Anda di halaman 1dari 2

Payung Biru si Asing

Kanya menggerutu melihat hujan di balik teras lobby sekolahnya.


Setelah selesai mengurus beberapa nilai yang bermasalah di semester
yang lalu, ternyata hujan belum juga reda. Bahkan terlihat lebih deras.
Hanya tersisa beberapa murid di sekolahnya. Beberapa motor dan
mobil masih terparkir rapih di halaman luas. Mungkin beberapa
diantara mereka malas menerjang hujan dan bergelut dengan
kemacetan.
Hujan di bulan Juni memang menyebalkan. Datangnya kadang kala di
harapkan tetapi selalu di waktu yang kurang di butuhkan. Kanya
sedang tidak perlu ribuan tetes air itu untuk menyamarkan tangisnya
seperti hari-hari yang lalu.
Ia hanya perlu sejuk, untuk menemani setiap langkah kakinya yang
kian hari semakin berat dan melelahkan.
Setelah menghela napas dan meyakinkan diri, bersenjata tas
sekolahnya yang sebenarnya tidak anti air. Kanya berusaha
menerobos barisan hujan yang jatuh itu. Setidaknya, ia harus sampai
dulu di depan gang sekolahnya. Lalu berteduh kembali sambil
menunggu angkot yang datang.
Ia tidak menyesal menolak ajakan Aji, baginya tetap berhubungan
dengan Aji sama dengan menyiksa dirinya sendiri. Mau
bagaimanapun, Aji sudah bukan miliknya. Mau sekeras apa pun, hati
laki-laki itu tidak pernah menaruh namanya.
Langkah kaki Kanya memelan saat menyadari hujan tidak lagi
membasahi tubuhnya. Ia pikir, hujan sudah berhenti. Tapi ketika
matanya menangkap seorang laki-laki yang melangkah dengan tenang
di sampingnya, Kanya sadar hujan justru semakin deras.
Mata coklat itu menatapnya kembali, wajahnya tanpa ekspresi. Lutut
Kanya melemas dengan semua skenario Tuhan hari ini.

Lose Corner by bleucrepuscale


Tanpa bicara sepatah katapun, Kanya melanjutkan langkahnya. Ia
sudah tidak berani menatap kedua bola mata laki-laki itu, jantungnya
berdegup kencang, kejadian ini tidak pernah ada dalam khayalan
sebelum tidurnya.
Langkah keduanya berhenti di depan sebuah gapura megah, laki-laki
itu melipat payungnya menjadi bagian lebih kecil. Mengibaskan
bajunya yang sedikit basah karena terkena hujan. Bahkan jumlah titik
basahnya jauh lebih banyak daripada yang ada di tubuh Kanya.
“Kamshahamida.” Kanya menunduk hormat. Laki-laki itu hanya
membalas dengan senyum.
“Bawa, takut hujan lagi.” Payung itu di serahkan pada Kanya yang
menerima masih dengan tatapan tidak percaya.
Tanpa menunggu jawaban Kanya, dengan tinggi 178cm, laki-laki itu
melangkah setengah berlari dengan langkah yang lebar. Kaki
jenjangnya jelas tidak akan mengalami kesulitan.
Kali ini, Kanya benar-benar tidak menyesal menolak ajakan Aji.
Siapa sangka jika Kanya, perempuan yang bahkan tidak cantik, tidak
termasuk ke dalam jajaran murid pintar apalagi terkenal, justru yang
pertama kali merasa di lindungi oleh seorang laki-laki yang semenjak
hari pertama kedatangannya mampu membuat ramai seisi sekolah.

Lose Corner by bleucrepuscale

Anda mungkin juga menyukai