Anda di halaman 1dari 43

Kisah Kakek Penjual Amplop

185 Votes


Kisah nyata ini ditulis oleh seorang dosen ITB bernama Rinaldi Munir mengenai seorang
kakek yang tidak gentar berjuang untuk hidup dengan mencari nafkah dari hasil berjualan
amplop di Masjid Salman ITB. Jaman sekarang amplop bukanlah sesuatu yang sangat
dibutuhkan, tidak jarang kakek ini tidak laku jualannya dan pulang dengan tangan hampa.
Mari kita simak kisah Kakek Penjual Amplop di ITB.
Setiap menuju ke Masjid Salman ITB untuk shalat Jumat saya selalu melihat seorang Kakek
tua yang duduk terpekur di depan dagangannya. Dia menjual kertas amplop yang sudah
dibungkus di dalam plastik. Sepintas barang jualannya itu terasa aneh di antara pedagang
lain yang memenuhi pasar kaget di seputaran Jalan Ganesha setiap hari Jumat. Pedagang di
pasar kaget umumnya berjualan makanan, pakaian, DVD bajakan, barang mainan anak,
sepatu dan barang-barang asesori lainnya. Tentu agak aneh dia nyempil sendiri menjual
amplop, barang yang tidak terlalu dibutuhkan pada zaman yang serba elektronis seperti saat
ini. Masa kejayaan pengiriman surat secara konvensional sudah berlalu, namun Kakek itu
tetap menjual amplop. Mungkin Kakek itu tidak mengikuti perkembangan zaman, apalagi
perkembangan teknologi informasi yang serba cepat dan instan, sehingga dia pikir masih ada
orang yang membutuhkan amplop untuk berkirim surat.
Kehadiran Kakek tua dengan dagangannya yang tidak laku-laku itu menimbulkan rasa iba.
Siapa sih yang mau membeli amplopnya itu? Tidak satupun orang yang lewat menuju masjid
tertarik untuk membelinya. Lalu lalang orang yang bergegas menuju masjid Salman seolah
tidak mempedulikan kehadiran Kakek tua itu.
Kemarin ketika hendak shalat Jumat di Salman saya melihat Kakek tua itu lagi sedang duduk
terpekur. Saya sudah berjanji akan membeli amplopnya itu usai shalat, meskipun sebenarnya
saya tidak terlalu membutuhkan benda tersebut. Yach, sekedar ingin membantu Kakek itu
melariskan dagangannya. Seusai shalat Jumat dan hendak kembali ke kantor, saya
menghampiri Kakek tadi. Saya tanya berapa harga amplopnya dalam satu bungkus plastik itu.
Seribu, jawabnya dengan suara lirih. Oh Tuhan, harga sebungkus amplop yang isinnya
sepuluh lembar itu hanya seribu rupiah? Uang sebesar itu hanya cukup untuk membeli dua
gorengan bala-bala pada pedagang gorengan di dekatnya. Uang seribu rupiah yang tidak
terlalu berarti bagi kita, tetapi bagi Kakek tua itu sangatlah berarti. Saya tercekat dan
berusaha menahan air mata keharuan mendengar harga yang sangat murah itu. Saya beli ya
pak, sepuluh bungkus, kata saya.
Kakek itu terlihat gembira karena saya membeli amplopnya dalam jumlah banyak. Dia
memasukkan sepuluh bungkus amplop yang isinya sepuluh lembar per bungkusnya ke dalam
bekas kotak amplop. Tangannya terlihat bergetar ketika memasukkan bungkusan amplop ke
dalam kotak.
Saya bertanya kembali kenapa dia menjual amplop semurah itu. Padahal kalau kita membeli
amplop di warung tidak mungkin dapat seratus rupiah satu. Dengan uang seribu mungkin
hanya dapat lima buah amplop. Kakek itu menunjukkan kepada saya lembar kwitansi
pembelian amplop di toko grosir. Tertulis di kwitansi itu nota pembelian 10 bungkus amplop
surat senilai Rp7500. Kakek cuma ambil sedikit, lirihnya. Jadi, dia hanya mengambil
keuntungan Rp250 untuk satu bungkus amplop yang isinya 10 lembar itu. Saya jadi terharu
mendengar jawaban jujur si Kakek tua. Jika pedagang nakal menipu harga dengan
menaikkan harga jual sehingga keuntungan berlipat-lipat, Kakek tua itu hanya mengambil
keuntungan yang tidak seberapa. Andaipun terjual sepuluh bungkus amplop saja
keuntungannya tidak sampai untuk membeli nasi bungkus di pinggir jalan. Siapalah orang
yang mau membeli amplop banyak-banyak pada zaman sekarang? Dalam sehari belum tentu
laku sepuluh bungkus saja, apalagi untuk dua puluh bungkus amplop agar dapat membeli
nasi.
Setelah selesai saya bayar Rp10.000 untuk sepuluh bungkus amplop, saya kembali menuju
kantor. Tidak lupa saya selipkan sedikit uang lebih buat Kakek tua itu untuk membeli makan
siang. Si Kakek tua menerima uang itu dengan tangan bergetar sambil mengucapkan terima
kasih dengan suara hampir menangis. Saya segera bergegas pergi meninggalkannya karena
mata ini sudah tidak tahan untuk meluruhkan air mata. Sambil berjalan saya teringat status
seorang teman di fesbuk yang bunyinya begini: Kakek-Kakek tua menjajakan barang
dagangan yang tak laku-laku, ibu-ibu tua yang duduk tepekur di depan warungnya yang
selalu sepi. Carilah alasan-alasan untuk membeli barang-barang dari mereka, meski kita tidak
membutuhkannya saat ini. Jangan selalu beli barang di mal-mal dan toko-toko yang nyaman
dan lengkap..
Si Kakek tua penjual amplop adalah salah satu dari mereka, yaitu para pedagang kaki lima
yang barangnya tidak laku-laku. Cara paling mudah dan sederhana untuk membantu mereka
adalah bukan memberi mereka uang, tetapi belilah jualan mereka atau pakailah jasa mereka.
Meskipun barang-barang yang dijual oleh mereka sedikit lebih mahal daripada harga di mal
dan toko, tetapi dengan membeli dagangan mereka insya Allah lebih banyak barokahnya,
karena secara tidak langsung kita telah membantu kelangsungan usaha dan hidup mereka.
Dalam pandangan saya Kakek tua itu lebih terhormat daripada pengemis yang berkeliaran di
masjid Salman, meminta-minta kepada orang yang lewat. Para pengemis itu mengerahkan
anak-anak untuk memancing iba para pejalan kaki. Tetapi si Kakek tua tidak mau mengemis,
ia tetap kukuh berjualan amplop yang keuntungannya tidak seberapa itu.
Di kantor saya amati lagi bungkusan amplop yang saya beli dari si Kakek tua tadi. Mungkin
benar saya tidak terlalu membutuhkan amplop surat itu saat ini, tetapi uang sepuluh ribu yang
saya keluarkan tadi sangat dibutuhkan si Kakek tua.
Kotak amplop yang berisi 10 bungkus amplop tadi saya simpan di sudut meja kerja. Siapa
tahu nanti saya akan memerlukannya. Mungkin pada hari Jumat pekan-pekan selanjutnya
saya akan melihat si Kakek tua berjualan kembali di sana, duduk melamun di depan
dagangannya yang tak laku-laku.
Mari kita bersyukur telah diberikan kemampuan dan nikmat yang lebih daripada kakek ini.
Tentu saja syukur ini akan jadi sekedar basa-basi bila tanpa tindakan nyata.
Mari kita bersedekah lebih banyak kepada orang-orang yang diberikan kemampuan ekonomi
lemah. Allah akan membalas setiap sedekah kita, amiin.
Dulu Tukang Becak, Kini Punya 10 Mobil dan 2 Pabrik
Senin, 9 Juli 2012 | 06:38 WIB
Terkait
Jadi "Hot Topic" di Facebook, Klinik Metropole di Glodok Tutup
Ketika Obat Penenang Tak Lagi Memberi Rasa Tenang
Tekan Efek Buruk Gula, Rutinlah Jalan Kaki 12.000 Langkah
Gadis Ini Lolos dari Pemerkosaan karena Ponsel Pelaku Tiba-tiba Berdering
Ingin Parkir Murah, Adit Malah Bayar Rp 500.000
Tweet

0

JAKARTA, KOMPAS.com Bertahun-tahun lamanya Sanim menggantungkan nasib pada
sebuah becak yang dimilikinya. Kini nasibnya berubah, ia menjadi jutawan dengan dua
pabrik, tiga rumah, 10 mobil, dan dua kali haji dari usahanya itu.
Sanim (60) merupakan seorang pengusaha asal Desa Rawa Urip, Kecamatan Pangenan,
Kabupaten Cirebon, Jawa Barat. Ia menjadi salah satu contoh warga yang berhasil keluar dari
garis kemiskinan.
Dua usaha yang ia jalani saat ini ialah pabrik pembuatan garam dan pupuk organik. Namun,
nama Sanim lebih dikenal sebagai pengusaha garam ketimbang pengusaha pupuk organik.
"Sekarang saya punya 10 mobil, tiga di antaranya mobil pribadi tipe Daihatsu Taruna, Honda
Jazz, dan mobil pertama ketika saya beli tahun 1997, yaitu Daihatsu Espass, bangga sekali
saya saat itu. Sisanya mobil angkut produksi, seperti Fuso," ujar bapak empat anak ini, saat
ditemui Kompas.com di acara peluncuran buku kewirausahaan Rhenald Kasali di Gedung
WTC, Jakarta Kamis (5/7/2012).
Adapun beberapa jenis garam yang diproduksi ialah jenis garam grosok (garam non-yodium
masih berbentuk butiran besar dan kasar, biasanya dipakai untuk budidaya dan pengawetan
ikan), garam dapur (konsumsi), dan garam industri untuk pabrik tekstil.
Sementara jenis pupuknya, yakni organik tipe KCL (kalium clorida), fungsinya
meningkatkan unsur hara kalium di dalam tanah budidaya.
Kemampuan produksi kedua pabriknya, Samin mengaku, dalam setahun mampu
memproduksi masing-masing 2.000 ton baik garam maupun pupuk organik.
"Oh kalau barang jadinya, itu mah (harga jual) rahasia perusahaan, Mas. Yang penting
perhitungan saya ini ada lebihnya gitu. Saya tidak tahu kiranya berapa, tapi tahun kemarin
bersih minimal mencapai Rp 400 juta per tahun," tuturnya sambil tertawa.
Menimba ilmu dari pabrik garam
Sanim menceritakan, pada awalnya ketika masih sebagai tukang becak, ia sering mangkal di
persimpangan Jalan Cirebon. Di tempatnya mangkal, berdiri sebuah pabrik garam yang
cukup besar.
Sanim pun tertarik untuk melamar kerja di pabrik tersebut, dengan harapan nasibnya bisa
lebih baik. Beruntung, Ia diterima bekerja di situ.
"Setelah dua bulan bekerja, saya pun berpikir, daerah kita kan punya potensi garam, loh
kenapa saya tidak bisa membuat garam sendiri," ungkapnya.
Akhirnya, Sanim berhenti kerja dari pabrik garam tersebut. Di situlah ia mulai berpikir, usaha
garam ternyata mampu mengeruk keuntungan yang lebih besar dari buruh pabrik, apalagi
tukang becak.
Baginya, garam bukan hanya sebagai bumbu penyedap makanan, melainkan juga dibutuhkan
untuk keperluan industri, pertanian, dan perikanan. Ternyata, tidak sia-sia pernah bekerja di
pabrik garam. "Jadi bisa dikatakan cuma menimba ilmu di pabrik tersebut," tuturnya.
Ilmu yang diperolehnya ialah cara membuat garam krosok. Sanim pun menggarap empang
peninggalan orang tuanya yang berada di belakang rumahnya untuk mencoba membuat
garam.
"Alhamdulillah, lama-lama usaha saya berkembang, sampai yang awalnya usaha di halaman
belakang rumah, lalu berkembang dan kita bisa membeli tanah untuk tempat produksi yang
lebih luas lagi," ujar Sanim, yang mampu mengantarkan keempat anaknya meraih gelar
sarjana ini.
Petani garam umumnya memanfatkan empang atau kolam di dekat pantai. Caranya, dengan
mengumpulkan air laut ke dalam empang. Lalu, dengan bantuan sinar matahari, air laut yang
terkumpul tersebut akan menguap dan menghasilkan kristal-kristal bersenyawa Natrium
clorida (NaCl).
Kristal NaCL itu dikumpulkan oleh petani, lalu dibersihkan berulang kali dari kotoran yang
melekat hingga menjadi butiran halus dan kecil, tetapi non-yodium.
Itu dulu, tetapi kini, selain memproduksi sendiri garam krosok, ia juga membelinya dari
petani garam di sekitar Cirebon. Dengan kisaran harga beli sekitar Rp 400 per kilogram.
Harga belinya murah disebabkan garam yang diterima masih sangat kotor dan berwarna
hitam. Kemudian ia cuci kembali dengan alat seadanya.
Akhirnya, Ia memutuskan untuk membeli alat pencuci khusus garam krosok seharga Rp 20
juta-an. Lebih efisien, dan garam krosok bisa dibersihkan dengan cepat. Ia pun menjual
garam itu ke industri, pertanian, dan perikanan.
Namun, Sanim enggan menyebut berapa harga jual garamnya. Di beberapa iklan promosi
yang beredar di internet, harga jual garam krosok bersih bisa mencapai Rp 810.
Peralatan produksi garamnya pun masih menggunakan mesin tradisional. Menurutnya, ini
warisan budaya setempat. Lagi pula, ia menganggap mesin tradisional lebih tahan lama dan
tidak menimbulkan suara bising ketimbang mesin modern berbahan besi.
Mesin tradisional inilah yang digunakan Sanim untuk mengolah garam krosoknya menjadi
garam beryodium dan bisa dikonsumsi oleh masyarakat.
"Kalau barang, jualnya habis-habis terus, tak pernah berkurang. Karena pemasaran banyak
sekali setelah garam beredar," ungkapnya.
Memanfaatkan KUR
Lambat laun, Sanim pun mulai berpikir untuk mengembangkan usaha lebih besar lagi dari
yang ia jalani sekarang. Pada 2010, ia memutuskan untuk menggunakan fasilitas Kredit
Usaha Rakyat (KUR) yang disediakan perbankan BUMD Jawa Barat, yakni Bank Jabar
Banten (BJB).
Sebelumnya, ia hanya memanfaatkan jasa bilyet giro Bank BJB untuk bertransaksi dengan
pembeli luar kota. "Kita pernah mengajukan utang pinjaman ke Bank BCA, tapi waktu itu
ditolak. Setelah itu akhirnya kita ke bank BJB. setelah diproses dan melihat prospek
perkembangan usaha kita, akhirnya kita dapat dana," katanya bercerita saat kesulitan
memperoleh dana usaha.
Untuk menghasilkan 2.000 ton garam, paling tidak Sanim harus mengeluarkan biaya
produksi sebesar Rp 1 miliar. Untuk itu, ia sangat membutuhkan suntikan dana bank untuk
memperlancar arus produksinya.
Ia mengaku tidak pernah mengalami kredit macet selama meminjam ke bank. "Ke depannya
nanti saya akan meminjam kembali ke Bank BJB sebesar Rp 500 juta. Kepenginnya saya
balikin sekitar 1 tahun," katanya.
Sementara itu, ditemui Kompas.com di tempat yang sama, Dirut Bank BJB Bien Subiantoro
mengatakan, bank yang dipimpinnya itu memberikan akses kemudahan bagi para pengusaha
mikro melalui jalur KUR.
Salah satu langkah BJB ialah meluncurkan suatu program bernama "Warung BJB". Warung
tersebut semacam bank keliling khusus untuk menyalurkan pembiayaan usaha mikro.
Kini, 430 Warung BJB tersebar di pasar-pasar tradional di beberapa wilayah Jawa Barat dan
Banten.
"Khusus kredit (KUR) kita masih fokus di Jawa Barat dan Banten. Ini karena untuk
menyalurkan kredit, kita harus tahu dulu customer-nya," tutur Bien.
Dirinya mengklaim, pengusaha mikro tidak perlu lagi berpikir ribetnya proses birokrasi
pengajuan dana KUR.
Biasanya, lanjut Bien, pengusaha mikro yang datang ke BJB untuk mengajukan KUR
didiskusikan terlebih dahulu, bank pun bisa langsung mencairkan dananya. Asalkan
pengusaha punya tempat usaha tetap.
"Kita memberi dana mulai paling kecil yakni Rp 2 juta hingga yang paling besar sampai Rp
50 juta. Begitu tumbuh, lalu kita naikkan kembali levelnya sampai RP 100 juta. Lalu begitu
tumbuh lagi, kita naikkan kembali level pinjamannya. NPL-nya (kredit bermasalah) pun
kecil, hanya empat persen (maksimal lima persen) untuk mikro," kata Bien, yang pernah
menjabat Direktur Treasury dan Internasional Bank BNI ini.
Rhenald Kasali tentang Sanim
Guru Besar FEUI sekaligus penggiat Rumah Perubahan kewirausahaan Rhenald Kasali
mengatakan, banyak sekali orang yang menjadi tukang becak selama 20 tahun dan bahkan
hingga akhir hayatnya.
"Tapi Pak Sanim berubah, justru Pak Sanim melihat dirinya ada potensi. Dan sekarang Pak
Salim menjadi pengusaha besar di bidang garam. Ketika sebagian besar orang justru ingin
impor garam. Pak Sanim berkutat untuk menyelamatkan garam Indonesia. Jadi ini salah satu
contoh," ungkapnya pada sambutannya di peluncuran buku terbarunya tentang
kewirausahaan.
Rhenald menyebut Sanim dan pengusaha mikro sejenis adalah para "pengusaha cracking".
Para pengusaha yang awalnya bukan dari kalangan keluarga pengusaha, tetapi mereka nekat
keluar dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat pada umumnya.
dalah memprovokasi para pemuda untuk berani menjadi entrepreneur dan berlomba dalam
berprestasi. Saya juga berniat akan membuat rekor dunia dengan memotivasi 170.845
pemuda saat peringatan Sumpah Pemuda 2010. Pemuda jangan hanya membuat kisah, tapi
harus membuat sejarah.
Agung Nugroho Pengusaha Muda Sukses di Bidang Laundry Kiloan
Jakarta, (GNI)- Peringati Hari Kebangkitan Nasional Fatigon Semangati Masyarakat untuk
Produktif Untuk menuju masyarakat Indonesia yang produktif, sembari memanfaatkan
momen Hari Kebangkitan Nasional, salah satu produk multivitamin, Fatigon, yang berada di
bawah bendera PT Kalbe Farma, mengusung suatu program yang dinamakan Aksi Semangat
Indonesia Menuju Masyarakat Produktif. Program ini merupakan sebuah gerakan moral
peduli produktivitas bangsa, dengan mengusung aktivitas positif yang sarat inspirasi,edukasi,
kesehatan, serta hiburan.
Program ini diawali dengan kickoff pada hari ini, Rabu (19/5), yang bertempat di Marios
Place, Jakarta, dengan menghadirkan beberapa orang endorser (bintang pendukung). Di
antaranya yaitu pendiri radio AS, Ahmad Solihun, serta pengusaha laundry kiloan Agung
Nugroho Susanto. Acara tersebut sekaligus juga dihadiri oleh Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen
Pembinaan dan Produktivitas Kemenakertrans, Abdul Wahab Bangkona.
Selanjutnya dalam program ini, akan diadakan kegiatan Fatigon Aksi Semangat Indonesia
setiap Senin pagi di perkantoran, dengan tujuan mengajak dan membiasakan karyawan di
perkantoran tak datang terlambat. Lantas pada tanggal 6 Juni 2010 mendatang, Fatigon juga
akan mengadakan serangkaian kegiatan massal di Parkir Timur Senayan, Jakarta, menyusul
kemudian di Lapangan Makodam Surabaya dan Lapangan Tagalega, Bandung, serta di
tempat-tempat lainnya. Dalam kesempatan itu akan dilakukan kegiatan-kegiatan menarik
bermuatan edukasi, seperti jalan bersama, aerobik, penciptaan rekor Muri membunyikan
alarm weker dengan peserta terbanyak (dengan target 15 ribu), plus hiburan oleh band-band
papan atas.
Menurut Direktur Sales dan Marketing PT Kalbe Farma, Widjanarko Lokadjaja, kegiatan ini
disponsori oleh produk mereka Fatigon, yang merupakan multivitamin paling banyak
dikonsumsi masyarakat Indonesia. Besar harapan kami, melalui kampanye ini Fatigon bisa
membantu mengingatkan dan mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali memiliki
semangat kerja, semangat menjadi yang terbaik, sekaligus tentunya Fatigon selalu menjadi
pilihan masyarakat dalam menjaga kesehatan dan membantu beraktivitas sehari-
hari,ungkapnya.
Dipaparkan pula, tahun 2010 ini merupakan tahun pertama berlangsungnya program Aksi
Semangat Indonesia Menuju Masyarakat Produktif dengan memanfaatkan momentum Hari
Kebangkitan Nasional. Kami percaya Hari Kebangkitan Nasional ini dapat menjadi
momentum (demi) mencanangkan program yang menjadikan masyarakat lebih produktif.
Saat wartawan Globalnews-indonesia.com mewawancarai salah satu endorser pendukung
pengusaha laundry kiloan Agung Nugroho Susanto dari Yogyakarta ia mengatakan bahwa
perjalanan hidup seseorang memang tidak pernah ada yang mengira akan jadi apa kita besok
bahkan masa depan kita begitu juga Agung Nugroho yang dalam menjalani kehidupannya
juga tidak pernah tahu akan jadi apa yang semula hanya melihat dan akhirnya mempunyai ide
kreatif untuk mencoba terjun menjadi pengusaha laundry dengan merek dagangnya
SimplyFresh.
Sebelumnya Agung juga mempunyai usaha di bidang Distro dan Counter HP tapi menurut
Agung kedua bisnis tersebut ternyata gagal dan dalam bisnis Laundry baru sukses. Hingga
saat ini bisnis Laundry kiloannya sudah mencapai 130 outlet yang tersebar di seluruh
Indonesia, dengan otlet yang terbanyak ada di Jabodetabek dan hingga saat ini bisnis mencuci
ini merupakan salah satu bisnis dengan sistem Franchise yang paling dicari oleh masyarakat
yang ingin membuka usahanya.
Agung Nugroho Susanto. Sarjana Hukum, Alumni UGM saat ini omsetnya hingga milyaran
rupiah per bulan. Outlet loundry miliknya hingga kini sudah tersebar di seluruh Indonesia,
dari Aceh hingga ke Papua. Usianya kini baru menginjak 25 tahun. Usia ini masih relatif
muda untuk seorang milyarder.
Pada tahun 2007 ia lulus dari dari Fakultas Hukum UGM, dengan IPK 3,7, kelurganya
menyarankan agar dia bekerja di Bank Indonesia. Ternyata beberapa kali tes saya lulus dan
terakhir hanya tes Wawancara, kata Agung mengawali ceritanya.
Tes terakhir itu menurutnya hanya formalitas. Dia yakin diterima delapan puluh persen.
Tetapi dia berani melawan kehendak orang tua. Saya tidak ikut tes di BI tersebut.
Dirinya meminta kepada keluarga agar memberi waktu kepadanya untuk meneruskan
perjuangan bisnis di bidang lain. Saya yakin itu (Perjuangan) akan berhasil.
Kini Agung dalam usia yang masih relatif muda ini terus menggeluti bisnisnya di bidang
laundry kiloan yang sudah tersebar di seluruh Indonesia, dengan sistem Franchise.
Akhirnya saya hinggap di usaha cucian ini. Untuk menyikapi persaingan maka saya harus
memiliki kelebihan dalam usaha ini, yaitu saya menambahkan aroma pewangi, garansi total
jika ada kerusakan, dan yang terakhir adalah deterjen yang ramah lingkungan, bahkan bisa
menyuburkan tanaman. Simply Fresh kini menjadi laundry favorit para mahasiswa di
Yogyakarta karena harga yang ditawarkan ke konsumen sangat murah.
Tubuh atletis, wajah tampan, berjiwa muda dan berwawasan luas. Itulah gambaran sekilas
tentang sosok usahawan muda Indonesia yang satu ini, pria kelahiran Jakarta 10 November
1974. Dengan semangat jiwa muda dan wawasan luas yang ia miliki, ditunjang oleh
pengalaman menempuh pendidikan tinggi di luar negeri, dia mampu menjalankan beberapa
perusahaan besar sekaligus di bawah satu kontrol kepemimpinannya. Bahkan, pebisnis muda
lulusan M.B.A dari Stanford Graduate School of Business, California, Amerika Serikat, juga
telah menunjukkan kepiawaiannya memecahkan berbagai persoalan dan kemelut yang
beberapa kali hadir melanda perusahaan di tengah persaingan bisnis yang sangat ketat.
Anindya Novyan Bakrie, itulah nama lengkap putra pertama dari Menteri Koordinator
Bidang Kesra di Kabinet Indonesia Bersatu, Aburizal Bakrie. Pengusaha yang lebih akrab
disapa Pak Anin oleh para kolega bisnis dan stafnya ini, adalah Presiden Direktur PT Bakrie
Telecom Tbk, perusahaan yang dikenal luas dengan produk telepon seluler tarif murah
Esia. Suami dari Firdiani Saugi dan ayah dari 3 anak Alisha Anastasia Bakrie (P), Azra
Fadilla Bakrie (P) dan Akila Abunindya Bakrie (L) ini pernah magang di perusahaan PT
Bakrie & Brothers Tbk. sebagai Deputi Kepala Operasi dan Direktur Pelaksana pada periode
1997-1999. Ia selanjutnya mendapat amanat penuh dari orang tuanya untuk memimpin
beberapa perusahaan milik keluarga, salah satunya PT Bakrie Telecom Tbk.
Sebagai seorang presiden direktur di perusahaan besar pertelekomunikasian Indonesia,
khususnya yang berbasis teknologi CDMA, Anindya selalu mendapatan pelajaran baru dari
setiap langkah bisnis yang ia lakukan dalam memajukan pertelekomunikasian di tanah air.
Sebagai anak muda, ia tidak pernah berhenti belajar, menimba ilmu dan pengalaman dari para
senior. Hal ini tercermin dari jawaban pendeknya atas pertanyaan apa kiat dan rahasia
keberhasilannya dalam mengelola usaha selama ini. Saya belum pas untuk pertanyaan itu,
karena saya sendiri masih belajar, belum punya kiat dan rahasia sukses. Namun demikian,
Anindya senantiasa terbuka kepada setiap orang yang ingin mencoba untuk mencontoh atau
berbagi pengalaman sukses dalam mengelola bisnis di bidang telekomunikasi seperti yang
digelutinya saat ini.
Selain menahkodai PT Bakrie Telecom Tbk, Anindya juga masuk dalam jajaran puncak
memimpin beberapa perusahaan besar lainnya, yakni pada PT Lativi Media Karya (Lativi,
yang berganti nama menjadi tvOne pada 14 Februari 2008 lalu) sebagai Presiden Komisaris,
PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) sebagai Presiden Direktur, dan di perusahaan
Capital Managers Asia Pte., Ltd. (berpusat di Singapura) sebagai Chief Operating Officer.
Dengan jabatan pimpinan di berbagai lembaga bisnis tersebut, dapat dibayangkan betapa
sibuknya seorang Anindya bekerja dan berkarya mencapai tujuan usaha yang sedang
ditekuni. Oleh karena itu, kesediaan tokoh pengusaha muda belia yang juga aktif di
organisasi Kadin Indonesia sebagai Ketua Komite Tetap bidang Komunikasi dan Penyiaran
ini menerima tim redaksi Harian Online KabarIndonesia (HOKI) di ruang kerjanya di Wisma
Bakrie, Kuningan Jakarta, untuk sebuah wawancara eksklusif beberapa waktu lalu menjadi
sebuah momen langka dan amat istimewa.
Anindya ternyata seorang yang sederhana, bila tidak dapat dikatakan sangat bersahaja.
Seperti layaknya pemuda pribumi Indonesia kebanyakan, ia terlihat biasa saja, ditunjang oleh
sifat santun yang amat kentara jauh dari kesan bahwa ia seorang konglomerat kaya-raya;
penampilannya saat itu menepis anggapan bahwa anak-anak pejabat menyenangi kehidupan
glamour dan angkuh. Senyum yang senantiasa menghiasi wajahnya menambah tenteram
suasana hati setiap tetamu yang hadir, ditambah percakapan bersahabat disertai tawa lepas
ciri khas lelaki muda yang mudah bergaul dengan semua kalangan.
Anindya adalah seorang Muslim yang taat. Hal ini tercermin dari seringnya ungkapan syukur
yang terlontar dari mulutnya di sela-sela pembicaraan; menurut rekan-rekannya ia juga rajin
beribadah. Lulusan BSc. dari Northwestern University, Illionis, Amerika Serikat, yang pada
pertemuan beberapa waktu lalu itu mengenakan kemeja biru terang dan celana jeans, terkesan
kuat memiliki aura kepemimpinan yang amat baik. Dalam penampilan yang bersahaja itu ia
tetap terlihat sebagai seorang pemimpin profesional, yang tercermin juga dari tutur kata serta
gaya berbicara yang terstruktur, analisis, bervisi jauh ke depan, serta memiliki bobot
keilmuan yang tinggi.
Sesungguhnya seorang Anindya bukanlah apa-apa walau ia terlahir dari keturunan keluarga
mapan dan kaya mulai garis keluarga kakeknya, alm. H. Achmad Bakrie. Usaha yang dirintis
dan dijalankannya saat ini, bila boleh dikatakan berhasil, itu tidak lepas dari kemampuan
individu-nya sebagai seorang usahawan. Darah bisnis bawaan dari orang tuanya mungkin
saja menjadi modal besar dalam mengelola suatu usaha. Dan hal tersebut lebih bermakna
ketika Anindya telah mempersiapkan dirinya sendiri untuk menjadi pebisnis melalui
pendidikan hingga ke tingkat Master ditambah kegigihannya menimba ilmu filosofi bisnis
dari alm. kakeknya.
Dalam hidup ini, terutama ketika menggeluti sebuah usaha, hal yang perlu ditanamkan
adalah bahwa apapun yang dilaksanakan harus bermanfaat dan berguna bagi banyak
orang, demikian pesan kakeknya seperti dituturkan Anindya. Sebuah filsafat hidup sarat
makna yang amat fundamental sebagai landasan berpijak dalam setiap kegiatan yang kita
inginkan berhasil dengan baik. Hampir semua orang pernah mendengar dan tahu dengan
pesan moral itu, namun tidak banyak yang mampu melakukannya dengan konsisten.
Padahal, justru prinsip tersebut merupakan salah satu penentu berhasil-tidaknya seorang
pengusaha.
Kalkulasi kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan adalah salah satu pesan penting
Anindya bagi sesama generasi muda serta penerus bangsa. Menurutnya, saat ini, komposisi
penduduk Indonesia menunjukkan bahwa 65% adalah penduduk usia di bawah 35 tahun.
Masa depan bangsa dan negara Indonesia pada 15 atau 20 tahun mendatang ditentukan oleh
generasi yang 65% itu. Oleh karenanya, keadaan Indonesia pada 15 atau 20 tahun akan
datang dapat diprediksi dengan melihat karakter dan keadaan generasi muda saat ini. Artinya,
para pemuda dan generasi remaja perlu mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk
menyongsong masa 20 tahun nanti itu.
We are living in an interesting time, kata Anindya menggambarkan bahwa generasi muda
saat ini sedang hidup di zaman yang amat menarik penuh tantangan. Yang oleh sebab itu,
mereka perlu memiliki karakter inovator dan kreator handal jika ingin bangsa dan negaranya
maju, tidak tertinggal lebih jauh dari bangsa-bangsa lain. Satu kebanggaan bagi Anindya
adalah bahwa dari data survey, terdapat 85% pebisnis Indonesia di Usaha Kecil Menengah
(UKM) adalah generasi muda. Ini mengindikasikan bahwa semangat membangun dan
berkarya kalangan muda cukup baik.
Percakapan dengan mantan analis keuangan Salomon Brothers Inc. (New York) ini makin
hangat ketika HOKI memintanya untuk memberi penjelasan tentang konsep dasar
menyediakan layanan telekomunikasi telepon seluler Esia dengan tarif yang dinilai amat
murah kepada masyarakat. Anindya, yang saat ini aktif sebagai Sekretaris Jenderal The Asia
Pasific Media Forum, dengan bersemangat menguraikan panjang lebar tentang landasan logis
untuk berani tampil berbeda dari lembaga penyedia jasa telekomunikasi lainnya di tanah air.
Secara gampang, ia mengambil contoh pengalaman dari dunia penerbangan Indonesia yang
telah memunculkan pemenang dari kelompok maskapai baru yang notabene baru seumur
jagung dibandingkan pemain lama. Sebutlah Air Asia dan Lion Air yang dalam waktu tidak
lebih dari 3 tahun tampil sebagai perusahaan penerbangan papan atas di tanah air melalui
konsep tiket murah, dan bahkan terbang gratis selama setahun. Kenyataan ini merefleksikan
bahwa keuntungan tidak hanya dapat dihitung dari seberapa besar selisih modal dengan
penjualan, tetapi melalui perhitungan berapa banyak produk yang terjual. Kongkritnya, walau
keuntungan satuan barang kecil tetapi terjangkau oleh lebih banyak konsumen, maka
keuntungan tetap akan diraih oleh sebuah perusahaan, apapun jenis usahanya.
Fenomena tarif murah Esia kembali membuktikan bahwa filosofi kebermanfaatan bagi
orang banyak serta kesederhanaan, tidak perlu mahal, adalah sebuah prinsip hidup yang
bernilai kebenaran. Tidak penting banyak untung dalam sekejap, yang paling dibutuhkan
adalah konsistensi dan kontinuitas. Harga murah itu penting bagi sebagian besar masyarakat
kita, dan bila dalam harga murah itu kita masih bisa memetik keuntungan walau sedikit,
mengapa kita ragu untuk melakukan bisnis dengan harga murah? demikian komentar
Anindya setengah bertanya.
Berdasarkan pengalaman di tahun 2007 lalu, dimana Esia dapat membukukan 3,8 juta
pelanggan produk perusahaannya, Anindya yang menyukai olahraga lari marathon ini,
menargetkan pencapaian angka 7 juta pelanggan Esia pada tahun 2008. Angka itu diharapkan
dapat bertambah hingga 10,5 juta di tahun 2009, dan ia optimis di akhir 2010, Esia akan
digunakan oleh tidak kurang 14 juta pelanggan. Pencapaian angka spektakuler itu tentu bukan
sesuatu yang mudah, di tengah persaingan yang amat ketat di antara para pebisnis
telekomunikasi yang semakin bertambah jumlahnya. Namun, semangat jiwa muda yang
dibarengi oleh kemampuan melakukan inovasi menjadi kunci sukses bagi seorang Anindya
Novyan Bakri.
Sukses Besar Pengusaha Muda Donat Bakar
Niat Oily Purnama Sari jadi entrepreneur bermula usai mengikuti Ciputra Entrepreneurship di
UGM. Bekal tiga bulan pelatihan mampu menyibak wawasan Sarjana Elektro itu. Kini ia
jadi pengusaha muda donat bakar VERI VLORIDA, Jakarta.
Setelah lulus pada tahun 2007, Oily sempat mengisi kegiatannya dengan bekerja di sebuah
perusahaan roti di Yogyakarta. Ketika itu ia mengaku belum memiliki bekal pengetahuan di
bidang entrepreneurship. Namun naluri bisnisnya diuji coba ketika Oily mengikuti pelatihan
Ciputra Entrepreneurship di Pasca Sarjana UGM.
Menurut Oily, selama tiga bulan peserta pelatihan mengikuti bimbingan materi pelajaran dan
membuat konsep bisnis. Pada minggu kedua mereka mengikuti progran Crown I sebagai
kegiatan pertama untuk memulai bisnis. Modal awalnya Rp 500.000,-. Dana itu lalu
dikelolanya dengan berjualan suvenir atribut UGM. Pada program Crown II setiap kelompok
diberikan modal pinjaman Rp 1.000.000,- Dana itu digunakan Oily dengan mencoba
berbisnis donat. Yang ada di benak saya ucapan Pak Ciputra berbisnis harus melakukan
inovasi.
Termasuk berbisnis donat yang biasanya dibuat dari terigu namun ia mencobanya dengan
menggunakan bahan baku ubi jalar. Nama produknya yakni Donatello yang artinya tello
dalam bahasa Jawa adalah ubi. Produk itu
dijajakan di bazar yang digelar di kampus UGM setiap Minggu pagi. Ternyata peminatnya
banyak. Sebab rasanya jauh lebih empuk tak ubahnya seperti menikmati kentang Itu resep
baru. Selama ini biasanya donat dibuat hanya dengan menggunakan terigu.
.Belum puas dengan hanya satu temuan. Oily lantas mengolahnya lagi. Kali ini resepnya
baru. Ia mencoba donat bakar. Donat bakar itu disajikan dalam bentuk tusuk sate lalu diberi
nama donat Dboom. Ada beberapa pilihan rasa untuk temuan barunya itu. Peminatnya
beraneka ragam, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Kini Oily sukses membawa merek dagangannya yang mulai dikenal di kalangan kampus dan
pusat perbelanjaan. Bisnisnya terus dikembangkan dengan membuat jaringan bisnis dengan
sistem bermitra. Misalnya dengan perusahaan katering dan orderan resmi seperti orang
kantoran.
Cara itu lebih jitu sebab keuntungannya sudah bisa dihitung secara cermat. Memulai jadi
pengusaha bisa dilakukan dengan apa yang ada. Jika belum memiliki home industri, orang
boleh-boleh saja bermitra dengan pihak kedua. Yang penting harus tetap melakukan
branding terhadap produk sendiri.
Sebelum memulai usahanya itu Oily sebetulnya sempat ragu-ragu dengan sikap keluarga.
Sebab orangtuanya menginginkan setelah lulus Oily bisa bekerja di perusahaan atau
pemerintahan. Sikap itu membuat Oily tertantang untuk menekuni usahanya dengan gigih.
Kini ia malah sibuk mengikuti workshop dan seminar entrepreneurs di berbagai lembaga dan
sekolah.
Saya sudah merasakannya. Saya berjanji mengabdikan ilmu itu dengan membagi
pengalaman serta menyebarkan entrepreneurs kepada keluarga dan teman. Bahwa
entrepreneurs bukan karena faktor keturunan. Selain keluarga, entreprenurs bisa didapat dari
lingkungan dan mengikuti pelatihan.
Kunci utama untuk sukses adalah kerja keras. Jangan pernah mengharapkan hasil yang
maksimal dengan usaha minimal, Denni Andri, President PT Taka Turbomachinery Indonesia
Denni Andri adalah owner sekaligus President dari PT. Taka Turbomachinery Indonesia,
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Mechanical & Industrial Engineering Industry.
Bermula dari sebuah bengkel mesin yang berlokasi di Bandung, perusahaan ini kemudian
berkembang pesat menjadi salah satu perusahaan yang mampu memperbaiki turbine dan
compressor pump skala raksasa di Indonesia. Saat ini PT Taka telah sangat berpengalaman
dalam industrial pump repair, steam turbine repair dan gas turbine component repair dengan
klien-klien seperti Pertamina, Indonesia Power, Torishima Guna, Kepindo dan Chevron
Pasific Indonesia. Perusahaan yang dibangun dengan modal awal 60 juta ini, sekarang telah
memiliki 150 orang pegawai, luasan fasilitas kantor dan workshop sekitar hampir 6000 m2
dan total aset senilai 80 Milyar.
Memulai dari Nol
Lulus dari jurusan Geologi Institut Teknologi Bandung, Denni bekerja secara freelance di
bidangnya. Pada tahun 1997 ketika krisis ekonomi menerpa, Denni kesulitan mendapatkan
pekerjaan. Para kliennya malah harus melepas pegawainya. Kesulitan ini malah menjadi
awal bagi Denni untuk memulai membangun bisnis sendiri. Berangkat dari ketertarikannya
di bidang mesin dan mekanik sejak kecil, ia membuka bengkel permesinan umum. Dengan
tidak memiliki background di bidang ini, tanpa ragu Ia menjalankan bisnisnya. Saya memilih
bidang ini karena minat dan menjalankannya secara learning by doing. Customer pertama
saya adalah bengkel mobil, ordernya membubut tromol rem, dengan nilai penjualan pertama
15 ribu rupiah. Berbagai usaha dilakukan Denni untuk menjalankan bisnisnya. Mulai dari
meminjam uang pada orang tua sampai menjual mobil. Dari tahun ke tahun, mobil saya
turun terus. Tahun 1999 Mobil Daihatsu Taft saya jual diganti Toyota Hardtop untuk
membayar hutang orang tua. Kemudian Hardtop dijual, diganti motor, sampai motor pun
akhirnya saya jual dan saya naik angkot. Namun Denni tidak pernah putus asa dalam
menghadapi semua kesulitan dan tantangan ini. Ketika ditanya tantangan apa yang paling
besar baginya ? Denni menjawab, tantangan itu selalu ada setiap saat dan Ia menganggap itu
sebagai suatu proses yang harus dilewati, mengalir begitu saja. Tantangan ada di setiap anak
tangga yang harus didaki.
Denni tidak pernah merasa gagal. Saat awal membangun bisnis, Ia berkali-kali ditolak bank.
Mungkin dua pasang sepatu habis solnya karena saya pakai berkeliling dari bank satu ke bank
lain. Sampai akhirnya salah satu bank menerima pengajuan kreditnya. Saya gagal
mendapatkan kredit dari beberapa bank tertentu, tapi saya tidak gagal mendapatkan kredit
dari bank. Kenapa banyak pengusaha gagal ? Menurut Denni penyebabnya hanya karena
kurang ulet, kurang gigih, kurang tahan cobaan dan kurang tahan banting. Selain itu, Denni
pun merasa bahwa Ia tidak pernah merasa susah. Uang saya seribu saya happy, uang saya 1
juta saya happy, uang saya 100 juta pun saya happy. Bukan uang saya seribu kurang, 1 juta
kurang, 100 juta juga kurang. Its about mindset.
Pemimpin yang Visioner
Berawal dari sebuah bengkel kecil dengan 2 orang karyawan, dalam kurun waktu 12 tahun
Denni telah membangun PT Taka yang kini hampir mendominasi bisnis overhaul turbin,
compressor dan pompa di Pertamina, PLN dan berbagai industri Kimia. Mereka melakukan
reblading turbine, rekondisi dan overhaul pompa, rebabbit sleeve bearing, dsb. Selama 12
tahun itu pula, Denni membangun sistem dan budaya dalam perusahaannya. Saya
kumpulkan dan bangun sumber daya manusianya, permesinannya, infrastrukturnya, sampai
menjadi suatu sistem yang berjalan dengan baik.
Dulu semua peran saya jalankan sendiri. Secara bertahap peran pimpinan keuangan saya
lepas, lalu peran pimpinan Human Resources, lalu peran Pimpinan Pemasaran. Suatu saat
nanti akan ada yang bisa mengambil peran saya sebagai presiden, dan saya tidak perlu ada
disana lagi. Saat ini, PT Taka telah menguasai 30-40% pangsa pasar dan menjadi nomor dua
di bidangnya. Denni menargetkan pada tahun 2012, PT Taka akan menjadi perusahaan
nomor satu dan menjadi yang terbaik di Indonesia. Namun mimpi Denni tidak berhenti
hanya sampai di situ. Setelah menjadikan Taka sebagai perusahaan nomor satu di Indonesia
nanti, di tahun yang sama (2012) Ia berencana mendirikan perusahaan pembuat turbin
pertama di Indonesia. Selama ini jika ada yang membutuhkan turbin selalu pergi ke Jerman
atau Jepang, nantinya tidak perlu lagi. Itu yang saat ini sedang saya bangun. Turbine-turbine
pabrik kelapa sawit, pabrik gula, penggerak pompa di unit-unit utilitas industri kimia dan
perminyakan, maupun juga pembangkit listrik skala kecil adalah sasarannya. Denni pun
masih memiliki rencana-rencana lain setelah nantinya berhasil mendirikan pabrik turbin.
Yang saya khawatirkan, jika saya merasa kenyang, maka saya akan malas. Karena itu saya
harus terus bergerak dan bergerak terus.
Kerja Keras dan Tidak Takut Mengambil Resiko
Denni sepertinya memang sudah memiliki bakat entrepreneur sejak kecil. Saat masih duduk
di bangku Sekolah Dasar, Ia pernah berjualan layangan. Hal ini pun berlanjut sampai
remaja. Denni pernah mengasong berjualan jeruk dan duren di pasar saat SMA. Menciptakan
sesuatu dan menghasilkan uang merupakan kebanggaan buat saya. Saya ingin terus
melakukannya. Walau memiliki bakat entrepreneur, menurutnya kunci utama seorang
pengusaha untuk sukses adalah kerja keras. Tidak mungkin sesuatu datang begitu saja tanpa
kerja keras.
Jangan pernah mengharapkan hasil besar dengan usaha yang minimal. Jika ingin sukses,
usahanya harus maksimal. Denny pun berpendapat, bakat yang hebat tidak menjamin orang
akan sukses. Harus didukung dengan knowledge dan kerja keras. Jika bakat dan knowledge
itu dikombinasikan dengan baik, Anda bisa menjadi seorang maestro. Menurut Denni tidak
ada kata terlambat atau pun terlalu cepat untuk menjadi seorang entrepreneur. Saat paling
tepat adalah mulai saat ini juga. Just do it !! Lakukan sekarang, jangan hanya menjadi
wacana. Ia juga menyarankan, jika ragu melangkah menjadi entrepreneur karena takut akan
resiko, bergaulah dengan orang-orang yang berani, maka keberanian itu akan tertular.
Carilah teman atau mentor yang tepat., atau bergaullah dengan orang yang bisa memberi
motivasi. Dampaknya akan lebih hebat lagi.
Apa reaksi Anda saat melihat orang-orang yang berhasil di sekeliling kita? Nampaknya ada
dua kemungkinan yang biasanya terjadi, kita menjadi kecil hati dan memandang diri begitu
kecil, atau sebaliknya kita menjadi terinspirasi untuk berusaha sekuat tenaga kita untuk bisa
berhasil seperti mereka.
Untuk pilihan yang kedua, nampaknya hanya dikerjakan oleh segelintir orang saja. Salah
satunya adalah pria muda yang ramah dan energik ini, Chiat Peng, 34 tahun. Ia adalah
seorang tipikal pengusaha muda sukses ibukota yang menerapkan prinsip bila dia bisa maka
saya juga bisa di dalam satu kegigihan dan kerja keras, bahkan dengan melihat orang-orang
yang berhasil ia justru tertantang untuk melakukan hal yang sama.
Mengaku tidak memiliki prestasi yang demikian menonjol, tetapi satu inspirasi yang ia
peroleh dari mereka yang ada di sekelilingnya telah membuat Chiat Peng memperoleh
banyak kesempatan baik dalam hidupnya. Salah satunya adalah saat ia menjadi staf pengajar
di Universitas Tarumanagara. Saya tidak pernah terpikir untuk mengajar. Dari sisi prestasi
saya biasa-biasa saja, dari pengalaman mengajar, saya tidak punya apa-apa, akunya saat ia
memulai karir mengajarnya sejak masih mahasiswa. Ia juga terinspirasi oleh salah seorang
dosen yang ia kagumi karena telah mengajar di masa mudanya, dan ternyata dosen ini juga
yang mengajaknya ikut menjadi asisten pengajar hingga akhirnya terlibat menjadi salah satu
pengajar di universitas swasta ternama ini.
Di tengah jalan, di kiri kanan banyak yang membuat saya lebih tertantang lagi. Mereka kan
juga makan nasi, saya juga makan nasi. Kenapa dia bisa begitu, kok saya gak bisa? Saya
terinspirasi. Suatu hari, mungkin tidak setahun atau 2 tahun, saya bisa jadi seperti itu, saya
bisa jadi seperti dia, jelasnya menggambarkan bagaimana terinspirasi dan perasaan
tertantang membawanya bekerja keras untuk mencapai seperti mereka yang berhasil di
sekelilingnya.
Hal ini jugalah yang membawanya berangkat ke negeri Paman Sam untuk meraih gelar
MBA. Satu hal yang baginya tidak pernah dia impikan sebelumnya. Untuk itu ia bersedia
berjuang cukup keras, khususnya saat mengikuti test TOEFL yang ternyata harus dijalani
berulang kali. Ia harus mengatasi kejenuhan dalam mengulang mempelajari bahan yang
sama beberapa kali, tetapi ia tetap persisten dan akhirnya berhasil melewatinya dan berhasil
berangkat ke Amerika.
Berjuang di Negeri Orang
Setiba di Amerika justru baru memulai perjuangan yang baru. Ia harus menghadapi kondisi
keuangan yang cukup sulit saat Indonesia baru mengalami reformasi dan krisis ekonomi. Ia
tidak putus asa dan menyerah. Ia mengajukan permohonan ke Dekan Universitas untuk dapat
mempercepat masa studinya. Untuk itu ia harus bekerja lebih keras dari mahasiswa-
mahasiswa lainnya. Ia bekerja part time menjadi assistant professor dan juga bekerja di Lab,
dan karena ia mengambil lebih banyak mata kuliah untuk mempercepat penyelesaiannya,
maka ia sudah terbiasa menghabiskan malam-malam dengan menulis paper hingga dini hari
di perpustakaan. Tidur hanya beberapa jam saja adalah makanan sehari-hari. Tapi semua
membuahkan keberhasilan saat ia menyelesaikan studi dengan cepat.
Tertantang Mencari Pengalaman Bekerja di New York
Setelah lulus ia tertantang untuk mencari pengalaman dengan bekerja di New York. Seorang
sahabatnya orang Amerika di kampus memberinya inspirasi, This is the land of opportunity.
If you say you can work here, you can be successful. Sebuah harapan dan keyakinan timbul
dalam hatinya. Dalam waktu sekitar dua bulan, sesuai dengan yang ia tergetkan, akhirnya ia
mendapat pekerjaan menjadi Assistant to Marketing Director di salah satu perusahaan di New
York. Pengalaman ini justru menempa dirinya, terlebih lagi karena kendala bahasa yang jelas
menuntutnya bekerja lebih keras lagi. Namun inilah yang menjadi batu loncatan menuju karir
yang semakin matang di Indonesia.
Sukses Merupakan Tahap Demi Tahap
Chiat Peng memandang keberhasilan dengan bijak, namun hal ini membuatnya tidak pernah
berhenti untuk meraihnya karena baginya selalu ada tahapan baru yang harus dilewati dengan
kesuksesan, satu episode yang telah saya lalui itulah kesuksesan, tetapi masih ada episode
berikutnya yang harus saya jalani. Tahap demi tahap di mana setiap tahapan harus saya
selesaikan itulah keberhasilan dan saya harus memasuki tahapan berikutnya lagi sampai satu
tahapan yang saya sendiri tidak tahu.
Ia mengaku bahwa ia selalu termotivasi dan terinspirasi saat ia banyak melakukan traveling
ke luar negeri dan bertemu dengan para pebisnis muda yang nampak sukses, maka ia kembali
tertantang untuk mengikuti keberhasilan yang sama .
Tips yang selalu ia anut untuk mencapai kesuksesan adalah tidak cepat menyerah apapun
kondisinya dan harus menjadi tegar dan kuat seperti batu karang dalam segala keadaan. Ia
yakin bahwa Tuhan sudah menciptakan setiap orang bukan untuk menjadi seorang yang
gagal, namun apakah semuanya kembali tergantung kepada kita. Apakah gagal atau berhasil,
semuanya ditentukan oleh masing-masing kita. Saya sangat percaya bahwa kesuksesan itu
hak kita, namun mungkin jalannya saja yang berbeda satu sama lain.
Impiannya Kini
Chiat Peng kini memiliki impian membangun sebuah consulting company yang berfokus
dalam bidang sales management. Setelah saya lalu lalang di dunia sales selama 10 tahun,
saya melihat banyak perusahaan-perusahaan yang masih membutuhkan adanya advice dalam
selling skill. Sosok muda ini sekarang memiliki satu tahapan yang baru dalam hidupnya
yaitu membagikan pengalamannya dengan menjadi seorang trainer yang mampu menjadikan
banyak perusahaan berhasil. Kesuksesan baginya juga adalah dapat berbagi pengalaman
dengan para mahasiswanya dengan satu harapan bahwa mereka akan berkembang lebih baik
darinya.
Seperti yang selalu ia ucapkan pada dirinya sendiri, Jika orang lain bisa, mengapa saya
tidak? Dan hal ini membawanya selalu mampu melalui setiap jalan hidupnya, maka hal yang
sama juga hendak dibagikannya kepada mereka yang akan mendengarkan pengalamannya
sebagai seorang Coach.
Inilah Tjiauw Chiat Peng, sosok eksekutif muda yang memiliki prinsip hidup pantang
menyerah dan justru selalu tertantang untuk mencapai yang lebih baik dalam hidupnya.
Putera Sampoerna
Penjemput Pasar Masa Depan
Putera Sampoerna, mengguncang dunia bisnis Indonesia dengan menjual seluruh saham
keluarganya di PT HM Sampoerna senilai Rp18,5 triliun, pada saat kinerjanya baik. Generasi
ketiga keluarga Sampoerna yang belakangan bertindak sebagai CEO Sampoerna Strategic, ini
memang seorang pebisnis visioner yang mampu menjangkau pasar masa depan.
Berbagai langkahnya seringkali tidak terjangkau pebisnis lain sebelumnya. Dia mampu
membuat sensasi (tapi terukur)dalam dunia bisnis. Sehingga pantas saja Warta Ekonomi
menobatkan putra Liem Swie Ling (Aga Sampoerna) ini sebagai salah seorang Tokoh Bisnis
Paling Berpengaruh 2005. Sebelumnya, majalah Forbes menempatkannya dalam peringkat
ke-13 Southeast Asias 40 Richest 2004.
Putera Sampoerna, pengusaha Indonesia kelahiran Schidam, Belanda, 13 Oktober 1947. Dia
generasi ketiga dari keluarga Sampoerna di Indonesia. Adalah kakeknya Liem Seeng Tee
yang mendirikan perusahaan rokok Sampoerna. Putera merupakan presiden direktur ketiga
perusahaan rokok PT HM Sampoerna itu. Dia menggantikan ayahnya Aga Sampoerna.
Kemudian, pada tahun 2000, Putera mengestafetkan kepemimpinan operasional perusahaan
(presiden direktur) kepada anaknya, Michael Sampoerna. Dia sendiri duduk sebagai Presiden
Komisaris PT HM Sampoerna Tbk, sampai saham keluarga Sampoerna (40%) di perusahaan
yang sudah go public itu dijual kepada Philip Morris International, Maret 2005, senilai
Rp18,5 triliun.
Pria penggemar angka sembilan, lulusan Diocesan Boys School, Hong Kong, dan Carey
Grammar High School, Melbourne, serta University of Houston, Texas, AS, itu sebelum
memimpin PT HM Sampoerna, lebih dulu berkiprah di sebuah perusahaan yang mengelola
perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia. Kala itu, dia bermukim di Singapura
bersama isteri tercintanya, Katie, keturunan Tionghoa warga Amerika Serikat.
Dia mulai bergabung dalam operasional PT HM Sampoerna pada 1980. Enam tahun
kemudian, tepatnya 1986, Putera dinobatkan menduduki tampuk kepemimpinan operasional
PT HAM Sampoerna sebagai CEO (chief executive officer) menggantikani ayahnya, Aga
Sampoerna.
Namun ruh kepemimpinan masih saja melekat pada ayahnya. Baru setelah ayahnya
meninggal pada tahun 1994,Putera benar-benar mengaktualisasikan kapasitas kepemimpinan
dan naluri bisnisnya secara penuh. Dia pun merekrut profesional dalam negeri dan
mancanegara untuk mendampinginya mengembangkan dan menggenjot kinerja perusahaan.
Sungguh, perusahaan keluarga ini dikelola secara profesional dengan dukungan manajer
profesional. Perusahaan ini juga go public, sahamnya menjadi unggulan di bursa efek Jakarta
dan Surabaya. Ibarat sebuah kapal yang berlayar di samudera luas berombak besar, PT HM
Sampoerna berhasil mengarunginya dengan berbagai kiat dan inovasi kreatif.
Tidak hanya gemilang dalam melakukan inovasi produk inti bisnisnya, yakni rokok, namun
juga berhasil mengekspansi peluang bisnis di segmen usaha lain, di antaranya dalam bidang
supermarket dengan mengakuisisi Alfa dan sempat mendirikan Bank Sampoerna akhir
tahun1980-an.
Di bisnis rokok, HM Sampoerna adalah pelopor produk mild di tanah air, yakni rokok rendah
tar dan nikotin. Pada tahun 1990-an, itu Putera Sampoerna dengan kreatif mengenalkan
produk rokok terbaru: A Mild. Kala itu, Putera meluncurkan A Mild sebagai rokok rendah
nikotin dan taste to the future, di tengah ramainya pasar rokok kretek. Kemudian
perusahaan rokok lain mengikutinya.
Dia memang seorang pebisnis visioner yang mampu menjangkau pasar masa depan.
Berbagai langkahnya seringkali tidak terjangkau pebisnis lain sebelumnya. Dia mampu
membuat sensasi (tapi terukur)dalam dunia bisnis. Langkahnya yang paling sensasional
sepanjang sejarah sejak HM Sampoerna berdiri tahun 1913 adalah keputusannya menjual
seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk (40%) ke Philip Morris
International, Maret 2005.
Keputusan itu sangat mengejutkan pelaku bisnis lainya. Sebab, kinerja HM Sampoerna kala
itu (2004) dalam posisi sangat baik dengan berhasil memperoleh pendapatan bersih
Rp15.000.000.000.000 dengan nilai produksi 41,2 miliar batang. Dalam posisi ketiga
perusahaan rokok yang menguasai pasar, yakni menguasai 19,4% pangsa pasar rokok di
Indonesia, setelah Gudang Garam dan Djarum.
Mengapa Putera melepas perusahaan keluarga yang sudah berumur lebih dari 90 tahun ini?
Itu pertanyaan yang muncul di tengah pelaku bisnis dan publik kala itu.
Belakangan publik memahami visi Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh 2005 versi Majalah
Warta Ekonomi ini ((Warta Ekonomi 28 Desember 2005). Dia melihat masa depan industri
rokok di Indonesia akan makin sulit berkembang. Dia pun ingin menjemput pasar masa
depan yang hanya dapat diraihnya dengan langkah kriatif dan revolusioner dalam bisnisnya.
Secara revolusioner dia mengubah bisnis intinya dari bisnis rokok ke agroindustri dan
infrastruktur. Hal ini terungkap dari langkah-langkahnya setelah enam bulan melepas saham
di PT HM Sampoerna. Juga terungkap dari ucapan Angky Camaro, orang kepercayaan
Putera: Arahnya memang ke infrastruktur dan agroindustri.
Terakhir, di bawah bendera PT Sampoerna Strategic dia sempat berniat mengakuisisi PT
Kiani Kertas, namun untuk sementara dia menolak melanjutkan negosiasi transaksi lantaran
persyaratan yang diajukan Bank Mandiri dinilai tak sepadan. Dia pun dikabarkan akan
memasuki bisnis jalan tol, jika faktor birokrasi dan kondisi sosial politik kondusif.
Nama
Putera Sampoerna
Lahir
Schidam, Belanda, 13 Oktober 1947
Isteri:
Katie
Anak:
Michael Sampoerna
Ayah:
Aga Sampoerna (Liem Swie Ling)
Kakek:
Liem Seeng Tee
Pekerjaan
CEO PT Sampoerna Strategic
Presiden Komisaris PT HM Sampoerna
Pendidikan
Diocesan Boys School, Hong Kong
Carey Grammar High School, Melbourne
University of Houston, Texas, AS
Pengusaha Muda Sukses Mesin Jahit,Anak,dan Kue Kering
Jalan berliku dijalani sejumlah pengusaha dalam membangun bisnis. Namun,lewat kerja
keras dan inovasi, sukses kini diraih. Ada anggapan yang menyebutkan, berwirausaha atau
menjadi pengusaha adalah persoalan bakat. Ternyata anggapan itu salah. Berwirausaha bisa
dipelajari dan dilakukan siapa saja. Semua orang berkesempatan sama untuk menjadi
pengusaha sukses.
Namun dengan catatan, dalam menjalankannya harus didasari cinta dan minat yang
mendalam. Itu akan memacu seseorang untuk mencurahkan segala perhatian dan energi agar
usahanya berhasil. Strategi ini menjadi kunci keberhasilan Marius Widyarto yang sukses
berbisnis industri garmen dengan produk kaos Caladi 59(C59).
Merek kaos C59 diambil dari nama sebuah gang kecil di Kota Bandung. Melalui bendera PT
Caladi Lima Sembilan, Marius berhasil membangun merek yang diminati masyarakat. Kini
usahanya sudah memiliki delapan kantor cabang pemasaran yang tersebar di beberapa kota di
Indonesia.
Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa yang semuanya dipastikan
membutuhkan kaos,tandasnya. Dalam menjalankan bisnis, Marius menggunakan resep
sirik(suka,imajinasi,relasi, inisiatif, dan komunikasi).
Bermodalkan kesukaan, kata Marius, dia memahami betul apa yang sedang dikerjakan.
Dengan begitu celah bisnis yang belum dilirik orang pun bisa dideteksi. Ketika awal
membangun bisnis pada 1980, Marius mengandalkan desain kreatif yang belum banyak
digarap orang.
Saat membangun usahanya, Marius hanya bermodalkan sebuah mesin jahit yang didapat dari
hasil menjual kado pernikahan. Lewat koleganya dia juga menggadaikan ijazah SMA ke
pabrik agar bisa mendapat suplai bahan baku. Jika bukan atas dasar kepercayaan, pabrik kain
tersebut tidak akan memberikan pinjaman bahan baku, kenangnya saat dihubungi SINDO.
Saat memperkenalkan produk C59 secara massal, Marius bekerja sama dengan
penyelenggara Pameran Dirgantara di Bandung pada tahun 1986. Saat itu dia menawarkan
produk kaos dengan desain tema-tema kedirgantaraan. Ternyata, desain kaos pria lulusan
Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan Bandung 1980 itu laku keras. Dia pun
kebanjiran pesanan. Lewat kaos C59, kini Mas Wid begitu dia biasa disapa, bisa meraup
omzet sekitar Rp 5.600.000.000 miliar per tahun.
Inovasi
Inovasi menjadi modal utama Yesaya Surya Widjaya, pemilik PT Raja Baksomas Mandiri
dalam menjalankan usaha. Meski hanya melanjutkan usaha keluarga, pria peraih master
lulusan Universitas Hawaii Pacific bidang komputer ini justru semakin terpacu berinovasi.
Sebelumnya, usaha keluarga yang dimiliki hanyalah sebuah restoran bakso. Lewat tangan
dinginnya, restoran tersebutkinimenjadisebuahindustrimakananbeku(frozen).
Mulai produk berbagai jenis bakso, ayam goreng, hingga sop buntut dalam kemasan beku
tanpa bahan pengawet. Yesaya mulai menjalankan bisnis keluarganya itu sejak tahun 1998.
Dalam pengembangannya, Yesaya mengemas konsep bisnis restoran dalam tiga bentuk
yakni Bakso Super Resto, Super Bento,dan RBiz Resto.
Awalnya saya melakukan pengembangan atas produkproduk yang sudah ada. Kemudian saya
mulaimengeluarkan produk-produk baru. Inovasi adalah kunci penting dalam melakukan
usaha,paparnya. Kini dengan bekal keuletan dan kerja keras, PT Raja Baksomas Mandiri
telah dipasarkan di 14 resto dengan menggandeng 40 mitra usaha.
Sayap bisnisnya pun telah merambah hampir di seluruh kota di Indonesia, di antaranya
Balikpapan- Kalimantan, Medan- Sumatra, Papua, dan beberapa kota di Pulau Jawa antara
lain di Tegal, Kudus, Blitar, dan Malang, dengan total omzet sekitar Rp 5.000.000.000,- per
tahun. Hal serupa juga dilakukan Herlina Mustikasari Mohammad, pemilik Lembaga Kursus
Bahasa Inggris Easy Reader yang juga mengandalkan kekuatan inovasi dalam menjalankan
bisnis.
Ide awalnya dari upaya dia membantu anak sulungnya agar bisa cepat belajar membaca
bahasa Inggris. Dari situ, Herlina justru menemukan metode sistem fonik. Cara ini terbukti
jitu membantu anaknya belajar membaca bahasa Inggris dengan cepat. Tidak hanya itu,
temuannya ini justru menjadi ceruk bisnis yang hingga saat ini digeluti.Awalnya Easy Reader
hanya dibuka di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) City dan Pamulang Tangerang, kini
telah berkembang dengan sistem kemitraan di wilayah Depok, Bogor, dan Jakarta.
Hingga saat ini, Herlina telah membuka delapan buah lembaga pendidikan Easy Reader yang
tersebar di Jabodetabek. Dengan konsep waralaba, kini Herlina berniat semakin
memperlebar sayap bisnisnya di kota-kota lain di Indonesia.Usaha yang dibuka sejak tahun
2006 dengan modal awal Rp76.000.000,- juta itu kini telah mendatangkan omzet hingga
ratusan juta rupiah setiap bulannya.Modul pembelajaran bahasa Inggris yang ditemukan
Herlina cukup membantu pendidikan kursus bahasa Inggris bagi murid-muridnya.
KerjaKeras
Dalam mencapai sukses, kerja keras menjadi modal bagi Andianto Setiabudi, pemilik
Cipaganti Group, sebuah bisnis yang kini beromzet sekitar Rp 10.000.000.000,- per bulan.
Meski hanya lulusan SMA, Andianto, pria kelahiran Banjarmasin, 5 Desember 1962 itu,tidak
pernah merasa minder dalam menjalankan usaha.
Sejak kecil,Andi, begitu dia biasa disapa sudah akrab dengan dunia pemasaran. Usai pulang
sekolah,Andi kerap membantu ibunya berjualan kue kering. Pekerjaan ini dilakukannya
sejak duduk di bangku SMA. Setelah menamatkan sekolah, Andi enggan mengikuti saran
orangtuanya melanjutkan ke perguruan tinggi.
Dia memilih berwirausaha. Dalam benaknya,uang untuk kuliah lebih baik dijadikan modal
usaha.Sejak tahun 1986, dia mulai merintis jual beli mobil. Mobil bekas pertama adalah
mobil boks orangtuanya. Dari hasil penjualan tersebut, dia membeli beberapa mobil bekas
untuk dijual lagi. Namun setelah beberapa tahun bergumul dengan mobil bekas, pasaran
mobil second mulai menurun.
Dia pun akhirnya memilih banting setir dengan mulai usaha penyewaan mobil. Kini, Andi
juga memiliki usaha yang bergerak di bidang properti. Berkat kerja kerasnya, dia
mendapatkan penghargaan dari Enterprise 50 Award pada tahun 2004 dan Finalis Ernst &
Young Entrepreneur of the Year 2005.
Hendy Setiono, Miliarder Muda Indonesia
Tidak ada alasan untuk tidak memulai bisnis, bagi yang merasa masih muda ini contoh yang
pas sebagai inspirasi. Berbisnis tidak mengenal usia dan kondisi. Asal ada kemauan Insya
Allah akan ada jalannya. Tulisan ini sebagai rangkaian inspiration story yang akan memuat
kisah pengusaha sukses dari berbagai latar belakang. Tulisan ini saya ambil dari situsnya Pak
Purdi E Chandra (www.purdiechandra.net) seorang Tokoh yang sangat saya kagumi. Beliau
melalui Entrepreneur University telah banyak mencetak pengusaha baru di Indonesia. Baru-
baru ini Pak Purdi mendapat predikat Gila dari Museum Rekor Indonesia karena prestasinya
di bidang entrepreneur.
Raih Berkah di Jalur Timur Tengah
Namanya Hendy Setiono, pemuda Alumni Entrepreneur University Surabaya ini masih
sangat muda, baru 25 tahun. Tapi sepak terjang bisnisnya sudah tak diragukan lagi. Kalau
Anda menjumpai mobil Nissan X-Trail bernomor polisi K 38 AB di jalanan, itulah mobil
Hendi. Pelat nomor seharga Rp 16 juta itulah yang membuat orang mudah mengenali dan
menyapanya ketika sedang jalan-jalan dengan mobilnya. Biasanya tukang parkir menggoda,
bayarnya pakai kebab saja.
Pelat nomor sengaja dibuat K 38 AB untuk mendekati kata kebab. Berkat kebab inilah
namaHendi sebagai pengusahamudasukses,terukir. Hendy adalah pendiri dan presiden
direktur PT Baba Rafi Indonesia. Kebab Turki Baba Rafi adalah hasil inovasi bisnisnya. Dia
memulai bisnis itu dengan modal hanya Rp 4.000.000. Dia enggan meminta bantuan orang
tua. Itu duit hasil pinjam arek-arek (teman-temannya, Red) dan saudara, kisahnya.
Outlet makanan ala Timur Tengah itu kini berjumlah 325, membentang dari kawasan super
ramai seperti Jakarta hingga pelosok Ambon. Ratusan outlet itu dipantau dan disupervisi dari
dua kantor operasional di kawasan Nginden, Surabaya, dan Pondok Labu, Jakarta. Tahun
lalu omzet usahanya mencapai Rp 45 miliar, dan 25 persen di antaranya masuk kantongnya
sebagai laba bersih. Tahun ini omzetnya saya targetkan Rp 60.000.000.000,-.
Apa yang sudah dipunyai Hendy dari keberhasilannya berbisnis? Hendy tampak agak malu
menjawab pertanyaan ini. Sekulum senyum kecil dikeluarkannya. Apa ya? Ehm, ada
beberapa, Mas. Alhamdulillah. Masak disebutkan? katanya masih diiringi senyum.
Dia terbatuk sebentar. agak ragu, tak lama kemudian, Hendy mulai menjawab. Aset yang
pertama saya beli Yamaha Mio, ujarnya. Dia membeli motor itu beberapa bulan setelah
memulai berbisnis. Ke mana-mana saya pakai motor itu, tuturnya.
Setahun pertama, Hendi mengaku hanya mendapat penghasilan bersih per bulan Rp 20 juta.
Wah, rasanya sudah seneng banget. Baru umur 20 tahun, penghasilan sudah Rp 20 juta
sebulan, ceritanya.
Setelah membeli Yamaha Mio? Sekarang kasihan motor itu, sudah nggak muat nampung
badan saya semakin melar. Jadi, cari motor yang agak gedean, pakai Harley-Davidson, ujar
nominator Asias Best Entrepreneur Under 25 versi Majalah BusinessWeek tersebut.
Selain itu, Hendi punya dua rumah; satu di Jakarta dan satu lagi di Surabaya. Di Surabaya,
dia membeli rumah di salah satu kawasan elite, Perumahan Bumi Galaxy Permai. Soal rumah
yang satu ini, Hendi punya cerita tersendiri. Ini rumah idaman saya, tuturnya.
Dulu, cerita Hendi, semasa masih duduk di bangku kuliah di Jurusan Teknik Informatika ITS,
setiap pulang dari kampus, Hendi yang kala itu tinggal di Semolowaru, Surabaya, selalu
melewati kawasan perumahan itu. Dia sering berhenti sejenak di perumahan elite itu. Saking
seringnya mondar-mandir di perumahan itu sepulang dari kampus, dia sampai kenal dengan
sejumlah satpam di sana. Rumahnya besar-besar, megah-megah. Kelak saya ingin punya
rumah seperti ini, tekadnya ketika itu.
Hendi mengaku terkagum-kagum dengan rumah-rumah di kawasan itu. Bahkan, hujan saja
nggak banjir, beda dengan rumah saya. Halaman depannya itu lebih luas daripada rumah saya
di Semolowaru, kisahnya.
Dari proses itulah Hendi yakin bahwa mimpi yang terus disemai akan bisa mewujud jika
diiringi pancangan semangat yang kuat untuk mewujudkannya. Semuanya berangkat dari
impian. Alhamdulillah, saya kemarin berangkat ke Jakarta (wawancara dengan Hendi
dilakukan di Jakarta beberapa waktu lalu, Red) sudah dari rumah di Galaxy Bumi Permai,
ceritanya. Kalau saya tidak berani mulai jualan pakai gerobak, semua mimpi itu hanya
tinggal mimpi, imbuhnya.
Dengan segala apa yang dimiliki kini, Hendi lebih leluasa menyalurkan hobinya berjalan-
jalan. Setiap mengisi seminar di berbagai kampus di Indonesia, dia selalu menyempatkan diri
mengunjungi berbagai tempat wisata. Saya lebih suka ke tempat wisata yang alami, lihat
pantai, lihat hutan, ujarnya.
Jalan-jalan ke luar negeri juga sudah menjadi rutinitas yang sangat biasa bagi salah satu 10
Tokoh Pilihan 2006 versi majalah Tempo tersebut. Dulu jalan-jalan ke luar negeri itu jadi
mimpi, sesuatu yang wah, seolah nggak terjangkau. Alhamdulillah, sekarang udah sering,
tuturnya.
Hendy tak melupakan sedekah. Dananya secara tetap didonasikan ke tujuh yayasan yatim-
piatu. Saya menyadari sulitnya kehidupan mereka karena orang tua saya juga bukan orang
kaya, katanya. Dia yakin, jika seseorang tak perhitungan dalam sedekah, rezeki yang
diberikan Tuhan akan terus mengalir. Saya yakin istilah inden rezeki. Orang biasanya
membayar zakat 2,5 persen dari keuntungan. Saya membaliknya, sebelum ada untung, harus
bayar zakat dulu, ujarnya. Pokoknya, kalau omzet turun, kita hajar dengan sedekah,
imbuhnya.
Di luar itu Hendy hampir tidak pernah menghambur-hamburkan uang untuk hobi yang tidak
jelas. Misal, clubbing di tempat hiburan malam. Kalau jalan-jalan ke mal, itu rutin. Tapi,
saya dan keluarga tidak konsumtif. Paling-paling hanya lihat tren fashion saat ini untuk
diterapkan ke bisnis saya. Misalnya, untuk desain pakaian karyawan dan outlet-outlet, ujar
pria kelahiran 30 Maret 1983 itu. Ketika jalan-jalan itu, Hendi tak khawatir dengan roda
bisnisnya. Owner-nya bisa jalan-jalan, yang mantau manajemen di Surabaya dan Jakarta.
Hendy lebih suka memakai uangnya untuk melebarkan sayap bisnis. Dia yakin bahwa tak
boleh ada kata berpuas diri dalam jiwa seorang pebisnis. Dia kini meretas gerai Roti Maryam
Aba-Abi, roti khas Timur Tengah. Sekarang baru 40 outlet, mayoritas masih di Jatim, kata
Hendi yang, bersama aktris Dian Sastro dan Artika Sari Devi, menjadi duta Wirausaha Muda
Mandiri tersebut.
Tak hanya itu, insting bisnis yang kuat membawa pria berbadan subur itu mendirikan Baba
Rafi Palace. Sudah dua pondokan megah yang disewakan di Surabaya. Di Siwalankerto, ada
18 kamar dengan tarif Rp 700 ribu per bulan per kamar. Lalu di Prapanca ada 16 kamar,
tarifnya Rp 1,2 juta per bulan, ujarnya.
Satu lini bisnis makanan juga sedang disiapkan Hendy. Lagi ngerjakan Piramida Pizza.
Kalau biasanya pizza ditaruh loyang, ini mau ditaruh di cone. Jadi, makan pizza bisa sambil
jalan-jalan, seperti makan es krim, terang bapak dengan tiga anak itu.
Dia juga bakal berekspansi ke luar negeri. Di Malaysia saya baru aja bikin Baba Rafi
Malaysia Sdn Berhad. Target awalnya mendirikan 25 outlet kebab, ujarnya.
Dari UKM(elarat) ke UKM(iliaran)
Hendy memulai bisnis dengan terseok-seok. Tentu tidak langsung bombastis seperti
sekarang. Saya harus jatuh bangun, berdarah-darah. Dia mengisahkan, saat baru dua minggu
berjualan kebab dengan satu gerobak di kawasan Nginden, Surabaya, orang yang diajaknya
berjualan sakit.
Dari semula berjualan berdua, dia pun memutuskan menunggui gerobaknya seorang diri.
Ndilalah hari itu hujan deras, jadi sepi, ceritanya. Untuk menghibur diri, hasil jualan hari
itu dibelikan makanan di warung sebelah tempat gerobaknya berdiri. Di sana ada warung sea
food. Saat saya membayar, eh ternyata lebih mahal daripada hasil jualan saya. Jadi, malah
rugi, kisahnya.
Hendy memulai bisnis kala berusia 20 tahun. Dia berhenti kuliah di Jurusan Teknik
Informatika ITS saat masuk tahun kedua. Belum sempat di-DO (drop out, Red), saya OD,
out dhewe (keluar sendiri, Red), ujarnya lantas tertawa.
Ibunya yang pensiunan guru dan bapaknya yang bekerja di sebuah perusahaan di Qatar shock
melihat keputusan Hendy. Orang tua saya ingin saya selesai kuliah, lalu kerja di perusahaan.
Bukan malah jualan pakai gerobak, katanya. Namun, Hendi bergeming. Setelah berhasil,
orang tua malah ingin ikut-ikutan berbisnis, kata ayahanda Rafi Darmawan, 5, Reva Audrey
Sahira, 3, dan Ready Enterprise, 1.
Kini bisnisnya terus membesar. Dari hanya satu karyawan, kini perusahaannya
mempekerjakan 700 karyawan. Yang jadi manajemen inti 200 orang. Semuanya lulusan S1
dan S2, ceritanya, bangga.
Dia mengibaratkan perjalanan bisnisnya dengan dua istilah UKM yang berbeda. Dulu kami
hanya UKM, usaha kecil melarat. Sekarang masih UKM, tapi usaha kecil miliaran, tuturnya.
Sekarang ada satu mimpi yang bakal diwujudkan tahun ini. Saya ingin mengajak semua
keluarga jalan-jalan ke Eropa.
KISAH usaha yang dimulai dari nol, lalu menuai sukses, mungkin bukan hal baru.
Berwirausaha dari nol bukanlah sebuah perkara mudah.
Di tengah jalan, selalu saja muncul berbagai rintangan. Tetapi kisah perjalanan bisnis mereka
yang merintis usaha dari nol kemudian mencapai sukses tetap menarik untuk disimak.
Terlebih jika kisah tersebut dilakoni mereka yang berusia muda. Lantas, apa rahasia sukses
para pengusaha muda?
Meminjam istilah Jennie S Bev, penulis juga pengajar asal Indonesia yang bermukim di
California, Amerika Serikat (AS) dalam pengantar buku Kumpulan Kisah Para Pengusaha
Muda yang Sukses Berbisnis dari Nol, Rahasia Jadi Entrepreneur Muda (DAR! Mizan, 2008)
karya Faif Yusuf, untuk berwirausaha sebenarnya sangat mudah, yaitu dengan meningkatkan
mindset dan mulai membuka bisnis sendiri.
Dalam pandangan Jennie, setiap orang adalah personifikasi sukses itu sendiri. Sebab, success
is a mindset, it is not a journey or destination (sukses adalah cara berpikir atau bersikap,
bukan perjalanan maupun tujuan). Tetapi anggapan di masyarakat masih lazim ditemukan
bahwa berwirausaha identik dengan para pengusaha besar dan mapan. Tidak jarang pula yang
beranggapan bahwa wirausaha semata-mata hanya untuk mengejar kekayaan.
Itu sebabnya, jika berbicara tentang sosok pengusaha sukses, yang selalu dijadikan barometer
adalah bagaimana para pengusaha itu menciptakan kekayaan melimpah melalui bisnis yang
dibangun. Padahal tidak selalu demikian. Menurut pengusaha muda ternama, Sandiaga
Salahudin Uno, keberanian dan optimisme merupakan modal awal yang harus dimiliki
seseorang untuk menekuni wirausaha.
Setelah itu, kata pria yang kerap disapa Sandi ini, memilih usaha sesuai minat dan bakat
dengan melihat peluang di pasar. Dengan minat yang besar, akan timbul gairah dan semangat
menjalani, memelihara, dan membesarkannya.
Terakhir, just do it now. Jangan terlalu berhitung, putuskan, mulai, dan kerjakan sekarang
juga! ungkap mantan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia (BPP Hipmi) periode 2005-2008 ini. Optimisme yang diungkapkan Sandi
tampaknya menjadi modal utama sejumlah pengusaha muda sukses. Sebut saja Henry
Indraguna, pemilik The Auto Bridal Indonesia, tempat cuci mobil busa salju.
Sebelum mendirikan tempat cuci mobil yang kini beromzet Rp7,5 miliar per bulan,pria
kelahiran Bandung,28 Agustus 1973 ,ini jatuh bangun dalam berusaha. Berbagai bentuk
usaha dijalaninya, tetapi berkali-kali juga dia bangkrut dan kembali ke titik nol. Pria lulusan
Universitas Maranatha Bandung yang semasa kuliah pernah berjualan ayam goreng ini
pernah menjadi salesman berbagai produk elektronik hingga mainan.
Dia pernah menjadi salesman besar produk mainan asal China yang menyuplai ke beberapa
toko mainan di Bandung. Bahkan, seusai lulus kuliah Henry pernah dipercaya
mendistribusikan kartu chip Telkom senilai Rp20 miliar. Tetapi hasil kerja kerasnya lindap
dalam sekejap akibat kebiasaannya berfoya-foya. Kebiasaan buruk itu pun sirna setelah dia
menikahi Fangky Christina pada 2003.
Berkat ide membuka usaha cuci mobil dari mertuanya dengan bermodalkan Rp150 juta, dia
mulai membuka usaha cuci mobil pada akhir 2003. Jumlah ini sebenarnya cukup kecil untuk
membuka usaha, ujar Henry. Dari modal sebesar itu, Rp35 juta dia gunakan untuk menyewa
tempat seharga Rp75 juta. Sisanya dibayar setelah tiga bulan usahanya berjalan.
Sisa dari modal untuk peralatan. Tetapi Henry terpaksa berutang untuk menutupi kekurangan
biaya peralatan. Pada awalnya usaha Henry kurang diminati masyarakat. Tetapi bagi Henry
hal itu adalah part of game yang harus dilaluinya. Keinginannya untuk mengubah citra tempat
cuci mobil, yang kotor menjadi bersih dan nyaman, diwujudkan dengan inovasi cuci salju
lewat The Auto Bridal.
Henry pun terus melakukan inovasi dalam bisnisnya mulai cuci mobil es krim, salon mobil,
motor bridal. Setiap bulan, The Auto Bridal Indonesia minimal melayani 120.000 mobil
dengan ongkos cuci Rp35 ribu per mobil.
Biasanya keuntungan yang didapat 100 persen dari modal, papar Henry. Henry meraih
penghargaan Outstanding Entrepreneurship Award Asia Pacific Entrepreneurship Award
(AFEA) 2008. The Auto Bridal Indonesia saat ini sudah mempunyai 84 cabang yang tersebar
di seluruh Indonesia. Henry kini sedang berupaya melebarkan sayap bisnisnya ke negeri jiran
Malaysia.
Kisah sukses lainnya ditunjukkan Yesaya Surya Widjaya, pemilik PT Raja Bakso mas
Mandiri yang kini sudah memiliki 14 restoran dan 40 mitra. Yesaya, pria peraih master
lulusan Hawaii Pacific University bidang komputer, mengembangkan bakso dan makanan
beku (frozen food) dengan aneka rasa seafood. Yesaya awalnya hanya menjalankan bisnis
orangtuanya yang dibangun pada 1982.
Karena sering membantu melayani pelanggan sejak kecil, pria kelahiran Jakarta, 31 Januari
1971, ini sangat akrab dengan dunia kuliner. Setelah menamatkan pendidikan S-2 pada 1998,
Yesaya mulai mempelajari manajemen kerja restoran. Dari situlah dia mengamati kegemaran
masyarakat terhadap selera makan yang akhirnya menginspirasi mengembangkan usaha
bakso dengan aneka rasa.
Pada 2002 dia mulai membuka gerai baksonya secara serius dengan bendera PT Raja
Baksomas Mandiri. Awalnya dia membuka lima gerai di kawasan Dunia Fantasi, Ancol,
Jakarta Utara, dan satu gerai di Kemayoran. Untuk membuka gerai di Kemayoran, Yesaya
dibantu modal dari orangtuanya sebesar Rp55 juta.Yesaya juga berinovasi dengan membuat
makanan beku.
Kini lewat usahanya,Yesaya bisa meraih omzet Rp 200.000.000 per bulan. Kisah-kisah
sukses yang ditunjukkan Henry dan Yesaya seperti juga diungkapkan Faif dalam bukunya.
Keberhasilan berwirausaha tidaklah semata-mata dinilai dari seberapa berhasil seseorang
mengumpulkan kekayaan, tapi lebih bagaimana seseorang bisa membentuk, mendirikan, dan
menjalankan usaha dari sesuatu yang tidak ada sebelumnya atau belum berjalan.
About these ads

dalah memprovokasi para pemuda untuk berani menjadi entrepreneur dan berlomba dalam
berprestasi. Saya juga berniat akan membuat rekor dunia dengan memotivasi 170.845
pemuda saat peringatan Sumpah Pemuda 2010. Pemuda jangan hanya membuat kisah, tapi
harus membuat sejarah.
Agung Nugroho Pengusaha Muda Sukses di Bidang Laundry Kiloan
Jakarta, (GNI)- Peringati Hari Kebangkitan Nasional Fatigon Semangati Masyarakat untuk
Produktif Untuk menuju masyarakat Indonesia yang produktif, sembari memanfaatkan
momen Hari Kebangkitan Nasional, salah satu produk multivitamin, Fatigon, yang berada di
bawah bendera PT Kalbe Farma, mengusung suatu program yang dinamakan Aksi Semangat
Indonesia Menuju Masyarakat Produktif. Program ini merupakan sebuah gerakan moral
peduli produktivitas bangsa, dengan mengusung aktivitas positif yang sarat inspirasi,edukasi,
kesehatan, serta hiburan.
Program ini diawali dengan kickoff pada hari ini, Rabu (19/5), yang bertempat di Marios
Place, Jakarta, dengan menghadirkan beberapa orang endorser (bintang pendukung). Di
antaranya yaitu pendiri radio AS, Ahmad Solihun, serta pengusaha laundry kiloan Agung
Nugroho Susanto. Acara tersebut sekaligus juga dihadiri oleh Pelaksana Tugas (Plt) Dirjen
Pembinaan dan Produktivitas Kemenakertrans, Abdul Wahab Bangkona.
Selanjutnya dalam program ini, akan diadakan kegiatan Fatigon Aksi Semangat Indonesia
setiap Senin pagi di perkantoran, dengan tujuan mengajak dan membiasakan karyawan di
perkantoran tak datang terlambat. Lantas pada tanggal 6 Juni 2010 mendatang, Fatigon juga
akan mengadakan serangkaian kegiatan massal di Parkir Timur Senayan, Jakarta, menyusul
kemudian di Lapangan Makodam Surabaya dan Lapangan Tagalega, Bandung, serta di
tempat-tempat lainnya. Dalam kesempatan itu akan dilakukan kegiatan-kegiatan menarik
bermuatan edukasi, seperti jalan bersama, aerobik, penciptaan rekor Muri membunyikan
alarm weker dengan peserta terbanyak (dengan target 15 ribu), plus hiburan oleh band-band
papan atas.
Menurut Direktur Sales dan Marketing PT Kalbe Farma, Widjanarko Lokadjaja, kegiatan ini
disponsori oleh produk mereka Fatigon, yang merupakan multivitamin paling banyak
dikonsumsi masyarakat Indonesia. Besar harapan kami, melalui kampanye ini Fatigon bisa
membantu mengingatkan dan mengajak masyarakat Indonesia untuk kembali memiliki
semangat kerja, semangat menjadi yang terbaik, sekaligus tentunya Fatigon selalu menjadi
pilihan masyarakat dalam menjaga kesehatan dan membantu beraktivitas sehari-
hari,ungkapnya.
Dipaparkan pula, tahun 2010 ini merupakan tahun pertama berlangsungnya program Aksi
Semangat Indonesia Menuju Masyarakat Produktif dengan memanfaatkan momentum Hari
Kebangkitan Nasional. Kami percaya Hari Kebangkitan Nasional ini dapat menjadi
momentum (demi) mencanangkan program yang menjadikan masyarakat lebih produktif.
Saat wartawan Globalnews-indonesia.com mewawancarai salah satu endorser pendukung
pengusaha laundry kiloan Agung Nugroho Susanto dari Yogyakarta ia mengatakan bahwa
perjalanan hidup seseorang memang tidak pernah ada yang mengira akan jadi apa kita besok
bahkan masa depan kita begitu juga Agung Nugroho yang dalam menjalani kehidupannya
juga tidak pernah tahu akan jadi apa yang semula hanya melihat dan akhirnya mempunyai ide
kreatif untuk mencoba terjun menjadi pengusaha laundry dengan merek dagangnya
SimplyFresh.
Sebelumnya Agung juga mempunyai usaha di bidang Distro dan Counter HP tapi menurut
Agung kedua bisnis tersebut ternyata gagal dan dalam bisnis Laundry baru sukses. Hingga
saat ini bisnis Laundry kiloannya sudah mencapai 130 outlet yang tersebar di seluruh
Indonesia, dengan otlet yang terbanyak ada di Jabodetabek dan hingga saat ini bisnis mencuci
ini merupakan salah satu bisnis dengan sistem Franchise yang paling dicari oleh masyarakat
yang ingin membuka usahanya.
Agung Nugroho Susanto. Sarjana Hukum, Alumni UGM saat ini omsetnya hingga milyaran
rupiah per bulan. Outlet loundry miliknya hingga kini sudah tersebar di seluruh Indonesia,
dari Aceh hingga ke Papua. Usianya kini baru menginjak 25 tahun. Usia ini masih relatif
muda untuk seorang milyarder.
Pada tahun 2007 ia lulus dari dari Fakultas Hukum UGM, dengan IPK 3,7, kelurganya
menyarankan agar dia bekerja di Bank Indonesia. Ternyata beberapa kali tes saya lulus dan
terakhir hanya tes Wawancara, kata Agung mengawali ceritanya.
Tes terakhir itu menurutnya hanya formalitas. Dia yakin diterima delapan puluh persen.
Tetapi dia berani melawan kehendak orang tua. Saya tidak ikut tes di BI tersebut.
Dirinya meminta kepada keluarga agar memberi waktu kepadanya untuk meneruskan
perjuangan bisnis di bidang lain. Saya yakin itu (Perjuangan) akan berhasil.
Kini Agung dalam usia yang masih relatif muda ini terus menggeluti bisnisnya di bidang
laundry kiloan yang sudah tersebar di seluruh Indonesia, dengan sistem Franchise.
Akhirnya saya hinggap di usaha cucian ini. Untuk menyikapi persaingan maka saya harus
memiliki kelebihan dalam usaha ini, yaitu saya menambahkan aroma pewangi, garansi total
jika ada kerusakan, dan yang terakhir adalah deterjen yang ramah lingkungan, bahkan bisa
menyuburkan tanaman. Simply Fresh kini menjadi laundry favorit para mahasiswa di
Yogyakarta karena harga yang ditawarkan ke konsumen sangat murah.
Tubuh atletis, wajah tampan, berjiwa muda dan berwawasan luas. Itulah gambaran sekilas
tentang sosok usahawan muda Indonesia yang satu ini, pria kelahiran Jakarta 10 November
1974. Dengan semangat jiwa muda dan wawasan luas yang ia miliki, ditunjang oleh
pengalaman menempuh pendidikan tinggi di luar negeri, dia mampu menjalankan beberapa
perusahaan besar sekaligus di bawah satu kontrol kepemimpinannya. Bahkan, pebisnis muda
lulusan M.B.A dari Stanford Graduate School of Business, California, Amerika Serikat, juga
telah menunjukkan kepiawaiannya memecahkan berbagai persoalan dan kemelut yang
beberapa kali hadir melanda perusahaan di tengah persaingan bisnis yang sangat ketat.
Anindya Novyan Bakrie, itulah nama lengkap putra pertama dari Menteri Koordinator
Bidang Kesra di Kabinet Indonesia Bersatu, Aburizal Bakrie. Pengusaha yang lebih akrab
disapa Pak Anin oleh para kolega bisnis dan stafnya ini, adalah Presiden Direktur PT Bakrie
Telecom Tbk, perusahaan yang dikenal luas dengan produk telepon seluler tarif murah
Esia. Suami dari Firdiani Saugi dan ayah dari 3 anak Alisha Anastasia Bakrie (P), Azra
Fadilla Bakrie (P) dan Akila Abunindya Bakrie (L) ini pernah magang di perusahaan PT
Bakrie & Brothers Tbk. sebagai Deputi Kepala Operasi dan Direktur Pelaksana pada periode
1997-1999. Ia selanjutnya mendapat amanat penuh dari orang tuanya untuk memimpin
beberapa perusahaan milik keluarga, salah satunya PT Bakrie Telecom Tbk.
Sebagai seorang presiden direktur di perusahaan besar pertelekomunikasian Indonesia,
khususnya yang berbasis teknologi CDMA, Anindya selalu mendapatan pelajaran baru dari
setiap langkah bisnis yang ia lakukan dalam memajukan pertelekomunikasian di tanah air.
Sebagai anak muda, ia tidak pernah berhenti belajar, menimba ilmu dan pengalaman dari para
senior. Hal ini tercermin dari jawaban pendeknya atas pertanyaan apa kiat dan rahasia
keberhasilannya dalam mengelola usaha selama ini. Saya belum pas untuk pertanyaan itu,
karena saya sendiri masih belajar, belum punya kiat dan rahasia sukses. Namun demikian,
Anindya senantiasa terbuka kepada setiap orang yang ingin mencoba untuk mencontoh atau
berbagi pengalaman sukses dalam mengelola bisnis di bidang telekomunikasi seperti yang
digelutinya saat ini.
Selain menahkodai PT Bakrie Telecom Tbk, Anindya juga masuk dalam jajaran puncak
memimpin beberapa perusahaan besar lainnya, yakni pada PT Lativi Media Karya (Lativi,
yang berganti nama menjadi tvOne pada 14 Februari 2008 lalu) sebagai Presiden Komisaris,
PT Cakrawala Andalas Televisi (ANTV) sebagai Presiden Direktur, dan di perusahaan
Capital Managers Asia Pte., Ltd. (berpusat di Singapura) sebagai Chief Operating Officer.
Dengan jabatan pimpinan di berbagai lembaga bisnis tersebut, dapat dibayangkan betapa
sibuknya seorang Anindya bekerja dan berkarya mencapai tujuan usaha yang sedang
ditekuni. Oleh karena itu, kesediaan tokoh pengusaha muda belia yang juga aktif di
organisasi Kadin Indonesia sebagai Ketua Komite Tetap bidang Komunikasi dan Penyiaran
ini menerima tim redaksi Harian Online KabarIndonesia (HOKI) di ruang kerjanya di Wisma
Bakrie, Kuningan Jakarta, untuk sebuah wawancara eksklusif beberapa waktu lalu menjadi
sebuah momen langka dan amat istimewa.
Anindya ternyata seorang yang sederhana, bila tidak dapat dikatakan sangat bersahaja.
Seperti layaknya pemuda pribumi Indonesia kebanyakan, ia terlihat biasa saja, ditunjang oleh
sifat santun yang amat kentara jauh dari kesan bahwa ia seorang konglomerat kaya-raya;
penampilannya saat itu menepis anggapan bahwa anak-anak pejabat menyenangi kehidupan
glamour dan angkuh. Senyum yang senantiasa menghiasi wajahnya menambah tenteram
suasana hati setiap tetamu yang hadir, ditambah percakapan bersahabat disertai tawa lepas
ciri khas lelaki muda yang mudah bergaul dengan semua kalangan.
Anindya adalah seorang Muslim yang taat. Hal ini tercermin dari seringnya ungkapan syukur
yang terlontar dari mulutnya di sela-sela pembicaraan; menurut rekan-rekannya ia juga rajin
beribadah. Lulusan BSc. dari Northwestern University, Illionis, Amerika Serikat, yang pada
pertemuan beberapa waktu lalu itu mengenakan kemeja biru terang dan celana jeans, terkesan
kuat memiliki aura kepemimpinan yang amat baik. Dalam penampilan yang bersahaja itu ia
tetap terlihat sebagai seorang pemimpin profesional, yang tercermin juga dari tutur kata serta
gaya berbicara yang terstruktur, analisis, bervisi jauh ke depan, serta memiliki bobot
keilmuan yang tinggi.
Sesungguhnya seorang Anindya bukanlah apa-apa walau ia terlahir dari keturunan keluarga
mapan dan kaya mulai garis keluarga kakeknya, alm. H. Achmad Bakrie. Usaha yang dirintis
dan dijalankannya saat ini, bila boleh dikatakan berhasil, itu tidak lepas dari kemampuan
individu-nya sebagai seorang usahawan. Darah bisnis bawaan dari orang tuanya mungkin
saja menjadi modal besar dalam mengelola suatu usaha. Dan hal tersebut lebih bermakna
ketika Anindya telah mempersiapkan dirinya sendiri untuk menjadi pebisnis melalui
pendidikan hingga ke tingkat Master ditambah kegigihannya menimba ilmu filosofi bisnis
dari alm. kakeknya.
Dalam hidup ini, terutama ketika menggeluti sebuah usaha, hal yang perlu ditanamkan
adalah bahwa apapun yang dilaksanakan harus bermanfaat dan berguna bagi banyak
orang, demikian pesan kakeknya seperti dituturkan Anindya. Sebuah filsafat hidup sarat
makna yang amat fundamental sebagai landasan berpijak dalam setiap kegiatan yang kita
inginkan berhasil dengan baik. Hampir semua orang pernah mendengar dan tahu dengan
pesan moral itu, namun tidak banyak yang mampu melakukannya dengan konsisten.
Padahal, justru prinsip tersebut merupakan salah satu penentu berhasil-tidaknya seorang
pengusaha.
Kalkulasi kemungkinan yang bisa terjadi di masa depan adalah salah satu pesan penting
Anindya bagi sesama generasi muda serta penerus bangsa. Menurutnya, saat ini, komposisi
penduduk Indonesia menunjukkan bahwa 65% adalah penduduk usia di bawah 35 tahun.
Masa depan bangsa dan negara Indonesia pada 15 atau 20 tahun mendatang ditentukan oleh
generasi yang 65% itu. Oleh karenanya, keadaan Indonesia pada 15 atau 20 tahun akan
datang dapat diprediksi dengan melihat karakter dan keadaan generasi muda saat ini. Artinya,
para pemuda dan generasi remaja perlu mempersiapkan diri sebaik-baiknya untuk
menyongsong masa 20 tahun nanti itu.
We are living in an interesting time, kata Anindya menggambarkan bahwa generasi muda
saat ini sedang hidup di zaman yang amat menarik penuh tantangan. Yang oleh sebab itu,
mereka perlu memiliki karakter inovator dan kreator handal jika ingin bangsa dan negaranya
maju, tidak tertinggal lebih jauh dari bangsa-bangsa lain. Satu kebanggaan bagi Anindya
adalah bahwa dari data survey, terdapat 85% pebisnis Indonesia di Usaha Kecil Menengah
(UKM) adalah generasi muda. Ini mengindikasikan bahwa semangat membangun dan
berkarya kalangan muda cukup baik.
Percakapan dengan mantan analis keuangan Salomon Brothers Inc. (New York) ini makin
hangat ketika HOKI memintanya untuk memberi penjelasan tentang konsep dasar
menyediakan layanan telekomunikasi telepon seluler Esia dengan tarif yang dinilai amat
murah kepada masyarakat. Anindya, yang saat ini aktif sebagai Sekretaris Jenderal The Asia
Pasific Media Forum, dengan bersemangat menguraikan panjang lebar tentang landasan logis
untuk berani tampil berbeda dari lembaga penyedia jasa telekomunikasi lainnya di tanah air.
Secara gampang, ia mengambil contoh pengalaman dari dunia penerbangan Indonesia yang
telah memunculkan pemenang dari kelompok maskapai baru yang notabene baru seumur
jagung dibandingkan pemain lama. Sebutlah Air Asia dan Lion Air yang dalam waktu tidak
lebih dari 3 tahun tampil sebagai perusahaan penerbangan papan atas di tanah air melalui
konsep tiket murah, dan bahkan terbang gratis selama setahun. Kenyataan ini merefleksikan
bahwa keuntungan tidak hanya dapat dihitung dari seberapa besar selisih modal dengan
penjualan, tetapi melalui perhitungan berapa banyak produk yang terjual. Kongkritnya, walau
keuntungan satuan barang kecil tetapi terjangkau oleh lebih banyak konsumen, maka
keuntungan tetap akan diraih oleh sebuah perusahaan, apapun jenis usahanya.
Fenomena tarif murah Esia kembali membuktikan bahwa filosofi kebermanfaatan bagi
orang banyak serta kesederhanaan, tidak perlu mahal, adalah sebuah prinsip hidup yang
bernilai kebenaran. Tidak penting banyak untung dalam sekejap, yang paling dibutuhkan
adalah konsistensi dan kontinuitas. Harga murah itu penting bagi sebagian besar masyarakat
kita, dan bila dalam harga murah itu kita masih bisa memetik keuntungan walau sedikit,
mengapa kita ragu untuk melakukan bisnis dengan harga murah? demikian komentar
Anindya setengah bertanya.
Berdasarkan pengalaman di tahun 2007 lalu, dimana Esia dapat membukukan 3,8 juta
pelanggan produk perusahaannya, Anindya yang menyukai olahraga lari marathon ini,
menargetkan pencapaian angka 7 juta pelanggan Esia pada tahun 2008. Angka itu diharapkan
dapat bertambah hingga 10,5 juta di tahun 2009, dan ia optimis di akhir 2010, Esia akan
digunakan oleh tidak kurang 14 juta pelanggan. Pencapaian angka spektakuler itu tentu bukan
sesuatu yang mudah, di tengah persaingan yang amat ketat di antara para pebisnis
telekomunikasi yang semakin bertambah jumlahnya. Namun, semangat jiwa muda yang
dibarengi oleh kemampuan melakukan inovasi menjadi kunci sukses bagi seorang Anindya
Novyan Bakri.
Sukses Besar Pengusaha Muda Donat Bakar
Niat Oily Purnama Sari jadi entrepreneur bermula usai mengikuti Ciputra Entrepreneurship di
UGM. Bekal tiga bulan pelatihan mampu menyibak wawasan Sarjana Elektro itu. Kini ia
jadi pengusaha muda donat bakar VERI VLORIDA, Jakarta.
Setelah lulus pada tahun 2007, Oily sempat mengisi kegiatannya dengan bekerja di sebuah
perusahaan roti di Yogyakarta. Ketika itu ia mengaku belum memiliki bekal pengetahuan di
bidang entrepreneurship. Namun naluri bisnisnya diuji coba ketika Oily mengikuti pelatihan
Ciputra Entrepreneurship di Pasca Sarjana UGM.
Menurut Oily, selama tiga bulan peserta pelatihan mengikuti bimbingan materi pelajaran dan
membuat konsep bisnis. Pada minggu kedua mereka mengikuti progran Crown I sebagai
kegiatan pertama untuk memulai bisnis. Modal awalnya Rp 500.000,-. Dana itu lalu
dikelolanya dengan berjualan suvenir atribut UGM. Pada program Crown II setiap kelompok
diberikan modal pinjaman Rp 1.000.000,- Dana itu digunakan Oily dengan mencoba
berbisnis donat. Yang ada di benak saya ucapan Pak Ciputra berbisnis harus melakukan
inovasi.
Termasuk berbisnis donat yang biasanya dibuat dari terigu namun ia mencobanya dengan
menggunakan bahan baku ubi jalar. Nama produknya yakni Donatello yang artinya tello
dalam bahasa Jawa adalah ubi. Produk itu
dijajakan di bazar yang digelar di kampus UGM setiap Minggu pagi. Ternyata peminatnya
banyak. Sebab rasanya jauh lebih empuk tak ubahnya seperti menikmati kentang Itu resep
baru. Selama ini biasanya donat dibuat hanya dengan menggunakan terigu.
.Belum puas dengan hanya satu temuan. Oily lantas mengolahnya lagi. Kali ini resepnya
baru. Ia mencoba donat bakar. Donat bakar itu disajikan dalam bentuk tusuk sate lalu diberi
nama donat Dboom. Ada beberapa pilihan rasa untuk temuan barunya itu. Peminatnya
beraneka ragam, mulai dari anak-anak hingga orang dewasa.
Kini Oily sukses membawa merek dagangannya yang mulai dikenal di kalangan kampus dan
pusat perbelanjaan. Bisnisnya terus dikembangkan dengan membuat jaringan bisnis dengan
sistem bermitra. Misalnya dengan perusahaan katering dan orderan resmi seperti orang
kantoran.
Cara itu lebih jitu sebab keuntungannya sudah bisa dihitung secara cermat. Memulai jadi
pengusaha bisa dilakukan dengan apa yang ada. Jika belum memiliki home industri, orang
boleh-boleh saja bermitra dengan pihak kedua. Yang penting harus tetap melakukan
branding terhadap produk sendiri.
Sebelum memulai usahanya itu Oily sebetulnya sempat ragu-ragu dengan sikap keluarga.
Sebab orangtuanya menginginkan setelah lulus Oily bisa bekerja di perusahaan atau
pemerintahan. Sikap itu membuat Oily tertantang untuk menekuni usahanya dengan gigih.
Kini ia malah sibuk mengikuti workshop dan seminar entrepreneurs di berbagai lembaga dan
sekolah.
Saya sudah merasakannya. Saya berjanji mengabdikan ilmu itu dengan membagi
pengalaman serta menyebarkan entrepreneurs kepada keluarga dan teman. Bahwa
entrepreneurs bukan karena faktor keturunan. Selain keluarga, entreprenurs bisa didapat dari
lingkungan dan mengikuti pelatihan.
Kunci utama untuk sukses adalah kerja keras. Jangan pernah mengharapkan hasil yang
maksimal dengan usaha minimal, Denni Andri, President PT Taka Turbomachinery Indonesia
Denni Andri adalah owner sekaligus President dari PT. Taka Turbomachinery Indonesia,
sebuah perusahaan yang bergerak di bidang Mechanical & Industrial Engineering Industry.
Bermula dari sebuah bengkel mesin yang berlokasi di Bandung, perusahaan ini kemudian
berkembang pesat menjadi salah satu perusahaan yang mampu memperbaiki turbine dan
compressor pump skala raksasa di Indonesia. Saat ini PT Taka telah sangat berpengalaman
dalam industrial pump repair, steam turbine repair dan gas turbine component repair dengan
klien-klien seperti Pertamina, Indonesia Power, Torishima Guna, Kepindo dan Chevron
Pasific Indonesia. Perusahaan yang dibangun dengan modal awal 60 juta ini, sekarang telah
memiliki 150 orang pegawai, luasan fasilitas kantor dan workshop sekitar hampir 6000 m2
dan total aset senilai 80 Milyar.
Memulai dari Nol
Lulus dari jurusan Geologi Institut Teknologi Bandung, Denni bekerja secara freelance di
bidangnya. Pada tahun 1997 ketika krisis ekonomi menerpa, Denni kesulitan mendapatkan
pekerjaan. Para kliennya malah harus melepas pegawainya. Kesulitan ini malah menjadi
awal bagi Denni untuk memulai membangun bisnis sendiri. Berangkat dari ketertarikannya
di bidang mesin dan mekanik sejak kecil, ia membuka bengkel permesinan umum. Dengan
tidak memiliki background di bidang ini, tanpa ragu Ia menjalankan bisnisnya. Saya memilih
bidang ini karena minat dan menjalankannya secara learning by doing. Customer pertama
saya adalah bengkel mobil, ordernya membubut tromol rem, dengan nilai penjualan pertama
15 ribu rupiah. Berbagai usaha dilakukan Denni untuk menjalankan bisnisnya. Mulai dari
meminjam uang pada orang tua sampai menjual mobil. Dari tahun ke tahun, mobil saya
turun terus. Tahun 1999 Mobil Daihatsu Taft saya jual diganti Toyota Hardtop untuk
membayar hutang orang tua. Kemudian Hardtop dijual, diganti motor, sampai motor pun
akhirnya saya jual dan saya naik angkot. Namun Denni tidak pernah putus asa dalam
menghadapi semua kesulitan dan tantangan ini. Ketika ditanya tantangan apa yang paling
besar baginya ? Denni menjawab, tantangan itu selalu ada setiap saat dan Ia menganggap itu
sebagai suatu proses yang harus dilewati, mengalir begitu saja. Tantangan ada di setiap anak
tangga yang harus didaki.
Denni tidak pernah merasa gagal. Saat awal membangun bisnis, Ia berkali-kali ditolak bank.
Mungkin dua pasang sepatu habis solnya karena saya pakai berkeliling dari bank satu ke bank
lain. Sampai akhirnya salah satu bank menerima pengajuan kreditnya. Saya gagal
mendapatkan kredit dari beberapa bank tertentu, tapi saya tidak gagal mendapatkan kredit
dari bank. Kenapa banyak pengusaha gagal ? Menurut Denni penyebabnya hanya karena
kurang ulet, kurang gigih, kurang tahan cobaan dan kurang tahan banting. Selain itu, Denni
pun merasa bahwa Ia tidak pernah merasa susah. Uang saya seribu saya happy, uang saya 1
juta saya happy, uang saya 100 juta pun saya happy. Bukan uang saya seribu kurang, 1 juta
kurang, 100 juta juga kurang. Its about mindset.
Pemimpin yang Visioner
Berawal dari sebuah bengkel kecil dengan 2 orang karyawan, dalam kurun waktu 12 tahun
Denni telah membangun PT Taka yang kini hampir mendominasi bisnis overhaul turbin,
compressor dan pompa di Pertamina, PLN dan berbagai industri Kimia. Mereka melakukan
reblading turbine, rekondisi dan overhaul pompa, rebabbit sleeve bearing, dsb. Selama 12
tahun itu pula, Denni membangun sistem dan budaya dalam perusahaannya. Saya
kumpulkan dan bangun sumber daya manusianya, permesinannya, infrastrukturnya, sampai
menjadi suatu sistem yang berjalan dengan baik.
Dulu semua peran saya jalankan sendiri. Secara bertahap peran pimpinan keuangan saya
lepas, lalu peran pimpinan Human Resources, lalu peran Pimpinan Pemasaran. Suatu saat
nanti akan ada yang bisa mengambil peran saya sebagai presiden, dan saya tidak perlu ada
disana lagi. Saat ini, PT Taka telah menguasai 30-40% pangsa pasar dan menjadi nomor dua
di bidangnya. Denni menargetkan pada tahun 2012, PT Taka akan menjadi perusahaan
nomor satu dan menjadi yang terbaik di Indonesia. Namun mimpi Denni tidak berhenti
hanya sampai di situ. Setelah menjadikan Taka sebagai perusahaan nomor satu di Indonesia
nanti, di tahun yang sama (2012) Ia berencana mendirikan perusahaan pembuat turbin
pertama di Indonesia. Selama ini jika ada yang membutuhkan turbin selalu pergi ke Jerman
atau Jepang, nantinya tidak perlu lagi. Itu yang saat ini sedang saya bangun. Turbine-turbine
pabrik kelapa sawit, pabrik gula, penggerak pompa di unit-unit utilitas industri kimia dan
perminyakan, maupun juga pembangkit listrik skala kecil adalah sasarannya. Denni pun
masih memiliki rencana-rencana lain setelah nantinya berhasil mendirikan pabrik turbin.
Yang saya khawatirkan, jika saya merasa kenyang, maka saya akan malas. Karena itu saya
harus terus bergerak dan bergerak terus.
Kerja Keras dan Tidak Takut Mengambil Resiko
Denni sepertinya memang sudah memiliki bakat entrepreneur sejak kecil. Saat masih duduk
di bangku Sekolah Dasar, Ia pernah berjualan layangan. Hal ini pun berlanjut sampai
remaja. Denni pernah mengasong berjualan jeruk dan duren di pasar saat SMA. Menciptakan
sesuatu dan menghasilkan uang merupakan kebanggaan buat saya. Saya ingin terus
melakukannya. Walau memiliki bakat entrepreneur, menurutnya kunci utama seorang
pengusaha untuk sukses adalah kerja keras. Tidak mungkin sesuatu datang begitu saja tanpa
kerja keras.
Jangan pernah mengharapkan hasil besar dengan usaha yang minimal. Jika ingin sukses,
usahanya harus maksimal. Denny pun berpendapat, bakat yang hebat tidak menjamin orang
akan sukses. Harus didukung dengan knowledge dan kerja keras. Jika bakat dan knowledge
itu dikombinasikan dengan baik, Anda bisa menjadi seorang maestro. Menurut Denni tidak
ada kata terlambat atau pun terlalu cepat untuk menjadi seorang entrepreneur. Saat paling
tepat adalah mulai saat ini juga. Just do it !! Lakukan sekarang, jangan hanya menjadi
wacana. Ia juga menyarankan, jika ragu melangkah menjadi entrepreneur karena takut akan
resiko, bergaulah dengan orang-orang yang berani, maka keberanian itu akan tertular.
Carilah teman atau mentor yang tepat., atau bergaullah dengan orang yang bisa memberi
motivasi. Dampaknya akan lebih hebat lagi.
Apa reaksi Anda saat melihat orang-orang yang berhasil di sekeliling kita? Nampaknya ada
dua kemungkinan yang biasanya terjadi, kita menjadi kecil hati dan memandang diri begitu
kecil, atau sebaliknya kita menjadi terinspirasi untuk berusaha sekuat tenaga kita untuk bisa
berhasil seperti mereka.
Untuk pilihan yang kedua, nampaknya hanya dikerjakan oleh segelintir orang saja. Salah
satunya adalah pria muda yang ramah dan energik ini, Chiat Peng, 34 tahun. Ia adalah
seorang tipikal pengusaha muda sukses ibukota yang menerapkan prinsip bila dia bisa maka
saya juga bisa di dalam satu kegigihan dan kerja keras, bahkan dengan melihat orang-orang
yang berhasil ia justru tertantang untuk melakukan hal yang sama.
Mengaku tidak memiliki prestasi yang demikian menonjol, tetapi satu inspirasi yang ia
peroleh dari mereka yang ada di sekelilingnya telah membuat Chiat Peng memperoleh
banyak kesempatan baik dalam hidupnya. Salah satunya adalah saat ia menjadi staf pengajar
di Universitas Tarumanagara. Saya tidak pernah terpikir untuk mengajar. Dari sisi prestasi
saya biasa-biasa saja, dari pengalaman mengajar, saya tidak punya apa-apa, akunya saat ia
memulai karir mengajarnya sejak masih mahasiswa. Ia juga terinspirasi oleh salah seorang
dosen yang ia kagumi karena telah mengajar di masa mudanya, dan ternyata dosen ini juga
yang mengajaknya ikut menjadi asisten pengajar hingga akhirnya terlibat menjadi salah satu
pengajar di universitas swasta ternama ini.
Di tengah jalan, di kiri kanan banyak yang membuat saya lebih tertantang lagi. Mereka kan
juga makan nasi, saya juga makan nasi. Kenapa dia bisa begitu, kok saya gak bisa? Saya
terinspirasi. Suatu hari, mungkin tidak setahun atau 2 tahun, saya bisa jadi seperti itu, saya
bisa jadi seperti dia, jelasnya menggambarkan bagaimana terinspirasi dan perasaan
tertantang membawanya bekerja keras untuk mencapai seperti mereka yang berhasil di
sekelilingnya.
Hal ini jugalah yang membawanya berangkat ke negeri Paman Sam untuk meraih gelar
MBA. Satu hal yang baginya tidak pernah dia impikan sebelumnya. Untuk itu ia bersedia
berjuang cukup keras, khususnya saat mengikuti test TOEFL yang ternyata harus dijalani
berulang kali. Ia harus mengatasi kejenuhan dalam mengulang mempelajari bahan yang
sama beberapa kali, tetapi ia tetap persisten dan akhirnya berhasil melewatinya dan berhasil
berangkat ke Amerika.
Berjuang di Negeri Orang
Setiba di Amerika justru baru memulai perjuangan yang baru. Ia harus menghadapi kondisi
keuangan yang cukup sulit saat Indonesia baru mengalami reformasi dan krisis ekonomi. Ia
tidak putus asa dan menyerah. Ia mengajukan permohonan ke Dekan Universitas untuk dapat
mempercepat masa studinya. Untuk itu ia harus bekerja lebih keras dari mahasiswa-
mahasiswa lainnya. Ia bekerja part time menjadi assistant professor dan juga bekerja di Lab,
dan karena ia mengambil lebih banyak mata kuliah untuk mempercepat penyelesaiannya,
maka ia sudah terbiasa menghabiskan malam-malam dengan menulis paper hingga dini hari
di perpustakaan. Tidur hanya beberapa jam saja adalah makanan sehari-hari. Tapi semua
membuahkan keberhasilan saat ia menyelesaikan studi dengan cepat.
Tertantang Mencari Pengalaman Bekerja di New York
Setelah lulus ia tertantang untuk mencari pengalaman dengan bekerja di New York. Seorang
sahabatnya orang Amerika di kampus memberinya inspirasi, This is the land of opportunity.
If you say you can work here, you can be successful. Sebuah harapan dan keyakinan timbul
dalam hatinya. Dalam waktu sekitar dua bulan, sesuai dengan yang ia tergetkan, akhirnya ia
mendapat pekerjaan menjadi Assistant to Marketing Director di salah satu perusahaan di New
York. Pengalaman ini justru menempa dirinya, terlebih lagi karena kendala bahasa yang jelas
menuntutnya bekerja lebih keras lagi. Namun inilah yang menjadi batu loncatan menuju karir
yang semakin matang di Indonesia.
Sukses Merupakan Tahap Demi Tahap
Chiat Peng memandang keberhasilan dengan bijak, namun hal ini membuatnya tidak pernah
berhenti untuk meraihnya karena baginya selalu ada tahapan baru yang harus dilewati dengan
kesuksesan, satu episode yang telah saya lalui itulah kesuksesan, tetapi masih ada episode
berikutnya yang harus saya jalani. Tahap demi tahap di mana setiap tahapan harus saya
selesaikan itulah keberhasilan dan saya harus memasuki tahapan berikutnya lagi sampai satu
tahapan yang saya sendiri tidak tahu.
Ia mengaku bahwa ia selalu termotivasi dan terinspirasi saat ia banyak melakukan traveling
ke luar negeri dan bertemu dengan para pebisnis muda yang nampak sukses, maka ia kembali
tertantang untuk mengikuti keberhasilan yang sama .
Tips yang selalu ia anut untuk mencapai kesuksesan adalah tidak cepat menyerah apapun
kondisinya dan harus menjadi tegar dan kuat seperti batu karang dalam segala keadaan. Ia
yakin bahwa Tuhan sudah menciptakan setiap orang bukan untuk menjadi seorang yang
gagal, namun apakah semuanya kembali tergantung kepada kita. Apakah gagal atau berhasil,
semuanya ditentukan oleh masing-masing kita. Saya sangat percaya bahwa kesuksesan itu
hak kita, namun mungkin jalannya saja yang berbeda satu sama lain.
Impiannya Kini
Chiat Peng kini memiliki impian membangun sebuah consulting company yang berfokus
dalam bidang sales management. Setelah saya lalu lalang di dunia sales selama 10 tahun,
saya melihat banyak perusahaan-perusahaan yang masih membutuhkan adanya advice dalam
selling skill. Sosok muda ini sekarang memiliki satu tahapan yang baru dalam hidupnya
yaitu membagikan pengalamannya dengan menjadi seorang trainer yang mampu menjadikan
banyak perusahaan berhasil. Kesuksesan baginya juga adalah dapat berbagi pengalaman
dengan para mahasiswanya dengan satu harapan bahwa mereka akan berkembang lebih baik
darinya.
Seperti yang selalu ia ucapkan pada dirinya sendiri, Jika orang lain bisa, mengapa saya
tidak? Dan hal ini membawanya selalu mampu melalui setiap jalan hidupnya, maka hal yang
sama juga hendak dibagikannya kepada mereka yang akan mendengarkan pengalamannya
sebagai seorang Coach.
Inilah Tjiauw Chiat Peng, sosok eksekutif muda yang memiliki prinsip hidup pantang
menyerah dan justru selalu tertantang untuk mencapai yang lebih baik dalam hidupnya.
Putera Sampoerna
Penjemput Pasar Masa Depan
Putera Sampoerna, mengguncang dunia bisnis Indonesia dengan menjual seluruh saham
keluarganya di PT HM Sampoerna senilai Rp18,5 triliun, pada saat kinerjanya baik. Generasi
ketiga keluarga Sampoerna yang belakangan bertindak sebagai CEO Sampoerna Strategic, ini
memang seorang pebisnis visioner yang mampu menjangkau pasar masa depan.
Berbagai langkahnya seringkali tidak terjangkau pebisnis lain sebelumnya. Dia mampu
membuat sensasi (tapi terukur)dalam dunia bisnis. Sehingga pantas saja Warta Ekonomi
menobatkan putra Liem Swie Ling (Aga Sampoerna) ini sebagai salah seorang Tokoh Bisnis
Paling Berpengaruh 2005. Sebelumnya, majalah Forbes menempatkannya dalam peringkat
ke-13 Southeast Asias 40 Richest 2004.
Putera Sampoerna, pengusaha Indonesia kelahiran Schidam, Belanda, 13 Oktober 1947. Dia
generasi ketiga dari keluarga Sampoerna di Indonesia. Adalah kakeknya Liem Seeng Tee
yang mendirikan perusahaan rokok Sampoerna. Putera merupakan presiden direktur ketiga
perusahaan rokok PT HM Sampoerna itu. Dia menggantikan ayahnya Aga Sampoerna.
Kemudian, pada tahun 2000, Putera mengestafetkan kepemimpinan operasional perusahaan
(presiden direktur) kepada anaknya, Michael Sampoerna. Dia sendiri duduk sebagai Presiden
Komisaris PT HM Sampoerna Tbk, sampai saham keluarga Sampoerna (40%) di perusahaan
yang sudah go public itu dijual kepada Philip Morris International, Maret 2005, senilai
Rp18,5 triliun.
Pria penggemar angka sembilan, lulusan Diocesan Boys School, Hong Kong, dan Carey
Grammar High School, Melbourne, serta University of Houston, Texas, AS, itu sebelum
memimpin PT HM Sampoerna, lebih dulu berkiprah di sebuah perusahaan yang mengelola
perkebunan kelapa sawit milik pengusaha Malaysia. Kala itu, dia bermukim di Singapura
bersama isteri tercintanya, Katie, keturunan Tionghoa warga Amerika Serikat.
Dia mulai bergabung dalam operasional PT HM Sampoerna pada 1980. Enam tahun
kemudian, tepatnya 1986, Putera dinobatkan menduduki tampuk kepemimpinan operasional
PT HAM Sampoerna sebagai CEO (chief executive officer) menggantikani ayahnya, Aga
Sampoerna.
Namun ruh kepemimpinan masih saja melekat pada ayahnya. Baru setelah ayahnya
meninggal pada tahun 1994,Putera benar-benar mengaktualisasikan kapasitas kepemimpinan
dan naluri bisnisnya secara penuh. Dia pun merekrut profesional dalam negeri dan
mancanegara untuk mendampinginya mengembangkan dan menggenjot kinerja perusahaan.
Sungguh, perusahaan keluarga ini dikelola secara profesional dengan dukungan manajer
profesional. Perusahaan ini juga go public, sahamnya menjadi unggulan di bursa efek Jakarta
dan Surabaya. Ibarat sebuah kapal yang berlayar di samudera luas berombak besar, PT HM
Sampoerna berhasil mengarunginya dengan berbagai kiat dan inovasi kreatif.
Tidak hanya gemilang dalam melakukan inovasi produk inti bisnisnya, yakni rokok, namun
juga berhasil mengekspansi peluang bisnis di segmen usaha lain, di antaranya dalam bidang
supermarket dengan mengakuisisi Alfa dan sempat mendirikan Bank Sampoerna akhir
tahun1980-an.
Di bisnis rokok, HM Sampoerna adalah pelopor produk mild di tanah air, yakni rokok rendah
tar dan nikotin. Pada tahun 1990-an, itu Putera Sampoerna dengan kreatif mengenalkan
produk rokok terbaru: A Mild. Kala itu, Putera meluncurkan A Mild sebagai rokok rendah
nikotin dan taste to the future, di tengah ramainya pasar rokok kretek. Kemudian
perusahaan rokok lain mengikutinya.
Dia memang seorang pebisnis visioner yang mampu menjangkau pasar masa depan.
Berbagai langkahnya seringkali tidak terjangkau pebisnis lain sebelumnya. Dia mampu
membuat sensasi (tapi terukur)dalam dunia bisnis. Langkahnya yang paling sensasional
sepanjang sejarah sejak HM Sampoerna berdiri tahun 1913 adalah keputusannya menjual
seluruh saham keluarga Sampoerna di PT HM Sampoerna Tbk (40%) ke Philip Morris
International, Maret 2005.
Keputusan itu sangat mengejutkan pelaku bisnis lainya. Sebab, kinerja HM Sampoerna kala
itu (2004) dalam posisi sangat baik dengan berhasil memperoleh pendapatan bersih
Rp15.000.000.000.000 dengan nilai produksi 41,2 miliar batang. Dalam posisi ketiga
perusahaan rokok yang menguasai pasar, yakni menguasai 19,4% pangsa pasar rokok di
Indonesia, setelah Gudang Garam dan Djarum.
Mengapa Putera melepas perusahaan keluarga yang sudah berumur lebih dari 90 tahun ini?
Itu pertanyaan yang muncul di tengah pelaku bisnis dan publik kala itu.
Belakangan publik memahami visi Tokoh Bisnis Paling Berpengaruh 2005 versi Majalah
Warta Ekonomi ini ((Warta Ekonomi 28 Desember 2005). Dia melihat masa depan industri
rokok di Indonesia akan makin sulit berkembang. Dia pun ingin menjemput pasar masa
depan yang hanya dapat diraihnya dengan langkah kriatif dan revolusioner dalam bisnisnya.
Secara revolusioner dia mengubah bisnis intinya dari bisnis rokok ke agroindustri dan
infrastruktur. Hal ini terungkap dari langkah-langkahnya setelah enam bulan melepas saham
di PT HM Sampoerna. Juga terungkap dari ucapan Angky Camaro, orang kepercayaan
Putera: Arahnya memang ke infrastruktur dan agroindustri.
Terakhir, di bawah bendera PT Sampoerna Strategic dia sempat berniat mengakuisisi PT
Kiani Kertas, namun untuk sementara dia menolak melanjutkan negosiasi transaksi lantaran
persyaratan yang diajukan Bank Mandiri dinilai tak sepadan. Dia pun dikabarkan akan
memasuki bisnis jalan tol, jika faktor birokrasi dan kondisi sosial politik kondusif.
Nama
Putera Sampoerna
Lahir
Schidam, Belanda, 13 Oktober 1947
Isteri:
Katie
Anak:
Michael Sampoerna
Ayah:
Aga Sampoerna (Liem Swie Ling)
Kakek:
Liem Seeng Tee
Pekerjaan
CEO PT Sampoerna Strategic
Presiden Komisaris PT HM Sampoerna
Pendidikan
Diocesan Boys School, Hong Kong
Carey Grammar High School, Melbourne
University of Houston, Texas, AS
Pengusaha Muda Sukses Mesin Jahit,Anak,dan Kue Kering
Jalan berliku dijalani sejumlah pengusaha dalam membangun bisnis. Namun,lewat kerja
keras dan inovasi, sukses kini diraih. Ada anggapan yang menyebutkan, berwirausaha atau
menjadi pengusaha adalah persoalan bakat. Ternyata anggapan itu salah. Berwirausaha bisa
dipelajari dan dilakukan siapa saja. Semua orang berkesempatan sama untuk menjadi
pengusaha sukses.
Namun dengan catatan, dalam menjalankannya harus didasari cinta dan minat yang
mendalam. Itu akan memacu seseorang untuk mencurahkan segala perhatian dan energi agar
usahanya berhasil. Strategi ini menjadi kunci keberhasilan Marius Widyarto yang sukses
berbisnis industri garmen dengan produk kaos Caladi 59(C59).
Merek kaos C59 diambil dari nama sebuah gang kecil di Kota Bandung. Melalui bendera PT
Caladi Lima Sembilan, Marius berhasil membangun merek yang diminati masyarakat. Kini
usahanya sudah memiliki delapan kantor cabang pemasaran yang tersebar di beberapa kota di
Indonesia.
Indonesia memiliki jumlah penduduk sekitar 230 juta jiwa yang semuanya dipastikan
membutuhkan kaos,tandasnya. Dalam menjalankan bisnis, Marius menggunakan resep
sirik(suka,imajinasi,relasi, inisiatif, dan komunikasi).
Bermodalkan kesukaan, kata Marius, dia memahami betul apa yang sedang dikerjakan.
Dengan begitu celah bisnis yang belum dilirik orang pun bisa dideteksi. Ketika awal
membangun bisnis pada 1980, Marius mengandalkan desain kreatif yang belum banyak
digarap orang.
Saat membangun usahanya, Marius hanya bermodalkan sebuah mesin jahit yang didapat dari
hasil menjual kado pernikahan. Lewat koleganya dia juga menggadaikan ijazah SMA ke
pabrik agar bisa mendapat suplai bahan baku. Jika bukan atas dasar kepercayaan, pabrik kain
tersebut tidak akan memberikan pinjaman bahan baku, kenangnya saat dihubungi SINDO.
Saat memperkenalkan produk C59 secara massal, Marius bekerja sama dengan
penyelenggara Pameran Dirgantara di Bandung pada tahun 1986. Saat itu dia menawarkan
produk kaos dengan desain tema-tema kedirgantaraan. Ternyata, desain kaos pria lulusan
Fakultas Ekonomi Universitas Parahyangan Bandung 1980 itu laku keras. Dia pun
kebanjiran pesanan. Lewat kaos C59, kini Mas Wid begitu dia biasa disapa, bisa meraup
omzet sekitar Rp 5.600.000.000 miliar per tahun.
Inovasi
Inovasi menjadi modal utama Yesaya Surya Widjaya, pemilik PT Raja Baksomas Mandiri
dalam menjalankan usaha. Meski hanya melanjutkan usaha keluarga, pria peraih master
lulusan Universitas Hawaii Pacific bidang komputer ini justru semakin terpacu berinovasi.
Sebelumnya, usaha keluarga yang dimiliki hanyalah sebuah restoran bakso. Lewat tangan
dinginnya, restoran tersebutkinimenjadisebuahindustrimakananbeku(frozen).
Mulai produk berbagai jenis bakso, ayam goreng, hingga sop buntut dalam kemasan beku
tanpa bahan pengawet. Yesaya mulai menjalankan bisnis keluarganya itu sejak tahun 1998.
Dalam pengembangannya, Yesaya mengemas konsep bisnis restoran dalam tiga bentuk
yakni Bakso Super Resto, Super Bento,dan RBiz Resto.
Awalnya saya melakukan pengembangan atas produkproduk yang sudah ada. Kemudian saya
mulaimengeluarkan produk-produk baru. Inovasi adalah kunci penting dalam melakukan
usaha,paparnya. Kini dengan bekal keuletan dan kerja keras, PT Raja Baksomas Mandiri
telah dipasarkan di 14 resto dengan menggandeng 40 mitra usaha.
Sayap bisnisnya pun telah merambah hampir di seluruh kota di Indonesia, di antaranya
Balikpapan- Kalimantan, Medan- Sumatra, Papua, dan beberapa kota di Pulau Jawa antara
lain di Tegal, Kudus, Blitar, dan Malang, dengan total omzet sekitar Rp 5.000.000.000,- per
tahun. Hal serupa juga dilakukan Herlina Mustikasari Mohammad, pemilik Lembaga Kursus
Bahasa Inggris Easy Reader yang juga mengandalkan kekuatan inovasi dalam menjalankan
bisnis.
Ide awalnya dari upaya dia membantu anak sulungnya agar bisa cepat belajar membaca
bahasa Inggris. Dari situ, Herlina justru menemukan metode sistem fonik. Cara ini terbukti
jitu membantu anaknya belajar membaca bahasa Inggris dengan cepat. Tidak hanya itu,
temuannya ini justru menjadi ceruk bisnis yang hingga saat ini digeluti.Awalnya Easy Reader
hanya dibuka di kawasan Bumi Serpong Damai (BSD) City dan Pamulang Tangerang, kini
telah berkembang dengan sistem kemitraan di wilayah Depok, Bogor, dan Jakarta.
Hingga saat ini, Herlina telah membuka delapan buah lembaga pendidikan Easy Reader yang
tersebar di Jabodetabek. Dengan konsep waralaba, kini Herlina berniat semakin
memperlebar sayap bisnisnya di kota-kota lain di Indonesia.Usaha yang dibuka sejak tahun
2006 dengan modal awal Rp76.000.000,- juta itu kini telah mendatangkan omzet hingga
ratusan juta rupiah setiap bulannya.Modul pembelajaran bahasa Inggris yang ditemukan
Herlina cukup membantu pendidikan kursus bahasa Inggris bagi murid-muridnya.
KerjaKeras
Dalam mencapai sukses, kerja keras menjadi modal bagi Andianto Setiabudi, pemilik
Cipaganti Group, sebuah bisnis yang kini beromzet sekitar Rp 10.000.000.000,- per bulan.
Meski hanya lulusan SMA, Andianto, pria kelahiran Banjarmasin, 5 Desember 1962 itu,tidak
pernah merasa minder dalam menjalankan usaha.
Sejak kecil,Andi, begitu dia biasa disapa sudah akrab dengan dunia pemasaran. Usai pulang
sekolah,Andi kerap membantu ibunya berjualan kue kering. Pekerjaan ini dilakukannya
sejak duduk di bangku SMA. Setelah menamatkan sekolah, Andi enggan mengikuti saran
orangtuanya melanjutkan ke perguruan tinggi.
Dia memilih berwirausaha. Dalam benaknya,uang untuk kuliah lebih baik dijadikan modal
usaha.Sejak tahun 1986, dia mulai merintis jual beli mobil. Mobil bekas pertama adalah
mobil boks orangtuanya. Dari hasil penjualan tersebut, dia membeli beberapa mobil bekas
untuk dijual lagi. Namun setelah beberapa tahun bergumul dengan mobil bekas, pasaran
mobil second mulai menurun.
Dia pun akhirnya memilih banting setir dengan mulai usaha penyewaan mobil. Kini, Andi
juga memiliki usaha yang bergerak di bidang properti. Berkat kerja kerasnya, dia
mendapatkan penghargaan dari Enterprise 50 Award pada tahun 2004 dan Finalis Ernst &
Young Entrepreneur of the Year 2005.
Hendy Setiono, Miliarder Muda Indonesia
Tidak ada alasan untuk tidak memulai bisnis, bagi yang merasa masih muda ini contoh yang
pas sebagai inspirasi. Berbisnis tidak mengenal usia dan kondisi. Asal ada kemauan Insya
Allah akan ada jalannya. Tulisan ini sebagai rangkaian inspiration story yang akan memuat
kisah pengusaha sukses dari berbagai latar belakang. Tulisan ini saya ambil dari situsnya Pak
Purdi E Chandra (www.purdiechandra.net) seorang Tokoh yang sangat saya kagumi. Beliau
melalui Entrepreneur University telah banyak mencetak pengusaha baru di Indonesia. Baru-
baru ini Pak Purdi mendapat predikat Gila dari Museum Rekor Indonesia karena prestasinya
di bidang entrepreneur.
Raih Berkah di Jalur Timur Tengah
Namanya Hendy Setiono, pemuda Alumni Entrepreneur University Surabaya ini masih
sangat muda, baru 25 tahun. Tapi sepak terjang bisnisnya sudah tak diragukan lagi. Kalau
Anda menjumpai mobil Nissan X-Trail bernomor polisi K 38 AB di jalanan, itulah mobil
Hendi. Pelat nomor seharga Rp 16 juta itulah yang membuat orang mudah mengenali dan
menyapanya ketika sedang jalan-jalan dengan mobilnya. Biasanya tukang parkir menggoda,
bayarnya pakai kebab saja.
Pelat nomor sengaja dibuat K 38 AB untuk mendekati kata kebab. Berkat kebab inilah
namaHendi sebagai pengusahamudasukses,terukir. Hendy adalah pendiri dan presiden
direktur PT Baba Rafi Indonesia. Kebab Turki Baba Rafi adalah hasil inovasi bisnisnya. Dia
memulai bisnis itu dengan modal hanya Rp 4.000.000. Dia enggan meminta bantuan orang
tua. Itu duit hasil pinjam arek-arek (teman-temannya, Red) dan saudara, kisahnya.
Outlet makanan ala Timur Tengah itu kini berjumlah 325, membentang dari kawasan super
ramai seperti Jakarta hingga pelosok Ambon. Ratusan outlet itu dipantau dan disupervisi dari
dua kantor operasional di kawasan Nginden, Surabaya, dan Pondok Labu, Jakarta. Tahun
lalu omzet usahanya mencapai Rp 45 miliar, dan 25 persen di antaranya masuk kantongnya
sebagai laba bersih. Tahun ini omzetnya saya targetkan Rp 60.000.000.000,-.
Apa yang sudah dipunyai Hendy dari keberhasilannya berbisnis? Hendy tampak agak malu
menjawab pertanyaan ini. Sekulum senyum kecil dikeluarkannya. Apa ya? Ehm, ada
beberapa, Mas. Alhamdulillah. Masak disebutkan? katanya masih diiringi senyum.
Dia terbatuk sebentar. agak ragu, tak lama kemudian, Hendy mulai menjawab. Aset yang
pertama saya beli Yamaha Mio, ujarnya. Dia membeli motor itu beberapa bulan setelah
memulai berbisnis. Ke mana-mana saya pakai motor itu, tuturnya.
Setahun pertama, Hendi mengaku hanya mendapat penghasilan bersih per bulan Rp 20 juta.
Wah, rasanya sudah seneng banget. Baru umur 20 tahun, penghasilan sudah Rp 20 juta
sebulan, ceritanya.
Setelah membeli Yamaha Mio? Sekarang kasihan motor itu, sudah nggak muat nampung
badan saya semakin melar. Jadi, cari motor yang agak gedean, pakai Harley-Davidson, ujar
nominator Asias Best Entrepreneur Under 25 versi Majalah BusinessWeek tersebut.
Selain itu, Hendi punya dua rumah; satu di Jakarta dan satu lagi di Surabaya. Di Surabaya,
dia membeli rumah di salah satu kawasan elite, Perumahan Bumi Galaxy Permai. Soal rumah
yang satu ini, Hendi punya cerita tersendiri. Ini rumah idaman saya, tuturnya.
Dulu, cerita Hendi, semasa masih duduk di bangku kuliah di Jurusan Teknik Informatika ITS,
setiap pulang dari kampus, Hendi yang kala itu tinggal di Semolowaru, Surabaya, selalu
melewati kawasan perumahan itu. Dia sering berhenti sejenak di perumahan elite itu. Saking
seringnya mondar-mandir di perumahan itu sepulang dari kampus, dia sampai kenal dengan
sejumlah satpam di sana. Rumahnya besar-besar, megah-megah. Kelak saya ingin punya
rumah seperti ini, tekadnya ketika itu.
Hendi mengaku terkagum-kagum dengan rumah-rumah di kawasan itu. Bahkan, hujan saja
nggak banjir, beda dengan rumah saya. Halaman depannya itu lebih luas daripada rumah saya
di Semolowaru, kisahnya.
Dari proses itulah Hendi yakin bahwa mimpi yang terus disemai akan bisa mewujud jika
diiringi pancangan semangat yang kuat untuk mewujudkannya. Semuanya berangkat dari
impian. Alhamdulillah, saya kemarin berangkat ke Jakarta (wawancara dengan Hendi
dilakukan di Jakarta beberapa waktu lalu, Red) sudah dari rumah di Galaxy Bumi Permai,
ceritanya. Kalau saya tidak berani mulai jualan pakai gerobak, semua mimpi itu hanya
tinggal mimpi, imbuhnya.
Dengan segala apa yang dimiliki kini, Hendi lebih leluasa menyalurkan hobinya berjalan-
jalan. Setiap mengisi seminar di berbagai kampus di Indonesia, dia selalu menyempatkan diri
mengunjungi berbagai tempat wisata. Saya lebih suka ke tempat wisata yang alami, lihat
pantai, lihat hutan, ujarnya.
Jalan-jalan ke luar negeri juga sudah menjadi rutinitas yang sangat biasa bagi salah satu 10
Tokoh Pilihan 2006 versi majalah Tempo tersebut. Dulu jalan-jalan ke luar negeri itu jadi
mimpi, sesuatu yang wah, seolah nggak terjangkau. Alhamdulillah, sekarang udah sering,
tuturnya.
Hendy tak melupakan sedekah. Dananya secara tetap didonasikan ke tujuh yayasan yatim-
piatu. Saya menyadari sulitnya kehidupan mereka karena orang tua saya juga bukan orang
kaya, katanya. Dia yakin, jika seseorang tak perhitungan dalam sedekah, rezeki yang
diberikan Tuhan akan terus mengalir. Saya yakin istilah inden rezeki. Orang biasanya
membayar zakat 2,5 persen dari keuntungan. Saya membaliknya, sebelum ada untung, harus
bayar zakat dulu, ujarnya. Pokoknya, kalau omzet turun, kita hajar dengan sedekah,
imbuhnya.
Di luar itu Hendy hampir tidak pernah menghambur-hamburkan uang untuk hobi yang tidak
jelas. Misal, clubbing di tempat hiburan malam. Kalau jalan-jalan ke mal, itu rutin. Tapi,
saya dan keluarga tidak konsumtif. Paling-paling hanya lihat tren fashion saat ini untuk
diterapkan ke bisnis saya. Misalnya, untuk desain pakaian karyawan dan outlet-outlet, ujar
pria kelahiran 30 Maret 1983 itu. Ketika jalan-jalan itu, Hendi tak khawatir dengan roda
bisnisnya. Owner-nya bisa jalan-jalan, yang mantau manajemen di Surabaya dan Jakarta.
Hendy lebih suka memakai uangnya untuk melebarkan sayap bisnis. Dia yakin bahwa tak
boleh ada kata berpuas diri dalam jiwa seorang pebisnis. Dia kini meretas gerai Roti Maryam
Aba-Abi, roti khas Timur Tengah. Sekarang baru 40 outlet, mayoritas masih di Jatim, kata
Hendi yang, bersama aktris Dian Sastro dan Artika Sari Devi, menjadi duta Wirausaha Muda
Mandiri tersebut.
Tak hanya itu, insting bisnis yang kuat membawa pria berbadan subur itu mendirikan Baba
Rafi Palace. Sudah dua pondokan megah yang disewakan di Surabaya. Di Siwalankerto, ada
18 kamar dengan tarif Rp 700 ribu per bulan per kamar. Lalu di Prapanca ada 16 kamar,
tarifnya Rp 1,2 juta per bulan, ujarnya.
Satu lini bisnis makanan juga sedang disiapkan Hendy. Lagi ngerjakan Piramida Pizza.
Kalau biasanya pizza ditaruh loyang, ini mau ditaruh di cone. Jadi, makan pizza bisa sambil
jalan-jalan, seperti makan es krim, terang bapak dengan tiga anak itu.
Dia juga bakal berekspansi ke luar negeri. Di Malaysia saya baru aja bikin Baba Rafi
Malaysia Sdn Berhad. Target awalnya mendirikan 25 outlet kebab, ujarnya.
Dari UKM(elarat) ke UKM(iliaran)
Hendy memulai bisnis dengan terseok-seok. Tentu tidak langsung bombastis seperti
sekarang. Saya harus jatuh bangun, berdarah-darah. Dia mengisahkan, saat baru dua minggu
berjualan kebab dengan satu gerobak di kawasan Nginden, Surabaya, orang yang diajaknya
berjualan sakit.
Dari semula berjualan berdua, dia pun memutuskan menunggui gerobaknya seorang diri.
Ndilalah hari itu hujan deras, jadi sepi, ceritanya. Untuk menghibur diri, hasil jualan hari
itu dibelikan makanan di warung sebelah tempat gerobaknya berdiri. Di sana ada warung sea
food. Saat saya membayar, eh ternyata lebih mahal daripada hasil jualan saya. Jadi, malah
rugi, kisahnya.
Hendy memulai bisnis kala berusia 20 tahun. Dia berhenti kuliah di Jurusan Teknik
Informatika ITS saat masuk tahun kedua. Belum sempat di-DO (drop out, Red), saya OD,
out dhewe (keluar sendiri, Red), ujarnya lantas tertawa.
Ibunya yang pensiunan guru dan bapaknya yang bekerja di sebuah perusahaan di Qatar shock
melihat keputusan Hendy. Orang tua saya ingin saya selesai kuliah, lalu kerja di perusahaan.
Bukan malah jualan pakai gerobak, katanya. Namun, Hendi bergeming. Setelah berhasil,
orang tua malah ingin ikut-ikutan berbisnis, kata ayahanda Rafi Darmawan, 5, Reva Audrey
Sahira, 3, dan Ready Enterprise, 1.
Kini bisnisnya terus membesar. Dari hanya satu karyawan, kini perusahaannya
mempekerjakan 700 karyawan. Yang jadi manajemen inti 200 orang. Semuanya lulusan S1
dan S2, ceritanya, bangga.
Dia mengibaratkan perjalanan bisnisnya dengan dua istilah UKM yang berbeda. Dulu kami
hanya UKM, usaha kecil melarat. Sekarang masih UKM, tapi usaha kecil miliaran, tuturnya.
Sekarang ada satu mimpi yang bakal diwujudkan tahun ini. Saya ingin mengajak semua
keluarga jalan-jalan ke Eropa.
KISAH usaha yang dimulai dari nol, lalu menuai sukses, mungkin bukan hal baru.
Berwirausaha dari nol bukanlah sebuah perkara mudah.
Di tengah jalan, selalu saja muncul berbagai rintangan. Tetapi kisah perjalanan bisnis mereka
yang merintis usaha dari nol kemudian mencapai sukses tetap menarik untuk disimak.
Terlebih jika kisah tersebut dilakoni mereka yang berusia muda. Lantas, apa rahasia sukses
para pengusaha muda?
Meminjam istilah Jennie S Bev, penulis juga pengajar asal Indonesia yang bermukim di
California, Amerika Serikat (AS) dalam pengantar buku Kumpulan Kisah Para Pengusaha
Muda yang Sukses Berbisnis dari Nol, Rahasia Jadi Entrepreneur Muda (DAR! Mizan, 2008)
karya Faif Yusuf, untuk berwirausaha sebenarnya sangat mudah, yaitu dengan meningkatkan
mindset dan mulai membuka bisnis sendiri.
Dalam pandangan Jennie, setiap orang adalah personifikasi sukses itu sendiri. Sebab, success
is a mindset, it is not a journey or destination (sukses adalah cara berpikir atau bersikap,
bukan perjalanan maupun tujuan). Tetapi anggapan di masyarakat masih lazim ditemukan
bahwa berwirausaha identik dengan para pengusaha besar dan mapan. Tidak jarang pula yang
beranggapan bahwa wirausaha semata-mata hanya untuk mengejar kekayaan.
Itu sebabnya, jika berbicara tentang sosok pengusaha sukses, yang selalu dijadikan barometer
adalah bagaimana para pengusaha itu menciptakan kekayaan melimpah melalui bisnis yang
dibangun. Padahal tidak selalu demikian. Menurut pengusaha muda ternama, Sandiaga
Salahudin Uno, keberanian dan optimisme merupakan modal awal yang harus dimiliki
seseorang untuk menekuni wirausaha.
Setelah itu, kata pria yang kerap disapa Sandi ini, memilih usaha sesuai minat dan bakat
dengan melihat peluang di pasar. Dengan minat yang besar, akan timbul gairah dan semangat
menjalani, memelihara, dan membesarkannya.
Terakhir, just do it now. Jangan terlalu berhitung, putuskan, mulai, dan kerjakan sekarang
juga! ungkap mantan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat Himpunan Pengusaha Muda
Indonesia (BPP Hipmi) periode 2005-2008 ini. Optimisme yang diungkapkan Sandi
tampaknya menjadi modal utama sejumlah pengusaha muda sukses. Sebut saja Henry
Indraguna, pemilik The Auto Bridal Indonesia, tempat cuci mobil busa salju.
Sebelum mendirikan tempat cuci mobil yang kini beromzet Rp7,5 miliar per bulan,pria
kelahiran Bandung,28 Agustus 1973 ,ini jatuh bangun dalam berusaha. Berbagai bentuk
usaha dijalaninya, tetapi berkali-kali juga dia bangkrut dan kembali ke titik nol. Pria lulusan
Universitas Maranatha Bandung yang semasa kuliah pernah berjualan ayam goreng ini
pernah menjadi salesman berbagai produk elektronik hingga mainan.
Dia pernah menjadi salesman besar produk mainan asal China yang menyuplai ke beberapa
toko mainan di Bandung. Bahkan, seusai lulus kuliah Henry pernah dipercaya
mendistribusikan kartu chip Telkom senilai Rp20 miliar. Tetapi hasil kerja kerasnya lindap
dalam sekejap akibat kebiasaannya berfoya-foya. Kebiasaan buruk itu pun sirna setelah dia
menikahi Fangky Christina pada 2003.
Berkat ide membuka usaha cuci mobil dari mertuanya dengan bermodalkan Rp150 juta, dia
mulai membuka usaha cuci mobil pada akhir 2003. Jumlah ini sebenarnya cukup kecil untuk
membuka usaha, ujar Henry. Dari modal sebesar itu, Rp35 juta dia gunakan untuk menyewa
tempat seharga Rp75 juta. Sisanya dibayar setelah tiga bulan usahanya berjalan.
Sisa dari modal untuk peralatan. Tetapi Henry terpaksa berutang untuk menutupi kekurangan
biaya peralatan. Pada awalnya usaha Henry kurang diminati masyarakat. Tetapi bagi Henry
hal itu adalah part of game yang harus dilaluinya. Keinginannya untuk mengubah citra tempat
cuci mobil, yang kotor menjadi bersih dan nyaman, diwujudkan dengan inovasi cuci salju
lewat The Auto Bridal.
Henry pun terus melakukan inovasi dalam bisnisnya mulai cuci mobil es krim, salon mobil,
motor bridal. Setiap bulan, The Auto Bridal Indonesia minimal melayani 120.000 mobil
dengan ongkos cuci Rp35 ribu per mobil.
Biasanya keuntungan yang didapat 100 persen dari modal, papar Henry. Henry meraih
penghargaan Outstanding Entrepreneurship Award Asia Pacific Entrepreneurship Award
(AFEA) 2008. The Auto Bridal Indonesia saat ini sudah mempunyai 84 cabang yang tersebar
di seluruh Indonesia. Henry kini sedang berupaya melebarkan sayap bisnisnya ke negeri jiran
Malaysia.
Kisah sukses lainnya ditunjukkan Yesaya Surya Widjaya, pemilik PT Raja Bakso mas
Mandiri yang kini sudah memiliki 14 restoran dan 40 mitra. Yesaya, pria peraih master
lulusan Hawaii Pacific University bidang komputer, mengembangkan bakso dan makanan
beku (frozen food) dengan aneka rasa seafood. Yesaya awalnya hanya menjalankan bisnis
orangtuanya yang dibangun pada 1982.
Karena sering membantu melayani pelanggan sejak kecil, pria kelahiran Jakarta, 31 Januari
1971, ini sangat akrab dengan dunia kuliner. Setelah menamatkan pendidikan S-2 pada 1998,
Yesaya mulai mempelajari manajemen kerja restoran. Dari situlah dia mengamati kegemaran
masyarakat terhadap selera makan yang akhirnya menginspirasi mengembangkan usaha
bakso dengan aneka rasa.
Pada 2002 dia mulai membuka gerai baksonya secara serius dengan bendera PT Raja
Baksomas Mandiri. Awalnya dia membuka lima gerai di kawasan Dunia Fantasi, Ancol,
Jakarta Utara, dan satu gerai di Kemayoran. Untuk membuka gerai di Kemayoran, Yesaya
dibantu modal dari orangtuanya sebesar Rp55 juta.Yesaya juga berinovasi dengan membuat
makanan beku.
Kini lewat usahanya,Yesaya bisa meraih omzet Rp 200.000.000 per bulan. Kisah-kisah
sukses yang ditunjukkan Henry dan Yesaya seperti juga diungkapkan Faif dalam bukunya.
Keberhasilan berwirausaha tidaklah semata-mata dinilai dari seberapa berhasil seseorang
mengumpulkan kekayaan, tapi lebih bagaimana seseorang bisa membentuk, mendirikan, dan
menjalankan usaha dari sesuatu yang tidak ada sebelumnya atau belum berjalan.
About these ads

Anda mungkin juga menyukai