selalu menyemburkan api bila melihat wanita muda dan cantik. "ni soal 4asmidi
semata. !aki#laki yang sudah memberi 4isminah seorang anak laki#laki yang diberinya nama
4usd:amato.

-unar sangat disegani karenanya. %arena pertama, dia tertua di dusun itu. %arena kedua, dia dianggap
bijak bestari. %arena ketiga, dia berilmu lahir dan batin. Setelah itu, orang lain suka atau tidak, bininya
empat dan akur satu sama lain. Tak ada laki#laki senekat -unar. %arenanya, begitu dia melangkah
mantap menaiki podium, semua mulut hadirin terkatup rapat. (iam menunggu. 4uma gesekan
dedaunan rumpun bambu yang terdengar karena embusan angin.
Sebelum membuka mulutnya, -unar menandai penghargaannya atas kehadiran warga dengan
menyapukan pandangan kepada seluruh tamunya dengan senyumnya. Tak lupa anggukan#anggukan
tak0imnya.

Sesaat kemudian, setelah membuka acara dengan sejumlah kalimat dan bacaan#bacaan sebagaimana
mestinya, -unar menyilakan 4isminah naik ke podium untuk mengurai persoalan hidup yang tengah
dihadapinya>meskipun dia tahu 4is pasti kian tersiksa karenanya.

”4is yang sangat memahami persoalan hidup yang tengah membelit hidup dan rumah tangganya,”
-unar berucap seraya menancapkan pandang matanya kepada perempuan C<#an tahun yang duduk
dengan kepala tertunduk. ”$yo, 4is, silakan.” -unar melangkah mundur dari podium.

Para undangan menunggu. Seluruh pandang mata tertuju kepada 4isminah. Perempuan itu duduk
sambil terus menggenggam tangan 4usd:amato. Para undangan menakar#nakar dan menduga#duga
keberanian 4is untuk maju dan berdiri di podium, membuka katup mulutnya, menceritakan laku
suaminya belakangan. 4is memandang 4us. Seperti meminta dukungan. 4us menunduk tanpa reaksi.
-embiarkan waktu merambat dan rambut jojosnya digoyang embusan angin yang menelusup dari
sela#sela rumpun bambu.

”4is,” suara -unar memecah sepi, setengah berbisik.


 Tanpa perlu diingatkan kedua kalinya, 4is mengangkat pantatnya. Para undangan berdebar menunggu
sambil terus mengikuti langkah satu#dua 4is menuju podium.

+ening lagi. 4is berdiri bagai onggok kayu. -embiarkan kepalanya merunduk dan waktu terus mengalir.

”4is,” -unar mengingatkan.

4is bergeming. (ua tiga kali tetap begitu.

-unar membawa langkahnya mendekati 4is. -enyisi. 4is jadi tampak imut karena ujung rambut bagian
atas kepalanya tak lebih tinggi dari punggung -unar. (ia mendehem, seolah membuang sumbat dalam
lubang rongga kerongkongannya.

”Baiklah,” -unar memulai. ”"0inkan aku yang bicara, 4is.” -emutar leher ke 4is yang masih merunduk.
!alu, beralih menebar pandang kepada tamu#tamu yang masih dud uk diam di hadapannya.

”4as,” kata -unar menyebut nama 4asmidi, ”Sikapnya aneh, benar#benar aneh, tidak kita bisa
mengerti, semenjak seminggu yang lalu.” Berhenti sesaat oleh suara batuk tertahan salah satu
undangan. Pada kepala orang#orang itu berseliweran sosok 4as. Tinggi sekitar 8O< cm. %epala agak
lonjong. Bibir kebiruan. -ata cekung dengan alis hitam pekat. (ahinya lebar. Sebagian rambut
memutih. 3arna kulit putih pucat.

-unar kemudian mengurai keanehan#keanehan 4as seperti yang sebagian besar sebenarnya juga
sudah diketahui warga.

”'dua minggu lalu 4as menguras tabungannya. -embagi#bagikannya kepada orang#orang yang dia
anggap sangat membutuhkan bantuan dan hanya menyisakan sedikit untuk kebutuhan keluarganya
untuk sekali makan'”

(iam sejenak. Berdehem satu kali. !alu melanjutkan*

”'4as sekarang selalu keluar dari rumahnya pada pagi hari. -enjelang siang dia pulang dan memberi
uang atau apa pun yang didapatkannya untuk makan keluarganya siang itu. Untuk makan keluarganya
di sore hari, 4as berangkat lagi dari rumahnya entah ke mana dan baru kembali menjelang sore untuk
memberikan pendapatannya kepada keluarganya'”

-unar mengatur sengalnya.

”'seminggu lalu, 4as menjual barang#barang di rumahnya. Tele@isi, radio, sepeda' 4as melepas lima
burung perkututnya, melepasnya begitu saja. Burung#burung klangenan itu beterbangan tak karuan.
$da yang kembali ditangkap tetangga. 4as diam saja. -embiarkan. Seperti tidak tahu'”

-unar kembali mengatur napas. 4is terduduk serupa patung. 4us di kursinya menatap ruang kosong.
 Tanpa reaksi.

”'4as juga membagi#bagikan pakaian#pakaiannya dan pakaian#pakaian anak dan istrinya yang masih
layak pakai. -enyisakan satu dua potong belaka. "si rumahnya hampir melompong'”

-unar mendongak seperti memikirkan sesuatu. !alu katanya lagi*

”'4is kemarin mendatangi saya. -enangis terisak. %atanya 4as sudah menjual sepetak sawahnya.
Uangnya tidak dibawa pulang. (iserahkan kepada amil masjid. $mal jariah katanya. Selain tanah dan
rumah yang kini ditempati, 4as tak punya apa#apa lagi.”

”'itu mungkin baru sebagian yang kita sama#sama tahu. %ita belum tahu apa saja yang sudah
dilakukan 4as, laku aneh yang tidak kita mengerti'”

-unar terdiam sesaat. Seperti menunggu reaksi 8A#an orang yang duduk di hadapannya tanpa suara.
%arena tidak ada yang berani membuka suara, -unar melanjutkan*

”'ada yang bertanya?” dia bertanya. ”$da yang bertanya mengapa 4as melakukan hal itu? Tidak ada.
%alau begitu, baiklah saya jelaskan saja garis besarnya.”

”Bagi 4as,” -unar memulai lagi, ”-anusia bisa mati kapan saja. Bisa sekarang, satu menit kemudian,
satu jam kemudian, satu hari kemudian, satu minggu, satu bulan, satu tahun' kapan saja. %arena itu,
4as merasa ndak  perlu punya tabungan atau simpanan makanan atau uang bahkan untuk besok pagi,
untuk sore hari, untuk besok, minggu depan, bulan depan, atau tahun depan. Semua simpanan kita,
uang, makanan, pakaian, kendaraan, rumah, tanah, tidak ada artinya bila kita tiba#tiba semaput dan
mati. Semuanya akan kita tinggalkan. ang kita bawa cuma raga kita dan amal kita'”
-ulai terdengar bisik#bisik. Seperti suara lalat. -unar membiarkan.

”4oba tenang,” -unar memulai lagi. ”4is menangis kepada saya, meminta saya mencarikannya jalan
keluar. $pa sebaiknya yang harus dia lakukan? Saya memberinya beberapa pilihan. Pertama ikut saja
apa kata dan laku 4as yang penting setiap hari bisa makan, bisa pakai baju, tidak
kelaparan, ndak  kedinginan karena 4is mengaku masih cinta sama 4as. ang kedua, ini bukan anjuran,
ini cuma pilihan jalan keluar, yaitu bercerai saja dari 4as. Berpisah. -emilih jalan hidup masing#masing.
Sudah tentu pilihan itu ditolak 4is karena 4is masih cintrong sama 4as. 4as, kata 4is, hebat di'” -unar
menahan senyum.
Para undangan pun senyum#senyum sembari bersidakep. -alam terus merayap. Bulan mulai ngintip
dari langit pucat. 2erimis menyisakan dingin.

”Sudara#sudara karenanya saya minta berkumpul di sini. Untuk membantu 4is mencari jalan keluar.
-akin banyak kepala makin banyak ide. /uga pikiran. Siapa tahu di antara kita yang ternyata sangat
pintar sehingga punyalah pilihan jalan keluar.”

-unar berhenti. -enunggu.

”4oba, siapa yang mungkin bisa membantu? $ngkat tangan,” kata -unar karena tak ada yang berani
angkat suara.

”-ungkin Tasmin,” -unar menatap Tasmin, ”$tau $mri, a0ar, Suyag, Tanta, Iudin, +aripur, $msai,
7ali, Bidin, 7ubir, $khyar, (ayus, +ayat, $nas'” -unar menyebut semua nama tamunya. !alu
tersenyum. ”Siapa saja boleh membantu. -embantu orang yang dalam kesulitan itu berpahala'”

7ubir mengangkat tangan. 3ajah -unar sumringah. ”ah, lihat, 7ubir mengangkat tangannya. -ari
kita dengar apa bentuk sarannya. -udah#mudahan sesuatu yang cerdas. Silakan, Bir.”

7ubir berdiri. Tanpa memandang ke kiri dan kanan, dia memulai. ”-aa6, menurut saya, ternyata tidak
ada gunanya kita berkumpul di sini. $pa yang dilakukan 4as itu benar. Benar sebenar#benarnya. Bahwa
tidak ada gunanya kita memenuhi lemari dengan pakaian yang belum tentu kita pakai semuanya. Tidak
ada gunanya kita menumpuk harta, uang, makanan, yang belum tentu bisa kita belanjakan, belum
tentu kita makan. /adi, 4as, sekali lagi, benar sebenar#benarnya'”

”4ukup, Bir,” -unar coba memotong.

7ubir menutup mulutnya. (uduk. amun, sejurus kemudian, suasananya jadi riuh. 5leh bisik#bisik. %ian
lama kian keras. Tak bisa dikendalikan.

”(iam& (iam&” -unar berteriak nyaring.

amun, tak ada yang peduli. Satu per satu tamu#tamunya bangkit. -eninggalkan tempat itu.

”+ei& Tunggu& Tunggu& Pertemuan belum ditutup&” -unar terus berteriak. !alu menyambar tangan
$khyar. ”Pada mau ke mana kalian?”

”%e rumah 4as,” $khyar menjawab. -antap. ”%ami ingin seperti dia. (ia benar sebenar#benarnya.”

Bidin mendekati -unar. -ulutnya menempel ke kuping -unar. !alu berbisik. ”4as itu'wali.”

4is menyorotkan tajam matanya kepada -unar. /uga 4us. -unar gelagapan.1

6 T( K*"-r J*(- 2%11

KUNANG'KUNANG DI LANGIT JAKARTA


"a kembali ke kota ini karena kunang#kunang dan kenangan. Padahal, ia berharap menghabiskan liburan
musim panas di Pulau 2alapagos>meski ia tahu, kekasihnya selalu mengunjungi pulau itu bukan
karena alasan romantis, tapi karena kura#kura. %ura#kura itu bernama 2eorge.
-ata Peter akan berbinar setiap menceritakannya. "a termasuk keturunan langsung spesies kura#kura
yang diamati 4harles (arwin ketika merumuskan teori e@olusinya pada abad ke#8E. Berapa kali ia
sudah mendengar Peter mengatakan itu? %au harus melihat sendiri, betapa cakepnya kura#kura itu. "a
botak dan bermata besar. "a tua dan kesepian memang. amun, sebentar lagi ia akan punya
keturunan.

$da benarnya juga kelakar teman# temannya. ”%au tahu, /ane, itulah risiko punya pacar 0oologist.
%amu harus lebih dulu menjadi primata yang menarik untuk membuatnya tertarik bercinta denganmu.”
”/ustru itulah untungnya. $ku tak perlu cemas. %arena Peter lebih tertarik memperhatikan binatang
langka ketimbang perempuan berambut pirang.” (an i a tertawa walau sebenarnya merasa konyol bila
menyadari* betapa ia mesti berebut perhatian kekasihnya, justru dengan binatang#binatang langka
seperti itu.

Peter pernah cerita perihal burung bulbul langka yang berhasil ditemukannya bersama rombongan
peneliti 3orldwide 4onser@ation Society di perbukitan kapur dataran rendah !aosM penemuan yang
menurut Peter begitu menakjubkan, karena belum pernah dalam 8<< tahun terakhir ditemukan spesies
baru di $sia. %au tahu, kicau burung bulbul itu jauh lebih merdu dari burung bulbul dalam dongeng +4
$ndersen. Bulu#bulunya hijau mengilap. Peter pernah pula bercerita tentang kucing emas yang
misterius dan tak mungkin dijumpai, tapi ia berhasil melihatnya di pegunungan Tibet, sedang melesat
memanjat pepohonan dengan gerakan yang bagai terbang.

Setiap saat ada kesempatan mereka bertemu>saat mereka seharusnya menghabiskan setiap menit
dengan bercinta>kekasihnya justru sibuk bicara soal katak berwarna ungu yang ditemukannya di
Suriname, kumbang tahi, kadal tanpa kaki, duiker merah, galago kerdil, mokole mbembe di Sungai
7ambe0e, sejenis tikus bermoncong panjang yang disebutnya 7an0ibar, burung $kalat Ukwi@a>dan
entah nama#nama aneh apa lagi>sampai obsesinya menemukan spesies putri duyung yang
diyakininya masih hidup di perairan %iryat am, "srael. $ku akan menjadi orang kedua setelah ichard
3hitbourne, kapten kapal yang pada tahun 8F8< pernah melihat putri duyung di pelabuhan
ew6oundland St /ames'.

!angit mulai menggelap dan keriuhan kendaraan yang memadati +orrison Street menyelusup masuk
4a6 2ratitude. /ane /eniQer ingat, tujuh tahun lalu, saat ia menikmati house lemonade di ka6e ini, ia
bertemu dengan Peter BekoQ, yang muncul dengan seekor iguana di pundaknya. %arena nyaris tak ada
kursi kosong, laki#laki itu mendekati mejanya.
”%au tahu, kenapa aku ke sini membawa iguana? %arena kalau aku datang bersama /enni6er !ope0
pasti ka6e ini seketika dipenuhi papara0i, dan kau tak bisa dengan tenang menikmati house lemonade#
mu itu'”
)ntahlah, kenapa saat itu, ia menganggap lucu kata#kata itu. -ungkin itulah sebabnya, sering kita
kangen pada saat#saat pertemuan pertama. %ita memang ingin selalu mengulang kenangan.

111

”Bukankah kau ingin melihat kunang#kunang?”

(ulu, semasa kanak, ia memang pernah terpesona dengan makhluk yang bagai hanya ada dalam buku#
buku dongeng. (i San Irancisco yang hiruk pikuk, tempat ia tinggal sejak kanak#kanak, ia tak pernah
melihat kunang#kunang secara langsung. "a melirik Peter yang begitu asyik memandangi kunang#
kunang yang disimpannya dalam stoples. 4ahaya kuning kehijauannya membias pucat.

”"ni kunang#kunang istimewa, bukan golongan Lampyridae pada umumnya. Para penduduk setempat
percaya, kunang#kunang ini berasal dari roh penasaran. oh para perempuan yang diperkosa'.”
Saat menyadari /ane tak terlalu memperhatikan kunang#kunang itu dan lebih sering memandangi langit
muram San Irancisco yang membayang di jendela, Peter menyentuh lengannya. ”Percayalah, di sana,
nanti kau akan menjumpai langit yang megah dipenuhi jutaan kunang#kunang.” !alu suaranya nyaris
lembut, ”(an kita bercinta di bawahnya'.”

 Tapi ia tak merasa kunang#kunang itu istimewa, seperti dikatakan Peter. -ungkin karena saat itu, ia
memendam kekecewaan, sebab tahu bahwa pada akhirnya Peter tak akan mengajaknya menikmati
kehangatan Pulau 2alapagos, tetapi ke kota yang panas dan bising ini.

"ni jelas bukan kota yang ada dalam da6tar yang ingin dikunjunginya pada musim libur. Peter
membawanya ke permukiman padat kota tua tak terawat. Banyak toko kosong terbengkalai, dan
rumah#rumah gosong bekas terbakar yang dibiarkan nyaris runtuh. ”(i gedung#gedung gosong itulah
para kunang#kunang itu berkembang biak,” ujar Peter. Padahal, sebelumnya ia membayangkan hutan
tropis eksotis, atau hamparan persawahan, di mana ribuan kunang#kunang beterbangan. Peter seperti
abai pada kedongkolannya, sibuk mengeluarkan kamera, 6otogra6 dan beberapa peralatan lain dari
ranselnya.

"a menunggu tak jenak. %etika senja yang muram makin menggelap, dalam pandangannya gedung#
gedung yang gosong itu seperti makhluk#makhluk ganjil yang rongsok dan bongkok, menanggung
kepedihan. (an dari ceruk gelap gedung#gedung itu seperti ada puluhan mata yang diam#diam
manatapnya. Seperti ada yang hidup dan berdiam dalam gedung#gedung kelam itu. !alu ia melihat
kerlip lembut kekuningan, terbang melayang#layang.

”!ihat,” Peter menepuk pundaknya. ”-ereka mulai muncul. %unang#kunang itu'.”

"tulah detik#detik yang kemudian tak akan pernah ia lupakan dalam hidupnya. "a menyaksikan puluhan
kunang#kunang menghambur keluar dari dalam gedung#gedung gosong itu. -ereka melayang#layang
rendah, seakan ada langkah#langkah gaib yang berjalan meniti udara. Puluhan kunang#kunang
kemudian berhamburan seperti gaun yang berkibaran begitu anggun. Beberapa kunang#kunang
terbang berkitaran mendekatinya.

”Pejamkan matamu, dan dengarkan,” bisik Peter. ”%unang#kunang itu akan menceritakan kisahnya
padamu'.”

"a merasakan keheningan yang membuatnya pelan#pelan memejamkan mata, sementara Peter dengan
hati#hati menyiapkan micro-mic, yang sensor lembutnya mampu merekam gelombang suara paling
rendah>menurut Peter alat itu bisa menangkap suara#suara roh, biasa digunakan para pemburu hantu.
%eheningan itu seperti genangan udara dingin, yang berlahan mendesir. Pendengarannya seperti
kelopak bunga yang merekah terbukaM geletar sayap kunang#kunang itu, melintas begitu dekat di
telinganya, seperti sebuah bisikan yang menuntunnya memasuki dunia mereka. "a terus memejam,
mendengarkan kudang#kunang itu bercerita.
”!ihatlah api yang berkobar itu. Setelah api itu padam, orang#orang menemukan tubuhku hangus
tertimbun reruntuhan'.”

Suara itu, suara itu menyelusup lembut dalam telinganya. (an ia seperti menyaksikan api yang
melahap pusat perbelanjaan itu. -enyaksikan orang# orang yang berteriak#teriak marah dan menjarah.
"a menyaksikan seorang perempuan berkulit langsat diseret beberapa lelaki kekar bertopeng. $sap
hitam membubung. Beberapa orang melempar bom moloto@ ke sebuah toko, kemudian kabur
mengendarai sepeda motor. $pi makin berkobar. Perempuan itu menjerit dan meronta, diseret masuk
ke dalam toko yang sudah ditinggalkan penghuninya.

”!ihatlah gedung yang gosong itu. (i situlah mereka memerkosa saya'.”

”-ereka begitu beringas&”

”-ayat saya sampai sekarang tak pernah ditemukan.”

”oh kami kemudian menjelma kunang#kunang'.”

”!ihatlah' lihatlah'.”

"a melihat puluhan kunang#kunang terbang bergerombol, seperti rimbun cahaya yang mengapung di
kehampaan kegelapan. Puluhan suara yang lirih terus menyelesup ke dalam telinganya. "a merasakan
tubuhnya perlahan mengapung, seperti hanyut terseret suara#suara itu.

”$yo, ikutlah denganku. $yolah, biar kau pahami seluruh duka kami'.”

”/ane&&”

"a dengar teriakan cemas.

”/ane&&”

$da tangan menariknya, membuatnya tergeragap. Peter mengguncang bahunya, ”/ane& %amu tak apa#
apa?&” Suara#suara itu, perlahan melenyap. Tapi bagai ada yang tak akan pernah lenyap dalam
hidupnya. "a menatap kosong, seakan ada sebagian dirinya yang masih ada di sana. Seakan sebagian
 jiwanya telah dibawa dan terikat dengan kunang#kunang itu. !alu ia lebih banyak diam, memandang
takjub pada ribuan kunang#kunang yang muncul berhamburan dari gedung#gedung yang gosong,
seperti muncul dari mulut goa. Semakin malam semakin bertambah banyak kunang#kunang memenuhi
langit kota. /utaan kunang#kunang melayang, seperti sungai cahaya yang perlahan mengalir dan
menggenangi langit. !angit kota dipenuhi pijar cahaya hijau kekuningan yang berdenyut lembutM
seperti kerlip bintang#bintang yang begitu rendah, dan kau bisa menyentuhnya.

-alam itu ia merasakan sentuhan dan pelukan Peter meresap begitu dalam. 4iuman#ciuman yang tak
akan terlupakan. 4iuman#ciuman yang paling mengesankan di bawah hamparan cahaya kunang#
kunang. 4iuman#ciuman yang selalu membawanya kembali ke kota ini dan kenangan.

111

Pertama kali, kunang#kunang itu terlihat muncul pertengahan tahun ;<<;, empat tahun setelah
kerusuhan. Seorang penduduk melihatnya muncul dari salah satu gedung gosong itu. -akin lama,
kunang#kunang itu makin bertambah banyak, terus berbiak, dan selalu muncul pertengahan tahun.
Para penduduk kemudian percaya, kunang#kunang itu adalah jelmaan roh korban kerusuhan. oh
perempuan yang disiksa dan diperkosa. 5rang#orang di sini memang masih banyak yang percaya,
kalau kunang#kunang berasal dari kuku orang yang mati. (ari kuku orang mati itulah muncul kunang#
kunang itu. Sering, orang#orang mendengar suara tangis muncul dari gedung#gedung gosong yang
terbengkalai itu. 2edung#gedung itu seperti monumen kesedihan yang tak terawat.

Peter menceritakan semua itu, seolah#olah ia bukan 0oologist. ”Sering kali ilmu pengetahuan tak
mampu menjelaskan semua rahasia,” kata Peter, bisa menebak keraguannya. ”Bisakah kau
menjelaskan apa yang barusan kau alami hanya dengan logika?”

-emang, ia hanya bisa merasakan, seperti ada yang ingin diceritakan oleh kunang#kunang itu
padanya. Suara#suara gaib yang didengarnya itu seperti gema yang tak bisa begitu saja dihapuskan
dari ingatannya. "a percaya, segala peristiwa di dunia ini selalu meninggalkan gema. Seperti gema,
mereka akan selalu kembali. %arena itulah ia pun kemudian selalu kembali ke kota ini. Untuk kunang#
kunang dan kenangan.

"a selalu terpesona menyaksikan jutaan kunang#kunang memenuhi langit kota. !angit menjelma
hamparan cahaya kekuningan. "tulah satu#satunya pemandangan termegah yang selalu ingin ia nikmati
kembali. "a dan Peter suka sekali berbaring di atap gedung, menyaksikan berjuta#juta kunang#kunang
itu memenuhi langit kota. Pada saat#saat seperti itu, sungguh, kau tak akan mungkin menemukan
panorama langit yang begitu menakjubkan di belahan d unia mana pun, selain di kota ini.

”%elak, bila aku mati, aku akan moksa menjelma kunang#kunang. $ku akan hidup dalam koloni kunang#
kunang itu. (an kau bisa selalu memandangiku ada di antara kunang#kunang itu'.”

Saat itu, ia hanya tertawa mendengar omongan Peter. Semua menjadi berbeda ketika telah menjadi
kenangan.

111

"a tengah dalam perjalanan bisnis ke !ouis@ille ketika menerima telepon itu* Peter meninggal dunia.
 Tepatnya lenyap. Beberapa orang bercerita menyaksikan tubuh Peter terjun dari puncak ketinggian
gedung. -ungkin ia meloncat. -ungkin seseorang mendorongnya. Tubuh Peter yang meluncur itu
mendadak menyala, bercahaya, kemudian pecah menjadi ribuan kunang#kunang. Penggambaran
kematian yang terlalu dramatis, atau mungkin malah melankolis& -ungkin memang benar seperti itu.
 Tapi mungkin benar juga desas#desus itu* Peter dilenyapkan karena berusaha menghubung#hubungkan
6enomena kunang#kunang itu dengan kerusuhan yang bertahun#tahun lalu terjadi di kota ini.

(ari tahun ke tahun populasi kunang#kunang itu memang makin meningkat. %emunculan kunang#
kunang yang memenuhi langit kota /akarta menjadi 6enomena yang luar biasa. Banyak yang kemudian
menyebut sebagai salah satu keajaiban dunia. -enjadi daya tarik wisata. Setiap pertengahan -ei, saat
 jutaan kunang#kunang itu muncul dari reruntuhan gedung#gedung gosong>pemerintah daerah
kemudian menetapkan gedung#gedung gosong itu menjadi cagar budaya dan wisata>banyak sekali
turis yang datang menyaksikan. Para penduduk lokal bahkan telah menjadikannya sebagai acara
tahunan. -ereka duduk menggelar tikar, mengadakan beberapa atraksi hiburan di sepanjang jalan,
sembari menunggu malam ketika kunang#kunang itu memenuhi langit kota. Para pengunjung akan
bersorak gembira ketika serombongan kunang#kunang muncul, terbang meliuk#liuk melintasi langit
kota, dan berhamburan bagai ledakan kembang api. Betapa megah. Betapa indah.

-ata /ane selalu berkaca#kaca setiap kali menyaksikan ituM membayangkan Peter ada di antara jutaan
kunang#kunang yang memenuhi langit /akarta itu. "tulah sebabnya kunang#kunang dan kenangan selalu
membuatnya kembali ke kota ini.
"a tengah memandangi langit yang penuh kenang#kunang itu dengan mata berkaca#kaca, ketika
seorang pengunjung di sampingnya berkata, ”%eindahan memang sering membuat kita sedih'.”

 /ane tersenyum. ”Saya tiba#tiba ingat peristiwa yang menyebabkan kunang#kunang itu muncul. $pakah
$nda ingat peristiwa itu?”

5rang itu menggeleng. /ane tak terlalu kaget. 5rang#orang di kota ini memang tak lagi mengingat
peristiwa kerusuhan itu.

 /akarta, ;<8<#;<88

ULAR RANDU ALAS


 Tersembunyi kisah rahasia pada sebatang pohon randu alas tua. Tak seorang pun berani menebangnya.
Seabad sudah pohon randu alas itu berumur. $ku menduga, pohon randu alas yang menjulang kokoh di
tepi jalan pertigaan menuju perumahan tempat tinggalku berumur lebih dari seabad.

Sejak aku kecil, pohon randu alas itu telah tumbuh sebesar sekarang>empat rentangan tangan orang
dewasa>rindang dan menggugurkan daun#daun kering kekuningan pada musim kemarau. Umurku kini
enam puluh dua, sudah beberapa tahun pensiun, menjadi saksi pohon randu alas yang berdiri tegak,
rimbun dedaunan, dan dianggap angker.

Seekor ular bersarang di rongga lapuk pangkal pohon randu alas yang menganga serupa gua. Bila
diintip ke dalam gelap rongga pangkal pohon itu, tampak sepasang mata ular berkilau mengancam.
Sepasang mata seekor ular yang siap mematukku, suatu saat bila aku terlena.
Sebatang pohon jambu biji tumbuh liar di bawah pohon randu alas>mungkin sisa hutan jambu yang
ditebang habis untuk lahan perumahan. (ari dua cabang pohon jambu terjulur beberapa ranting dan
bergelantungan buah#buah yang selalu ranum. Tak jauh dari pohon jambu, tumbuh pohon melati liar,
bermekaran bunga#bunga putih mungil. Tercium lembut wangi tiap pagi.

Untuk cucu kesayanganku, $ini, kupetik buah#buah jambu ranum kesukaannya dan bunga#bunga melati
yang dijadikannya sebagai mainan. -enjelang siang ia pulang sekolah taman kanak#kanak bersama
teman#temannya, beramai#ramai makan buah jambu, dan bermain#main kembang#kembang melati
yang kupetik.

Berada di bawah pohon randu alas, aku kadang merasa cemas. (alam mimpiku enam tahun silam,
seorang nenek keriput dengan tongkat kepala ular, mengutukku, ”%au tega melukai ular penunggu
randu alas. Tiba waktunya nanti, pada umurmu yang ke#F;, ular itu akan mematukmu&”

111

2airah untuk memetiki buah#buah jambu yang ranum, dengan merenggut ujung ranting dan
menjulurkan tangan meraih buah#buah itu, menggetarkan tubuhku. %utukan perempuan tua penunggu
randu alas itu, yang datang dalam mimpi, sudah saatnya terjadi. $ku mesti menjemput takdirku. Bila
memang harus mati dipatuk ular, biarlah aku merasakan sakit patukan ular yang dulu pernah
kucederai, dan melata ke arah rongga pangkal randu alas, dengan ceceran darah di rerumputan.

$ku tak sengaja melukai ular itu. 4angkul yang kuayunkan untuk membersihkan rerumputan di bawah
pohon randu alas dan meratakan tanah tak kusadari merobek daging seekor ular. Ular itu melata ke
arah rongga pangkal pohon randu alas. $ku merasa tak bersalah. %uteruskan mengayunkan cangkul,
membersihkan rerumputan dan meratakan tanah.

Pohon jambu biji kubiarkan tumbuh di bawah pohon randu alas. $da pula pohon melati yang masih
kecil, yang tak kucabut. %ubiarkan tumbuh liar. %uratakan tanah dan terus kutimbuni agar lebih tinggi.
$kan kuundang tukang batu untuk mendirikan sebuah kios sederhana. (i kios itu aku akan menjual
barang#barang kelontong dan kebutuhan sehari#hari.

-alam harinya aku bermimpi, nenek bertongkat kepala ular, menatapku dengan murka. 3ajahnya
bengis, sepasang matanya mengancam. "a mengutukku. Ular penunggu pohon randu itu bakal
mematukku pada ulang tahun ke#F;. Begitu tegas kutukan nenek bertongkat kepala ular, seperti hadir
dalam kehidupan sehari#hari dan bukan terjadi dalam mimpi.
-impi burukku tak menghentikan pembuatan kios kelontong. Tiap pagi aku membuka kios, melayani
pembeli, hingga malam larut. -ula#mula jarang orang berbelanja ke kiosku. Tapi lama#kelamaan,
berdatangan pula orang#orang berbelanja.

”%au tak takut akan digigit ular penunggu pohon randu?” tanya !ik -an, lelaki setengah baya, pencari
rumput untuk kambing#kambingnya. "a dulu menjual ladang jambu miliknya, yang didirikan perumahan,
dan memilih pindah ke daerah perkampungan, dengan tanah yang luas. (i rumah baru, ia masih bisa
bercocok tanam dan memelihara kambing. "a paling sering mencari rumput di bawah pohon randu alas.
(i sini rerumputan tumbuh subur, dan dalam waktu sebentar, ia sudah memanggul segulung rumput,
yang diikat erat, diletakkan di bawah pohon jambu. "a meneguk kopi di warung u 3arso dan membeli
rokok di kiosku. (i warung u 3arso itu ia biasa ngobrol dan baru pulang menjelang siang.
”%au selalu merumput di bawah pohon randu. Tak takut digigit ular?”

”Sejak muda dulu aku selalu mencari rumput di sini. Tak pernah kulihat ular itu. ang selalu kutemukan
cuma kulit ular, menjalar di rerumputan. %au pernah melihat ular i tu?”

”$ku pernah melukainya dengan cangkulku.”

”+ati#hatilah&” !ik -an meninggalkanku.

111

 Tak seorang pun melihat !ik -an. -enjelang siang ia membawa sabit ke bawah pohon randu dengan
rokok mengepul di bibirnya. -atahari sudah bergeser dari puncak pohon randu alas. Biasanya !ik -an
meninggalkan bawah pohon randu alas, memanggul gulungan r umputnya pulang, setelah minum kopi
dan makan pisang goreng di warung u 3arso. $nak lelaki !ik -an mulai mencari ayahnya. "a sempat
menyapaku, sebelum menyusup ke dalam semak#semak.

(ari bawah pohon randu alas, kudengar ia memekik, ”$yah meninggal&”

%udapati !ik -an terbujur kaku, masih menggenggam sabit. -ulutnya berbusa. %aki kirinya melepuh
biru kehitaman darah beku. Terlihat dua titik bekas patukan ular. (arah ular berceceran di rerumputan,
lenyap di rongga keropos pangkal pohon randu alas. Sabit !ik -an, secara tak sengaja, mungkin telah
melukai ular penunggu pohon randu alas dan ular itu menggigitnya.

111

-elintasi pertokoan senja hari, di trotoar, sepulang dari belanja untuk keperluan kios kelontong,
kulewati seorang penjual obat oles yang menggelar tikar, dengan ular dalam kotak kayu. Sama sekali
orang lalu lalang tak menghiraukannya. "a menawarkan obat oles untuk menyembuhkan penyakit kulit.
 Tak seorang pun datang mendekat. !elaki setengah baya bersorban putih, berjenggot, masih duduk
dengan tenang. $ku sempat memandanginya, sambil menanti bus kota di halte.

!elaki setengah baya bersorban itu melambai ke arahku.

”%emarilah&” panggilnya.

$ku bimbang untuk mendekat. Sepasang matanya seperti menuntunku untuk menghampiri dan
berjongkok di depannya. (ia memintaku untuk menjulurkan tangan kiri dan membuka telapak tangan.
"a baca garis telapak tangan itu.

”%au perlu kekebalan,” kata lelaki penjual obat bersorban, sambil mengelus jenggotnya. ”Suatu hari
kelak kau akan dipatuk ular.”

 Teringat ular penunggu randu alas yang pernah kulukai, kutukan perempuan tua bertongkat ular dalam
mimpi, dan kematian !ik -an yang dipatuk ular, aku merasakan degup dada yang mengencang.

”%au dapat memberiku kekebalan?”

”%alau kau yakin, insya $llah, tubuhmu akan kebal dipatuk ular,” lelaki setengah baya berjenggot itu
meyakinkan. $ku mengangguk. -eminum segelas air putih darinya. Pergelangan kaki kananku diolesi
minyak dan seekor ular dari dalam kotak kayu dikeluarkannya. $ku memejamkan mata. Begitu cepat
terasa patukan dua gigi ular pada pergelangan kaki.

”%au akan berkunang#kunang sebentar. %aki kananmu mengejang, sulit digerakkan. Tak lama. %au akan
segera pulih seperti sediakala.”
111

Berjingkat#jingkat aku meraih buah#buah jambu. -asih kuingat kutukan perempuan tua bertongkat
kepala ular. Pada hari kelahiranku yang ke#F;, seekor ular akan mematukku. $ku sama sekali tak takut
dengan patukan ular itu. -ungkin aku akan benar#benar dipatuk ular, sebagaimana enam tahun silam
perempuan tua berambut memutih dengan mata murka itu mengutukiku dalam mimpi. $ku tak perlu
ragu memetiki buah jambu yang ranum. /uga nanti akan kupetiki kembang#kembang melati untuk $ini.

%alaupun seekor ular mematukku, tukang obat di trotoar pertokoan itu telah memberiku kekebalan.
2igitan ular tukang obat yang tak kukenal itu memang menyebabkan pandanganku berkunang#kunang,
kaki kanan mengejang kaku. (arah seperti membeku. Tapi tak lama. Pandanganku kembali terang dan
kaki kananku segera dapat kugerakkan. %uberikan selembar uang dari dompetku, yang diterimanya
dengan ucapan terima kasih berkali#kali. Tiap kali aku berbelanja untuk keperluan kios kelontongku,
selalu kucari dia. Tapi tempat ia menggelar tikar, obat#obat oles, dan kotak ular selalu kosong.

+arus kusambut hari ini, pagi ke#F; umurku, saat kutukan perempuan tua dalam mimpi itu akan terjadi.
%alau benar seekor ular itu mematukku pagi ini, mungkin seperti kata lelaki setengah baya bersorban
penjual obat, aku akan kebal. Tubuhku hanya merasakan sengatan patukan ular itu, mata berkunang#
kunang, bagian yang dipatuk akan terasa mengejang. Tak lama. Setelah itu aku akan leluasa bergerak
seperti sediakala. Tapi kalau penjual obat itu berdusta, ketika ular penunggu pohon randu alas
mematukku, tubuhku akan segera kaku seperti !ik -an.

Buah#buah jambu yang ranum terus kupetiki. Teringat aku pada cucuku, $ini, yang tinggal serumah
denganku, akan pulang sekolah, aku bergairah memetiki buah#buah jambu. "a suka membagi#bagikan
buah jambu pada teman#temannya dan bahagia dipuji sebagai putri yang baik hati.

$ku meraih ujung ranting pohon jambu, meloncat, agar dapat menarik ranting itu dan memetik
beberapa buah jambu ranum. %akiku menginjak seekor ular. Ular itu menggeliat, mematuk kaki
kananku. $ku tak sempat memekik. Terjatuh. -erasakan patukan ular yang menyengat. -ataku
berkunang#kunang. %aki kananku mengejang.

-ungkin aku akan segera bangkit dengan tubuh segar bu gar seperti sediakala, tanpa luka dan rasa
sakit. -ungkin tubuhku akan segera terbujur kaku, tergeletak di rerumputan, di bawah pohon randu
alas, pohon jambu, dan bunga melati. Tapi, aneh, dalam pandanganku yang berkunang#kunang, kulihat
!ik -an sedang merumput. 3ajahnya bahagia sekali. (i seberangnya kulihat lelaki setengah baya
bersorban penjual obat. 3ajahnya tenang, penuh keyakinan, dan sepasang matanya teduh.

(ari jauh, samar#samar kudengar suara $ini memanggil#manggilku dengan suara yang riang, penuh
harapan, ”%akek, mana buah#buah jambuku? Petikkan juga bunga#bunga melati untukku&”

Pa()a(a M!r)!ka A.r-7 2%11

PAKIAH DARI PARIANGAN


Bagi orang#orang di kampung itu, cerita tentang pakiah sudah jadi masa lalu. "a tertinggal dalam surau#
surau tua, di tebal debu kitab#kitab kuning yang berhampar#serak, dalam bilik#bilik garin yang daun#
daun pintunya telah somplak.

Bagi orang#orang yang datang ke kampung itu, ia akan didengar dari mulut orang#orang tua atau
tukang cerita, berbaur#biluh dengan kisah para pendekar yang dalam bahasa mereka disebut pandeka.

Pakiah dan pandeka, bagi mereka orang#orang Sitalang, memang hampir tak bisa dipisahkan. Bahkan
tak jarang, untuk tak mengatakan hampir selalu, dua sebutan itu berada dalam tubuh yang sama.
Seseorang menjadi pakiah ketika remaja, menjelma jadi pandeka atau pendekar ketika dewasa. Tentu
saja pakiah bisa langsung dikenali, sementara pandeka, orang#orang yang berkemampuan silek Gsilat9
tinggi itu, sering#sering bersembunyi di dalam diri.
 Tentang bersembunyi di dalam diri, menurut ek -inah, mereka sebetulnya juga serupa. +anya karena
tugasnya, pakiah harus berkeliling meminta sedekah dengan penampilan sama* memakai sarung, atau
celana dasar, dengan baju koko. Berpeci, dengan buntie Gbuntal9 atau kantung beras di tangannya.
Siapa pun akan langsung mengenali bahwa itu pakiah. $kan tetapi, pandeka?

”/angan terkecoh oleh tampak luar,” begitu kata ek -inah kepada kanak#kanak atau cucu#cucunya.
”Seperti halnya pandeka, pakiah itu orang yang bisa menahan diri. -ereka meminta#minta bukan untuk
mendapatkan sesuatu dari orang lain, melainkan untuk melatih dan menemukan sesuatu dalam diri
mereka. %erendahhatian. %esabaran. %alian bayangkan, coba, bagaimana perasaan kalian bila suatu
kali orang bukan memasukkan beras, melainkan abu, ke kantong beras kalian?”

(an lalu, ek -inah akan melayangkan pandang ke mulut jalan, ke arah dari m ana dulu saat ia kanak#
kanak melihat pakiah itu muncul#datang, pergi#pulang, tetap dengan wajah tenang, bahkan seperti
terang, walau tak mendapat sedekah apa#apa dari rumahnya. -ulut jalan itu, yang dulu kecil saja
karena cuma jalan setapak, kini telah menjelma jadi mulut jalan besar yang langsung disambut oleh
pekan Gpasar9 Sitalang. Betapa ek -inah tak menyangka, rumahnya yang pada masa lalu adalah
pinggir kampung dengan ladang dan belukar di mana#mana, kini menjelma jadi daerah cukup ramai
dengan /orong Sitalang pusat pekan#nya.

(an, di pusat pekan atau pasar kampung itu, cerita tentang pakiah kembali bermula. Tetapi, siapa pula
bakal menyangka, cerita itu, pada akhirnya, lebih jadi milik para pengemis?

111

Seperti biasa, setiap tahun bila amadhan tiba, pekan Sitalang akan mencapai puncak ramainya.
Sayur#mayur atau palawija apa pun dari kampung sekitar, seakan hanya dibawa ke sana. Begitu pun
pakaian, barang#barang sandang yang sebelumnya tak ada, tiba#tiba muncul dengan pedagang#
pedagang bertenda. -ungkin karena terletak di antara dua kota, barang apa pun seperti singgah,
seolah mencoba peruntungan !ebaran sebelum dibawa ke kota lainnya.

(i pusat pekan kampung semacam itu, keramaian kadang bisa tak terkira. Segala macam orang bisa
ada, tak ubahnya seperti di terminal atau pasar induk di kota#kota. -ulai dari tauke, pedagang eceran,
sampai pedagang tiban yang mengambil barang di sana dan menjualnya juga di sana. -ulai dari kuli
angkat, tukang ojek motor, sampai preman pekan tukang palak, pun pencopet. Para perantau yang
mudik atau pulang, juga sejenak berhenti di sana. (an tentu, yang dari hari ke hari amadhan terus
bertambah, adalah para pengemis.

Para pengemis ini, dari manakah mereka datang? +anya dua#tiga orang yang bisa dikenali sebagai
penduduk sekitar Sitalang, selebihnya tentu berasal dari kampung yang jauh. Bila mereka berasal dari
kampung#kampung yang jauh, pukul berapakah mereka berangkat dari kampung mereka karena pagi
sekali mereka sudah berada di Pekan Sitalang? Bila mereka berangkat malam sebelumnya atau sangat
dini, kenapa mereka tak tampak lelah? %ecuali mimik memelas dan pakaian yang lusuh dan kumal, tak
tampak masalah apa#apa pada diri mereka. Bahkan, galib kejadian, mereka bisa berkelahi dengan
preman pekan tukang palak, walau selalu kalah.

(i tengah para pengemis seperti itu, munculnya dua pengemis remaja berpakaian sama, jadi tampak
sangat mencolok. Pakaian mereka* celana dasar warna coklat dengan baju koko hijau muda. Berpeci
hitam dengan buntalan dijinjing atau kadang disampir di pundak mereka. a, dua orang pakiah. Sudah
dua hari ini mereka muncul di Pekan Sitalang. Tetapi ya, seperti $nda tahu, pakiah sudah jadi masa lalu.
-aka orang#orang hanya heran tentang pakaian, tentang kerapian, dan tentang wajah yang bukan
memelas, melainkan, walau terkesan lembut dan lemah, tampak bersih dan tenang.

 Tetapi pula, tentu tak semua orang di Pekan Sitalang sudah tak kenal pakiah. Beberapa orangtua asli
Sitalang yang berjualan di pasar itu adalah pengecualian. (an di antara mereka yang tetap kenal ini,
ada juga yang samar#samar mendengar bahwa di kampung tua bernama Pariangan, kampung yang
dulu dipercaya sebagai tempat asal#usul nenek moyang mereka, telah sejak setahun ini berdiri sebuah
pesantren. (an, di antara yang samar#samar mendengar ini, ada yang kemudian samar#samar pula
mendengar pendiri pesantren itu "nyiak Pakiah Babanso. Siapakah "nyiak Pakiah Babanso? (ulu, dulu
sekali, bila $nda mendengar namanya, maka $nda akan menggigil.

111

"nyiak Pakiah Babanso adalah pendekar tanpa tanding. Pada masanya, tak seorang pun pandeka yang
mau mencari gara#gara dengannya. "a menguasai silek tuo dan sitaralak, dua aliran silat yang sangat
esien. Tak banyak gerak, tetapi mematikan. "a juga tak tertanding dalam kecepatan kobek Gikat9,
tangkok Gtangkap9, dan kunci Gmengunci sendi dan engsel9, yakni kemampuan dasar yang menjadi
gelek atau gerakan reJeks dalam silat. Bila ada yang bertanya bagaimana "nyiak Pakiah Babanso bisa
bergerak secepat itu, orang lain akan segera bilang, ”+anya Tuhan yang tahu”.

 Tetapi, entah bagaimana kemudian, orang#orang mendengar "nyiak Pakiah Babanso menghilang dari
dunia silat. Samar#samar orang kemudian tahu, ia kecewa pada 5rde Baru yang menjelmakan silek jadi
tarian. Bukan soal tariannya, tetapi kepada sesuatu yang sengaja dipertunjukkan. /adi, bila sekarang
"nyiak Pakiah Babanso kembali muncul dan mendirikan pesantren di kampung tua Pariangan, itu sangat
masuk akal. 5tonomi daerah yang mengembalikan pemerintahan>tak terkecuali pendidikan>ke
lembaga#lembaga lokal, telah menjadikan pesantren sebagai pilihan.

(i situlah, di pesantren tradisional, surau dan sasaran Ggelanggang9 silek menjadi dua hal utama. Siang
hari para murid belajar kitab#kitab kuning seperti ahu, Syara6, Ta6sir, Bayan, -aani, dan lain#lain di
surau, sementara pada malam harinya mereka belajar silek di sasaran. (i antara itu, mereka menjadi
pakiah, minta sedekah ke kampung#kampung. -enjadi pakiah, atau mereka sebut mamakiah, adalah
kurikulum mental mendidik para murid menjadi orang yang sabar, tabah, papa, tiada.

)ntah pada hari ketujuh, atau hari kedelapan munculnya dua pengemis remaja di Pekan Sitalang,
terjadi kegemparan. 5rang#orang mendengar preman pekan tukang palak kembali berkelahi dengan
para pengemis. %arena sering terjadi, peristiwa itu mestinya hanya merupakan peristiwa biasa. "a
menjelma jadi heboh dan menggemparkan karena yang kalah kali ini adalah para preman tukang
palak& (an, sebetulnya, perkelahian itu, bukan pula antara preman pekan tukang palak dan para
pengemis. -elainkan hanya antara preman tukang palak dan dua pengemis remaja. Begitulah sebuah
peristiwa, di tengah pasar yang gaduh dan dengan begitu banyak mulut, tak lagi sampai sebagaimana
kejadian sebenarnya.

(an, kejadian yang sebenarnya itu, sebenarnya pula, sangat sederhana. Seorang preman tukang palak,
dengan lebih dulu menggertak, merogoh buntal si salah seorang pengemis remaja. Tetapi, begitu
tangan si preman tukang palak itu masuk ke buntal, mulut si preman segera terpekik. (i dalam buntal
itu, entah bagaimana caranya, tangan si preman tukang palak telah di kunci oleh tangan si pengemis
remaja. Si preman tukang palak itu melolong#lolong, tubuhnya tertekuk#tekuk, sampai terbungkuk#
bungkuk, memohon#mohon meminta ampun agar tangannya dilepaskan. +anya begitu saja
kejadiannya. Tak lebih. Tetapi, kata orang#orang*

”(ua pengemis itu mengobrak#abrik kelompok Si Patai.”

”Si Patai sampai menyembah#nyembah agar dibiarkan pergi.”

”Pengemis super sakti&”

”(ari manakah para pengemis itu datang?”

Padahal bukan :para:, karena cuma dua orang. (an dua orang remaja itu bukan pengemis, melainkan
pakiah. Seperti $nda sudah tahu, tentu bukan tak ada orang yang tak kenal pakiah di Pekan Sitalang.
(an juga bukannya tak ada orang yang tak tahu bahwa pakiah itu datang dari Pariangan. Tetapi
soalnya, orang#orang yang tak tahu jauh lebih banyak, dan mereka yang tak tahu ini lebih ingin, dan
senang, mendapati kenyataan ada pengemis yang begitu sakti, dan mereka lalu dengan rela
memberikan apa pun untuk para pengemis ini. -aka, kemudian, bila $nda jeli mengamati apa yang
terjadi di Pekan Sitalang, pemandangan ini akan sangat mungkin $nda dapati*

Seorang pengemis datang entah dari mana, masuk ke toilet umum atau mengendap#endap menyelinap
ke dalam belukar, sejenak kemudian kembali muncul dengan pakaian beda* bercelana dasar dengan
baju koko, berpeci dengan buntalan dijinjing atau disampir di pundaknya'.

111

Begitulah ek -inah jadi sering duduk di jendela. (ari rumahnya, memandang ke mulut jalan besar
yang langsung disambut oleh Pekan Sitalang, ek -inah bisa melihat bagaimana pakiah#pakiah itu
datang, kembali muncul dari masa lalu. Seperti dalam ingatannya, dan seperti yang sering ia katakan
kepada kanak#kanak atau cucu#cucunya, pakiah itu orang yang bisa menahan diri. -ereka meminta#
minta bukan untuk mendapatkan sesuatu dari orang lain, melainkan untuk melatih dan menemukan
sesuatu dalam diri mereka. %erendahhatian. %esabaran.

ek -inah tersenyum. Senyum yang kian lebar, kian cerah saat melihat pakiah#pakiah itu semakin
banyak. Sampai hari ini, tiga hari menjelang !ebaran, pakiah#pakiah itu bahkan tak lagi minta sedekah
hanya di Pekan Sitalang, melainkan juga merambah ke rumah#rumah sekitar, dan satu#dua orang
melangkah menuju rumah ek -inah'. 111

Payak*#$*8 13 Ag*"t*" 2%11

LUKISAN KEMATIAN
(i kampung kami ada seorang pelukis yang unik. (ia hanya akan melukis wajah manusia yang telah
sampai pada ajalnya. 5rang kampung kami menyebut lukisannya* lukisan kematian. $da juga yang
menyebutnya* lukisan keabadian. $da juga yang menyebutnya* lukisan kenangan. Sedang aku lebih
suka menyebutnya* lukisan misteri kematian.

(ua hari yang lalu, seorang perempuan setengah baya memintanya membuat lukisan seorang lelaki
yang sudah cukup tua, berkumis tebal, mengenakan kopiah warna hitam dengan ornamen tambahan
yang mengantarnya menemui ajalnya. 5rnamen itu berupa sebuah mobil yang ringsek sebab tertabrak
truk tronton. -obil itu berdiri gagah di samping lelaki yang tampak sedang tersenyum kecut. Senyum
yang seolah#olah telah memisahkannya dengan perempuan setengah baya itu* istrinya.

Pada hari ketiga setelah lusa, perempuan setengah baya itu datang kembali, mengambil lukisan yang
dipesannya. (ia gembira sekali sebab di dalam lukisan itu, suaminya tampak gagah seperti masa
mudanya, laksana seorang laksmana. Berdiri di puncak kariernya menjadi manajer perusahaan di
samping mobil dinasnya.
”!ukisan ini akan menjadi catatan sejarah bagi kehidupan dan juga akhir kejadian kematian suamiku,”
katanya kepada pelukis itu. Pelukis itu tersenyum.

”!ho, tapi -as, kok''.&” Perempuan itu kaget. Tiba#tiba seperti sadar dengan apa yang dilihatnya
pada lukisan. ”"ni kok, mobilnya utuh?” Pelukis itu hanya diam. ”Saya kan memesan lukisan suami saya
setelah kejadian. Sebab kecelakaan itu, mobilnya ringsek dan suamiku mati. !ukisan wajah suami saya
yang gagah itu, benar, tetapi, ornamen mobilnya? +arusnya sudah ringsek.”

(engan tenang, pelukis itu menjawab. ”-udah kok, Bu. %alau "bu mau melihat ornamen mobil yang
ringsek, pandang saja mobil itu, ringsek. "majinasikan pikiran "bu akan peristiwa kecelakaan itu, maka,
mobil itu akan kelihatan ringsek sendiri. Tentunya, ya, dalam kacamata kenangan.”

”$pa cukup semudah itu?”

”4oba saja& Sekarang, enyahlah agak jauh dari lukisan& !alu, pikiran "bu harus di6okuskan pada
peristiwa kecelakaan itu.”

Setelah menjauh dari lukisan, perempuan itu tersenyum. 5rnamen mobil itu dilihatnya ringsek betulan.
Sebab imajinasinya yang tajam, atau keunikan lukisan? )ntahlah. ang pasti, pelukis itu telah
membuatnya tersenyum, tanda puas.

(ua hari berikutnya, seorang lelaki datang padanya untuk mengambil lukisan pesanannya. (i dalam
lukisan itu, ada seorang kakek yang berdiri gagah di sawah. Sebuah cangkul dipegangnya. $kunya,
sawah dan cangkul adalah tempat terakhir yang dikunjungi kakek itu. (an, kakek yang dipanggilnya
ayah itu, menemui ajalnya di kamar, di kamar mandi, sepulangnya dari sawah.

”Parmin, $yah mau mandi, lantas istirahat. "tu nanti, sawah diteruskan nyangkulnya, ya,” pintanya.

)h, setelah itu, lama tak keluar#keluar, pintu didobraknya. +atinya tersentak. (itemuinya, $yahnya
telah tiada.

”%enapa kamu mau mengabadikan gambar ayahmu?” tanya si pelukis.

”$yahku adalah pahlawan dalam hidupku.”

”"bumu?”

”Sejak kecil, aku tak punya ibu. /adi, ibu hanya pahlawan dalam angan#angan,” katanya, lalu pergi.

Beberapa hari berikutnya, semakin sibuk ia melayani pesanannya. Bagaimana tidak? !ukisannya
sangat mengagumkan. !ukisannya berkesan seperti nyata. !ukisannya menjadi kenangan yang
terabadikan. $palagi, ongkos pembuatan lukisan itu terbilang tidak mahal. "a hanya ingin membagi apa
yang bisa ia kerjakan, kepada sesamanya. Baginya, ya, dengan melukis. "a tidak memasang tari6 untuk
sebuah lukisan yang telah diselesaikannya. Baginya melukis adalah sarana penyaluran imajinasi yang
bercampur baur dengan carut#marut kehidupan. Seakan#akan ia mengerti apa yang diinginkan
pemesannya. -eskipun begitu, justru, tak jarang, ia menerima uang lebih dari pemesannya. -ereka
tampak merasakan kepuasan tersendiri atas garapannya yang mengagumkan.

Sebagai teman sebayanya, sering pula aku bermain ke rumahnya. $ku pun mengagumi
kecanggihannya dalam melukis. !ukisan yang digarapnya berlatar belakang kematian. -emang, setiap
kali ia melukis, lukisannya seperti nyata dan seolah#olah menyimpan sejarah yang bermakna.
Suatu waktu, aku berkesempatan untuk bertanya kepadanya. !ukisannya tampak hidup dan bugar.
-engagumkan. Seakan#akan, wajah#wajah kematian yang dilukisnya, hidup kembali. $da ruh di
dalamnya, menggetarkan jiwa setiap orang yang melihatnya. -aka, tak khayal kalau hanya dalam
waktu beberapa bulan, reputasinya sebagai pelukis handal, mencuat sampai ke luar daerah. Bahkan,
sampai lingkup antarkota. amanya banyak dikenal massa.

Sarjo. Begitu, aku memanggilnya. (ulu, kami satu kelas, ketika belajar di bangku sekolah dasar.
-enginjak lanjutan, ia merantau. %etika aku mulai kuliah, ia pulang. Sejak itu, ia mulai berkecimpung
dalam dunia lukis. %abarnya, dari perantauan itu, ia belajar melukis. %etika aku dilantik sarjana, orang
tua satu#satunyaM ayahnya, meninggal. "a mengabadikan wajah ayahnya dalam lukisan. "bunya,
hanyalah angan#angan yang tak pernah bisa terungkapkan keberadaannya.

”%enapa kamu tidak melukis keindahan alam saja?”

”$ku tak suka bersaingan dengan Tuhan. Biarkan orang itu melihat kenyataan saja. $lam yang
diciptakan Tuhan itu lebih indah dan mampu mendekatkan hati seseorang kepada#ya.”

”Tapi, kamu malah melukis wajah#wajah kematian?”

”%enapa, emang?” $ku diam.

”%uabadikan ayah dalam lukisan. $ku selalu mengingatnya, bagaimana laut itu membekukan darah
dalam tubuhnya.”

$ku diam saja. Terharu.

”%amu tahu?” tanyanya. $ku menggelengkan kepala. ”!ukisan itu adalah pusara ayah. $ku selalu
ber0iarah padanya. $ku kirimkan surat $l Iatihah kepadanya. !ukisan itu, pengganti pusara ayah di
laut.”

+ampir, air mataku copot dan meleleh dari kebekuannya.

”!alu bagaimana dengan ibumu?”

”$ku tak pernah mengerti bagaimana wajah ibu. $yah hanya pernah bercerita, kalau aku ini anak jadah.
(an ayah tak pernah menjelaskan apa maksud :anak jadah: itu. $khirnya, kukatakan kalau ibuku tak
pernah ada. "buku sendiri adalah ayah. (ia yang mengasuhku sejak kecil. -aka, di dalam lukisan itu,
ada ibuku juga. "bu yang tampak hanya dari wilayah imaji rasa. %etika aku mendoakan ayah, artinya
aku pun mendoakan ibu.”

Sebab tak tahan, airmataku menetes. Sembab. $ku bersyukur, aku masih punya ibu. -asih punya ayah.

”-engapa kamu menangis?” tanyanya heran. $ku diam saja. !idahku kelu.

”Sudahlah. $ku telah terbiasa dengan itu. -akanya, aku suka melukis wajah#wajah kematian.
$lasannya mudah saja. $ku ingin lukisan#lukisanku, menjadi pusara juga bagi mereka, mengingatkan
mereka akan misteri kematian. (an mereka akan banyak ber0iarah atau sekadar mengirimkan surat $l
Iatihah, serta doa#doa kepada sosok di balik lukisan.”

”-ulia sekali niatmu.”

”/angan memuji. "ni tak lebih indah dari mengorek sampah.”

”-aksudmu?”

”Tak ada nilainya.R $ku tersenyum. (ia pun tersenyum.

”Banyak sekali pesananmu sekarang?”

”Seperti yang kau lihat.”

”Boleh, aku melihatnya?” (ia mengangguk.

!ukisan#lukisan itu kulihat satu#satu. !ukisan pertama, seorang lelaki muda sedang duduk di taman,
bersama seorang perempuan sebayanya. !elaki itu memegang sebilah pisau. (ari kejauhan, aku
melihat misteri kejadian kematian lelaki. (itusukkannya pisau itu tepat ke jantungnya sendiri.

Anda mungkin juga menyukai