Anda di halaman 1dari 18

KATA PENGANTAR Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan rahmat dan

perkenaan-Nya saya dapat membuat MAKALAH ini. Makalah ini berisi tentang PERADABAN KUNO di ASIA terutama INDIA dan CINA. Makalah ini disusun dengan maksud untuk memberikan pedoman dan arahan kepada para pembaca agar mereka lebih mudah, lebih lengkap, lebih jelas, dan kronoligis mengerti dan memahami tentang PERADABAN KUNO di ASIA. Adapun penjabaran makalah ini mengacu pada prinsip belajar bermakna dengan mengutamakan pusat-pusat dan pemahaman konsep peradaban kuno di Asia. Saya berharap makalah ini dapat memberikan sumbangan yang berarti dalam proses belajar mengajar sejarah terutama pada Pusat Peradaban Kuno di Asia.

Subang, 11 April 2013

Penyusun

BAB III PERADABAN KUNO ASIA AFRIKA (LEMBAH SUNGAI INDUS, GANGGA DAN KUNING)
A. Peradaban Lembah Sungai Indus Jazirah India terletak di Asia Selatan. India juga disebut Anak Benua Asia karena letaknya seolah-olah terpisah dari daratan Asia. Di utara India terdapat Pegunungan Himalaya yang menjulang tinggi. Pegunungan Himalaya menjadi pemisah antara India dan daerah lain di Asia. Di bagian Barat pegunungan Himalaya terdapat celah yang disebut Celah Khaibar. Di India terdapat berbagai bahasa, di antaranya yang terpenting yaitu sebagai berikut: 1. bahasa Munda atau bahasa Kolari. Bahasa ini terdapat di Kashmir. 2. Bahasa Dravida, mempunyai 14 macam, seperti Tamil, Telugu, Kinare, Malayam, Gondhi, dan Berahui. 3. Bahasa Indo-Jerman, mempunyai bahasa daerah sembilan belas macam, salah satunya adalah bahasa Sanskerta dan Prakreta. 4. Bahasa Hindustani. Bahasa ini muncul di Delhi dan merupakan percampuran antara bahasa Arab, Parsi, dan Sanskerta. Bahasa ini disebut pula bahasa Urdu. Mempelajari bahasa Sanskerta merupakan salah satu upaya untuk mengetahui perjalanan sejarah bangsa Indonesia pada masa lalu. Hal ini juga ditujukan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh kebudayaan Hindu-Buddha pada masyarakat Indonesia, di luar pengaruhnya pada politik, ekonomi, dan pemerintahan. William Jones berpendapat bahwa bahasa Sanskerta merupakan bahasa yang serumpun dengan bahasa Parsi, Germania, dan Kelt. Studi tertua tentang India, membawa kita ke India pada masa interglasial II, yaitu sekitar 400.000 SM hingga 200.000 SM. Hal ini berdasarkan hasil penelitian terhadap jenis bebatuan pada lapisan tanah di kawasan India. Dari penelitian ini, terungkaplah sebuah fakta mengenai sejarah manusia yang mendiami kawasan itu setelah melihat artefak-artefak peninggalan purba di Lembah Indus. Para ahli lalu menyimpulkan bahwa di kawasan ini pernah berlangsung sebuah peradaban Lembah Sungai Indus, yang terkenal dengan nama peradaban

Mohenjodaro-Harappa, yang berkembang pada 2300 SM. Melalui Celah Khaibar, bangsa India berhubungan dengan daerah-daerah lain di sebelah utaranya. Daerah Lembah Sungai Indus terletak di Barat Laut India. Sungai Indus berasal dari mata air di Tibet, mengalir melalui Pegunungan Himalaya. Setelah menyatu dengan beberapa aliran sungai yang lain, akhirnya bermuara ke Laut Arab. Panjang Sungai Indus kurang lebih 2900 kilometer. Apabila Anda memperhatikan Sungai Indus pada peta dewasa ini, maka sungai tersebut mengaliri tiga wilayah yaitu Kashmir, India, dan Pakistan. Sisa peradaban Lembah Sungai Indus ditemukan peninggalannya di dua kota, yaitu Mohenjodaro dan Harappa. Penghuninya dikenal dengan suku bangsa Dravida dengan ciri-ciri tubuh pendek, hidung pesek, rambut keriting hitam, dan kulit berwarna hitam. Penemuan arkeologis di Mohenjodaro-Harappa mulai terjadi ketika para pekerja sedang memasang rel kereta api dari Karachi ke Punjab pada pertengahan abad ke-19. Pada waktu itu, ditemukan benda-benda kuno yang sangat menarik perhatian Jenderal Cunningham, yang kemudian diangkat sebagai Direktur Jendral Arkeologi di India. Sejak saat itu, maka dimulailah penggalian-penggalian secara lebih intensif di daerah Mohenjodaro- Harappa.

Gambar 5.8 Situs tempat penemuan peradaban di Harappa 1. Keadaan sosial budaya Lembah Sungai Indus Penggalian-penggalian di situs Mohenjodaro-Harappa, mengungkapkan bahwa pendukung peradaban ini telah memiliki tingkat peradaban yang tinggi. Dari bukti-bukti peninggalan yang didapat, kita memperoleh gambaran bahwa penduduk Mohenjodaro-Harappa telah mengenal adat istiadat dan telah mempunyai kebiasaan-kebiasaan dalam masyarakatnya. Misalnya, banyak ditemukan amulet-amulet atau benda-benda kecil sebagai azimat yang berlubang-lubang, diasumsikan digunakan sebagai kalung. Lalu, ditemukan juga materai yang terbuat dari tanah liat, yang kebanyakan memuat tulisan-tulisan pendek dalam huruf piktograf, yaitu tulisan yang bentuknya seperti gambar. Sayangnya, huruf-huruf ini sampai sekarang belum bisa dibaca, sehingga misteri yang ada di balik itu semua belum terungkap. Benda-benda lain yang ditemukan di kawasan MohenjodaroHarappa adalah bermacam-macam periuk belanga yang sudah dibuat dengan teknik tuang yang tinggi. Selain itu ditemukan juga benda-benda yang terbuat dari porselin Tiongkok yang diduga digunakan sebagai gelang, patung-patung kecil, dan lain-lain. Dari hasil penggalian benda, dapat diasumsikan bahwa teknik menuang logam yang telah mereka lakukan sudah tinggi. Mereka dapat membuat piala-piala emas. Mereka dapat membuat piala-piala emas, perak, timah hitam, tembaga, maupun perunggu. Penduduk Mohenjodaro-Harappa sudah mampu membuat perkakas hidup berupa benda tajam yang dibuat dengan baik. Namun, senjata seperti tombak, ujung anak panah, ataupun pedang, sangat rendah mutu buatannya. Hal ini mengindikasikan bahwa penduduk MohenjodaroHarappa merupakan orang-orang yang cinta damai, atau dengan kata lain

tidak suka berperang. Pada masa ini pula, diduga masyarakat Mohenjodaro-Harappa telah mengenal hiburan berupa tari-tarian yang diiringi genderang. Di tempat penggalian ini juga ditemukan alat-alat permainan berupa papan bertanda serta kepingan-kepingan lain. Masyarakat Mohenjodaro-Harappa telah mempunyai tata kota yang sangat baik. Masyarakat pendukung kebudayaan ini juga dikenal mempunyai sistem sanitasi yang amat baik. Mereka mempunyai tempat pemandian umum, yang dilengkapi dengan saluran air dan tangki air di atas perbentengan jalan-jalan utama. 2. Perkembangan kepercayaan Lembah Sungai Indus Masyarakat Lembah Sungai Indus telah mengenal cara penguburan jenazah, tetapi, hal ini disesuaikan dengan tradisi suku bangsanya. Di Mohenjodaro contohnya, masyarakatnya melakukan pembakaran jenazah. Asumsi ini didapat karena pada letak penggalian Kota Mohenjodaro tidak terdapat kuburan. Jenazah yang sudah dibakar, lalu abu jenazahnya dimasukkan ke dalam tempayan khusus. Namun ada kalanya, tulangtulang yang tidak dibakar, disimpan di tempayan pula. Objek yang paling umum dipuja pada masa ini adalah tokoh Mother Goddess, yaitu tokoh semacam Ibu Pertiwi yang banyak dipuja orang di daerah Asia Kecil. Mother Goddess digambarkan pada banyak lukisan kecil pada periuk belanga, materai, dan jimat-jimat. Dewi-dewi yang lain nampaknya juga digambarkan dengan tokoh bertanduk, yang terpadu dengan pohon suci pipala. Ada juga seorang dewa yang bermuka 3 dan bertanduk. Lukisannya terdapat pada salah satu materai batu dengan sikap duduk dikelilingi binatang. Dugaan ini diperkuat dengan ditemukannya gambar lingga yang merupakan lambang Dewa Siwa. Namun, kita juga tidak dapat memastikan, apakah wujud pada materai tersebut menjadi objek pemujaan atau tidak. Meskipun demikian, dengan adanya bentuk hewan lembu jantan tersebut, pada masa kemudian, bentuk hewan seperti ini dikenal sebagai Nandi, yaitu hewan tunggangan Dewa Siwa. 3. Politik dan pemerintahan Lembah Sungai Indus Kondisi kehidupan perpolitikan pada masa transisi (pasca Harappa hingga masa Arya), tampaknya mulai terganggu dengan menyusutnya penduduk yang tinggal di kawasan Lembah Indus selama paruh kedua millenium II SM. Mungkin saja terjadi karena pendukung kebudayaan

Indus itu musnah atau melarikan diri agar selamat ke tempat lain, sementara para penyerang tidak bermaksud untuk meneruskan tata pemerintahan yang lama. Hal ini bisa terjadi karena diasumsikan tingkat peradaban bangsa Arya yang masih dalam tahap mengembara, belum mampu melanjutkan kepemimpinan masyarakat Indus yang relatif lebih maju, dilihat dari dasar kualitas peninggalan kebudayaan yang mereka tinggalkan. 4. Faktor penyebab kemunduran Lembah Sungai Indus Beberapa teori menyatakan bahwa jatuhnya peradaban Mohenjodaro- Harappa disebabkan karena adanya kekeringan yang diakibatkan oleh musim kering yang amat hebat serta lama. Atau mungkin juga disebabkan karena bencana alam berupa gempa bumi ataupun gunung meletus, mengingat letaknya yang berada di bawah kaki gunung. Wabah penyakit juga bisa dijadikan salah satu alasan punahnya peradaban Mohenjodaro-Harappa. Tetapi, satu hal yang amat memungkinkan menjadi penyebab runtuhnya peradaban Mohenjodaro-Harappa ialah adanya serangan dari luar. Diduga, serangan ini berasal dari bangsa Arya. Mereka menyerbu, lalu memusnahkan seluruh kebudayaan bangsa yang berbicara bahasa Dravida ini. Hal ini sesuai dengan yang disebutkan pada kitab Weda. Di dalam kitab itu, disebutkan bahwa bangsa yang dikalahkan itu ialah Dasyu atau yang tidak berhidung. Dugaan tersebut didasarkan atas anggapan bahwa orang-orang yang mereka taklukkan adalah orang-orang yang tidak suka berperang. Hal ini bisa dilihat dari teknologi persenjataan yang kurang baik, misalnya dari kualitas ujung tombak maupun pedang mereka. Bukti-bukti yang lain adalah adanya kumpulan tulang belulang manusia yang terdiri atas anak-anak dan wanita yang berserakan di sebuah ruangan besar dan di tangga-tangga yang menuju tempat pemandian umum ataupun jalanan umum. Bentuk dan sikap fisik yang menggeliat, mengindikasikan adanya serangan, apalagi jika melihat adanya bagian tulang leher yang terbawa ke bagian kepala, ketika kepala itu terlepas dari tubuh. Sejak 1500 SM, peradaban Mohenjodaro-Harappa runtuh, tidak lama setelah bangsa Arya itu memasuki wilayah India lewat Iran. Sejak saat itu, dimulailah masa baru dalam perkembangan kebudayaan India di bagian utara. 5. Masa Arya

a. Perkembangan agama Hindu dan Kerajaan Gupta Pada tahun 1500 SM, bangsa Arya yang berasal dari Asia Tengah masuk ke wilayah India melalui Celah Khaibar. Kedatangan mereka mendesak bangsa Dravida. Bangsa Arya yang merupakan bangsa penggembala berkulit putih dan badan tinggi besar berperang beberapa lamanya dengan bangsa Dravida. Peperangan tersebut mengakibatkan bangsa Dravida pindah ke selatan, namun ada juga yang tetap bertahan dan melakukan interaksi dengan bangsa pendatang tersebut. Interaksi yang terus-menerus itu menimbulkan asimilasi kebudayaan, yaitu lahirnya kebudayaan Hindu yang merupakan percampuran kebudayaan Dravida dan Arya. Pada perkembangannya, agama Hindu mengalami beberapa kali perubahan yaitu sebagai berikut : 1) Fase Weda Pada masa ini masyarakat Hindu mendasarkan hidupnya agar sesuai dengan ajaran Weda. Kitab Weda terdiri 4 kitab yaitu: Regweda, Samaweda, Yajurweda, dan Atharwaweda. Regweda merupakan kitab yang berisi syair puji-pujian pada dewa. Samaweda berisi nyanyiannyayian untuk upacara-upacara keagamaan. Yajurweda berisi doa-doa puisi dan prosa. Adapun Atharwaweda berisi doa-doa untuk penyembuhan penyakit, ilmu sihir, dan doa-doa untuk peperangan. Kitab-kitab tersebut merupakan pegangan bagi masyarakat Hindu. Namun, pada umumnya mereka hanya mempelajari tiga kitab saja, karena mereka menilai Atharwaweda memiliki kecenderungan kepada ilmu sihir. Tidak semua kalangan Hindu menolak Atharwaweda. Ada sebagian kalangan, terutama para Brahmana, yang mempelajarinya dengan tujuan untuk menangkal ilmu sihir. Pada fase Weda umat Hindu menyembah banyak dewa (politheisme), salah satu dewa terbesar adalah Dewa Indra, Ganesa. 2) Fase brahmana Pada fase ini kaum Brahmana menjadi kelas tersendiri dalam masyarakat Hindu yang memiliki keistimewaan yaitu kedudukan yang tinggi. Memang, dalam sistem kasta, kaum Brahmana mendapat posisi tertinggi, yang disusul oleh kaum Ksatria yang terdiri atas raja dan para bangsawan serta prajurit. Kasta ketiga yaitu Waisya yang terdiri atas para pedagang, dan keempat adalah kasta Sudra. Kaum Brahmana mendapat tempat yang tertinggi dalam agama Hindu disebabkan kemampuan mereka

dalam menerjemahkan dan memahami kitab Weda. Pada fase ini banyak sekali diadakan upacara-upacara yang wajib dihadiri dan dipimpin oleh kaum Brahmana. Dengan demikian, kedudukan Brahmana menjadi teramat penting. 3) Fase Uphanisad Pada fase ini terjadi pemberontakan terhadap kaum Brahmana, baik yang dilakukan oleh Ksatria (melahirkan agama Buddha dan Jaina) maupun yang dilakukan oleh masyarakat kebanyakan. Pada masa ini berkembang paham atheisme, masyarakat berbondong-bondong meninggalkan agama Hindu. 4) Fase Hindu Baru Kaum Brahmana kembali berusaha memperbaiki ajaran Hindu yang mulai ditinggalkan pengikutnya, maka lahirlah Agama Hindu Baru. Pada masa ini muncul tiga dewa besar (Trimurti) yaitu Siwa (dewa perusak), Wisnu (dewa pemelihara), dan Brahma (dewa pencipta). Ajaran Hindu berkeyakinan tentang adanya reinkarnasi, yaitu suatu pemahaman bahwa hidup ini akan terus berulang jika manusia tidak dapat melepaskan diri dari nafsu. Untuk lepas dari lingkaran Samsara tersebut, maka penganut Hindu harus menyesuaikan hidupnya sesuai Weda dengan melaksanakan dharma sesuai tuntunan kaum Brahmana. Pada masa itu bangsa Arya mendirikan Kerajaan Gupta. Kerajaan ini diperintah oleh raja antara lain: Chandragupta, Samudra Gupta, dan Candragupta Perkembangan agama Buddha Tokoh pendiri agama Buddha adalah Gautama Sakyamuni. Nama ini mengandung arti orang bijak dari Sakya, ia diperkirakan lahir pada 563 SM. Ia adalah putra seorang kepala daerah yang bernama Suddhodana di Kapilavastu, perbatasan Nepal. Ketika umurnya sudah mencukupi, Gautama menikah dengan kemenakannya yang bernama Yasodhara. Selang beberapa waktu, Yasodhara melahirkan seorang anak yang bernama Rahula. Pada umur 29 tahun, Gautama memutuskan untuk meninggalkan keduniawian, meninggalkan istana dan mengembara dengan jubah kuning. Sampai pada suatu waktu, ketika Gautama sedang duduk di bawah sebatang pohon pipala di Bodhi Gaya, ia menerima penerangan atau Bodhi. Di tempat itu kemudian dibangun candi yang bernama Mahabodhi.

Pengaruh Peradaban Lembah Sungai Indus pada Masyarakat Indonesia Beberapa pengaruh peradaban Lembah Sungai Indus terhadap kebudayaan dan seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia antara lain sebagai berikut. 1. Pembakaran dupa dan kemenyan ketika akan melakukan upacara. 2. Keyakinan tentang zimat atau benda yang mempunyai kesaktian tertentu. 3. Keyakinan pada batara kala, upacara ruatan. 4. Pengagungan pada cerita Ramayana dan Mahabharata dalam cerita wayang 5. Upacara wedalan (hari lahir), sekaten, penanggalan Hindu, hari pasaran, perhitungan wuku, dan upacara-upacara setelah kematian seseorang. 6. Banyaknya kata-kata dalam bahasa Indonesia yang berasal dari bahasa Sanskerta dan Pali. 7. Olahraga pernapasan, yaitu yoga. 8. Islam yang berkembang di Indonesia berasal dan dipengaruhi budaya India. B. Peradaban Lembah Sungai Gangga a. Pusat Peradaban Pusat peradaban Lembah Sungai Gangga terletak antara Pegunungan Himalaya dan Pegunungan Windya-Kedna. Sungai itu bermata air di pegunungan Himalaya dan mengalir ke kota-kota besar seperti Delhi, Agra, Allahabad, Patna, Benares, memalui wilayah Bangladesh dan bermuara di teluk Benggala. Pendukung peradaban Lembah Sungai Gangga adalah bangsa Arya yang termasuk bangsa Indo-Jerman. Mereka datang dari daerah Kaukasus dan menyebar ke arah timur. Bangsa Arya memasuki wilayah India antara tahun 200-1500 SM, melalui Celah Kaibar di Pegunungan Hirnalaya. Bangsa Arya adalah bangsa peternak dengan kehidupan yang terus mengembara. Setelah berhasil mengalahkan bangsa Dravida di Lembah Sungai Indus dan menguasai daerah yang subur, akhirnya mereka hidup menetap. Selanjutnya, mereka menduduki Lembah Sungai Gangga dan

terus mengembangkan kebudayaannya. Kebudayaan lembah sungai Gangga merupakan campuran antara kebudayaan bangsa Arya dengan bangsa Dravida dikenal dengan sebutan kebudayaan Hindu.

Munculnya agama Hindu Pada dasarnya peradaban dan kehidupan Hindu telah tercantum dalam kitab suci Weda (Weda berarti pengetahuan), juga dalam kitab Brahmana dari Upanisad. Ketiga kita itu menjadi dasar kehidupan orangorang Hindu. Kitab suci Weda merupakan kumpulan dari hasil pemikiran para pendeta (Resi). Pemikiran-pemikiran para pendeta (Resi) itu dibukukan oleh Resi Wiyasa. Empat bagian Kitab Weda Reg-Weda, berisi syair-syair pemujaan kepada dewa-dewa. Sama-Weda, memuat nyanyian-nyanyian yang dipergunakan, untuk memuja dewa-dewa. Yayur-Weda, memuat bacaan-bacaan yang diperlukan untuk keselamatan. Atharwa-Weda, memuat ilmu sihir untuk menghilangkan marabahaya. Keempat buku itu ditulis pada tahun 550 SM dalam bahasa sansekerta. Ajaran agama Hindu memuja banyak dewa (polytheisme). Dewa utamanya adalah Dewa Brahma sebagai pencipta, Dewa Wisnu sebagai pemelihara (pelindung), Dewa Siwa sebagai dewa penghancur. Di samping itu, juga dipuja dewa-dewa seperti Dewi Saraswati (dewi kesenian), Dewi Sri (kesuburan), Dewa Baruna (dewa laut), Dewa Bayu (dewa Angin), Dewa Agni (dewa api), dan lain-lain. Sungai Gangga juga dianggap keramat dan suci oleh umat Hindu. Menurut kepercayaan umat Hindu India, air sungai Gangga dapat menyucikan diri manusia dan penghapus segala dosa. Begitu pula tulang dan abu orang mati dibuang kedalam sungai Gangga, agar arwah orang yang meninggal dapat masuk surga.

Munculnya agama Buddha Agama Buddha muncul ketika beberapa golongan menolak dan menentang dengan pendapat kaum Brahmana. Golongan ini dipimpin oleh Sidharta Gautama (531 SM). Sidharta Gautama ini adalah putra mahkota dari kerajaan Kapilawastu (Suku Sakia). Ia termasuk kasta ksatria. Sejak kecil dia dididik dalam kemewahan istana, namun hidupnya tidak pernah bahagia. Ia merasa menderita berada di lingkungan kemewahan dan kegemerlapan instana. Akhirnya, Sidharta meninggalkan istana untuk mencari kebahagiaan hidupnya. Ia terus mencari pelepasan dari samsara (penderitaan) dan setelah kurang lebih 7 tahun mengalami berbagai cobaan berat, penyesalan dan penderitaan, akhirnya ia mendapat sinar terang di hati sanubarinya dan menjadilah Sidharta Gautama Sang Buddha yang berarti yang disinari. Pertama kali sang Buddha berkotbah di Taman Rusa (Benares). Agama Buddha tidak mengakui kesucian kitab-kitab Weda dan tidak mengakui aturan pembagian kasta di dalam masyarakat. Oleh karena itu, ajaran agama Buddha sangat menarik bagi golongan kasta rendah. Kitab suci agama Buddha bernama Tripitaka (Tipitaka). Setelah seratus tahun Sang Buddha wafat, timbul bermacammacam penafsiran terhadap hakikat ajaran Sang Buddha. Akhirnya, penganut ajaran Buddha terbagi menjadi 2 aliran: a). Buddha Hinayana aliran Buddha ini melambangkan ajaran Sang Buddha sebagai kereta kecil yang bermakna sifat tertutup. Penganut aliran ini hanya mengejar pembebasan bagi diri sendiri. Pada aliran ini yang berhak menjadi Sanggha adalah para biksu dan biksuni yang berada di Wihara. b). Buddha Mahayana aliran ini melambangkan ajaran Sang Buddha sebagai kereta besar yang bermakna sifat terbuka. Penganut ini mengejar pembebasan bagi diri sendiri, tetapi juga bermisi pembebasan bagi orang lain. Pada aliran ini setiap orang berhak menjadi Sanggha Buddha, sejauh sanggup menjalankan ajaran dan petunjuk Sang Buddha.

Persamaan Hindu dan Buddha Agama Hindu dan Buddha selalu berusaha untuk dapat meletakkan dasar-dasar ajaran kebenaran dan kehidupan manusia di dunia ini. Maka tindakan yang dilakukan oleh manusia diarahkan kepada tindakantindakan yang di benarkan oleh agama. Dengan demikian, jelas tujuan kedua agama tersebut. Agama Hindu maupun Buddha betujuan untuk menyelamatkan umat manusia dari rasa kegelapan atau mengantarkan umat manusia untuk dapat mencapai tujuan hidupnya.

Perbedaan kedua agama Pada agama Hindu, kehidupan masyarakat dikelompokkan menjadi 4 golongan yang disebut dengan kasta. Kasta adalah kedudukan seseorang dalam masyarakat yang diterima secara turun-temurun. Kasta dalam agama Hindu terdiri atas: a) Kasta Brahmana, yaitu pemuka agama atau pendeta. b) Kasta Ksatria, yaitu pemegang pemerintahan atau raja, bangsawan. c) Kasta Waisya, yaitu petani atau pedagang. d) Kasta Sudra, yaitu pembantu atau pekerja kasar. Dalam agama Buddha, tidak diakui adanya kasta dan bahkan memandang kedudukan seseorang dalam masyarakat adalah sama. Oleh karena itu, munculnya agama Buddha menarik perhatian masyarakat dari golongan kelas bawah. b. Pemerintahan Perkembangan sistem pemerintahan di Lembah Sungai Gangga merupakan kelanjutanan sistem pemerintahan masyarakat di daerah Lembah Sungai Indus. Runtuhnya Kerajaan Maurya menjadikan keadaan kerajaan menjadi kacau dikarenakan peperangan antara kerajaan-kerajaan kecil yang ingin berkuasa. Keadaan yang kacau, mulai aman kembali setelah munculnya kerajaan-kerajaan baru. Kerajaan-kerajaan tersebut antara lain:

a)

Kerajaan Gupta Kerajaan ini didirikan oleh Raja Candragupta I (320-330 M) dengan pusatnya di lembah sungai Gangga. Pada kerajaan ini Hindu menjadi agama Negara. Kerajaan Gupta mendapatkan masa keemasannya pada masa pemerintahan Raja Samudra Gupta (cucu Raja Candragupta I). Seluruh lembah sungai Gangga dan lembah sungai Shindu (Indus) yang berhasil dikuasainya. Ibu kota kerajaan ini di kota Ayodhia. Sikap raja ini keras dan kejam serta tidak mengenal kasih sayang kepada musuhnya. Sedangkan kepada rakyatnya, ia dikenal sebagai raja yang murah hati, serta selalu berusaha untuk meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya. Kemudian Raja Samudra Gupta digantikan dengan anaknya Candragupta II (375-415 M). Ketika ia berkuasa, kehidupan rakyatnya makmur dan sejahtra. Banyak gedung-gedung yang didirikan dan banyak ilmu pengetahuan yang semakin meningkat seperti tentang pelayan yang semakin maju dan lain-lain. Oleh demikian raja ini termasuk raja terakhir yang mengalami kemajuan pada kerajaan tersebut. Ketika ia wafat, kerajaan itu mulai mundur. Berbagai suku bangsa asia tengah melancarkan penyerangan ke kerajaan tersebut. Maka 2 abad, India mengalami masa kegelapan dan baru pada abad ke-7 M tampil seorang raja yang kuat yang bernama Harshawardana. b) Kerajaan Harsha Ibu kota kerajaan ini adalah Kanay. Salah seorang rajanya yaitu bernama Harshawardana. Ia adalah seorang pujangga besar. Pada mulanya raja Harsha memeluk agama Hindu, kemudian ia memeluk agama Buddha. Wihara dan Stupa banyak dibangunnya yang berada di tepi sungai Gangga, juga tempat-tempat penginapan dan rumahrumah sakit yang didirikannya. Setelah ia berkuasa hingga abad ke-11 M tidak pernah diketahui adanya raja-raja yang berkuasa. Pada masa itu India mengalami masa kegelapan. c. Bentuk kebudayaan lembah sungai Gangga

Kebudayaan lembah sungai Gangga erupakan suatu campuran antara kebudayaan bangsa Arya dengan bangsa Dravida. Kebudayaan ini lebih dikenal dengan kebudayaan Hindu. Bangsa Arya yang hidup sebagai pengembala setelah tiba di India dan bertemu dengan bangsa Dravida yang sudah hidup dengan bercocok tanam, meninggalkan kehidupan sebagai pengembala dan mulai menetap. Merekapun bercampur (mengadakan asimilasi) sehingga melahirkan kebudayaan Hindu. Daerah-daerah yang diduduki oleh bangsa Indo-Arya sering disebut dengan Arya Varta (Negeri Bangsa Arya) atau Hindustan (tanah milik bangsa Hindu). Bangsa Dravida mengungsi ke daerah selatan, kebudayaanya kemudian dikenal dengan kebudayaan Dravida.

C. Peradaban Lembah Sungai Kuning 1. Letak Geografis Peradaban Lembah Sungai Kuning adalah peradaban bangsa Cina yang muncul di lembah Sungai Kuning (Hwang Ho atau yang sekarang disebut HuangHe). Sungai Hwang Ho disebut sebagai Sungai Kuning karena membawa lumpur kuning sepanjang alirannya. Sungai ini bersumber dari Pegunungan Kwen-Lun di Tibet dan mengalir melalui daerah Pegunungan Cina Utara hingga membentuk dataran rendah dan bermuara di Teluk TsiiLi, Laut Kuning. Pada daerah lembah sungai yang subur inilah kebudayaan bangsa Cina berawal. Dalam sejarah, daerah tersebut menyulitkan masyarakat Cina kuno untuk melaksanakan aktivitas hidupnya karena terjadinya pembekuan es di musim dingin dan ketika es mulai mencair akan terjadi banjir serta air bah. Berbagai kesulitan dan tantangan tersebut mendorong bangsa Cina untuk berpikir dan mengatasinya dengan pembangunan tanggul raksasa di sepanjang sungai tersebut. 2. Pertanian Pada bagian hilir dari Sungai Kuning, terdapat dataran rendah Cina yang subur dan merupakan pusat kehidupan bangsa Cina. Masyarakat Cina

umumnya bercocok tanam gandum, padi, teh, jagung, dan kedelai. Kegiatan pertanian Cina Kuno memang sudah dikenal sejak zaman Neolitikum ( 5000 SM) dan tanaman pangan utama yang ditanam adalah padi. Pada zaman perunggu, prioritas pokok dalam pertanian rakyat Cina adalah padi, teh, kacang kedelai, dan rami. Kegiatan pertanian mengalami kemajuan pesat dalam pemerintahan Dinasti Qin (221-206 SM). Di masa itu, masyarakat Cina telah menerapkan sistem pertanian yang intensif dengan penggunaan pupuk, irigasi yang baik, dan perluasan lahan gandum. 3. Filsafat Pada masa pemerintahan Dinasti Chou, filsafat Cina berkembang dengan pesat karena lahirnya tiga ahli filsafat Cina, yaitu Lao Zi, Kong Fu Zi (Kong HuCu), dan Mengzi. 1. Lao Zi menuliskan ajarannya dalam buku berjudul Tao Te Ching. Beliau menjunjung tinggi semangat keadilan dan kesejahteraan yang ke keadaan abadi yang dinamakan Tao. Ajaran Lao Zi disebut Taoisme dan mengajarkanmanusia untuk menerima nasib. 2. Ajaran Kong Fu Zi juga berdasarkan pada Taoisme. Menurut Kong Fu Zi, Tao adalah kekuatan yang mengatur alam semesta ini hingga tercapai keselarasan. Penganut ajaran Taoisme meyakini bahwa bencana yang terjadi di muka bumi merupakan akibat dari ketidak patuhan manusia pada aturan Tao. Ajaran Kong Fu Zi yang mencakup bidang pemerintahan dan keluarga telah memberikan pengaruh yang begitu besar bagi masyarakat Cina karena memengaruhi cara berpikir dan sikap hidup sebagian besar bangsa Cina. Menurut Kong Fu Zi, masyarakat terdiri dari keluarga dan dalam keluarga seorang bapak merupakan pusatnya. Oleh karena itu raja harus memerintah dengan baik dan bijaksana serta rakyat harus hormat dan taat pada raja seperti hubungan bapak dan anak yang seharusnya. 3. Ajaran Meng Zi yang merupakan murid Kong FuZi mengajarkan pengetahuan kepada rakyat jelata dan menurut ajarannya, rakyatlah yang terpenting dalam suatu negara. 4. Kebudayaan

Masyarakat Cina kuno telah mengenal tulisan sejak 1500 SM yang ditulis pada kulit penyu atau bambu. Pada awalnya huruf Cina yang dibuat sangat sederhana, yaitu satu lambang untuk satu pengertian. Pada masa pemerintahan Dinasti Han, seni sastra Cina kuno berkembang pesat seiring dengan ditemukannya kertas. Ajaran Lao Zi, Kong Fu Zi, dan Meng Zi banyak dibukukan baik oleh filsuf itu sendiri maupun para pengikutnya . Pada masa pemerintahan Dinasti Tang, hidup dua orang pujangga terkemuka yang banyak menulis puisi kuno, yaitu Li Tai Po dan Tu Fu. Selain berupa sastra, kebudayaan Cina yang muncul dan berkembang dilembah Sungai Kuning adalah seni lukis, keramik, kuil, dan istana. Perkembangan seni lukis terlihat dari banyaknya lukisan hasil karya tokoh ternama yang menghiasi istana dan kuil. Lukisan yang dipajang umumnya berupa lukisan alam semesta, lukisan dewa-dewa, dan lukisan raja yang pernah memerintah. Keramik Cina merupakan hasil kebudayaan rakyat yang bernilai sangat tinggi dan menjadisalah satu komoditi perdagangan saat itu. Rakyat Cina menganggap bahwa kaisar atau raja merupakan penjelmaan dewa sehingga istana untuk sang raja dibangun dengan indah dan megah. Hasil kebudayaan Cina yang terkenal hingga saat ini adalah Tembok Besar Cina yang dibangun pada masa Dinasti Qin untuk menangkal serangan dari musuh di bagian utara Cina. Kaisar Qin Shi Huang menghubungkan dinding-dinding pertahanan yang telah dibangun tersebut menjadi tembok raksasa dengan sepanjang 7000 km.

5.

Kepercayaan

Sebelum ajaran Kong Fu Zi dan Meng Zi, bangsa Cina menganut kepercayaan dewa-dewa yang dianggap memiliki kekuatan alam. Dewadewa yang menerima pemujaan tertinggi dari mereka adalah Feng-Pa (dewa angin), Lei-Shih (dewan angin taufan yang digambarkan sebagai naga besar), T'sai-Shan (dewa penguasa bukit suci), dan Ho-Po. Menurut kepercayaan Cina kuno, dunia digambarkan sebagai sebuah segiempat yang di bagian atasnya ditutupi oleh 9 lapisan langit. Di tengah-tengahdunia itulah terletak daerah yang didiami bangsa Cina yang disebut T'ien-hsia. Daerah di luar T'ien-hsia dianggap sebagai daerah kosong tempat tinggal para hantu dan Dewi Pa (penguasa musim semi).

6.

Pemerintahan Dalam kehidupan kenegaraan Cina kuno, ada dua macam sistem pemerintahan yang dianut yaitu feodal dan unitaris. Dalam sistem pemerintahan feodal, kaisar tidak menangani langsung urusan kenegaraan karena kedudukan kaisar bersifat sakral. Kaisar dianggap sebagai utusan atau anak dewa langit sehingga tidak pantas mengurusi politik praktis. Sedangkan pada sistem pemerintahan unitaris, kaisar berkuasa mutlak dalam pemerintahan sehingga kaisar berhak campur tangan dalam semua politik praktis. Sejarah mencatat terdapat banyak dinasti yang membangun Cina menjadi bangsa besar, diantaranya adalah Dinasti Shang, Dinasti Chou, Dinasti Qin, Dinasti Han, dan Dinasti Tang. 1. Dinasti Shang (Hsia) merupakan dinasti tertua di Cina walaupun tidak banyak peninggalan tertulis mengenai dinasti ini. Berdasarkan cerita rakyat Cina kuno, pada masa ini telah berkembang sistem kepercayaan terhadap Dewa Shang-Ti. Dinasti Syang berakhir sekitar tahun 1766 SM dan digantikan oleh dinasti Yin (1700-1027 SM). 2. Dinasti Chou adalah dinasti ketiga di Cina dan pada masa ini diterapkan prinsip feodalisme dengan pembagian kekuasaan pemerintahan. Pemerintah pusat yang dipimpin kaisar dibagi menjadi daerah-daerah pemerintahan yang dipimpinoleh raja bawahan. 3. Pada masa pemerintahan Dinasti Qin, sistem tersebut berubah karena RajaCheng yang bergelar Qin Shi Huang membentuk Cina menjadi negara kesatuan yang hanya diperintah oleh satu orang pemimpin. Dalam pemerintahan Qin ShiHuang, dunia pendidikan dan ilmu pengetahuan Cina berkembang. Sayangnya saat beliau meninggal terjadi kekacauan karena perebutan kekuasan yang pada akhirnya berhasil diatasi oleh Liu-Pa. 4. Liu-Pa mendirikan Dinasti Han yang mencapai kejayaannya pada masa pemerintahan Han Wudi. Dinasti Han mencapai masa kejayaannya di bawah pemerintahan kaisar Han Wu Ti. Kerajaan Cina meliputi Asia Tengah, Kore, Mansyuria Selatan, Anam, Sinking. Setelah kaisar Han Wu Ti meninggal pada tahun 87 M, Dinasti Han mengalami kemunduran dan akhirnya runtuk pada tahun 221 M. ketika terjadi kekacauan bangsa tartar menyerang Cina, dan akhirnya sebagian negeri Cina dapat dikuasainya.

Namun pada abad ke-7 M negeri Cina berhasil dipersatukan kembali di bawah pemerintahan kaisar-kaisar dari Dinasti Tang. 5. Dinasti Tang didirikan oleh Li Shih Min yang terkenal dengan nama Kaisar Tang Tai Tsung. Ia memperluas wilayah kekuasaannya ke luar negeri Cina seperti selatan menguasai Ton-kin, Annam dan Kamboja. Ke sebelah barat menguasai Persia dan laut Kaspia. Di bawah kekuasaan Tang Tai Tsung, dinasti Tang mencapai masa kejayaannya. Dinasti ini salah satu yang terpenting dalam sejarah karena Cina berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, mencapai kejayaandengan kehidupan masyarakat yang makmur dan sejahterah, serta berkembangan kesenian dan kebudayaan Cina kuno. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Masyarakat Cina kuno memiliki banyak ahli astronomi (ilmu perbintangan) yang dapat membantu masyarakat dalam pembuatan sistem penanggalan. Perkembangan ilmu astronomi merupakan dasar dari berbagai aktivitas kehidupan bangsa Cina karena sistem pertanian, pelayaran, dan usaha lainnya memerlukan informasi tentang pergantian dan perputaran musim. Perkembangan teknologi masyarakat Cina kuno terlihat dari pembuatan barang-barang perdagangan seperti barang tambang dan hasil olahannya berupa perabot rumah tangga, senjata, perhiasan, dan alat pertanian. Cina kaya akan barang tambang seperti batu bara, besi, timah, emas, wolfarm, dan tembaga. Pengaruh Peradaban Lembah Sungai KuningTerhadap Peradaban di Indonesia Beberapa pengaruh peradaban peradaban Lembah Sungai Kuning terhadapkebudayaan dan seluruh aspek kehidupan bangsa Indonesia antara lain sebagai berikut : a. Kepercayaan tentang nasib dan peruntungan yang didasarkan paad tubuh, seperti bentuk garis tangan dan lain-lain. b. Islam yang datang di Indonesia diantaranya berasal dari Cina. Terutama pada masa Dinasti Tang dan Ming. c. Makanan-makanan Indonesia banyak yang berasal dari Cina, seperti mie, bihun, capcay, tahu, kecap, dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai