Anda di halaman 1dari 106

1 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.

2 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


3 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
EPISODE I
★★★
AMMONIA AND
CHLORINE?

4 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Aku meregangkan kedua lengan ke
atas. Cukup terasa pegal karena aku
membantu Byantara untuk menaikkan
beberapa barang ke dalam bagasi mobil.
Sebenarnya Pak Mahmud sudah
menawarkan diri untuk mengangkat
semua barang itu, hanya saja aku
memutuskan untuk mengangkatnya
sendiri sembari mengecek isinya. Takut
ada yang tertinggal.
“Mereka udah di mana?” tanya
Byantara kepadaku. Aku membuka
ruangan obrolan MERUMPI, belum ada
pesan balasan apa pun dari Januar
maupun Damian.
“Bentar lagi kayaknya,” jawabku.
Benar saja, selang beberapa detik aku
melihat mobil Damian masuk ke lobby.

5 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Dengan Januar dan Aveny yang
mengekori mereka dari belakang dengan
motor kesayangan Januar.
Hari ini kami semua akan
melakukan stay cation di salah satu vila di
ujung kota. Untuk beristirahat sejenak
dari hiruk pikuk dunia kerja di Kota
Jakarta. Tempatnya luas dengan jumlah
total empat lantai. Ada landasan
helikopter di bagian atapnya. Cukup
mewah.
“Tas gue tuh tadi udah masuk mobil
belum, ya?” tanya Jacqueline yang terlihat
menelusuri bagian dalam mobil.
“Belum, masih ada di sofa,” ucapku.
Sama seperti Byantara, perempuan itu
gemar sekali untuk melupakan banyak
hal. Mungkin genetik yang mengalir di

6 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


dalam penerus Dhanurendra salah
satunya adalah menjadi manusia pelupa.
“Aduh mager banget gue harus ke
atas lagi anjir,” keluhnya. Aku berdecak.
“Ambil aja sih, masih muda harus
banyak olahraga.” Jacqueline menatapku
tidak suka.
“Gue ini remaja jompo, gerak dikit
butuh fresh care.”
“Bukan jompo, lo itu remaja yang
butuh nge-gym,” tutur Byantara yang
menghampiri. Ia mengecup pelipisku
lembut. Entah lah, dari banyaknya tempat
di wajahku, lelaki itu begitu senang
menghampiri bagian pelipis.
“Nggak sumpah, gue tuh jiwa dua
puluhan tahun yang terjebak di raga
nenek-nenek umur enam puluh tahun.”

7 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Aku memutar bola mata malas. Pasti
hanya alasan saja karena perempuan itu
malas untuk masuk mengambil tasnya.
“Mau saya ambilin tasnya, Non?
Yang seperti apa?” tanya Pak Mahmud.
“Terima kasih, Pak. Tapi, biarin dia
ambil sendiri, kebiasaan apa-apa mager,”
ucapku.
Jacqueline menghela napas berat.
Namun, belum sempat ia mengeluarkan
serangan balik kepadaku, Zoey datang
menghampiri kami. “Ini gue bawain,
nggak usah ngomel,” tuturnya.
Jacqueline mengambil tasnya
dengan sumringah. Tidak lupa dengan
delikan tajamnya serta lidah yang
menjulur mengejek ke arahku. Byantara
terkekeh karenanya.

8 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Udah kumpul semua nih?” tanya
Damian yang datang bersama Kak Hilda.
Ada Hagia dan Thea yang sedang bersenda
gurau di belakangnya.
"Galaksi masih otw kayaknya," ucap
Byantara.
"Bentar lagi sampe paling, tadi dia
nggak jauh di belakang gue.” Januar
datang sembari menenteng helmnya.
Aveny berlari kecil ke arahku. Aku
mengerutkan kening. “Kenapa?” tanyaku.
“Januar lagi galak aku takut di
gigit,” adu Aveny sembari melingkarkan
tangannya di lengan kananku. Aku
terkekeh.
“Lu nakal sih, Cil,” komplain
Byantara. Aveny menggeleng ribut.

9 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Hari ini mah nggak sumpah!” Aveny
mengangkat dua jarinya ke atas udara.
“Kenapa lagi si kecil ini?” tanya Kak
Hilda.
“Nggak mau pake helm,” jawab
Januar.
“Ya ... itu jelas lo bakal digigit,” ucap
Jacqueline.
“Saran gua sih siap-siap aja, Ve,”
tutur Hagia menakut-nakuti. Aveny
mendengus sebal.
“Abisnya rambut aku baru dicatok
nanti lepek makanya nggak mau. Tapi kan
akhirnya aku pake juga.”
“Kalau nggak aku marahin juga
kamu nggak akan pake,” jelas Januar.
“Tuh kan ... tuh kan... galak!”
Zoey menggelengkan kepalanya. Selalu

10 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


saja ada drama baru yang diperankan oleh
pasangan bebek si Januar dan Aveny.
“Weis bad boy him he dude nyebat
sokin damn datang juga!” teriak Hagia
yang melihat mobil milik Galaksi datang.
“Anjing lengkap amat,” ucap Damian
sembari menepuk bahu Hagia. Yang dituju
hanya tertawa cekikikan.
“Gua denger ya anjing, Gi,” komplain
Galaksi yang turun dari mobilnya.
“Title itu cocok buat pemilik pajero
baru hasil kerja keras sendiri. Sehabis ini
udah bisa pdkt sampe Swiss, Gal.” Galaksi
mendelik sebal. Semenjak minggu lalu—
saat di mana lelaki itu membeli mobil
pertamanya—Hagia tidak ada hentinya
menggoda. Sekali dua kali ya tidak apa-

11 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


apa. Akan tetapi, lama-lama jadi jengkel
juga.
"Gua beli mobil bukan pesawat
Garuda bangsat.”
“Ya siapa tau tiga tahun lagi lo
punya private jet sendiri. Hidup nggak
bisa diprediksi,” tutur Januar. Galaksi
mengangguk sembari menyatukan kedua
tangannya.
“Amin ya Tuhan, tolong dijabah ya
Tuhan,” ucapnya memohon dengan
sungguh-sungguh. Hidup memang tidak
bisa diprediksi. Galaksi tidak pernah
menyangka akan membeli mobil
pertamanya di umur dua puluh dua tahun.
Tentu semua itu berkat bantuan Ball
Busters yang mengajarinya untuk
berbisnis dan berinvestasi. Bukan

12 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


investasi bodong, apalagi judi slot. Galaksi
menyimpan tabungannya di dalam saham
Dhanurendra Group.
“Berangkat aja deh, yuk! Keburu
macet,” ajak Kak Hilda. Aku mengangguk.
Kota Jakarta selalu bersahabat dengan
kemacetan. Kami tidak boleh terjebak di
dalamnya terlalu lama.
“Gi, lo sama gue. Ave sama yang lain
ikut mobil Damian,” ajak Januar. Hagia
mengangguk. Cuaca begitu panas, tidak
mungkin ia tega membiarkan Aveny harus
berjuang melawan itu.
“Oke Bos, mana helmnya?” tanya
Hagia. Januar mengarahkan dagunya ke
arah Aveny yang mengangkat helmnya
dengan sumringah. Hagia menjatuhkan
rahangnya begitu saja. Helm yang Aveny

13 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


bawa berwarna kuning dengan gambar
bebek di depannya.
“ANJING YANG BENER AJA?”
Galaksi tertawa terbahak-bahak.
“Pake dah, Gi. Cocok sama lu sumpah
dah.”
“Cocok-cocok, gua lagi keren gini
pake leather jacket masa helmnya kuning
mentrang sih ah,” gerutu Hagia.
“Emang apa yang salah sama
kuning, sama bebek, sih, Kak?” tanya
Aveny tidak suka. Jangan lupakan
bombastic side eye dari perempuan itu.
“Bukan gitu ka—“
“Kamu nggak mau pake, Kak?
Kuning lucu kok. Nanti kamu jadi lucu,
aku tetep suka,” ucap Thea dengan
cengirannya. Hagia menghela napas.

14 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Kalau dua anak kecil itu sudah
memberikan ultimatum, apa lagi yang bisa
ia lakukan?
“Iya bagus kok, bagus, mana sini.”
Hagia mengambil helm dari pelukan
Aveny. Aku dan Byantara terkekeh.
Meskipun awalnya menolak, aku tahu
Hagia pasti akan melakukannya juga.
“Mobil lu emang penuh, Gal?” tanya
Hagia masih berusaha mencari alternatif
lain.
“Penuh sama dosa lu!”
Hagia mendengus, “Gua lagi, gua
lagi.”

***

15 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Teriknya matahari hari ini cukup
menyilaukan. Aku sedikit menyipitkan
mata melihat Thea yang seperti mencari
sesuatu di dalam mobil Damian. Ketiga
mobil kami posisinya sejajar bersama
dengan motor Januar. Menunggu lampu
lalu lintas berubah menjadi hijau. “Thea
nyari apa?” tanyaku kepada Damian yang
sedari tadi memang membuka kaca
jendelanya sama seperti milikku.
“Tissue, di lo ada nggak?” Lantas aku
menengok ke arah belakang. “Lin, bawa
tissue nggak?”
Jacqueline menggeleng. “Nggak
bawa.”
“Nggak ada juga di mobil sini,”
laporku kepada Damian.

16 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Gi, cewek lu nyari tissue,” tutur
Byantara yang sedari tadi mendengarkan
percakapanku dengan Damian. Aku
memiringkan kepala menatap Hagia.
Wajahnya jelas kebingungan.
“Aduh gua mana bawa lagi, bilangin
nanti gua beli dulu.”
Belum sempat aku menyampaikan
pesan Hagia, Damian sudah terlebih
dahulu mengacungkan jempol sebagai
tanda bahwa ia juga mendengarnya.
“Pak, jeruknya keliatan seger yak!”
ucap Hagia kepada pengendara motor di
sebelahnya. Sang bapak tersenyum. “Iya
nih, baru metik di kebun saya, mau?”
“Aduh jadi malu saya ditawarin, ya
nggak nolak, Pak,” jawab Hagia sembari
menyengir.

17 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Ini, pasti manis terus bijinya
sedikit.” Sang bapak memberikan
setengah jeruk kepada Hagia.
“Makasih, yak, Pak! Memang
menanam sebagai hobi atau ladang usaha,
Pak?”
“Hobi aja, kebetulan istri saya
sukanya masak dari hasil kebun sendiri.
Jadi rumah kami banyak sayuran dan
pohon buah.”
“Widih, keren banget, Pak? Saya sih
udah bisa liat emang hawa-hawa bapak
rajin, nih. Kalau mau nanem gitu butuh
tanah berapa lebar, yak? Saya jadi tertarik
juga,” tanya Hagia sembari menyantap
satu potong jeruk. Aku terkekeh. Tidak
heran, Hagia si paling social butterfly.
Baru saja bertemu akan tetapi lagaknya

18 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


seperti sudah saling mengenal sejak dulu
kala.
Aku memutar badan ke arah
belakang. “Zoey, tolong ambilin satu botol
air mineral di belakang,” pintaku.
Byantara menengok ke arahku.
“Kamu mau minum? Ini ada.” Byantara
menunjuk botol minum yang tersimpan di
antara tempat duduk kami.
Aku menggeleng. “Buat bapaknya,
pasti haus diajak ngobrol Gia.”
“Lah bener!” Byantara tertawa.
“Nih,” ucap Zoey sembari
menyodorkan botol yang aku minta.
Lantas aku memberikan botol itu kepada
Byantara. Berlanjut botol itu berpindah ke
tangan Januar dan berakhir di tangan
Hagia.

19 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Apaan?” tanya Hagia.
“Buat bapaknya, kasian pasti capek
ngobrol sama lo,” jelas Januar.
“Anjing, bener sih!” Hagia menepuk
pundak Januar sembari tertawa.
“Pak, ini dikasih minum sama temen
saya yang di mobil. Katanya biar bapak
nggak seret karena ngobrol sama saya.”
Sang bapak mengambil botol tersebut dan
sedikit menengok ke arah mobil kami
sembari tertawa. “Terima kasih!” ucapnya.
Aku mengangguk sembari tersenyum.
“Temen-temennya semua itu? Mau
kemana?” tanya sang bapak.
“Mau liburan bareng, Pak. Kalau
kata anak gaul sekarang namanya
healing.”

20 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Sang bapak terkekeh. “Banyak-
banyakin habisin waktu sama temennya,
Nak. Saya dulu menyesal karena lebih
fokus sama ambisi diri sendiri, sampe-
sampe saya nggak sadar kalau saya jarang
pergi sama temen. Masa muda itu nggak
akan terjadi dua kali. Jadi nikmatin
bareng-bareng mumpung masih ada
kesempatan dan waktu.”
“Aman, Pak, siap! Emang temennya
pada kemana, Pak?” tanya Hagia.
“Udah pada pergi jauh, ngejar
takdirnya masing-masing. Ya namanya
hidup kan begini. Ada waktunya kita
sedekat nadi, tapi akhirnya jadi sejauh
samudera.”
Aku mengangguk. Benar apa yang
beliau katakan. Manusia tidak ada yang

21 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


menetap. Pertemuan akan bertemu
perpisahan. Sama seperti aku yang dulu
dekat dengan Fiona dan Claresta.
Sekarang kami sudah sejauh samudera
karena mengejar takdir masing-masing.
Aku mulai mengingat satu persatu
insan manusia yang ada di dekatku.
Byantara, Januar, Hagia, Zoey,
Jacqueline, Damian, Kak Hilda, Thea,
Aveny, Galaksi dan .. MERUMPI. Aku
ingin menciptakan lebih banyak kenangan
indah bersama mereka. Sebelum akhirnya
MERUMPI akan semakin memudar dan
hilang.

***

22 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Setelah menempuh hampir dua jam
lamanya, akhirnya kami sampai di vila
yang dituju. Aku melihat ke sekitar. Tidak
banyak pohon-pohon rindang yang sempat
aku ekspetasikan. Akan tetapi, udaranya
bersih. Berbeda jauh dengan udara penuh
polusi di jantung kota. Setidaknya hari ini
dan esok, kami terbebas dari itu.
“Penjaganya mana, ya?” tanya
Januar kepadaku sembari manik matanya
menelusur ke sekeliling.
“Yang kontak beliau kemarin itu
Damian, coba tanya ke dia,” ucapku.
Januar mengangguk kemudian
menghampiri Damian yang sibuk di
bagian bagasi mobilnya. Aku menghampiri
Byantara yang sedang membuka bagasi
juga.

23 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Sekilas aku melihat dua orang
datang menghampiri Januar dan Damian.
Laki-laki sekitar umur tiga puluh-an.
Yang satu lebih tinggi dan tegak.
Sedangkan satu yang lain pendek karena
kedua bahunya yang begitu bungkuk.
Mungkin ada masalah dengan
kesehatannya.
“Itu penjaganya?” tanya Byantara.
Aku mengangguk. Toh, tidak ada yang
akan datang ke vila ini selain kami dan
penjaga. Jadi aku yakin mereka berdua
adalah penjaga vila.
“Eline, sampah lo bawa masuk,
buang di dalem. Jangan ditinggal di
mobil,” peringatku kepada perempuan
menyebalkan yang berdiri di dekatku. Aku
tersenyum tipis saat melihat gerakan

24 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


mulutnya mengikuti perkataanku dengan
wajah sebal. Meskipun menggerutu, pada
akhirnya Jacqueline mengambil sampah
miliknya juga.
“Masuk aja, simpen dulu barang-
barang di dalem, pintunya udah dibuka,
kok,” ucap Damian yang menghampiri.
Kami—Jacquline, Zoey, Aku dan
Byantara—kompak mengangguk. Tanpa
menunggu lama, aku bergegas mengambil
tas dengan kedua tanganku. Suhu
lumayan panas, aku tidak ingin berdiam
diri di luar lebih lama lagi.
“Ambil yang ringan aja, itu sama
aku,” tutur Byantara saat aku hendak
mengambil satu tas besar. Aku
mengangguk dan mengambil tas yang
lebih kecil ukurannya.

25 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


***

Aku mengernyit kala memasuki


ruangan depan vila. Bau disinfektan dan
beberapa bau bahan kimia menyerang
indra penciumanku. Sedikit aneh. Ah—
mungkin pemiliknya merupakan
seseorang yang OCD dan disiplin akan
kebersihan. Oleh karena itu, vila ini
dibersihkan dengan begitu maksimal.
"Ih ... ini bau apa? Nyengat banget!”
komplain Aveny yang berdiri di sebelahku
dan menutup hidungnya menggunakan
boneka bebek kesayangannya. Aku
terkekeh. Aveny terlihat gemas.
“Bau Klorin sama Amonia, emang
lumayan nyengat. Kalau keganggu pake

26 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


masker dulu aja,” ucapku. Aku
menyimpan asal barang di atas sofa.
Lantas aku membuka kedua jendela yang
berada masing-masing di sebelah kanan
dan kiri pintu. Terdengar keluhan yang
sama dari teman-temanku terhadap bau
tidak bersahabat yang menyambut
mereka. Seperti biasanya, heboh.
Aku menoleh ke samping, kedua
bapak penjaga berdiri di sebelahku. Manik
mata mereka menelusuri seluruh ruangan
seperti apa yang kami lakukan. Sekali
lagi—aneh. Sebagai penjaga seharusnya
setiap sudut ruangan vila ini tidak asing
untuk mereka. Namun, gelagat mereka
menunjukkan sebaliknya.
“Kalau butuh sesuatu, kami ada di
pos depan ya, silakan beristirahat,” tutur

27 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


salah satu penjaga. Hagia mengangguk
sembari mengangkat kedua ibu jarinya ke
udara. “Aman, Pak! Terima kasih.”
“Lah ada anjing dong!” pekik
Jacqueline dari arah tengah ruangan.
Tertarik, aku menghampirinya. Sedikit
terkejut melihat empat ekor anjing
Alaskan Malamute sedang duduk sejajar
menghadap kami. Putih bersih, bulunya
lebat, tatapannya tajam.
“IH LUCU BANGET!” Thea
tersenyum lebar sembari kedua tangan
menunjukkan kegemasannya kepada
empat anjing itu.
“Boleh dipegang nggak, sih?” tanya
Aveny.
Jacqueline adalah orang pertama
yang mencoba menyentuh salah satu dari

28 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


mereka. Diam tidak ada pergerakan atau
pun sedikit respons. Aku mengernyitkan
kedua alis bingung. Mereka bukan hanya
terlihat tenang, akan tetapi justru terlihat
seperti tidak ada kehidupan. Vila ini aneh.

29 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


EPISODE II
★★★
THAT DOOR?

30 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Aku memijat bagian belakang leher
yang terasa pegal. Aku baru saja
terbangun dari tidur sore yang aku lalui
selama dua jam. Cukup nyenyak
meskipun lagi-lagi bau amonia dan klorin
masih mengganggu. Aku menyelisir ke
arah sekitar, tidak ada siapa-siapa. Ah,
mungkin mereka sedang berkumpul di
lantai dua. Di sana memang disediakan
beberapa macam permainan untuk kill-
time di saat rasa bosan melanda.
Aku bangkit lantar berjalan ke arah
tangga. Langkah kakiku menaiki setiap
tahap tangga secara perlahan. Vila ini
begitu bersih. Tidak ada lukisan yang
tergantung di dinding. Atau pun tanaman
di sudut ruangan. Oleh karena itu, bau

31 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


amonia dan klorin susah dihilangkan.
Tidak ada penghasil oksigen di dalam sini.
“Gi, anjir ulang ah!” ucap Kak Hilda
kesal. Aku terkekeh. Wajahnya jelas
begitu kesal.
“Ya nggak bisa lah, Kak! Udah fair
itu, emang dasarnya lu nggak bisa main.”
“Lo yang curang, makanya gue nggak
bisa main yang bener, anjir!”
Aku menengok ke arah kanan saat
aku merasakan sentuhan tangan yang
melingkar di pinggang. Byantara
tersenyum kepadaku. “Already woke up,
My Queen?”
“Iya, lagi pada main semua di sini?”
tanyaku.
“Iya semua di sini, ada biliar juga tuh
diujung, mau main?” Aku melirik ke arah

32 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


yang Byantara maksud. Di ujung ruangan
Jacqueline dan Zoey terlihat sedang
bermain biliar.
“Tunggu mereka beres aja dulu,”
pintaku. Byantara mengangguk.
Tangannya masih melingkar posesif.
Padahal aku tidak akan ke mana-mana.
Aku terkekeh kala melihat Thea dan
Aveny sedang mencoba mengambil boneka
dari mesin pencapit. Mereka seperti
menemukan surga kehidupan. Entah
bagaimana caranya Januar dan Hagia bisa
bertemu dengan keduanya.
Byantara mengusap pinggangku
sembari dagunya menunjuk ke arah
tangga untuk mengakses lantai tiga.
Tangga yang ada di sudut lain ruangan.
Wajah Januar muncul di baliknya. Tangan

33 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


kanannya memanggil kami untuk datang
dengan tenang. Tanpa suara. Aku
bingung. Akan tetapi, kami tetap
menghampirinya tanpa mengganggu
fokus yang lainnya.
“Why?” tanya Byantara dengan
volume suara rendah. Januar tidak
menjawab. Telunjuknya berlabuh di depan
bibir. Meminta kami untuk tidak
mengeluarkan suara. Januar mengajak
kami untuk menaiki tangga. Kami
mengikutinya dengan perlahan. Aku
melihat Damian yang terdiam menatap
kami. Tangannya menunjuk ke lantai. Aku
menahan napasku. Ada bercak darah di
mana-mana. Lendir hijau yang
bertebaran. Dan juga ... bulu-bulu anjing
yang rontok. Aku dan Byantara saling

34 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


tukar pandang. Berusaha mencerna apa
yang baru saja kami lihat.
Aku memajukan satu langkah.
Kepalaku menengok ke arah pintu lantai
tiga yang tertutup. Pegangan pintu bersih
tidak ada jejak. Apakah anjing ini
dibunuh? Akan tetapi, oleh siapa?
Mengapa ada lendir hijau? Dan mengapa
... tidak ada bangkai anjing di sini?
“Darahnya masih fresh,” ucap
Damian tanpa suara.
“Penjaga di mana?” tanya Byantara.
Januar menggeleng. Aku menghela napas.
“Gue sama Byantara ke bawah, check
dulu ke depan. Kalian balik, dan jangan
sampe ada yang tau tentang ini dulu,”
pintaku. Januar dan Damian kompak
mengangguk. Aku yakin yang lain akan

35 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


panik jika mengetahui tentang hal ini.
Aku menoleh ke arah Byantara, ia juga
ikut mengangguk. Lantas kami turun dari
tangga dan berpencar. Aku menuruni
anak tangga sembari berpikir—berusaha
memecahkan masalah ini. Kalau pun para
penjaga yang membunuh anjing tersebut,
apa motif tujuannya?
Aku tertidur di sofa tanpa terganggu.
Jika para penjaga memang melakukan hal
tersebut dan kabur melalui pintu depan
seharusnya aku terbangun. Dan
seharusnya anak-anak mengetahui itu
sebab mereka sedari tadi bermain di lantai
dua.
“Vera, the door is locked,” ucap
Byantara. Aku melihat ke arah smartlock
yang terpasang di pintu. Membutuhkan

36 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


pin sandi untuk membukanya. Byantara
membuka gorden. Menelusur ke arah pos
depan melalui kaca jendela. Aku ikut
menengok. Tidak ada siapa-siapa. Kedua
penjaga tidak ada di sana. Bahkan lampu
tidak menyala.
Langit sudah redup. Sebentar lagi
kami akan menjemput malam. Aku
mengambil ponsel dari saku. Mencoba
untuk menelepon polisi. Namun, nihil.
Tidak ada jaringan.
“Byan, liat handphone kamu. Ada
jaringan, nggak?” tanyaku.
Byantara mengecek ponselnya. Ia
memperlihatkan layar yang menunjukkan
tulisan yang sama. Tidak ada jaringan.
“Ayo ke atas dulu,” ajakku.

37 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


***

“Gimana?” tanya Januar saat kami


baru saja sampai. Aku melihat ke arah
kanan dan kiri terlebih dahulu. Anak-
anak masih sibuk dengan permainannya
masing-masing. Situasi yang aman.
“Pintunya kekunci dan kita nggak
ada jaringan. Kalian tau password-nya,
nggak?” tanyaku.
Januar menggeleng, begitu pun
Damian. Sial, kami terjebak di dalam vila
yang aneh ini.
“Tapi kenapa bau darahnya nggak
kecium? Gue tadi iseng doang mau check
lantai tiga dan ternyata malah ada itu,”
tutur Damian.

38 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Bau amonia sama klorin bikin bau
darahnya nggak dominan. Ditambah
darahnya masih fresh,” jelas Byantara.
“Dari tadi gue sama yang lain ada di
lantai sini. Nggak ada yang denger suara
apa pun. Kapan kejadiannya?” tanya
Januar bingung.
“Kita tadi denger lagu pake speaker
juga bego. Mungkin aja kejadian pas itu,”
tutur Damian.
Byantara menghela napas sembari
mengusap wajahnya kasar. “Mau gimana
sekarang?”
“Damian, lo bawa anak-anak ke
bawah. Kalau bisa jangan nyebar. Gue,
Byantara, sama Januar mau check kondisi
di tangga lagi,” ucapku.

39 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


***

“Anjing yang lain di mana? Atau


semuanya nggak ada?” tanyaku. Januar
mengangguk.
“Anjing sama penjaganya ilang.”
“Don’t you think this blood is theirs?”
Aku kembali melihat ke arah bercak-
bercak darah setelah mendengar
penuturan Byantara. Apakah sebenarnya
darah ini milik penjaga? Dan para anjing
yang melakukannya? Akan tetapi, dimana
kah mereka? Atau mungkin—dimana kah
jasad tubuhnya?
“Tapi Alaskan Malamute itu anjing
pekerja. Mereka nggak akan random
bunuh manusia, kan?” tanya Januar. Aku
mengangguk. Alaskan Malamute bukan

40 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


lah anjing berbahaya yang dapat
membunuh manusia seperti Pit Bull
Terrier atau pun Rottweiler. Mereka tidak
akan membunuh manusia. Aku kembali
mengingat bagaimana bentuk dari
keempat anjing saat pertama kali aku
melihatnya. Mereka diam, patuh, dan
tidak berekspresi atau pun memberikan
respons. Tidak seperti anjing pada
umumnya. Atau sebenarnya mereka
bukan lah seekor anjing?
“But what if they aren’t dogs?”
tanyaku.
“Bukan anjing?” Aku mengangguk.
“Coba lo liat lagi itu lendir hijau,
anjing nggak mungkin punya itu. Bulu
yang rontok juga terlalu banyak dan rapi.
Kayak sengaja dicopot.”

41 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Gua berharap kita lagi ada di lab
kelas, supaya bisa cek kandungan kimia di
dalam lendir hijau itu apa,” celetuk
Byantara. Aku terkekeh. Benar apa yang
ia katakan. Kalau saja kami terjebak di
dalam laboratorium. Sudah pasti kami
akan memeriksa semuanya tanpa sisa.
“Ini kedengeran nggak masuk akal.
But, what if ... we are in the same situation
like sweet home or duty after school?”
“They are monsters, maksud lu?”
tanya Byantara meyakinkan. Januar
mengangguk.
“Jangan ketawa,” larangnya. Aku
terkekeh.
“Dibilang jangan ketawa, Xav!”
“Ya gue ketawa karena lo larang
buat ketawa di situasi seserius ini, anjir.”

42 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Pantes tempat ini bau amonia sama
klorin-nya pekat. Aneh, nggak, sih?”
“Nggak ada cara lain buat pastiin
selain kita buka pintu itu,” ucap Byantara.
Bermaksud kepada pintu lantai tiga yang
tertutup rapat.
“Kita nggak bawa apa-apa, Byan,”
peringat Januar.
Dug! Dug! Dug! Suara dari pintu
lantai tiga. Kami kompak sedikit
menunduk dan melihat ke arah satu sama
lain. Bukan suara yang kencang. Akan
tetapi, itu membuktikan bahwa ada
kehidupan di dalam sana. Kehidupan
misterius yang harus kami cari
kebenarannya.

43 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


EPISODE III
★★★
OH, SHOO!

44 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Jangan ada yang keluar,”
larangku.
“Ini kenapa kita disuruh diem di
dalem sini, deh?” tanya Kak Hilda. Kami
bertiga memilih untuk kembali ke dalam
kamar setelah mendengar suara dari
lantai tiga tadi. Keselamatan bersama
lebih penting. Sebelum menelusuri lantai
tiga, aku harus memastikan semuanya
tetap bersama dan berkumpul di tempat
yang aman.
“Maen petak umpet? Apa gimana?”
celetuk Hagia.
“Ini apaan, Xav? Damian ditanya
diem doang,” tanya Zoey kepadaku. Aku
menatap satu per satu setiap pasang mata
yang tertuju ke arahku. Aku menghela

45 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


napas. Bingung harus memulai dari mana.
Sebentar ... ada satu yang hilang!
“Jan, Aveny mana?”
Januar segera menelusur ke setiap
sudut kamar. Aveny tidak ada.
“Kak Ave ... ambil minum ke luar ...”
lapor Thea dengan nada khawatir. Kedua
bahu Januar spontan melemas.
“Stay calm, she will be okay,” ucapku
sembari mencengkram tangan Januar
yang hendak berlari ke luar kamar.
"Gimana gue bisa tenang, Xav?
Cewek gue di luar!”
Amonia dan klorin. Sedari tadi
mereka begitu mengganggu pikiranku.
Kenapa vila ini dibersihkan dengan
amonia dan klorin? Atas tujuan apa?

46 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Ayo keluar, lo, gue, sama Byan,”
ucapku.
“Apa sih? Kenapa? Di luar ada apa?”
tanya Jacqueline mulai panik.
Januar mengangguk. Wajahnya jelas
begitu khawatir. Aku menghampiri
Damian dan berbisik di telinganya.
“Jelasin ke mereka pelan-pelan. Gue sama
mereka cari dulu Ave.”
“Bawa ini,” ucap Zoey yang secara
tiba-tiba menghampiriku. Ia memberikan
dua buah tongkat baseball. Aku
mengangguk dan memberikan kedua
tongkat itu kepada Byantara dan Januar.
Dari raut wajah Zoey yang tenang namun
memberikan kami senjata untuk
melindungi diri, sepertinya ia sudah tahu

47 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


bahwa ada yang tidak beres dengan vila
ini.
“Pake masker, kalian bertiga. Bau
amonia sama klorin bisa jadi racun kalau
dihirup kebanyakan.” Damian
memberikan satu masker kepada masing-
masing kami. Aku mengernyitkan dahi
bingung. Seingatku, kami tidak membawa
masker.
“Masker punya lo?” tanyaku. Damian
menggeleng.
“Ada dua box di dalem kamar ini.”
Mengapa ada masker di kamar ini?
Vila ini sungguh aneh. Banyak pertanyaan
yang bersemayam di kepalaku saat ini.

***

48 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Aku melangkah keluar dari kamar.
Di depanku ada Byantara yang sigap
menelusuri lorong dengan hati-hati.
Sedangkan Januar ada di belakangku dan
manik matanya menelusur ke arah
belakang. Takut tiba-tiba ada yang
menyerang kami.
Aku masih sedikit tidak percaya
bahwa kami akan menjalani situasi yang
tidak pernah kami sangka sebelumnya.
Duty After School? Sweet Home?
Terdengar mengerikan.
Aku mengeluarkan satu benda yang
akan menjadi penyelamat kami saat ini—
setidaknya itu yang aku harapkan.
Sebuah pistol yang berisikan delapan
peluru. Dilengkapi dengan peredam suara
yang aku syukuri karena ia tidak pernah

49 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


aku pisahkan. Aku yakin suara tembakan
akan berdampak buruk dalam situasi ini.
Baik bagi ‘mereka’ atau pun teman-teman
yang menunggu kami di dalam kamar.
“Oh God, you brought that?” tanya
Byantara saat ia menyadari bahwa aku
menodongkan pistol ke arah depan. Aku
mengangguk. Pistol ini adalah hadiah
yang Byantara berikan padaku beberapa
bulan lalu. Meskipun aku tidak boleh
menggunakannya di sembarang tempat—
entah mengapa—aku ingin membawanya
hari ini. Dan ternyata keputusanku
adalah keputusan yang berdasar.
Mungkin keputusan membawa pistol ini
adalah keputusan terbaik yang pernah
hadir di dalam hidupku.

50 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Hey, stay alert, babe!” peringatku.
Byantara kembali melihat ke arah depan.
Kami maju selangkah demi selangkah.
Dispenser ada di bagian kanan lorong.
Kemungkinan besar di sana lah Aveny
berada. Sejauh ini masih sunyi dan tidak
ada pergerakan lain.
Glek! Glek! Glek! Suara gelembung
di dalam dispenser. Byantara menengok
terlebih dahulu ke arah kanan di mana
Aveny seharusnya berada. Namun, tiba-
tiba ia menghentikan langkahnya sembari
mengangkat tangan kanan ke udara.
Tanda bahwa kami juga harus ikut
berhenti.
Kedua bola mata Byantara
membulat. Napasnya menjadi lebih cepat,
terlihat dari pergerakan masker yang ia

51 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


pakai. Aku mengerutkan kening.
Byantara melihat apa?
Mengabaikan tanda yang Byantara
berikan, aku memajukan langkah sejajar
dengannya. Dibalik bahunya yang lebar,
kepalaku menyembul menengok ke arah
yang sama. Oh shit! Aveny sedang mengisi
botol minumnya. Akan tetapi, ia tidak
sendirian! Seekor makhluk aneh sedang
perlahan mendekatinya dari arah kiri.
Bentuknya tidak karuan. Sekilas
mirip robot penggiling yang memiliki dua
kaki seperti kaki anjing. Tangannya lebih
panjang dan memiliki siku. Serta ... ada
pencapit di ujungnya. Badannya seperti
diselimuti oleh kulit sekeras buaya.
Namun, banyak lendir hijau disekujur
tubuh. Sebenarnya apa itu?

52 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Aveny tidak sadar ada makhluk itu
di sana. Ia memang bukan lah seorang
manusia yang peka terhadap sekitar.
Januar menggeram. Aku paham
bagaimana perasaannya. Byantara
menahan lengan Januar agar lelaki itu
tidak impulsif untuk menghampiri Aveny
begitu saja. Kami akan menggunakan
waktu singkat ini sebaik mungkin untuk
menilai bagaimana monster itu bergerak
dan menyerang.
Aveny membuka maskernya, ia
hendak meminum langsung di sana.
Dengan sekejap monster itu bergerak
cepat ke arahnya. Kedua kaki itu bergerak
dengan irama konstan, seolah sudah di
atur. Aveny yang menyadari kedatangan
monster itu pun berteriak kencang.

53 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“AAAAA!” Aku segera menembak
monster itu dengan pistol di
genggamanku. Tanpa suara yang kencang
sebab aku menggunakan peredam. Aku
menembak bagian tengah dari makhluk
tersebut. Dan bagai jantung utamanya
sudah mati, monster itu hancur dan hilang
begitu saja. Entah bagaimana caranya.
Januar berlari sekencang angin
untuk memeluk Aveny. Aku menghela
napas lega. Namun, aku tetap menelusur
ke seluruh sudut ruangan. Takut ada
kawanannya yang lain. Aveny menangis.
Januar menutup mulut perempuan itu.
Sepertinya monster itu mendeteksi
manusia dari suara dan kita tidak boleh
mengundang yang lainnya untuk datang.
Byantara memberikan kode lewat mata ke

54 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


arah Januar. Bermaksud untuk
mengajaknya membawa Aveny kembali ke
kamar bersama dengan yang lainnya.
Kami bergerak secara perlahan, satu
langkah demi satu langkah. Aku berada di
depan. Januar dan Aveny ada di tengah.
Dan Byantara ada di bagian belakang.
Aku spontan menodongkan pistol ke arah
tangga menuju lantai dua ketika kami
melewatinya. Monster itu bisa muncul
dari mana saja. Aku berhenti dan tetap
menodong ke arah yang sama. Sementara
Januar dan Aveny berjalan ke depan pintu
dan mengetuknya. Damian membuka
pintu dan mempersilakan mereka masuk.
Sedangkan aku melirik ke arah Byantara.
Memintanya untuk mengikutiku

55 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


menelusur ke lantai dua. Entah kenapa,
aku begitu tertarik untuk ke sana.
“Are you sure?” tanya Byantara
begitu pelan ia berbisik tepat di sebelah
telingaku. Aku mengangguk. Kami tidak
memiliki waktu banyak. Secepatnya harus
menemukan cara untuk keluar dari situasi
aneh ini.
Byantara memberikan kode kepada
Damian untuk menutup pintunya. Lelaki
itu lumayan mempertanyakan keputusan
kami. Namun, pada akhirnya tetap
menutup pintu dengan rapat dan
membiarkan kami berada di luar.
Aku menarik napas panjang. Apa
pun yang menunggu kami di atas sana,
cukup membuat aku gugup. Kami menaiki
tangga satu per satu dengan perlahan.

56 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Ruangan terlihat remang sebab lampu
tidak kami nyalakan. Hanya
mendapatkan pencahayaan dari sinar
rembulan yang terang malam ini.
Aku menghadap ke arah kiri
sedangkan Byantara menghadap ke arah
kanan. Punggung kami saling
bersentuhan. Tidak ada apa-apa di
sekitarku. Pun di sekitar Byantara.
Akan tetapi, satu brankas besar yang
menempel di dinding yang menghadap ke
arahku begitu menyita perhatian.
Langkahku semakin maju mendekat.
Byantara ikut berjalan mundur. Kami
tidak berani mengeluarkan suara. Aku
yakin mereka ada di lantai tiga dan kami
tidak akan mengambil resiko besar dengan

57 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


memanggil mereka untuk turun ke lantai
dua.
Brankas itu tertutup rapat. Tidak
ada smartlock yang terpasang. Hanya
pintu besi kotak tidak ada pegangan. Aku
mengernyitkan dahi. Brankas untuk apa?
Mengapa ada di dalam sebuah vila yang
disewakan? Aku memajukan wajah.
Sedikit membuka bagian masker untuk
mengendus di bagian celah kecil antara
pintu dan badan brankas. Bau darah yang
menyengat.
Apakah jasad penjaga vila ada di
dalam sini? Akan tetapi, siapa yang
memasukkannya? Apakah monster itu?
Tetapi bagaimana caranya? Pintu ini tidak
ada pegangan.

58 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Dug! Dug! Dug! Suara itu ... kembali
terdengar dari lantai tiga. Kali ini aku
tidak akan memundurkan langkah. Aku
menengok ke arah Byantara yang sedari
tadi melirik ke arahku. Alisnya menekuk
tajam sembari menggeleng. Ia tidak suka
dengan rencana yang terbentuk di dalam
kepalaku. Aku mengedipkan kedua mata
pelan, berusaha meyakinkannya bahwa
kami akan baik-baik saja.
Perlahan aku berjalan dan menaiki
anak tangga. Lendir hijau, bulu yang
bertebaran dan darah yang mengering
masih tetap ada di posisinya seperti
terakhir kali kami melihatnya. Jika dilihat
lagi, ada kotak transparan di pintu.
Mungkin, karena panik tadi, kami tidak
menyadari keberadaannya.

59 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Aku mencoba mengintip keadaan di
dalam ruangan dari kotak transparan itu.
Ruangannya gelap. Akan tetapi, lendir
hijau itu seolah menjadi penerang di
dalam sana, meskipun redup. Aku
memberanikan diri untuk melangkah
maju. Byantara mencekal lengan kiriku.
Namun, aku melepaskannya sembari
sekilas mengusap jemarinya yang dingin.
Berusaha membuatnya lebih tenang dan
tetap membiarkanku untuk maju.
Srrtt! Sebuah suara yang keluar dari
semprotan. Aku menyipitkan mata.
Melihat ujung-ujung atas dinding
ruangan. Ada pengharum ruangan
otomatis terpasang di setiap sudutnya.
Mungkin karena suara itu, dua monster di
dalam begitu gesit berusaha

60 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


menghampirinya. Aku bersyukur si
monster ternyata bodoh karena tidak bisa
memanjat. Setidaknya, mereka tidak
seganas monster di dalam film Duty After
School—setidaknya. Sebentar ... dua
monster? Mengapa aku hanya melihat dua
monster? Seharusnya ada tiga monster di
dalam.
Aku melihat ke arah kiriku. Oh
tidak! Dia ada di sana! Mengamatiku!
Monster itu tidak memiliki mata. Akan
tetapi ... mengapa aku merasa seperti
sedang diamati? Dengan sigap Byantara
memasang badan di depanku. Bodoh. Dia
hanya membawa satu tongkat baseball
biasa. Aku menarik badannya ke
belakang—dengan susah payah sebab
kekuatanku tidak sekuat Byantara.

61 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Aku menggeleng sembari
menatapnya tajam. Satu-satunya senjata
yang dapat membunuh monster itu adalah
pistol milikku. Aku menarik napas
panjang. Sepertinya monster itu belum
menyadari keberadaan kami. Di situasi
seperti ini, lebih baik kita menyerangnya
sebelum ia sadar, bukan?
Aku memajukan satu langkah.
Byantara mengikutiku. Aku berbalik dan
kembali menatapnya. Aku mengarahkan
jari telunjukku sebagai kode bahwa ia
harus diam di tempat. Jika badan kami
tidak sengaja bertabrakan, itu akan
menimbulkan suara dan aku tidak dapat
membunuhnya dalam satu kali tembakan.
Aku cukup percaya diri untuk melakukan
ini sendirian. Dengan berat hati, Byantara

62 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


mengangguk dan membiarkan aku untuk
melanjutkan rencana dan ia akan
menjagaku dari belakang.
Aku kembali memajukan langkah.
Satu langkah. Dua langkah. Diikuti oleh
langkah terakhir. Aku berhenti ketika
jarak di antara kami terukur sekitar 4
meter. Monster itu diam. Tidak bergerak.
Kini aku yakin bahwa anjing yang kami
lihat siang hari tadi adalah mereka.
Aku membidik pistol tepat di tengah
bagian monster—seperti apa yang aku
lakukan tadi. Lalu aku menarik
pelatuknya. Karena situasi sedang hening,
kini suara tembakanku masih terdengar
sedikit kencang. Aneh. Monster itu tidak
menghilang! Badannya kini memutar ke
arahku. Ia mulai bergerak. Mengejarku!

63 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Aku menelan saliva dengan kasar.
Aku menarik kembali pelatuk. Sekali.
Tidak ada pengaruh apa-apa. Dua kali.
Monster itu masih bergerak ke arahku
dengan konstan. Hingga jarak di antara
kami hanya tiga langkah kaki, aku
mendengar suara dari belakang.
Prangg! Byantara memecahkan kaca
jendela. Lelaki itu membuka masker
dengan napas yang tersengal-sengal.
Anehnya, monster itu langsung bergerak
ke arahnya! Melewati aku yang jaraknya
begitu dekat. Aneh. Apa yang sedang
terjadi?
Dengan segera aku berbalik badan.
Aku kembali membidik monster itu
sembari berjalan lebih cepat. Namun,
nihil. Peluruku tidak berhasil

64 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


membunuhnya. Aku menahan napasku.
Monster itu tidak boleh menghampiri
Byantara!
Kini jarak mereka sangat dekat. Aku
membuka mulutku lebar-lebar saat
Byantara melompat dari jendela ke arah
luar. Dia gila! Dia baru saja melompat dari
ketinggian sebelas meter! Sang monster
ikut terjun, seolah fokusnya memang
terpusat kepada Byantara.
Aku berlari dan segera menengok ke
bawah. Byantara ada di sana. Kedua
tangannya menggantung di ujung tembok
dekat jendela. Sedangkan monster itu
hilang entah ke mana. Segera aku menarik
kedua tangannya dengan sekuat tenaga.
Byantara kembali. Aku berhasil
membawanya kembali. Aku memukul

65 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


dadanya berulang kali. Beraninya dia
melompat dari jendela di hadapanku?
Bagaimana jika ia tidak berhasil?
“How—how dare you?” bisikku.
Byantara memelukku dengan kencang.
“Don’t ... don’t you dare to do that
again.”

66 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


EPISODE IV
★★★
Who’s them?

67 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Oke jadi ini kita lagi di situasi mirip
Sweet Home sama Duty ... Duty apa tadi?”
tanya Hagia.
“Duty After School,” tutur Januar.
Aku masih menggenggam tangan
Byantara. Tidak kulepaskan barang
sedetik pun. Aku takut.
“Nggak ... gini ... kita masih di tahun
2020-an. Kok bisa kita ada di situasi ini?”
tanya Kak Hilda tidak percaya.
“Menurut lu, ini semua apa, Xav? Lu
udah liat situasi di luar, kan?” Kali ini
Galaksi yang bertanya kepadaku. Lelaki
itu banyak diamnya. Di dalam situasi
yang seserius ini, Galaksi berperilaku
berbeda dari biasanya. Tidak ada wajah
tengil andalannya. Begitu pula dengan

68 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Hagia yang diam sembari menggenggam
tangan Thea.
“Jasad penjaga kayaknya ada di dalem
brankas di lantai dua,” tuturku.
Mendengar itu Kak Hilda menutup
mulut dengan kedua tangannya.
Jacqueline mematung. Aveny masih
gemetaran di dalam dekapan Januar.
Perempuan itu pasti kaget bukan main.
Hagia membuka mulutnya lebar-lebar
dengan Thea yang meremat genggaman
mereka lebih kuat.
“Lo udah liat sendiri?” tanya
Damian. Aku menggeleng.
“Brankasnya nggak ada pintu. Tapi,
bau darahnya nyengat.”
“Kenapa kita nggak cium bau apa-
apa pas ada di atas tadi? Padahal kita

69 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


deket banget sama brankas itu,” celetuk
Hagia.
“Mungkin itu alasan kenapa vila ini
dari awal bau amonia sama klorin,” tebak
Zoey. Aku setuju. Pasti karena bau kedua
zat kimia itu masih sangat menyengat,
oleh karena itu kami tidak menciumnya.
“Dari yang gua liat sama Vera,
monsternya emang ngejar manusia. Dia
sensitif sama suara. Tapi anehnya, waktu
gua buka masker, dia langsung ngejar gua.
Apa dia emang targetin yang keliatan
muka?” tanya Byantara. Ah, benar! Saat
Byantara melepas maskernya tadi,
monster itu langsung mengejarya. Bahkan
ia melewatiku padahal aku juga seorang
manusia. Jika aku ingat-ingat lagi, saat
Aveny akan meminum air dari botolnya, ia

70 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


membuka masker. Monster itu langsung
mendekatinya. Apa benar ... monster itu
menargetkan manusia dari wajahnya?
“Aneh juga kenapa di kamar ini
disediain masker. Padahal covid udah
nggak ada. Buat apa yang punya vila
simpen itu di sini?” Pertanyaan Galaksi
masuk akal. Biasanya pemilik vila akan
menyediakan makanan ringan untuk
fasilitasnya. Aku tidak berpikir mereka
akan menyediakan masker daripada itu.
Terlebih—seperti apa yang Galaksi
katakan—corona sudah berlalu bertahun
lamanya. Apa sang pemilik terlampau
menjaga kebersihan sehingga ia
menyediakan masker? Atau ... ini semua
memang sudah direncanakan?

71 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Sebentar! Aku kembali mengingat
bagaimana kedua monster di dalam
ruangan lantai tiga mulai menyerang
sudut tembok saat pengharum ruangan
menyemprotkan gasnya. Gas ... semprotan
... apakah ...?
“Atau mungkin dia mendeteksi
manusia dari hembusan napas?” tanyaku.
“Napas?” tanya Januar bingung. Aku
mengangguk.
“Monster tadi langsung gerak waktu
Ave buka masker mau minum. Tadi
monster itu juga nargetin Byan waktu dia
buka masker dan napasnya berat. Kalau
cuman gara-gara muka, gue rasa harusnya
gue tetep jadi target. Soalnya masker
cuman nutup hidung sama mulut. Tapi

72 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


nyatanya, monster itu ngelewatin gue,
padahal posisinya kita deket banget.”
“Eh, kalian berdua nggak luka?”
tanya Kak Hilda. Aku dan Byantara
menggeleng.
“There was a stupid person who did
something dangerous. But, after all, we are
both fine.” Aku sedikit mendelik ke arah
Byantara.
“Make sense. Makanya kenapa dia
sediain masker di kamar ini, ya nggak
sih?” Jacqueline mengeluarkan
pendapatnya setelah terdiam beberapa
saat hanya mendengarkan kami. Zoey
mengangguk begitu pun Damian dan
Januar.
“Monster itu tuh beneran monster?
Kayak di film-film?” tanya Hagia. Aku

73 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


tahu dia masih tidak bisa percaya
sepenuhnya. Pun teman-temenku yang
lain yang belum melihat monster itu
secara langsung. Hanya aku, Byantara,
Januar dan Aveny yang sudah melihatnya.
“Dia bukan makhluk hidup yang
bertransformasi jadi monster. Gue rasa dia
buatan,” ucap Byantara.
“Bentar ... maksud lo gimana?” tanya
Kak Hilda.
“Kalian liat empat anjing tadi sore,
kan? Mereka diem dan nggak memberikan
respons. Seolah mereka emang udah
diatur kayak gitu. Bulu-bulu yang rontok
di tangga juga keliatan rapi. Kayak bulu
yang emang sengaja ditanam atau
dipasang. Waktu gue liat monsternya

74 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


langsung kaki dan tangannya kayak robot
yang dibuat dari besi,” jelasku.
“Badannya emang ada bagian yang
keras kayak kulit buaya. Tapi gua rasa itu
cuman buat bikin robot itu keliatan kayak
monster,” tambah Byantara. Aku
mengangguk. Sebenarnya lebih masuk
akal jika ada sekelompok ilmuan cerdas
yang ingin melakukan eksperimen dan
sengaja memasukkan kami ke dalam
tempat ini. Dibandingkan tiba-tiba ada
kedatangan alien aneh yang menyerang
bumi. Semua keanehan di dalam vila ini
terlalu rapih dan bisa disambungkan satu
sama lain.
“Kalau dipikir lagi, emang lebih
masuk akal kalau dia itu robot. Waktu dia
ngejar Byantara daripada Xavera, artinya

75 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


dia udah nge-locked target. Kayak mesin
pada umumnya,” tutur Januar.
“Gimana caranya lo bisa bawa Aveny
balik?” tanya Zoey kepadaku. Aku
mengambil pistol di saku dan
mengangkatnya ke udara. “Pake ini, tapi
anehnya setelah gue bunuh monster
pertama, peluru ini nggak mempan lagi.”
“Kalau gitu, emang ada manusia
yang sengaja bikin ini semua, sih,” simpul
Januar. Aku setuju. Namun ... perbuatan
siapa?
“Oke ... jadi maksud lu ... ada orang
gila yang sengaja bawa kita ke sini. Terus
dia lepasin robot buat bunuh manusia.
Awalnya robot itu bisa dibunuh pake
peluru pistol, dan entah apa yang orang
gila itu lakuin, sekarang monster itu

76 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


nggak bisa dibunuh lagi pake peluru
pistol?” tanya Hagia mencoba
menyimpulkan situasi yang terjadi.
Byantara mengangguk.
“Berarti ... berarti kita nggak bisa ...
keluar dari vila ini?” tanya Thea terbata-
bata. Suaranya bergetar. Aku melirik jam
tangan yang terlilit di tangan. Jam
sembilan lebih sepuluh menit. Kami
memiliki waktu tiga jam.
“Kita nggak akan keluar dari vila ini.
Kita harus ke rooftop,” ucapku.
“Rooftop?” tanya Byantara sembari
melirik ke arahku.
“All of sudden, kita nemuin tempat
ini di hasil searching paling atas. Tempat
yang kita nggak pernah tahu kalau
sebelumnya ada—atau mungkin emang

77 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


baru ada. Tiba-tiba internet kita
semuanya mati. Kalau ini memang kondisi
krisis satu dunia. Harusnya udah ada
sirine dari tadi. Gue punya kesimpulan
kalau orang itu emang nge-hacked
handphone kita. Tadi siang, gue bilang
sama Alex, kalau kita mungkin nggak
akan bisa dihubungin karena kita asik
buat main dan spending time bareng-
bareng. Tapi gue bilang buat jemput jam
12 malem kalau kita sama sekali nggak
ada yang bisa dikontak sampe jam segitu,”
jelasku.
“Loh, harusnya bukannya bahaya
kalau kita ke rooftop? Siapa pun yang
rencanain ini kan pasti tau chat lo sama
Alex, Xav? Gimana kalau ternyata di

78 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


rooftop itu lebih banyak monsternya?”
tanya Kak Hilda.
“That’s the only option we have, Kak.
I don’t think their purpose was to kill us in
the first place,” jawabku.
“Gua setuju sama Vera, Kak. Kalau
emang tujuan dia buat bunuh kita, kenapa
harus nunggu? Dia bisa aja kirim robot itu
buat langsung serang kita di kamar ini.
Kita juga nggak bisa keluar karena pintu
dikunci smartlock. Dia emang sengaja
bikin kita harus lewatin lantai tiga dan ke
rooftop,” tambah Byantara.
“Gua masih nggak ngerti. Kenapa
orang gila itu bikin kita ada di situasi ini,
sih?” tanya Hagia.
“Mungkin dia pengen liat gimana
reaksi manusia kalau dihadapin robot

79 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


kayak gitu. Lu tau lah, ilmuan kalau
eksperimen emang suka di luar prediksi
BMKG,” celetuk Galaksi.
“Or else, they just wanna play this
game without any reason,” tebak Zoey.
“Terus gimana cara kita bisa ke
rooftop?” tanya Kak Hilda. Aku
termenung. Tersisa dua monster yang ada
di dalam ruangan lantai tiga. Untuk bisa
sampai ke rooftop, kami harus melewati
ruangan itu. Bagaimana caranya?
“Kita nggak bisa nerobos
masuk dan jalan pelan-pelan lewatin
mereka?” tanya Jacqueline. Aku
menggeleng. “Terlalu beresiko kalau-
kalau kita injek barang atau pun tabrakan
yang bisa nimbulin suara sih. Kita harus

80 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


bikin distraksi dulu buat mereka,”
jawabku.
“Make them come for us, then,” ucap
Zoey.
Byantara mengerutkan kening,
begitu pun aku. Membuat mereka datang
menghampiri kami?
“Mereka mendeteksi dari hembusan
napas, kan? Let’s make duplicates of us.
Waktu mereka udah locked target ke situ,
kita bisa langsung ke rooftop.” jelas Zoey.
“Maksud lo, kita bikin semacam
manekin?” tanya Januar. Zoey
mengangguk. Ia menggeserkan posisi
berdirinya ke samping kiri. Kemudian
menunjuk kardus yang ada di
belakangnya sedari tadi. Lelaki itu

81 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


mengambil dua alat pengharum ruangan
otomatis yang tersimpan di dalamnya.
“Mereka pasti bisa ngedeteksi ini,
kan?” Aku mengangguk. Mereka memang
bisa mendeteksi hembusan gas dari
pengharum ruangan—seperti apa yang
aku lihat di ruangan lantai tiga.
Sepertinya mereka sengaja memasang
empat pengharum ruangan di setiap sudut
tembok untuk melatih monster-monster
itu. Atau mungkin ... untuk memberikan
kami clue.
“Terus bagian badan manusianya,
mau pake apa?” tanya Jacqueline. Zoey
kembali membuka kardus tadi. Ia
menunjukkan kepada kami bahwa di
dalam kardus itu terdapat banyak lakban
dan gunting. “These ... and those.” Zoey

82 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


mengarahkan dagunya ke sudut ruangan
kamar. Banyak lipatan kardus tersimpan.
Byantara terkekeh lantas melirikku.
“They prepared so well,” ucapnya. Aku ikut
terkekeh. Entah siapa pun mereka yang
menjebak kami di dalam situasi ini, aku
tidak sabar untuk mengetahui siapa
mereka sebenarnya dan apa tujuannya.
“Oke, berarti kita bikin dua
manekin. Kita harus simpan manekin itu
di lorong lantai tiga,” ucap Byantara.
“Tapi, gimana supaya mereka
samperin manekin? Hembusan gas
pewangi ruangan nggak sekenceng itu,”
tanya Damian.
“Pake ini ... kayaknya bisa, Kak,”
tawar Aveny. Perempuan itu mengangkat
boneka bebek miliknya.

83 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


“Boneka dia ada suaranya, tapi
harus dipencet bagian ini.” Januar
membalikkan boneka dan menunjuk
bagian tombol bulat yang ada di tengah.
“Berarti harus ada benda yang bisa
pencet bagian itu. Di dalam kardus atau
tali gitu nggak?” tanya Galaksi. Lelaki itu
menghampiri Zoey dan mengecek isi
kardus. Namun, nihil. Tidak ada satu
benang pun.
“Kalau ada tali sih kita bisa iket
benda apa aja terus nanti tali itu
digantung. Nanti kalau dilepas, bendanya
kena tombol itu dan suaranya jadi
kedenger,” saran Galaksi.
“Coba cari dulu tali di dalam kamar
ini, semoga ada,” ajak Damian. Lantas
kami semua bangkit dan menyusuri

84 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


kamar ini dengan sebisa mungkin tidak
menimbulkan suara keras yang dapat
mengundang mereka untuk turun. Aku
menelusuri daerah nakas. Ada tiga laci
sejajar di sana. Aku buka satu persatu.
Akan tetapi, kosong. Tidak ada apa pun di
dalamnya. Galaksi dan Hagia menelusur
ke daerah bawah dipan kasur. Tidak ada
apa-apa yang tergeletak di bawah sana.
Kami mulai kehilangan harapan.
“Kak ....” panggil Thea pelan. Sontak
kami semua melihat ke arahnya. Thea
mengangkat gulungan pita berwarna
hitam yang tebal. Aku tebak panjangnya
sekitar lima belas meter. Aku menghela
napas lega. Kulihat jam menunjukkan
pukul sepuluh lebih dua menit. Kini kami
bisa mulai merakit manekin dan bergegas

85 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


ke arah rooftop sebelum jam dua belas
malam datang.
“Nice! Ayo mulai kerjain. Yang cewek
tolong gambarin bentuk badan
manusianya. Yang cowok kita rakit bagian
muka,” perintah Byantara. Kami semua
mengangguk. Lantas langsung
mengerjakan tugas masing-masing.
O nAku mengambil pensil alis yang
ada di dalam tasku. Begitu pula dengan
Kak Hilda dan Jacqueline. Kami
mengumpulkan eyeliner atau pensil alis
yang dapat digunakan untuk
menggambar. Sedangkan Thea dan Aveny
mengambil setiap potongan kardus
dibantu oleh Hagia.

86 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


"Kita harus bikin manekin 3D. Jadi
bikin minimal lima lapis di setiap bagian
badan,” saranku.
“Iya bisa kayaknya. Nggak perlu
bikin yang terlalu tinggi biar kardusnya
cukup,” ucap Kak Hilda. Aku
mengangguk.
Byantara menghampiriku. Aku
menatapnya. “Aku naik dulu ke atas
bareng Januar buat liat situasi dan
nentuin tempatnya. I’ll be back, I promise.
Until that time, take care of them. Okay,
Big Cheese?” ucapnya.
Aku menggenggam tangan
kanannya sembari menatap kedua
matanya dalam-dalam. “Don’t you dare to
die.” Byantara terkekeh lalu mengecup
keningku lembut. “Copy that,” jawabnya.

87 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


EPISODE V
★★★
ESCAPE

88 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Jam menunjukkan pukul sebelas
lebih empat puluh tujuh menit saat
Byantara, Januar, Damian dan Zoey
kembali dari lorong lantai tiga. Jantungku
berdegup dengan kencang. Now or never.
Seperti itu lah situasi kami saat ini.
“Don’t make any sound, oke?”
peringat Byantara. Sebab jika salah satu
diantara kami mengeluarkan suara cukup
kencang dan membuat monster itu justru
menjadikan kami sebagai target, hancur
sudah rencana yang sudah kami susun
dengan secepat kilat itu.
“Aku ... aku takut nggak bisa kontrol
diri ...” keluh Thea. Aveny ikut
mengangguk. “Aku takut monster itu
dateng dari arah yang aku nggak tahu ...
dan aku malah spontan teriak kayak tadi,”

89 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


tambahnya. Aku menghela napas. Aku
mengerti bagaimana perasaan Thea dan
Aveny. Mereka tidak sekuat yang lainnya.
Aku menghampiri Thea dan
menggenggam kedua tangannya. “Aku di
depan kamu. Thea ... jangan liat kemana
pun. Liat aku aja, oke? We will be okay.
Kita pasti pulang bareng-bareng.”
Thea meremat genggamanku. Ia
mengangguk perlahan.
“Gi, tuker aja. Gua yang pegang
talinya. Lu jagain Thea,” tawar Galaksi.
Mengingat bahwa Hagia bertugas untuk
melepaskan tali yang akan membuat
tabung pengharum ruangan menekan
tombol boneka Aveny.
“Nggak apa-apa?” tanya Hagia
memastikan. Aku tahu jauh di lubuk

90 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


hatinya, Hagia pasti ingin menjaga Thea
dengan kedua tangannya sendiri.
“Nggak apa-apa elah. Lagian sama
aja. Kita semua pasti keluar bareng-
bareng.” Hagia menepuk pundak Galaksi.
“Thanks,” ucapnya.
Januar menghadapkan diri
sepenuhnya ke arah Aveny. Lelaki itu
merapikan anak rambut Aveny yang
berantakan. “Pegang tangan aku, jangan
liat ke mana-mana. Fokus sama aku aja,
kayak apa yang biasanya kamu lakuin.
Oke, Sayang?” Aveny mengangguk.
Aku melihat satu per satu wajah
mereka. Jacqueline raut wajahnya tidak
bisa ditebak. Perempuan itu memang
pemberani. Akan tetapi, siapa pun yang
dihadapkan dengan situasi ini pasti

91 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


merasakan rasa takut. Kak Hilda sedari
tadi tidak ada hentinya merapalkan doa.
Gelagat Damian tetap seperti biasanya.
Lelaki itu senang mengamati situasi
dalam diam. Namun, malam ini ia lebih
berani dan dapat mencerna situasi dengan
tenang.
Zoey dengan tatapan tajamnya.
Seolah sudah siap untuk mencabik-cabik
monster itu menjadi kepingan kecil yang
harus dimusnahkan. Hagia dan Thea
sedang berpelukan. Mungkin lelaki itu
berusaha membuat perempuannya jauh
lebih tenang.
Aveny sudah terlihat lebih siap
dengan Januar yang enggan menjauh dari
perempuan itu barang sebentar pun.
Galaksi menatapku. Aku dapat melihat

92 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


perasaan khawatir yang terlukis di manik
matanya.
Dan Byantara ... he looks at me just
like I am his world.
“Don’t die,” peringatku saat
Byantara membalas tatapanku. Ia
tersenyum.
“Whatever the situation is, don’t
sacrifice yourself, Vera,” pintanya. Aku
terkekeh. Sacrifice, dia selalu berteman
baik denganku sedari dulu, bukan?
“Ayo, kita cuman punya sisa waktu
sepuluh menit.”

***

Damian membuka pintu perlahan. Ia


langsung menengok ke arah kiri. Manik

93 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


matanya menelusuri situasi yang terlihat
aman. Lantas lelaki itu mengangkat
tangan kanan ke udara. Sebuah tanda
bahwa kami sudah bisa mengikutinya dari
belakang. Setelah menyalakan senter dari
ponsel masing-masing, kami mulai
bergerak. Galaksi dan Kak Hilda berjalan
keluar. Diikuti oleh Hagia dan Thea.
Januar dan Aveny. Zoey dan Jacqueline.
Terakhir aku dan Byantara.
Aku sedikit membenarkan posisi
masker yang aku pakai sembari tetap
waspada melihat ke arah sekitar. Kami
melepas sepatu dan sendal yang kami
pakai di ruangan kamar tadi. Berjalan
dengan kaki telanjang memiliki peluang
besar untuk berpindah tanpa suara.

94 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Sekitar dua menit terlewati, kami
sudah sampai di lantai dua. Kami berjalan
perlahan melewati satu per satu
permainan yang ada. Meja billiar yang
belum sempat aku sentuh. Mesin pencapit
yang menjadi surga bagi Thea dan
Aveny—sebelum situasi mengerikan ini
melanda. Permainan busur panah yang
menjadi alasan Hagia dan Kak Hilda
bertengkar. Kami akan meninggalkan itu
semua dengan memori singkat yang
pernah kami lukis di vila aneh ini.
Kami mulai mematikan senter saat
sudah sampai di tangga menuju lantai
tiga. Galaksi mulai berjalan untuk
mengambil tali yang disematkan di
pinggir tangga. Dengan sangat perlahan.
Sebab kami semua dapat melihat

95 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


bagaimana monster itu begitu aktif
bergerak di dalam ruangan. Galaksi
bersembunyi di balik tembok yang
bertolak belakang dengan posisi di mana
manekin berada.
Kami menunggu sedikit lama.
Galaksi pasti sedang beragumen dengan
dirinya sendiri. Haruskah ia
melanjutkannya sesuai rencana atau
mundur?
Kwek! Kwek! Kwek! Kwek! Boneka
bebek milik Aveny bersuara. Karena
lorong yang sempit dan panjang, membuat
suaranya menggema. Pintu terbuka
otomatis—entah bagaimana caranya.
Aneh. Seolah mereka memang sudah
menunggu kami untuk datang ke lantai
tiga ini.

96 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Spontan kami menunduk lebih
rendah. Mereka tidak boleh melihat kami.
Monster itu harus menjadikan manekin
sebagai targetnya.
Tidak selang lama, kedua monster
itu keluar dari pintu. Krek .. krek .. krek ..
suara mesin mereka. Gotcha! Kedua
monster itu mulai mendekati manekin.
Jantungku berdetak semakin tidak
karuan.
Damian mulai bergerak melewati
lorong dan masuk ke ruangan lantai tiga.
Ia menyalakan senter dan melambai ke
arah kami. Kami semua ikut menyalakan
senter. Galaksi dan Kak Hilda ikut
menyusul. Hagia dan Thea. Januar dan
Aveny.

97 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Akan tetapi ... sialnya suara bebek
itu tiba-tiba sudah tidak terdengar lagi.
Kedua monster itu berhenti. Tidak ada
suara yang menandakan mesin mereka
bergerak. Aku menelan saliva dengan
susah payah.
Jacqueline berusaha untuk diam dan
tidak bergerak. Padahal kaki kanannya
sudah melangkah ke lorong. Hanya
semprotan pengharum ruangan yang
menjadi harapan terakhir kami.
Srrttt! Pengarum ruangan di kedua
manekin menyemprotkan gasnya. Di
waktu yang tepat. Kami bergegas berjalan
dengan cepat ke ruangan lantai tiga.
Jacqueline dan Zoey sudah berlari ke arah
tangga menuju rooftop. Aku dan Byantara
berhenti terlebih dahulu untuk menutup

98 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


pintu. Setidaknya jika monster itu akan
kembali, pintu ini dapat menjadi
penghalang sementara.
Namun sialnya keberuntungan tidak
berpihak untuk kami berdua. Pintu itu
tidak dapat ditutup kembali! Seolah
memang ada yang menahannya untuk
tetap terbuka.
Prak! Aku menginjak sesuatu di
belakangku. Suaranya sangat kencang
dan menggema. Oh tidak! Monster itu
pasti akan beralih mengejar kami.
“RUN!” teriak Byantara. Kami
berdua berlari menaiki tangga sekencang
yang kami bisa.
Aku dapat mendengar suara mesin
mereka mulai terdengar di telinga. Sial
mereka mengikutiku dari belakang! Aku

99 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


tidak dapat melihat dengan jelas anak
tangga karena aku menjatuhkan ponselku
tepat sebelum aku menaiki tangga.
Brak! Aku terjatuh karena
menginjak di tempat yang salah. Byantara
tidak mendengarnya karena suara
langkah kakinya sendiri. Monster itu
semakin mendekat. Byantara sudah
berada cukup jauh dariku. Aku bangkit
dengan sisa tenaga. Berusaha mengejar
Byantara.
Tersisa satu tangga dan aku
merasakan salah satu capitan mereka
mencapit betisku kuat. Byantara sudah
berhasil berdiri di rooftop sana. Jaraknya
lumayan jauh dariku karena larinya yang
kencang.

100 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Byantara akan memarahiku karena
keputusan yang akan aku lakukan. Akan
tetapi, hanya ini yang dapat aku lakukan
sekarang. Aku menutup pintu rooftop
dengan susah payah karena kaki kananku
yang tidak dapat digerakkan. Aku tidak
mendengarkan suara teriakan Aveny atau
pun Thea dari luar sana. It means they are
safe now. Aku berhasil mengamankan
mereka.
“VERAAAA!” teriak Byantara
samar-samar. Pintu rooftop sangat tebal,
membuat suaranya memudar. Aku
terkekeh. Suara itu ... akankah ini menjadi
kali terakhir aku mendengarnya?
Siang hari tadi, di mana aku
mengatakan bahwa aku ingin membuat
kenangan indah bersama anak

101 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


MERUMPI, bukan kenangan ini yang aku
maksud. Bukan kenangan buruk yang
akan menjadi kenangan terakhir yang aku
miliki sebelum aku menutup mata.
Aku merasakan capitan lain di
daerah paha kiriku. Aku tertawa dengan
lemas. This is the end for us—for me.
Meskipun akhir dari kisahku tidak
seperti yang aku harapkan. Aku tetap
bahagia karena menghabiskan masa-masa
terakhirku bersama mereka. This will be
the worst memory that I want to keep until
my last breath.
Aku menutup mata. Mempersiapkan
diri untuk merasakan rasa sakit singkat
yang akan mengakhiri perjalananku di
dunia ini.

102 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Satu detik ... dua detik ... tiga detik
... aku tidak merasakan pergerakan lain
dari kedua monster yang menjerat kakiku.
Bahkan capitannya melemah. Aku
berusaha melepaskan kakiku. Gotcha!
Kedua kakiku bebas! Apa yang sedang
terjadi? Mengapa mereka berhenti?
Mengapa aku bisa menyelamatkan diri?
BRAKKK! Pintu rooftop terbuka.
Byantara ada di sana. Menatapku dengan
napas yang tersengal-sengal. “HOW DARE
YOU?” teriaknya.
Aku terdiam. Aku masih tidak bisa
memahami situasi yang terjadi.
Seharusnya monster itu mencabikku. Ada
apa ini?
Byantara mengangkat badanku.
Aku melingkarkan tangan di lehernya.

103 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Byantara membawa aku ke luar sana. Kak
Hilda, Aveny, Thea dan Jacqueline segera
menghampiriku. Runtutan pertanyaan
mereka terhadap kondisiku masuk secara
bersamaan di telinga.
Aku menggelengkan kepala,
berusaha melihat jelas ke arah di
depanku. Ada sebuah helikopter! Ternyata
Alex benar-benar datang menyelamatkan
kami. Ada kehadiran seseorang di dekat
helikopter yang mencuri perhatianku.
Aku menyipitkan mata untuk
melihat ke arahnya lebih jelas. Sosok itu
jelas bukanlah Alex. Ia berjalan mendekat
ke arah kami.
“So, how’s my game, Brother? You
have a very very strong and unbeaten wife.
How cool!” teriaknya.

104 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Sebentar ... wajahnya mirip sekali
dengan Byantara. Tidak! Bahkan mereka
memang terlihat sama persis. Aku
mengerutkan kening. Apa ini? Sebenarnya
apa yang terjadi? Siapa dia?
“Next time, don’t include my friends
and my wife, asshole! You almost killed
them,” jawab Byantara dengan volume
suara yang tidak kalah kencang.
Tangan kananku meraih pipi
Byantara. Ia menoleh ke arahku. “Who’s
him?” tanyaku bingung.
“My crazy twins.”
Jadi, orang gila yang membuat kami
terjebak di situasi tidak terduga malam ini
adalah kembaran Byantara?

—THE END—

105 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.


Halo, dengan Cha di sini!

Terima kasih karena membaca


potongan kisah fantasi yang hadir secara
tiba-tiba di antara sebelas raga berjudul
‘Unexpected Night’ hingga selesai.

Maaf jika masih ada banyak


kesalahan dalam pembuatan cerita ini.
Sekali lagi terima kasih dan sampai jumpa
di kisah lainnya!

Salam hangat,

CHA.

106 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.

Anda mungkin juga menyukai