Pernah suatu ketika ban motor saya kempes sepulang dari mengikuti kajian Islam rutin tiap
pekan di rumah teman. Saat itu waktu menunjukan pukul setengah sebelas malam. Malam
terasa begitu dingin sekali, karena saat itu musim hujan, akan tetapi segala puji bagi Allah
saat itu hujan tidak turun.
Sambil menuntun sepeda motor, saya berjalan menulusuri jalan untuk mencari tukang tambal
ban.
“Ada apa mas?” tanya seorang pemuda yang duduk-duduk di depan rumah.
“Ban saya bocor. Daerah sini mana ya, tukang tambal ban yang masih buka?” tanya saya.
“ Wah sudah pada tutup semua mas! Adanya di dekat jalan raya, tapi cukup jauh!” jawab nya.
“Makasih mas!” ucapku, sambil menghela nafas, karena cukup jauh saya harus bejalan ke
jalan raya.
Alhamdulillah, saat itu saya ditemani ustadz saya, pak Nur Yulianto.. (Jazakallah pak ya…!
^_^) yang tak tega meninggalkanku sendiri, berjalan menelusuri malam untuk mencari tukang
tambal ban.
Setengah jam berjalan akhirnya saya menemukan tukang tambal ban. Tapi, ujian lagi dari
Allah. Sang tukang tambal ban tidur tidak bisa dibangunkan…mungkin memang beliau tidak
mau bangun, karena sudah saya gooyang-goyang tubuhnya, tetap saja tidak bangun…
sayapun mencoba memahaminya, malam-malam begini mungkin beliau sudah terlalu
kecapean untuk membantu kami…
Perjalananpun kami lanjutkan, hingga akhirnya kami menemukan tukang tambal ban, yang
sedang menambal ban sebuah motor…
”Alhamdulillah…. ” batinku denga rasa senang yang luar biasa, sambil menuntun motor
honda prima tuaku dengan semangat… (rasa capek jalan jadi lupa…^^)
Sambil menunggu tukang tambal ban menyelesaikan pekerjaannya, saya merenung, betapa
mulianya pekerjaan bapak tukang tambal ban tersebut,… karena saya baru merasakan bahwa
sangat berharganya keberadaan mereka…! Coba kalo tidak ada mereka…?
Cerita motivasi – Urusan Dengan Tuhan
Badrun membawa piringnya, seperti biasa, mengantri setiap pagi untuk sarapan pagi.
Wajahnya selalu tersenyum pada setiap orang. Walaupun dia masih muda, nampak kerut-
kerut di wajahnya, yang membuat dia kelihatan lebih tua dari umurnya. Karena kasus
manipulasi, Badrun harus mendekam di penjara ini.
Hukum memang tak kenal belas kasihan. Orang yang mengenal Badrun dari dekat pasti tak
tega, kenapa orang sebaik dia harus masuk penjara.
Sebelum masuk penjara ini, dia adalah akuntan sebuah perusahaan besar. Dari gajinya
bekerja, dia dapat menghidupi anak dan istrinya, mempunyai rumah dan kendaraan. Dia juga
punya sebidang tanah untuk sekedar berkebun, warisan orangtuanya. Hidupnya betul-betul
bahagia.
Sampai akhirnya, suatu tragedi telah berlaku padanya. Urusannya hanya sepele, pada
mulanya, sebagai seorang karyawan dengan posisi basah, di sebuah perusahaan, sedikit
banyak pasti menimbulkan kecemburuan antara sesama rekan kerjanya.
Adalah Santi, seorang sekretaris bos, wanita pintar tapi liar, yang membikin gara-gara. Sudah
lama dia memendam rasa iri pada Badrun. Karena posisinya, sebagai sekeretaris direktur,
ternyata tak bisa sekedar memanipulasi uang belanja perusahaan. Sebab setiap kali dia
membujuk Badrun, tak bisa juga dapat, walaupun satu sen. Badrun memang tak bisa
sembarangan mengeluarkan uang, sebelum disetujui atasan.
Sebagai wanita pintar, Santi tahu kelemahan lelaki, dan mengetahui pula kelebihannya
sebagai wanita. Disebarkannya gossip ke seluruh karyawan, kalau dia menjalin hubungan
dengan Badrun. Dan dengan aktingnya yang meyakinkan, berhasil mengelabui seluruh
karyawan, kalau dia sudah betul-betul dekat dengan Badrun. dengan berbagai bujuk rayu dan
kata yang manis pada staff bawahan Badrun pula, dia berhasil mempunyai akses ke bagian
keuangan, bagian yang dikepalai Badrun.
Badrun tak suka dengan sifat Santi, tapi dia juga tak bisa bersikap kasar, apalagi Santi adalah
sekretaris bosnya. Dengan halus ditegurnya sikap Santi tersebut, tapi Santi memang sudah
nekat. Entah bagaimana, tiba-tiba saja uang sebesar lebih dari 1 milyar tak diketahui
keberadaannya. Tak ada kwitansi, tak ada nota, tak ada barang hasil pembelian dan
sebagainya.
Badrun yakin, ini ulah Santi, tapi dia tak bisa membuktikannya. Seluruh transaksi keluar dan
masuk uang, selalu memakai nama dia. Akhirnya vonis menimpa dia, didakwa menggelapkan
uang perusahaan. Bukan itu saja, ternyata gossip yang disebarkan Santi sudah sampai ke
rumah-tangga Badrun. Istri Badrun dibakar cemburu, pergi dari rumah bersama anak
kesayangannya.
Ketika sidang pun, istrinya tak datang, apalagi selama dia dipenjara. Kawan-kawan dan
tetangganya juga menjaga jarak, mereka tak menyangka, ternyata orang pendiam dan baik
itu, bisa berbuat kriminal. Padahal tak terhitung kebaikan-kebaikan selama ini pada tetangga
dan teman-temannya.
Seluruh hartanya bendanya, termasuk kebun warisan orangtuanya, dirampas untuk mengganti
seluruh kerugian perusahaan.
Bahkan di dalam penjara, Badrun selalu menerima perlakuan-perlakuan yang tidak adil dari
sesama penghuni. Sering dia tidak kebagian jatah makanan, uang kerajinan hasil membuat
ukiran dipalak dan lain-lain. Tapi itu tak menyurutkannya tersenyum dan menyapa setiap
orang serta berbuat baik.
Suatu malam, di dalam mushalla penjara, aku mengobrol dengannya. Bertanya penuh ingin
tahu, akan sikapnya selama ini. Kenapa dia tak mau melawan ketika dipukul seorang
penghuni yang sok jagoan, kenapa dia diam saja ketika jatah makanannya direbut, kenapa dia
tak membalas dendam segala sikap tidak adil yang diterimanya selama ini, baik sebelum atau
sesudah dia dipenjara.
Kalau kamu sedang mengalami suatu perkara, kamu akan menemui kawan yang palsu, dan
lawan yang sesungguhnya. Terus jalani urusan itu.
Kalau kamu jujur dan terus-terang, orang akan mengira kamu sedang berbuat curang,
bagaimanapun juga, tetaplah berlaku jujur.
Apa yang kamu bangun selama bertahun-tahun, bisa saja dihancurkan oleh seseorang dalam
waktu satu malam. Tapi, tetaplah membangun bangunan itu.
Kalau kamu berada dalam kedamaian dan kebahagiaan, orang-orang pasti iri dan cemburu;
tetaplah kamu bahagia dan tersenyum dalam kedamaianmu.
Perbuatan baik yang hari ini kamu lakukan, bisa jadi dilupakan oleh orang esok hari;
bagaimanapun juga, tetaplah berbuat baik.
Berilah dunia ini yang paling bagus yang kau miliki, dan itu belum tentu cukup; tapi,
bagaimanapun juga, tetaplah memberi.
Kamu lihat, pada akhirnya, ini adalah urusan antara kamu dan Tuhan”.
Anak Anjing Yang Cacat
Sebuah toko hewan peliharaan (pet shop) memasang papan iklan yang menarik bagi anak-
anak: “Dijual anak anjing.” Segera saja seorang anak lelaki datang, masuk ke dalam toko dan
bertanya, “Berapa harga anak anjing yang Anda jual itu?”
Anak lelaki itu lalu merogoh saku celananya dan mengeluarkan beberapa keping uang, “Wah.
Aku hanya mempunyai 23,5 dolar. Hmmm, bisakah aku melihat-lihat anak anjing yang
dijual?”
Pemilik toko itu tersenyum. Ia lalu bersiul memanggil anjing-anjingnya. Tak lama, dari
ruangan dalam toko, muncullah lima ekor anak anjing. Mereka berlari-larian sepanjang
lorong toko. Tetapi, ada satu anak anjing tertinggal paling belakang.
Si anak lelaki itu menunjuk pada anak anjing yang paling belakang dan tampak cacat itu.
Tanyanya, “Kenapa dengan anak anjing itu?” Pemilik toko menjelaskan bahwa ketika
dilahirkan anak anjing itu mempunyai kelainan di pinggulnya, dan akan menderita cacat
seumur hidupnya.
Anak lelaki itu tampak gembira dan berkata, “Aku beli anak anjing yang cacat itu.”
Pemilik toko itu segera menjawab, “Jangan, jangan beli anak anjing yang cacat itu! Tapi jika
kamu ingin memilikinya, aku akan berikan anak anjing itu padamu.”
Anak lelaki itu jadi kecewa. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata,”Aku tak mau Bapak
memberikan anak anjing itu secara cuma-cuma padaku. Meski cacat, anak anjing itu tetap
mempunyai harga yang sama sebagaimana anak anjing yang lain. Aku akan bayar penuh
harga anak anjing itu. Saat ini aku hanya mempunyai 23,5 dolar. Tetapi setiap hari akan akan
mengangsur 0,5 dolar sampai lunas.”
Tetapi penjual itu tetap menolak. Katanya, “Nak, kamu jangan membeli anak anjing ini. Dia
tidak bisa lari dengan cepat. Dia juga tidak bisa melompat dan bermain sebagaimana anak
anjing lainnya.”
Anak lelaki itu terdiam. Lalu ia melepas menarik ujung celana panjangnya. Dari balik celana
itu, tampaklah sepasang kaki yang cacat. Ia menatap pemilik toko itu dan berkata, “Pak, aku
pun tidak bisa berlari dengan cepat. Aku pun tidak bisa melompat-lompat dan bermain-main
sebagaimana anak lelaki lain. Oleh karena itu aku tahu, bahwa anak anjing itu memerlukan
seseorang yang mau mengerti penderitaannya. ”
Kini pemilik toko itu menggigit bibirnya. Air mata haru menetes dar sudut matanya. Ia
tersenyum dan berkata,”Aku akan berdoa setiap hari agar anak-anak anjing ini mempunyai
majikan sebaik kamu, Nak.:”
RENUNGAN:….Nilai kemuliaan hidup tidak terletak pada status ataupun kelebihan yang
kita miliki, melainkan pada apa yang kita lakukan berdasarkan pada hati nurani yang bisa
mengerti dan menerima kekurangan. Keindahan fisik bukanlah jaminan keindahan batin.
Setuju kan?
Kisah Kentang Busuk
Pada sebuah sekolah, seorang guru mengajarkan sesuatu pada murid-muridnya. Beliau
meminta agar para murid membawa sebuah kantong plastik besar dan mengisinya dengan
kentang. Kentang-kentang itu mewakili setiap orang yang pernah menyakiti hati mereka dan
belum dimaafkan. Setiap kentang yang dibawa, dituliskan sebuah nama orang yang pernah
menyakiti hati murid-murid itu.
Beberapa murid memasukkan sedikit kentang, sebagian membawa cukup banyak. Para murid
harus membawa kentang dalam kantong itu kemanapun mereka pergi. Menemani mereka
belajar, dibawa pulang, dibawa lagi ke sekolah, diletakkan di samping bantal mereka saat
tidur, pokoknya, kentang dalam kantong itu tidak boleh jauh dari mereka.
Makin hari, makin banyak murid yang mengernyitkan hidung karena kentang-kentang itu
mulai mengeluarkan aroma busuk.
“Apakah kalian telah memaafkan nama-nama yang kalian tulis pada kulit kentang itu?” tanya
sang guru.
Para murid tampaknya sepakat untuk belum bisa memaafkan nama-nama yang telah
memaafkan mereka.
“Jika demikian, kalian tetap harus membawa kentang itu kemanapun kalian pergi,”
Hari demi hari berlalu. Bau busuk yang dikeluarkan kentang-kentang itu semakin membusuk.
Banyak dari mereka yang akhirnya menjadi mual, pusing dan tidak nafsu makan karenanya.
Akhirnya, mereka membuang kentang-kentang itu ke dalam tempat sampah. Dengan asumsi
mereka juga memaafkan nama-nama yang mereka tulis di atas kulit kentang.
“Nah, para murid, dendam yang kalian tanam sama seperti kentang-kentang itu. Semakin
banyak kalian mendendam, semakin berat kalian melangkah. Semakin hari, dendam-dendam
itu akan membusuk dan meracuni pikiran kalian,” ujar sang guru sambil tersenyum.
“Karena itu, sekalipun kalian menyimpan dendam pada orang lain, atau mereka pernah
menyakiti hati kalian, maafkanlah mereka dan lupakan yang pernah mereka lakukan, jadikan
hal itu sebagai pembelajaran dalam hidup kalian. Dendam sama seperti kentang-kentang
busuk itu, kalian bisa membuangnya ke tempat sampah,”
Para murid tersenyum. Sejak hari itu, mereka belajar untuk menjadi manusia yang pemaaf
dan tidak mudah menyimpan dendam. Hidup mereka tenang tanpa terbebani bau busuk yang
akan merusak pikiran dan tubuh.
RENUNGAN: kisah ini menjadi inspirasi bagi kita semua untuk menjadi manusia yang
pemaaf. Sekalipun dendam tidak kita rasakan beratnya secara fisik, tetapi secara mental akan
melemahkan langkah Anda, membuat hidup Anda tidak nyaman. Maafkanlah mereka yang
pernah menyakiti Anda dan hirup udara segar kebebasan.
Jadilah Pelita
Pada suatu malam, seorang buta berpamitan pulang dari rumah sahabatnya. Sang sahabat
membekalinya dengan sebuah lentera pelita.
Orang buta itu terbahak berkata: “Buat apa saya bawa pelita? Kan sama saja buat saya! Saya
bisa pulang kok.”
Dengan lembut sahabatnya menjawab, “Ini agar orang lain bisa melihat kamu, biar mereka
tidak menabrakmu.”
Akhirnya orang buta itu setuju untuk membawa pelita tersebut. Tak berapa lama, dalam
perjalanan, seorang pejalan menabrak si buta.
Dalam kagetnya, ia mengomel, “Hei, kamu kan punya mata! Beri jalan buat orang buta
dong!”
Kali ini si buta bertambah marah, “Apa kamu buta? Tidak bisa lihat ya? Aku bawa pelita ini
supaya kamu bisa lihat!”
Pejalan itu menukas, “Kamu yang buta! Apa kamu tidak lihat, pelitamu sudah padam!”
Si buta tertegun..
Menyadari situasi itu, penabraknya meminta maaf, “Oh, maaf, sayalah yang ‘buta’, saya tidak
melihat bahwa Anda adalah orang buta.”
Si buta tersipu menjawab, “Tidak apa-apa, maafkan saya juga atas kata-kata kasar saya.”
Dengan tulus, si penabrak membantu menyalakan kembali pelita yang dibawa si buta.
Mereka pun melanjutkan perjalanan masing-masing.
Dalam perjalanan selanjutnya, ada lagi pejalan yang menabrak orang buta kita.
Kali ini, si buta lebih berhati-hati, dia bertanya dengan santun, “Maaf, apakah pelita saya
padam?”
Penabraknya menjawab, “Lho, saya justru mau menanyakan hal yang sama.”
Senyap sejenak.
Secara serempak pun mereka menjawab, “Iya.,” sembari meledak dalam tawa.
Mereka pun berupaya saling membantu menemukan kembali pelita mereka yang berjatuhan
sehabis bertabrakan.
Pada waktu itu juga, seseorang lewat. Dalam keremangan malam, nyaris saja ia menubruk
kedua orang yang sedang mencari-cari pelita tersebut. Ia pun berlalu, tanpa mengetahui
bahwa mereka adalah orang buta.
Timbul pikiran dalam benak orang ini, “Rasanya saya perlu membawa pelita juga, jadi saya
bisa melihat jalan dengan lebih baik, orang lain juga bisa ikut melihat jalan mereka.”
Si buta pertama mewakili mereka yang terselubungi kegelapan batin, keangkuhan, kebebalan,
ego, dan kemarahan. Selalu menunjuk ke arah orang lain, tidak sadar bahwa lebih banyak
jarinya yang menunjuk ke arah dirinya sendiri. Dalam perjalanan “pulang”, ia belajar menjadi
bijak melalui peristiwa demi peristiwa yang dialaminya. Ia menjadi lebih rendah hati karena
menyadari kebutaannya dan dengan adanya belas kasih dari pihak lain. Ia juga belajar
menjadi pemaaf.
Penabrak pertama mewakili orang-orang pada umumnya, yang kurang kesadaran, yang
kurang peduli. Kadang, mereka memilih untuk “membuta” walaupun mereka bisa melihat.
Penabrak kedua mewakili mereka yang seolah bertentangan dengan kita, yang sebetulnya
menunjukkan kekeliruan kita, sengaja atau tidak sengaja. Mereka bisa menjadi guru-guru
terbaik kita. Tak seorang pun yang mau jadi buta, sudah selayaknya kita saling memaklumi
dan saling membantu.
Orang buta kedua mewakili mereka yang sama-sama gelap batin dengan kita. Betapa sulitnya
menyalakan pelita kalau kita bahkan tidak bisa melihat pelitanya. Orang buta sulit menuntun
orang buta lainnya. Itulah pentingnya untuk terus belajar agar kita menjadi makin melek,
semakin bijaksana.
Orang terakhir yang lewat mewakili mereka yang cukup sadar akan pentingnya memiliki
pelita kebijaksanaan.
Sudahkah kita sulut pelita dalam diri kita masing-masing? Jika sudah, apakah nyalanya masih
terang, atau bahkan nyaris padam? JADILAH PELITA, bagi diri kita sendiri dan sekitar kita.
Sebuah pepatah berusia 25 abad mengatakan: Sejuta pelita dapat dinyalakan dari sebuah
pelita, dan nyala pelita pertama tidak akan meredup. Pelita kebijaksanaan pun, tak kan pernah
habis terbagi.
Bila mata tanpa penghalang, hasilnya adalah penglihatan. Jika telinga tanpa penghalang,
hasilnya adalah pendengaran. Hidung yang tanpa penghalang membuahkan penciuman.
Fikiran yang tanpa penghalang hasilnya adalah kebijaksanaan.
cerita motivasi diri untuk mencapai kesuksesan
Jadi saat matahari terbit entah anda seekor singa atau rusa
lebih baik anda bangun dan berlarilah dengan bekerja sebaik
mungkin .atau anda akan menderita oleh kebutuhan dan keinginan
anda yang larinya jauh lebih cepat dari kemampuan anda!!
Hal ini disebabkan, karena ketika gajah itu masih bayi dan
berukuran jauh lebih kecil, gajah itu diikat pada sebuah pohon besar
dengan ikatan rantai yang kuat. Bayi gajah itu masih lemah
sementara rantai dan pohonnya kokoh. Bayi gajah itu tidak biasa
diikat maka ia terus menghentak dan menarik-narik rantai tetapi itu
semua sia sia saja.
Suatu hari ia menyadari bahwa semua tarikannya dan
hentakannya itu tidak ada gunanya, ia pun menyerah. Dan berpikir
bahwa ia tidak akan pernah dapat membebaskan diri dari belenggu
ikatannya. Bayi gajah itu berhenti berusaha dan diam
Pasangan ini tidak bisa menahan rasa risih mereka dan berkata kepada orang tua
lelaki tersebut,
“Mengapa anda tidak membawa anak anda ke dokter ahli jiwa?” Orang tua itu
tersenyum dan berkata…
“Saya sudah membawanya ke dokter, dan kami baru saja pulang dari Rumah Sakit.
Anak saya buta sejak lahir, dia baru bisa mendapatkan donor mata dan baru bisa
melihat hari ini”.
Setiap orang di dunia ini memiliki sebuah cerita tersendiri. Jangan menilai orang lain
sebelum anda benar-benar mengenal mereka. Karena kenyataannya yang terjadi
mungkin dapat mengejutkan anda.
Setelah banyak ‘mengibaskan’ masalah, Dan melangkah (belajar dari kisah di atas),
Suatu saat setelah terlepas dari masalah, anda akan mampu merumput di padang
rumput hijau. Anda akan mampu meraih apa yang anda impikan.
Dia melihat seorang pelatih di dekatnya dan bertanya kepada pelatih tersebut.
“Mengapa hewan-hewan itu hanya berdiri di sana dan tidak berusaha untuk
melarikan diri?”
“Yah, ketika mereka masih sangat muda
dan jauh lebih kecil, kami menggunakan ukuran tali yang sama untuk mengikat
mereka. Dan, pada usia tersebut, tali itu sudah cukup untuk menahan mereka. Saat
mereka tumbuh dewasa, mereka dikondisikan untuk percaya bahwa mereka tidak
dapat melepaskan diri. Mereka percaya bahwa tali tersebut masih bisa menahan
mereka, sehingga mereka tidak pernah mencoba untuk membebaskan diri. ” Begitu
penjelasan dari pelatih gajah tersebut.
Pria itu kagum. Hewan-hewan ini bisa saja setiap saat membebaskan diri dari ikatan
tali mereka. Tetapi karena mereka percaya bahwa mereka tidak bisa, mereka
terjebak tepat dimana mereka berada.
Seperti gajah, berapa banyak dari kita yang menjalani hidup tergantung pada suatu
keyakinan bahwa kita tidak bisa melakukan sesuatu, hanya karena kita gagal sekali
sebelumnya?
Ayahnya yang juga seorang koki membawanya ke dapur. Ia mengisi tiga panci
dengan air dan menaruhnya di atas api yang besar. Setelah tiga panci tersebut
mulai mendidih, ia memasukkan beberapa kentang ke dalam sebuah panci,
beberapa telur di panci kedua, dan beberapa biji kopi di panci ketiga.
Kemudian ia duduk dan membiarkan
ketiga panci tersebut di atas kompor agar mendidih, tanpa mengucapkan sepatah
kata apapun kepada putrinya. Putrinya mengeluh dan tidak sabar menunggu,
bertanya-tanya apa yang telah ayahnya lakukan.
Setelah dua puluh menit, ia mematikan kompor tersebut. Ia mengambil kentang dari
panci dan menempatkannya ke dalam mangkuk. Ia mengangkat telur dan
meletakkannya di mangkuk.
“Lihatlah lebih dekat, dan sentuh kentang ini”, kata sang ayah. Putrinya melakukan
apa yang diminta oleh ayahnya dan mencatat di dalam otaknya bahwa kentang itu
lembut. Kemudian sang ayah memintanya untuk mengambil telur dan
memecahkannya. Setelah membuang kulitnya, ia mendapatkan sebuah telur
rebus. Akhirnya, sang ayah memintanya untuk mencicipi kopi. Aroma kopi yang kaya
membuatnya tersenyum.
Kemudian sang ayah menjelaskan bahwa kentang, telur dan biji kopi masing-masing
telah menghadapi kesulitan yang sama, yaitu air mendidih.
Kentang itu kuat dan keras. Namun ketika dimasukkan ke dalam air mendidih,
ketang tersebut menjadi lunak dan lemah.
Telur yang rapuh, dengan kulit luar tipis melindungi bagian dalam telur yang cair
sampai dimasukkan ke dalam air mendidih. Sampai akhirnya bagian dalam telur
menjadi keras.
Namun, biji kopi tanah yang paling unik. Setelah biji kopi terkena air mendidih, biji
kopi mengubah air dan menciptakan sesuatu yang baru.
“Kamu termasuk yang mana, nak?” tanya sang ayah kepada putrinya.
“Ketika kesulitan mendatangimu, bagaimana caramu dalam
menghadapinya? Apakah kamu adalah sebuah kentang, telur, atau biji kopi?”
Pesan Moral : Dalam hidup ini, Banyak sesuatu yang terjadi di sekitar kita. Banyak hal-hal
yang terjadi pada kita. Tetapi satu-satunya hal yang benar-benar penting adalah apa yang
terjadi di dalam diri kita.
Jadi, manakah diri anda? Apakah anda adalah sebuah kentang, telur, atau biji kopi?
Pada suatu hari, ketika semangkuk es krim sundae lebih murah, seorang anak berusia 10
tahun memasuki sebuah kedai kopi dan duduk di meja. Seorang pelayan menaruh segelas air
di depannya.
“Berapa harga untuk semangkuk es krim plain?” Anak itu bertanya lagi. Beberapa orang
sekarang menunggu untuk mendapatkan meja dan pelayan mulai sedikit tidak sabar.
Anak kecil tersebut menghitung koin lagi, dan akhirnya mengatakan “Saya ingin membeli
semangkuk es krim plain,” katanya.
Pelayan membawakan es krim pesanan anak tersebut, meletakkan tagihan di atas meja dan
berjalan pergi meninggalkan si anak. Setelah anak itu selesai memakan es krim, ia
membayarnya di kasir dan pulang.
Ketika si pelayan datang kembali untuk membersihkan meja, ia mulai mengelap meja dan
kemudian menelan ludah karena apa yang dia lihat. Di meja tersebut, ditempatkan rapi di
samping piring kosong, koin senilai 15 sen, tip untuk si pelayan dari anak yang tadi dia
anggap menyebalkan.
Jadi hikmah yang dapat kita ambil dari cerita diatas adalah : Jangan menganggap remeh atau
memandang rendah orang lain, karena bisa jadi orang tersebut yang justru akan membantu
anda ketika anda mengalami sebuah kesulitan.