3 | UNEXPECTED NIGHT | CHA. EPISODE I ★★★ AMMONIA AND CHLORINE?
4 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Aku meregangkan kedua lengan ke atas. Cukup terasa pegal karena aku membantu Byantara untuk menaikkan beberapa barang ke dalam bagasi mobil. Sebenarnya Pak Mahmud sudah menawarkan diri untuk mengangkat semua barang itu, hanya saja aku memutuskan untuk mengangkatnya sendiri sembari mengecek isinya. Takut ada yang tertinggal. “Mereka udah di mana?” tanya Byantara kepadaku. Aku membuka ruangan obrolan MERUMPI, belum ada pesan balasan apa pun dari Januar maupun Damian. “Bentar lagi kayaknya,” jawabku. Benar saja, selang beberapa detik aku melihat mobil Damian masuk ke lobby.
5 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Dengan Januar dan Aveny yang mengekori mereka dari belakang dengan motor kesayangan Januar. Hari ini kami semua akan melakukan stay cation di salah satu vila di ujung kota. Untuk beristirahat sejenak dari hiruk pikuk dunia kerja di Kota Jakarta. Tempatnya luas dengan jumlah total empat lantai. Ada landasan helikopter di bagian atapnya. Cukup mewah. “Tas gue tuh tadi udah masuk mobil belum, ya?” tanya Jacqueline yang terlihat menelusuri bagian dalam mobil. “Belum, masih ada di sofa,” ucapku. Sama seperti Byantara, perempuan itu gemar sekali untuk melupakan banyak hal. Mungkin genetik yang mengalir di
6 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
dalam penerus Dhanurendra salah satunya adalah menjadi manusia pelupa. “Aduh mager banget gue harus ke atas lagi anjir,” keluhnya. Aku berdecak. “Ambil aja sih, masih muda harus banyak olahraga.” Jacqueline menatapku tidak suka. “Gue ini remaja jompo, gerak dikit butuh fresh care.” “Bukan jompo, lo itu remaja yang butuh nge-gym,” tutur Byantara yang menghampiri. Ia mengecup pelipisku lembut. Entah lah, dari banyaknya tempat di wajahku, lelaki itu begitu senang menghampiri bagian pelipis. “Nggak sumpah, gue tuh jiwa dua puluhan tahun yang terjebak di raga nenek-nenek umur enam puluh tahun.”
7 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Aku memutar bola mata malas. Pasti hanya alasan saja karena perempuan itu malas untuk masuk mengambil tasnya. “Mau saya ambilin tasnya, Non? Yang seperti apa?” tanya Pak Mahmud. “Terima kasih, Pak. Tapi, biarin dia ambil sendiri, kebiasaan apa-apa mager,” ucapku. Jacqueline menghela napas berat. Namun, belum sempat ia mengeluarkan serangan balik kepadaku, Zoey datang menghampiri kami. “Ini gue bawain, nggak usah ngomel,” tuturnya. Jacqueline mengambil tasnya dengan sumringah. Tidak lupa dengan delikan tajamnya serta lidah yang menjulur mengejek ke arahku. Byantara terkekeh karenanya.
8 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Udah kumpul semua nih?” tanya Damian yang datang bersama Kak Hilda. Ada Hagia dan Thea yang sedang bersenda gurau di belakangnya. "Galaksi masih otw kayaknya," ucap Byantara. "Bentar lagi sampe paling, tadi dia nggak jauh di belakang gue.” Januar datang sembari menenteng helmnya. Aveny berlari kecil ke arahku. Aku mengerutkan kening. “Kenapa?” tanyaku. “Januar lagi galak aku takut di gigit,” adu Aveny sembari melingkarkan tangannya di lengan kananku. Aku terkekeh. “Lu nakal sih, Cil,” komplain Byantara. Aveny menggeleng ribut.
9 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Hari ini mah nggak sumpah!” Aveny mengangkat dua jarinya ke atas udara. “Kenapa lagi si kecil ini?” tanya Kak Hilda. “Nggak mau pake helm,” jawab Januar. “Ya ... itu jelas lo bakal digigit,” ucap Jacqueline. “Saran gua sih siap-siap aja, Ve,” tutur Hagia menakut-nakuti. Aveny mendengus sebal. “Abisnya rambut aku baru dicatok nanti lepek makanya nggak mau. Tapi kan akhirnya aku pake juga.” “Kalau nggak aku marahin juga kamu nggak akan pake,” jelas Januar. “Tuh kan ... tuh kan... galak!” Zoey menggelengkan kepalanya. Selalu
10 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
saja ada drama baru yang diperankan oleh pasangan bebek si Januar dan Aveny. “Weis bad boy him he dude nyebat sokin damn datang juga!” teriak Hagia yang melihat mobil milik Galaksi datang. “Anjing lengkap amat,” ucap Damian sembari menepuk bahu Hagia. Yang dituju hanya tertawa cekikikan. “Gua denger ya anjing, Gi,” komplain Galaksi yang turun dari mobilnya. “Title itu cocok buat pemilik pajero baru hasil kerja keras sendiri. Sehabis ini udah bisa pdkt sampe Swiss, Gal.” Galaksi mendelik sebal. Semenjak minggu lalu— saat di mana lelaki itu membeli mobil pertamanya—Hagia tidak ada hentinya menggoda. Sekali dua kali ya tidak apa-
11 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
apa. Akan tetapi, lama-lama jadi jengkel juga. "Gua beli mobil bukan pesawat Garuda bangsat.” “Ya siapa tau tiga tahun lagi lo punya private jet sendiri. Hidup nggak bisa diprediksi,” tutur Januar. Galaksi mengangguk sembari menyatukan kedua tangannya. “Amin ya Tuhan, tolong dijabah ya Tuhan,” ucapnya memohon dengan sungguh-sungguh. Hidup memang tidak bisa diprediksi. Galaksi tidak pernah menyangka akan membeli mobil pertamanya di umur dua puluh dua tahun. Tentu semua itu berkat bantuan Ball Busters yang mengajarinya untuk berbisnis dan berinvestasi. Bukan
12 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
investasi bodong, apalagi judi slot. Galaksi menyimpan tabungannya di dalam saham Dhanurendra Group. “Berangkat aja deh, yuk! Keburu macet,” ajak Kak Hilda. Aku mengangguk. Kota Jakarta selalu bersahabat dengan kemacetan. Kami tidak boleh terjebak di dalamnya terlalu lama. “Gi, lo sama gue. Ave sama yang lain ikut mobil Damian,” ajak Januar. Hagia mengangguk. Cuaca begitu panas, tidak mungkin ia tega membiarkan Aveny harus berjuang melawan itu. “Oke Bos, mana helmnya?” tanya Hagia. Januar mengarahkan dagunya ke arah Aveny yang mengangkat helmnya dengan sumringah. Hagia menjatuhkan rahangnya begitu saja. Helm yang Aveny
13 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
bawa berwarna kuning dengan gambar bebek di depannya. “ANJING YANG BENER AJA?” Galaksi tertawa terbahak-bahak. “Pake dah, Gi. Cocok sama lu sumpah dah.” “Cocok-cocok, gua lagi keren gini pake leather jacket masa helmnya kuning mentrang sih ah,” gerutu Hagia. “Emang apa yang salah sama kuning, sama bebek, sih, Kak?” tanya Aveny tidak suka. Jangan lupakan bombastic side eye dari perempuan itu. “Bukan gitu ka—“ “Kamu nggak mau pake, Kak? Kuning lucu kok. Nanti kamu jadi lucu, aku tetep suka,” ucap Thea dengan cengirannya. Hagia menghela napas.
14 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Kalau dua anak kecil itu sudah memberikan ultimatum, apa lagi yang bisa ia lakukan? “Iya bagus kok, bagus, mana sini.” Hagia mengambil helm dari pelukan Aveny. Aku dan Byantara terkekeh. Meskipun awalnya menolak, aku tahu Hagia pasti akan melakukannya juga. “Mobil lu emang penuh, Gal?” tanya Hagia masih berusaha mencari alternatif lain. “Penuh sama dosa lu!” Hagia mendengus, “Gua lagi, gua lagi.”
***
15 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Teriknya matahari hari ini cukup menyilaukan. Aku sedikit menyipitkan mata melihat Thea yang seperti mencari sesuatu di dalam mobil Damian. Ketiga mobil kami posisinya sejajar bersama dengan motor Januar. Menunggu lampu lalu lintas berubah menjadi hijau. “Thea nyari apa?” tanyaku kepada Damian yang sedari tadi memang membuka kaca jendelanya sama seperti milikku. “Tissue, di lo ada nggak?” Lantas aku menengok ke arah belakang. “Lin, bawa tissue nggak?” Jacqueline menggeleng. “Nggak bawa.” “Nggak ada juga di mobil sini,” laporku kepada Damian.
16 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Gi, cewek lu nyari tissue,” tutur Byantara yang sedari tadi mendengarkan percakapanku dengan Damian. Aku memiringkan kepala menatap Hagia. Wajahnya jelas kebingungan. “Aduh gua mana bawa lagi, bilangin nanti gua beli dulu.” Belum sempat aku menyampaikan pesan Hagia, Damian sudah terlebih dahulu mengacungkan jempol sebagai tanda bahwa ia juga mendengarnya. “Pak, jeruknya keliatan seger yak!” ucap Hagia kepada pengendara motor di sebelahnya. Sang bapak tersenyum. “Iya nih, baru metik di kebun saya, mau?” “Aduh jadi malu saya ditawarin, ya nggak nolak, Pak,” jawab Hagia sembari menyengir.
17 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Ini, pasti manis terus bijinya sedikit.” Sang bapak memberikan setengah jeruk kepada Hagia. “Makasih, yak, Pak! Memang menanam sebagai hobi atau ladang usaha, Pak?” “Hobi aja, kebetulan istri saya sukanya masak dari hasil kebun sendiri. Jadi rumah kami banyak sayuran dan pohon buah.” “Widih, keren banget, Pak? Saya sih udah bisa liat emang hawa-hawa bapak rajin, nih. Kalau mau nanem gitu butuh tanah berapa lebar, yak? Saya jadi tertarik juga,” tanya Hagia sembari menyantap satu potong jeruk. Aku terkekeh. Tidak heran, Hagia si paling social butterfly. Baru saja bertemu akan tetapi lagaknya
18 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
seperti sudah saling mengenal sejak dulu kala. Aku memutar badan ke arah belakang. “Zoey, tolong ambilin satu botol air mineral di belakang,” pintaku. Byantara menengok ke arahku. “Kamu mau minum? Ini ada.” Byantara menunjuk botol minum yang tersimpan di antara tempat duduk kami. Aku menggeleng. “Buat bapaknya, pasti haus diajak ngobrol Gia.” “Lah bener!” Byantara tertawa. “Nih,” ucap Zoey sembari menyodorkan botol yang aku minta. Lantas aku memberikan botol itu kepada Byantara. Berlanjut botol itu berpindah ke tangan Januar dan berakhir di tangan Hagia.
19 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Apaan?” tanya Hagia. “Buat bapaknya, kasian pasti capek ngobrol sama lo,” jelas Januar. “Anjing, bener sih!” Hagia menepuk pundak Januar sembari tertawa. “Pak, ini dikasih minum sama temen saya yang di mobil. Katanya biar bapak nggak seret karena ngobrol sama saya.” Sang bapak mengambil botol tersebut dan sedikit menengok ke arah mobil kami sembari tertawa. “Terima kasih!” ucapnya. Aku mengangguk sembari tersenyum. “Temen-temennya semua itu? Mau kemana?” tanya sang bapak. “Mau liburan bareng, Pak. Kalau kata anak gaul sekarang namanya healing.”
20 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Sang bapak terkekeh. “Banyak- banyakin habisin waktu sama temennya, Nak. Saya dulu menyesal karena lebih fokus sama ambisi diri sendiri, sampe- sampe saya nggak sadar kalau saya jarang pergi sama temen. Masa muda itu nggak akan terjadi dua kali. Jadi nikmatin bareng-bareng mumpung masih ada kesempatan dan waktu.” “Aman, Pak, siap! Emang temennya pada kemana, Pak?” tanya Hagia. “Udah pada pergi jauh, ngejar takdirnya masing-masing. Ya namanya hidup kan begini. Ada waktunya kita sedekat nadi, tapi akhirnya jadi sejauh samudera.” Aku mengangguk. Benar apa yang beliau katakan. Manusia tidak ada yang
21 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
menetap. Pertemuan akan bertemu perpisahan. Sama seperti aku yang dulu dekat dengan Fiona dan Claresta. Sekarang kami sudah sejauh samudera karena mengejar takdir masing-masing. Aku mulai mengingat satu persatu insan manusia yang ada di dekatku. Byantara, Januar, Hagia, Zoey, Jacqueline, Damian, Kak Hilda, Thea, Aveny, Galaksi dan .. MERUMPI. Aku ingin menciptakan lebih banyak kenangan indah bersama mereka. Sebelum akhirnya MERUMPI akan semakin memudar dan hilang.
***
22 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Setelah menempuh hampir dua jam lamanya, akhirnya kami sampai di vila yang dituju. Aku melihat ke sekitar. Tidak banyak pohon-pohon rindang yang sempat aku ekspetasikan. Akan tetapi, udaranya bersih. Berbeda jauh dengan udara penuh polusi di jantung kota. Setidaknya hari ini dan esok, kami terbebas dari itu. “Penjaganya mana, ya?” tanya Januar kepadaku sembari manik matanya menelusur ke sekeliling. “Yang kontak beliau kemarin itu Damian, coba tanya ke dia,” ucapku. Januar mengangguk kemudian menghampiri Damian yang sibuk di bagian bagasi mobilnya. Aku menghampiri Byantara yang sedang membuka bagasi juga.
23 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Sekilas aku melihat dua orang datang menghampiri Januar dan Damian. Laki-laki sekitar umur tiga puluh-an. Yang satu lebih tinggi dan tegak. Sedangkan satu yang lain pendek karena kedua bahunya yang begitu bungkuk. Mungkin ada masalah dengan kesehatannya. “Itu penjaganya?” tanya Byantara. Aku mengangguk. Toh, tidak ada yang akan datang ke vila ini selain kami dan penjaga. Jadi aku yakin mereka berdua adalah penjaga vila. “Eline, sampah lo bawa masuk, buang di dalem. Jangan ditinggal di mobil,” peringatku kepada perempuan menyebalkan yang berdiri di dekatku. Aku tersenyum tipis saat melihat gerakan
24 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
mulutnya mengikuti perkataanku dengan wajah sebal. Meskipun menggerutu, pada akhirnya Jacqueline mengambil sampah miliknya juga. “Masuk aja, simpen dulu barang- barang di dalem, pintunya udah dibuka, kok,” ucap Damian yang menghampiri. Kami—Jacquline, Zoey, Aku dan Byantara—kompak mengangguk. Tanpa menunggu lama, aku bergegas mengambil tas dengan kedua tanganku. Suhu lumayan panas, aku tidak ingin berdiam diri di luar lebih lama lagi. “Ambil yang ringan aja, itu sama aku,” tutur Byantara saat aku hendak mengambil satu tas besar. Aku mengangguk dan mengambil tas yang lebih kecil ukurannya.
25 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
***
Aku mengernyit kala memasuki
ruangan depan vila. Bau disinfektan dan beberapa bau bahan kimia menyerang indra penciumanku. Sedikit aneh. Ah— mungkin pemiliknya merupakan seseorang yang OCD dan disiplin akan kebersihan. Oleh karena itu, vila ini dibersihkan dengan begitu maksimal. "Ih ... ini bau apa? Nyengat banget!” komplain Aveny yang berdiri di sebelahku dan menutup hidungnya menggunakan boneka bebek kesayangannya. Aku terkekeh. Aveny terlihat gemas. “Bau Klorin sama Amonia, emang lumayan nyengat. Kalau keganggu pake
26 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
masker dulu aja,” ucapku. Aku menyimpan asal barang di atas sofa. Lantas aku membuka kedua jendela yang berada masing-masing di sebelah kanan dan kiri pintu. Terdengar keluhan yang sama dari teman-temanku terhadap bau tidak bersahabat yang menyambut mereka. Seperti biasanya, heboh. Aku menoleh ke samping, kedua bapak penjaga berdiri di sebelahku. Manik mata mereka menelusuri seluruh ruangan seperti apa yang kami lakukan. Sekali lagi—aneh. Sebagai penjaga seharusnya setiap sudut ruangan vila ini tidak asing untuk mereka. Namun, gelagat mereka menunjukkan sebaliknya. “Kalau butuh sesuatu, kami ada di pos depan ya, silakan beristirahat,” tutur
27 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
salah satu penjaga. Hagia mengangguk sembari mengangkat kedua ibu jarinya ke udara. “Aman, Pak! Terima kasih.” “Lah ada anjing dong!” pekik Jacqueline dari arah tengah ruangan. Tertarik, aku menghampirinya. Sedikit terkejut melihat empat ekor anjing Alaskan Malamute sedang duduk sejajar menghadap kami. Putih bersih, bulunya lebat, tatapannya tajam. “IH LUCU BANGET!” Thea tersenyum lebar sembari kedua tangan menunjukkan kegemasannya kepada empat anjing itu. “Boleh dipegang nggak, sih?” tanya Aveny. Jacqueline adalah orang pertama yang mencoba menyentuh salah satu dari
28 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
mereka. Diam tidak ada pergerakan atau pun sedikit respons. Aku mengernyitkan kedua alis bingung. Mereka bukan hanya terlihat tenang, akan tetapi justru terlihat seperti tidak ada kehidupan. Vila ini aneh.
29 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
EPISODE II ★★★ THAT DOOR?
30 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Aku memijat bagian belakang leher yang terasa pegal. Aku baru saja terbangun dari tidur sore yang aku lalui selama dua jam. Cukup nyenyak meskipun lagi-lagi bau amonia dan klorin masih mengganggu. Aku menyelisir ke arah sekitar, tidak ada siapa-siapa. Ah, mungkin mereka sedang berkumpul di lantai dua. Di sana memang disediakan beberapa macam permainan untuk kill- time di saat rasa bosan melanda. Aku bangkit lantar berjalan ke arah tangga. Langkah kakiku menaiki setiap tahap tangga secara perlahan. Vila ini begitu bersih. Tidak ada lukisan yang tergantung di dinding. Atau pun tanaman di sudut ruangan. Oleh karena itu, bau
31 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
amonia dan klorin susah dihilangkan. Tidak ada penghasil oksigen di dalam sini. “Gi, anjir ulang ah!” ucap Kak Hilda kesal. Aku terkekeh. Wajahnya jelas begitu kesal. “Ya nggak bisa lah, Kak! Udah fair itu, emang dasarnya lu nggak bisa main.” “Lo yang curang, makanya gue nggak bisa main yang bener, anjir!” Aku menengok ke arah kanan saat aku merasakan sentuhan tangan yang melingkar di pinggang. Byantara tersenyum kepadaku. “Already woke up, My Queen?” “Iya, lagi pada main semua di sini?” tanyaku. “Iya semua di sini, ada biliar juga tuh diujung, mau main?” Aku melirik ke arah
32 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
yang Byantara maksud. Di ujung ruangan Jacqueline dan Zoey terlihat sedang bermain biliar. “Tunggu mereka beres aja dulu,” pintaku. Byantara mengangguk. Tangannya masih melingkar posesif. Padahal aku tidak akan ke mana-mana. Aku terkekeh kala melihat Thea dan Aveny sedang mencoba mengambil boneka dari mesin pencapit. Mereka seperti menemukan surga kehidupan. Entah bagaimana caranya Januar dan Hagia bisa bertemu dengan keduanya. Byantara mengusap pinggangku sembari dagunya menunjuk ke arah tangga untuk mengakses lantai tiga. Tangga yang ada di sudut lain ruangan. Wajah Januar muncul di baliknya. Tangan
33 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
kanannya memanggil kami untuk datang dengan tenang. Tanpa suara. Aku bingung. Akan tetapi, kami tetap menghampirinya tanpa mengganggu fokus yang lainnya. “Why?” tanya Byantara dengan volume suara rendah. Januar tidak menjawab. Telunjuknya berlabuh di depan bibir. Meminta kami untuk tidak mengeluarkan suara. Januar mengajak kami untuk menaiki tangga. Kami mengikutinya dengan perlahan. Aku melihat Damian yang terdiam menatap kami. Tangannya menunjuk ke lantai. Aku menahan napasku. Ada bercak darah di mana-mana. Lendir hijau yang bertebaran. Dan juga ... bulu-bulu anjing yang rontok. Aku dan Byantara saling
34 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
tukar pandang. Berusaha mencerna apa yang baru saja kami lihat. Aku memajukan satu langkah. Kepalaku menengok ke arah pintu lantai tiga yang tertutup. Pegangan pintu bersih tidak ada jejak. Apakah anjing ini dibunuh? Akan tetapi, oleh siapa? Mengapa ada lendir hijau? Dan mengapa ... tidak ada bangkai anjing di sini? “Darahnya masih fresh,” ucap Damian tanpa suara. “Penjaga di mana?” tanya Byantara. Januar menggeleng. Aku menghela napas. “Gue sama Byantara ke bawah, check dulu ke depan. Kalian balik, dan jangan sampe ada yang tau tentang ini dulu,” pintaku. Januar dan Damian kompak mengangguk. Aku yakin yang lain akan
35 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
panik jika mengetahui tentang hal ini. Aku menoleh ke arah Byantara, ia juga ikut mengangguk. Lantas kami turun dari tangga dan berpencar. Aku menuruni anak tangga sembari berpikir—berusaha memecahkan masalah ini. Kalau pun para penjaga yang membunuh anjing tersebut, apa motif tujuannya? Aku tertidur di sofa tanpa terganggu. Jika para penjaga memang melakukan hal tersebut dan kabur melalui pintu depan seharusnya aku terbangun. Dan seharusnya anak-anak mengetahui itu sebab mereka sedari tadi bermain di lantai dua. “Vera, the door is locked,” ucap Byantara. Aku melihat ke arah smartlock yang terpasang di pintu. Membutuhkan
36 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
pin sandi untuk membukanya. Byantara membuka gorden. Menelusur ke arah pos depan melalui kaca jendela. Aku ikut menengok. Tidak ada siapa-siapa. Kedua penjaga tidak ada di sana. Bahkan lampu tidak menyala. Langit sudah redup. Sebentar lagi kami akan menjemput malam. Aku mengambil ponsel dari saku. Mencoba untuk menelepon polisi. Namun, nihil. Tidak ada jaringan. “Byan, liat handphone kamu. Ada jaringan, nggak?” tanyaku. Byantara mengecek ponselnya. Ia memperlihatkan layar yang menunjukkan tulisan yang sama. Tidak ada jaringan. “Ayo ke atas dulu,” ajakku.
37 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
***
“Gimana?” tanya Januar saat kami
baru saja sampai. Aku melihat ke arah kanan dan kiri terlebih dahulu. Anak- anak masih sibuk dengan permainannya masing-masing. Situasi yang aman. “Pintunya kekunci dan kita nggak ada jaringan. Kalian tau password-nya, nggak?” tanyaku. Januar menggeleng, begitu pun Damian. Sial, kami terjebak di dalam vila yang aneh ini. “Tapi kenapa bau darahnya nggak kecium? Gue tadi iseng doang mau check lantai tiga dan ternyata malah ada itu,” tutur Damian.
38 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Bau amonia sama klorin bikin bau darahnya nggak dominan. Ditambah darahnya masih fresh,” jelas Byantara. “Dari tadi gue sama yang lain ada di lantai sini. Nggak ada yang denger suara apa pun. Kapan kejadiannya?” tanya Januar bingung. “Kita tadi denger lagu pake speaker juga bego. Mungkin aja kejadian pas itu,” tutur Damian. Byantara menghela napas sembari mengusap wajahnya kasar. “Mau gimana sekarang?” “Damian, lo bawa anak-anak ke bawah. Kalau bisa jangan nyebar. Gue, Byantara, sama Januar mau check kondisi di tangga lagi,” ucapku.
39 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
***
“Anjing yang lain di mana? Atau
semuanya nggak ada?” tanyaku. Januar mengangguk. “Anjing sama penjaganya ilang.” “Don’t you think this blood is theirs?” Aku kembali melihat ke arah bercak- bercak darah setelah mendengar penuturan Byantara. Apakah sebenarnya darah ini milik penjaga? Dan para anjing yang melakukannya? Akan tetapi, dimana kah mereka? Atau mungkin—dimana kah jasad tubuhnya? “Tapi Alaskan Malamute itu anjing pekerja. Mereka nggak akan random bunuh manusia, kan?” tanya Januar. Aku mengangguk. Alaskan Malamute bukan
40 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
lah anjing berbahaya yang dapat membunuh manusia seperti Pit Bull Terrier atau pun Rottweiler. Mereka tidak akan membunuh manusia. Aku kembali mengingat bagaimana bentuk dari keempat anjing saat pertama kali aku melihatnya. Mereka diam, patuh, dan tidak berekspresi atau pun memberikan respons. Tidak seperti anjing pada umumnya. Atau sebenarnya mereka bukan lah seekor anjing? “But what if they aren’t dogs?” tanyaku. “Bukan anjing?” Aku mengangguk. “Coba lo liat lagi itu lendir hijau, anjing nggak mungkin punya itu. Bulu yang rontok juga terlalu banyak dan rapi. Kayak sengaja dicopot.”
41 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Gua berharap kita lagi ada di lab kelas, supaya bisa cek kandungan kimia di dalam lendir hijau itu apa,” celetuk Byantara. Aku terkekeh. Benar apa yang ia katakan. Kalau saja kami terjebak di dalam laboratorium. Sudah pasti kami akan memeriksa semuanya tanpa sisa. “Ini kedengeran nggak masuk akal. But, what if ... we are in the same situation like sweet home or duty after school?” “They are monsters, maksud lu?” tanya Byantara meyakinkan. Januar mengangguk. “Jangan ketawa,” larangnya. Aku terkekeh. “Dibilang jangan ketawa, Xav!” “Ya gue ketawa karena lo larang buat ketawa di situasi seserius ini, anjir.”
42 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Pantes tempat ini bau amonia sama klorin-nya pekat. Aneh, nggak, sih?” “Nggak ada cara lain buat pastiin selain kita buka pintu itu,” ucap Byantara. Bermaksud kepada pintu lantai tiga yang tertutup rapat. “Kita nggak bawa apa-apa, Byan,” peringat Januar. Dug! Dug! Dug! Suara dari pintu lantai tiga. Kami kompak sedikit menunduk dan melihat ke arah satu sama lain. Bukan suara yang kencang. Akan tetapi, itu membuktikan bahwa ada kehidupan di dalam sana. Kehidupan misterius yang harus kami cari kebenarannya.
43 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
EPISODE III ★★★ OH, SHOO!
44 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Jangan ada yang keluar,” larangku. “Ini kenapa kita disuruh diem di dalem sini, deh?” tanya Kak Hilda. Kami bertiga memilih untuk kembali ke dalam kamar setelah mendengar suara dari lantai tiga tadi. Keselamatan bersama lebih penting. Sebelum menelusuri lantai tiga, aku harus memastikan semuanya tetap bersama dan berkumpul di tempat yang aman. “Maen petak umpet? Apa gimana?” celetuk Hagia. “Ini apaan, Xav? Damian ditanya diem doang,” tanya Zoey kepadaku. Aku menatap satu per satu setiap pasang mata yang tertuju ke arahku. Aku menghela
45 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
napas. Bingung harus memulai dari mana. Sebentar ... ada satu yang hilang! “Jan, Aveny mana?” Januar segera menelusur ke setiap sudut kamar. Aveny tidak ada. “Kak Ave ... ambil minum ke luar ...” lapor Thea dengan nada khawatir. Kedua bahu Januar spontan melemas. “Stay calm, she will be okay,” ucapku sembari mencengkram tangan Januar yang hendak berlari ke luar kamar. "Gimana gue bisa tenang, Xav? Cewek gue di luar!” Amonia dan klorin. Sedari tadi mereka begitu mengganggu pikiranku. Kenapa vila ini dibersihkan dengan amonia dan klorin? Atas tujuan apa?
46 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Ayo keluar, lo, gue, sama Byan,” ucapku. “Apa sih? Kenapa? Di luar ada apa?” tanya Jacqueline mulai panik. Januar mengangguk. Wajahnya jelas begitu khawatir. Aku menghampiri Damian dan berbisik di telinganya. “Jelasin ke mereka pelan-pelan. Gue sama mereka cari dulu Ave.” “Bawa ini,” ucap Zoey yang secara tiba-tiba menghampiriku. Ia memberikan dua buah tongkat baseball. Aku mengangguk dan memberikan kedua tongkat itu kepada Byantara dan Januar. Dari raut wajah Zoey yang tenang namun memberikan kami senjata untuk melindungi diri, sepertinya ia sudah tahu
47 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
bahwa ada yang tidak beres dengan vila ini. “Pake masker, kalian bertiga. Bau amonia sama klorin bisa jadi racun kalau dihirup kebanyakan.” Damian memberikan satu masker kepada masing- masing kami. Aku mengernyitkan dahi bingung. Seingatku, kami tidak membawa masker. “Masker punya lo?” tanyaku. Damian menggeleng. “Ada dua box di dalem kamar ini.” Mengapa ada masker di kamar ini? Vila ini sungguh aneh. Banyak pertanyaan yang bersemayam di kepalaku saat ini.
***
48 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Aku melangkah keluar dari kamar. Di depanku ada Byantara yang sigap menelusuri lorong dengan hati-hati. Sedangkan Januar ada di belakangku dan manik matanya menelusur ke arah belakang. Takut tiba-tiba ada yang menyerang kami. Aku masih sedikit tidak percaya bahwa kami akan menjalani situasi yang tidak pernah kami sangka sebelumnya. Duty After School? Sweet Home? Terdengar mengerikan. Aku mengeluarkan satu benda yang akan menjadi penyelamat kami saat ini— setidaknya itu yang aku harapkan. Sebuah pistol yang berisikan delapan peluru. Dilengkapi dengan peredam suara yang aku syukuri karena ia tidak pernah
49 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
aku pisahkan. Aku yakin suara tembakan akan berdampak buruk dalam situasi ini. Baik bagi ‘mereka’ atau pun teman-teman yang menunggu kami di dalam kamar. “Oh God, you brought that?” tanya Byantara saat ia menyadari bahwa aku menodongkan pistol ke arah depan. Aku mengangguk. Pistol ini adalah hadiah yang Byantara berikan padaku beberapa bulan lalu. Meskipun aku tidak boleh menggunakannya di sembarang tempat— entah mengapa—aku ingin membawanya hari ini. Dan ternyata keputusanku adalah keputusan yang berdasar. Mungkin keputusan membawa pistol ini adalah keputusan terbaik yang pernah hadir di dalam hidupku.
50 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Hey, stay alert, babe!” peringatku. Byantara kembali melihat ke arah depan. Kami maju selangkah demi selangkah. Dispenser ada di bagian kanan lorong. Kemungkinan besar di sana lah Aveny berada. Sejauh ini masih sunyi dan tidak ada pergerakan lain. Glek! Glek! Glek! Suara gelembung di dalam dispenser. Byantara menengok terlebih dahulu ke arah kanan di mana Aveny seharusnya berada. Namun, tiba- tiba ia menghentikan langkahnya sembari mengangkat tangan kanan ke udara. Tanda bahwa kami juga harus ikut berhenti. Kedua bola mata Byantara membulat. Napasnya menjadi lebih cepat, terlihat dari pergerakan masker yang ia
51 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
pakai. Aku mengerutkan kening. Byantara melihat apa? Mengabaikan tanda yang Byantara berikan, aku memajukan langkah sejajar dengannya. Dibalik bahunya yang lebar, kepalaku menyembul menengok ke arah yang sama. Oh shit! Aveny sedang mengisi botol minumnya. Akan tetapi, ia tidak sendirian! Seekor makhluk aneh sedang perlahan mendekatinya dari arah kiri. Bentuknya tidak karuan. Sekilas mirip robot penggiling yang memiliki dua kaki seperti kaki anjing. Tangannya lebih panjang dan memiliki siku. Serta ... ada pencapit di ujungnya. Badannya seperti diselimuti oleh kulit sekeras buaya. Namun, banyak lendir hijau disekujur tubuh. Sebenarnya apa itu?
52 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Aveny tidak sadar ada makhluk itu di sana. Ia memang bukan lah seorang manusia yang peka terhadap sekitar. Januar menggeram. Aku paham bagaimana perasaannya. Byantara menahan lengan Januar agar lelaki itu tidak impulsif untuk menghampiri Aveny begitu saja. Kami akan menggunakan waktu singkat ini sebaik mungkin untuk menilai bagaimana monster itu bergerak dan menyerang. Aveny membuka maskernya, ia hendak meminum langsung di sana. Dengan sekejap monster itu bergerak cepat ke arahnya. Kedua kaki itu bergerak dengan irama konstan, seolah sudah di atur. Aveny yang menyadari kedatangan monster itu pun berteriak kencang.
53 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“AAAAA!” Aku segera menembak monster itu dengan pistol di genggamanku. Tanpa suara yang kencang sebab aku menggunakan peredam. Aku menembak bagian tengah dari makhluk tersebut. Dan bagai jantung utamanya sudah mati, monster itu hancur dan hilang begitu saja. Entah bagaimana caranya. Januar berlari sekencang angin untuk memeluk Aveny. Aku menghela napas lega. Namun, aku tetap menelusur ke seluruh sudut ruangan. Takut ada kawanannya yang lain. Aveny menangis. Januar menutup mulut perempuan itu. Sepertinya monster itu mendeteksi manusia dari suara dan kita tidak boleh mengundang yang lainnya untuk datang. Byantara memberikan kode lewat mata ke
54 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
arah Januar. Bermaksud untuk mengajaknya membawa Aveny kembali ke kamar bersama dengan yang lainnya. Kami bergerak secara perlahan, satu langkah demi satu langkah. Aku berada di depan. Januar dan Aveny ada di tengah. Dan Byantara ada di bagian belakang. Aku spontan menodongkan pistol ke arah tangga menuju lantai dua ketika kami melewatinya. Monster itu bisa muncul dari mana saja. Aku berhenti dan tetap menodong ke arah yang sama. Sementara Januar dan Aveny berjalan ke depan pintu dan mengetuknya. Damian membuka pintu dan mempersilakan mereka masuk. Sedangkan aku melirik ke arah Byantara. Memintanya untuk mengikutiku
55 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
menelusur ke lantai dua. Entah kenapa, aku begitu tertarik untuk ke sana. “Are you sure?” tanya Byantara begitu pelan ia berbisik tepat di sebelah telingaku. Aku mengangguk. Kami tidak memiliki waktu banyak. Secepatnya harus menemukan cara untuk keluar dari situasi aneh ini. Byantara memberikan kode kepada Damian untuk menutup pintunya. Lelaki itu lumayan mempertanyakan keputusan kami. Namun, pada akhirnya tetap menutup pintu dengan rapat dan membiarkan kami berada di luar. Aku menarik napas panjang. Apa pun yang menunggu kami di atas sana, cukup membuat aku gugup. Kami menaiki tangga satu per satu dengan perlahan.
56 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Ruangan terlihat remang sebab lampu tidak kami nyalakan. Hanya mendapatkan pencahayaan dari sinar rembulan yang terang malam ini. Aku menghadap ke arah kiri sedangkan Byantara menghadap ke arah kanan. Punggung kami saling bersentuhan. Tidak ada apa-apa di sekitarku. Pun di sekitar Byantara. Akan tetapi, satu brankas besar yang menempel di dinding yang menghadap ke arahku begitu menyita perhatian. Langkahku semakin maju mendekat. Byantara ikut berjalan mundur. Kami tidak berani mengeluarkan suara. Aku yakin mereka ada di lantai tiga dan kami tidak akan mengambil resiko besar dengan
57 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
memanggil mereka untuk turun ke lantai dua. Brankas itu tertutup rapat. Tidak ada smartlock yang terpasang. Hanya pintu besi kotak tidak ada pegangan. Aku mengernyitkan dahi. Brankas untuk apa? Mengapa ada di dalam sebuah vila yang disewakan? Aku memajukan wajah. Sedikit membuka bagian masker untuk mengendus di bagian celah kecil antara pintu dan badan brankas. Bau darah yang menyengat. Apakah jasad penjaga vila ada di dalam sini? Akan tetapi, siapa yang memasukkannya? Apakah monster itu? Tetapi bagaimana caranya? Pintu ini tidak ada pegangan.
58 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Dug! Dug! Dug! Suara itu ... kembali terdengar dari lantai tiga. Kali ini aku tidak akan memundurkan langkah. Aku menengok ke arah Byantara yang sedari tadi melirik ke arahku. Alisnya menekuk tajam sembari menggeleng. Ia tidak suka dengan rencana yang terbentuk di dalam kepalaku. Aku mengedipkan kedua mata pelan, berusaha meyakinkannya bahwa kami akan baik-baik saja. Perlahan aku berjalan dan menaiki anak tangga. Lendir hijau, bulu yang bertebaran dan darah yang mengering masih tetap ada di posisinya seperti terakhir kali kami melihatnya. Jika dilihat lagi, ada kotak transparan di pintu. Mungkin, karena panik tadi, kami tidak menyadari keberadaannya.
59 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Aku mencoba mengintip keadaan di dalam ruangan dari kotak transparan itu. Ruangannya gelap. Akan tetapi, lendir hijau itu seolah menjadi penerang di dalam sana, meskipun redup. Aku memberanikan diri untuk melangkah maju. Byantara mencekal lengan kiriku. Namun, aku melepaskannya sembari sekilas mengusap jemarinya yang dingin. Berusaha membuatnya lebih tenang dan tetap membiarkanku untuk maju. Srrtt! Sebuah suara yang keluar dari semprotan. Aku menyipitkan mata. Melihat ujung-ujung atas dinding ruangan. Ada pengharum ruangan otomatis terpasang di setiap sudutnya. Mungkin karena suara itu, dua monster di dalam begitu gesit berusaha
60 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
menghampirinya. Aku bersyukur si monster ternyata bodoh karena tidak bisa memanjat. Setidaknya, mereka tidak seganas monster di dalam film Duty After School—setidaknya. Sebentar ... dua monster? Mengapa aku hanya melihat dua monster? Seharusnya ada tiga monster di dalam. Aku melihat ke arah kiriku. Oh tidak! Dia ada di sana! Mengamatiku! Monster itu tidak memiliki mata. Akan tetapi ... mengapa aku merasa seperti sedang diamati? Dengan sigap Byantara memasang badan di depanku. Bodoh. Dia hanya membawa satu tongkat baseball biasa. Aku menarik badannya ke belakang—dengan susah payah sebab kekuatanku tidak sekuat Byantara.
61 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Aku menggeleng sembari menatapnya tajam. Satu-satunya senjata yang dapat membunuh monster itu adalah pistol milikku. Aku menarik napas panjang. Sepertinya monster itu belum menyadari keberadaan kami. Di situasi seperti ini, lebih baik kita menyerangnya sebelum ia sadar, bukan? Aku memajukan satu langkah. Byantara mengikutiku. Aku berbalik dan kembali menatapnya. Aku mengarahkan jari telunjukku sebagai kode bahwa ia harus diam di tempat. Jika badan kami tidak sengaja bertabrakan, itu akan menimbulkan suara dan aku tidak dapat membunuhnya dalam satu kali tembakan. Aku cukup percaya diri untuk melakukan ini sendirian. Dengan berat hati, Byantara
62 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
mengangguk dan membiarkan aku untuk melanjutkan rencana dan ia akan menjagaku dari belakang. Aku kembali memajukan langkah. Satu langkah. Dua langkah. Diikuti oleh langkah terakhir. Aku berhenti ketika jarak di antara kami terukur sekitar 4 meter. Monster itu diam. Tidak bergerak. Kini aku yakin bahwa anjing yang kami lihat siang hari tadi adalah mereka. Aku membidik pistol tepat di tengah bagian monster—seperti apa yang aku lakukan tadi. Lalu aku menarik pelatuknya. Karena situasi sedang hening, kini suara tembakanku masih terdengar sedikit kencang. Aneh. Monster itu tidak menghilang! Badannya kini memutar ke arahku. Ia mulai bergerak. Mengejarku!
63 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Aku menelan saliva dengan kasar. Aku menarik kembali pelatuk. Sekali. Tidak ada pengaruh apa-apa. Dua kali. Monster itu masih bergerak ke arahku dengan konstan. Hingga jarak di antara kami hanya tiga langkah kaki, aku mendengar suara dari belakang. Prangg! Byantara memecahkan kaca jendela. Lelaki itu membuka masker dengan napas yang tersengal-sengal. Anehnya, monster itu langsung bergerak ke arahnya! Melewati aku yang jaraknya begitu dekat. Aneh. Apa yang sedang terjadi? Dengan segera aku berbalik badan. Aku kembali membidik monster itu sembari berjalan lebih cepat. Namun, nihil. Peluruku tidak berhasil
64 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
membunuhnya. Aku menahan napasku. Monster itu tidak boleh menghampiri Byantara! Kini jarak mereka sangat dekat. Aku membuka mulutku lebar-lebar saat Byantara melompat dari jendela ke arah luar. Dia gila! Dia baru saja melompat dari ketinggian sebelas meter! Sang monster ikut terjun, seolah fokusnya memang terpusat kepada Byantara. Aku berlari dan segera menengok ke bawah. Byantara ada di sana. Kedua tangannya menggantung di ujung tembok dekat jendela. Sedangkan monster itu hilang entah ke mana. Segera aku menarik kedua tangannya dengan sekuat tenaga. Byantara kembali. Aku berhasil membawanya kembali. Aku memukul
65 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
dadanya berulang kali. Beraninya dia melompat dari jendela di hadapanku? Bagaimana jika ia tidak berhasil? “How—how dare you?” bisikku. Byantara memelukku dengan kencang. “Don’t ... don’t you dare to do that again.”
66 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
EPISODE IV ★★★ Who’s them?
67 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Oke jadi ini kita lagi di situasi mirip Sweet Home sama Duty ... Duty apa tadi?” tanya Hagia. “Duty After School,” tutur Januar. Aku masih menggenggam tangan Byantara. Tidak kulepaskan barang sedetik pun. Aku takut. “Nggak ... gini ... kita masih di tahun 2020-an. Kok bisa kita ada di situasi ini?” tanya Kak Hilda tidak percaya. “Menurut lu, ini semua apa, Xav? Lu udah liat situasi di luar, kan?” Kali ini Galaksi yang bertanya kepadaku. Lelaki itu banyak diamnya. Di dalam situasi yang seserius ini, Galaksi berperilaku berbeda dari biasanya. Tidak ada wajah tengil andalannya. Begitu pula dengan
68 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Hagia yang diam sembari menggenggam tangan Thea. “Jasad penjaga kayaknya ada di dalem brankas di lantai dua,” tuturku. Mendengar itu Kak Hilda menutup mulut dengan kedua tangannya. Jacqueline mematung. Aveny masih gemetaran di dalam dekapan Januar. Perempuan itu pasti kaget bukan main. Hagia membuka mulutnya lebar-lebar dengan Thea yang meremat genggaman mereka lebih kuat. “Lo udah liat sendiri?” tanya Damian. Aku menggeleng. “Brankasnya nggak ada pintu. Tapi, bau darahnya nyengat.” “Kenapa kita nggak cium bau apa- apa pas ada di atas tadi? Padahal kita
69 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
deket banget sama brankas itu,” celetuk Hagia. “Mungkin itu alasan kenapa vila ini dari awal bau amonia sama klorin,” tebak Zoey. Aku setuju. Pasti karena bau kedua zat kimia itu masih sangat menyengat, oleh karena itu kami tidak menciumnya. “Dari yang gua liat sama Vera, monsternya emang ngejar manusia. Dia sensitif sama suara. Tapi anehnya, waktu gua buka masker, dia langsung ngejar gua. Apa dia emang targetin yang keliatan muka?” tanya Byantara. Ah, benar! Saat Byantara melepas maskernya tadi, monster itu langsung mengejarya. Bahkan ia melewatiku padahal aku juga seorang manusia. Jika aku ingat-ingat lagi, saat Aveny akan meminum air dari botolnya, ia
70 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
membuka masker. Monster itu langsung mendekatinya. Apa benar ... monster itu menargetkan manusia dari wajahnya? “Aneh juga kenapa di kamar ini disediain masker. Padahal covid udah nggak ada. Buat apa yang punya vila simpen itu di sini?” Pertanyaan Galaksi masuk akal. Biasanya pemilik vila akan menyediakan makanan ringan untuk fasilitasnya. Aku tidak berpikir mereka akan menyediakan masker daripada itu. Terlebih—seperti apa yang Galaksi katakan—corona sudah berlalu bertahun lamanya. Apa sang pemilik terlampau menjaga kebersihan sehingga ia menyediakan masker? Atau ... ini semua memang sudah direncanakan?
71 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Sebentar! Aku kembali mengingat bagaimana kedua monster di dalam ruangan lantai tiga mulai menyerang sudut tembok saat pengharum ruangan menyemprotkan gasnya. Gas ... semprotan ... apakah ...? “Atau mungkin dia mendeteksi manusia dari hembusan napas?” tanyaku. “Napas?” tanya Januar bingung. Aku mengangguk. “Monster tadi langsung gerak waktu Ave buka masker mau minum. Tadi monster itu juga nargetin Byan waktu dia buka masker dan napasnya berat. Kalau cuman gara-gara muka, gue rasa harusnya gue tetep jadi target. Soalnya masker cuman nutup hidung sama mulut. Tapi
72 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
nyatanya, monster itu ngelewatin gue, padahal posisinya kita deket banget.” “Eh, kalian berdua nggak luka?” tanya Kak Hilda. Aku dan Byantara menggeleng. “There was a stupid person who did something dangerous. But, after all, we are both fine.” Aku sedikit mendelik ke arah Byantara. “Make sense. Makanya kenapa dia sediain masker di kamar ini, ya nggak sih?” Jacqueline mengeluarkan pendapatnya setelah terdiam beberapa saat hanya mendengarkan kami. Zoey mengangguk begitu pun Damian dan Januar. “Monster itu tuh beneran monster? Kayak di film-film?” tanya Hagia. Aku
73 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
tahu dia masih tidak bisa percaya sepenuhnya. Pun teman-temenku yang lain yang belum melihat monster itu secara langsung. Hanya aku, Byantara, Januar dan Aveny yang sudah melihatnya. “Dia bukan makhluk hidup yang bertransformasi jadi monster. Gue rasa dia buatan,” ucap Byantara. “Bentar ... maksud lo gimana?” tanya Kak Hilda. “Kalian liat empat anjing tadi sore, kan? Mereka diem dan nggak memberikan respons. Seolah mereka emang udah diatur kayak gitu. Bulu-bulu yang rontok di tangga juga keliatan rapi. Kayak bulu yang emang sengaja ditanam atau dipasang. Waktu gue liat monsternya
74 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
langsung kaki dan tangannya kayak robot yang dibuat dari besi,” jelasku. “Badannya emang ada bagian yang keras kayak kulit buaya. Tapi gua rasa itu cuman buat bikin robot itu keliatan kayak monster,” tambah Byantara. Aku mengangguk. Sebenarnya lebih masuk akal jika ada sekelompok ilmuan cerdas yang ingin melakukan eksperimen dan sengaja memasukkan kami ke dalam tempat ini. Dibandingkan tiba-tiba ada kedatangan alien aneh yang menyerang bumi. Semua keanehan di dalam vila ini terlalu rapih dan bisa disambungkan satu sama lain. “Kalau dipikir lagi, emang lebih masuk akal kalau dia itu robot. Waktu dia ngejar Byantara daripada Xavera, artinya
75 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
dia udah nge-locked target. Kayak mesin pada umumnya,” tutur Januar. “Gimana caranya lo bisa bawa Aveny balik?” tanya Zoey kepadaku. Aku mengambil pistol di saku dan mengangkatnya ke udara. “Pake ini, tapi anehnya setelah gue bunuh monster pertama, peluru ini nggak mempan lagi.” “Kalau gitu, emang ada manusia yang sengaja bikin ini semua, sih,” simpul Januar. Aku setuju. Namun ... perbuatan siapa? “Oke ... jadi maksud lu ... ada orang gila yang sengaja bawa kita ke sini. Terus dia lepasin robot buat bunuh manusia. Awalnya robot itu bisa dibunuh pake peluru pistol, dan entah apa yang orang gila itu lakuin, sekarang monster itu
76 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
nggak bisa dibunuh lagi pake peluru pistol?” tanya Hagia mencoba menyimpulkan situasi yang terjadi. Byantara mengangguk. “Berarti ... berarti kita nggak bisa ... keluar dari vila ini?” tanya Thea terbata- bata. Suaranya bergetar. Aku melirik jam tangan yang terlilit di tangan. Jam sembilan lebih sepuluh menit. Kami memiliki waktu tiga jam. “Kita nggak akan keluar dari vila ini. Kita harus ke rooftop,” ucapku. “Rooftop?” tanya Byantara sembari melirik ke arahku. “All of sudden, kita nemuin tempat ini di hasil searching paling atas. Tempat yang kita nggak pernah tahu kalau sebelumnya ada—atau mungkin emang
77 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
baru ada. Tiba-tiba internet kita semuanya mati. Kalau ini memang kondisi krisis satu dunia. Harusnya udah ada sirine dari tadi. Gue punya kesimpulan kalau orang itu emang nge-hacked handphone kita. Tadi siang, gue bilang sama Alex, kalau kita mungkin nggak akan bisa dihubungin karena kita asik buat main dan spending time bareng- bareng. Tapi gue bilang buat jemput jam 12 malem kalau kita sama sekali nggak ada yang bisa dikontak sampe jam segitu,” jelasku. “Loh, harusnya bukannya bahaya kalau kita ke rooftop? Siapa pun yang rencanain ini kan pasti tau chat lo sama Alex, Xav? Gimana kalau ternyata di
78 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
rooftop itu lebih banyak monsternya?” tanya Kak Hilda. “That’s the only option we have, Kak. I don’t think their purpose was to kill us in the first place,” jawabku. “Gua setuju sama Vera, Kak. Kalau emang tujuan dia buat bunuh kita, kenapa harus nunggu? Dia bisa aja kirim robot itu buat langsung serang kita di kamar ini. Kita juga nggak bisa keluar karena pintu dikunci smartlock. Dia emang sengaja bikin kita harus lewatin lantai tiga dan ke rooftop,” tambah Byantara. “Gua masih nggak ngerti. Kenapa orang gila itu bikin kita ada di situasi ini, sih?” tanya Hagia. “Mungkin dia pengen liat gimana reaksi manusia kalau dihadapin robot
79 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
kayak gitu. Lu tau lah, ilmuan kalau eksperimen emang suka di luar prediksi BMKG,” celetuk Galaksi. “Or else, they just wanna play this game without any reason,” tebak Zoey. “Terus gimana cara kita bisa ke rooftop?” tanya Kak Hilda. Aku termenung. Tersisa dua monster yang ada di dalam ruangan lantai tiga. Untuk bisa sampai ke rooftop, kami harus melewati ruangan itu. Bagaimana caranya? “Kita nggak bisa nerobos masuk dan jalan pelan-pelan lewatin mereka?” tanya Jacqueline. Aku menggeleng. “Terlalu beresiko kalau- kalau kita injek barang atau pun tabrakan yang bisa nimbulin suara sih. Kita harus
80 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
bikin distraksi dulu buat mereka,” jawabku. “Make them come for us, then,” ucap Zoey. Byantara mengerutkan kening, begitu pun aku. Membuat mereka datang menghampiri kami? “Mereka mendeteksi dari hembusan napas, kan? Let’s make duplicates of us. Waktu mereka udah locked target ke situ, kita bisa langsung ke rooftop.” jelas Zoey. “Maksud lo, kita bikin semacam manekin?” tanya Januar. Zoey mengangguk. Ia menggeserkan posisi berdirinya ke samping kiri. Kemudian menunjuk kardus yang ada di belakangnya sedari tadi. Lelaki itu
81 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
mengambil dua alat pengharum ruangan otomatis yang tersimpan di dalamnya. “Mereka pasti bisa ngedeteksi ini, kan?” Aku mengangguk. Mereka memang bisa mendeteksi hembusan gas dari pengharum ruangan—seperti apa yang aku lihat di ruangan lantai tiga. Sepertinya mereka sengaja memasang empat pengharum ruangan di setiap sudut tembok untuk melatih monster-monster itu. Atau mungkin ... untuk memberikan kami clue. “Terus bagian badan manusianya, mau pake apa?” tanya Jacqueline. Zoey kembali membuka kardus tadi. Ia menunjukkan kepada kami bahwa di dalam kardus itu terdapat banyak lakban dan gunting. “These ... and those.” Zoey
82 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
mengarahkan dagunya ke sudut ruangan kamar. Banyak lipatan kardus tersimpan. Byantara terkekeh lantas melirikku. “They prepared so well,” ucapnya. Aku ikut terkekeh. Entah siapa pun mereka yang menjebak kami di dalam situasi ini, aku tidak sabar untuk mengetahui siapa mereka sebenarnya dan apa tujuannya. “Oke, berarti kita bikin dua manekin. Kita harus simpan manekin itu di lorong lantai tiga,” ucap Byantara. “Tapi, gimana supaya mereka samperin manekin? Hembusan gas pewangi ruangan nggak sekenceng itu,” tanya Damian. “Pake ini ... kayaknya bisa, Kak,” tawar Aveny. Perempuan itu mengangkat boneka bebek miliknya.
83 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
“Boneka dia ada suaranya, tapi harus dipencet bagian ini.” Januar membalikkan boneka dan menunjuk bagian tombol bulat yang ada di tengah. “Berarti harus ada benda yang bisa pencet bagian itu. Di dalam kardus atau tali gitu nggak?” tanya Galaksi. Lelaki itu menghampiri Zoey dan mengecek isi kardus. Namun, nihil. Tidak ada satu benang pun. “Kalau ada tali sih kita bisa iket benda apa aja terus nanti tali itu digantung. Nanti kalau dilepas, bendanya kena tombol itu dan suaranya jadi kedenger,” saran Galaksi. “Coba cari dulu tali di dalam kamar ini, semoga ada,” ajak Damian. Lantas kami semua bangkit dan menyusuri
84 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
kamar ini dengan sebisa mungkin tidak menimbulkan suara keras yang dapat mengundang mereka untuk turun. Aku menelusuri daerah nakas. Ada tiga laci sejajar di sana. Aku buka satu persatu. Akan tetapi, kosong. Tidak ada apa pun di dalamnya. Galaksi dan Hagia menelusur ke daerah bawah dipan kasur. Tidak ada apa-apa yang tergeletak di bawah sana. Kami mulai kehilangan harapan. “Kak ....” panggil Thea pelan. Sontak kami semua melihat ke arahnya. Thea mengangkat gulungan pita berwarna hitam yang tebal. Aku tebak panjangnya sekitar lima belas meter. Aku menghela napas lega. Kulihat jam menunjukkan pukul sepuluh lebih dua menit. Kini kami bisa mulai merakit manekin dan bergegas
85 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
ke arah rooftop sebelum jam dua belas malam datang. “Nice! Ayo mulai kerjain. Yang cewek tolong gambarin bentuk badan manusianya. Yang cowok kita rakit bagian muka,” perintah Byantara. Kami semua mengangguk. Lantas langsung mengerjakan tugas masing-masing. O nAku mengambil pensil alis yang ada di dalam tasku. Begitu pula dengan Kak Hilda dan Jacqueline. Kami mengumpulkan eyeliner atau pensil alis yang dapat digunakan untuk menggambar. Sedangkan Thea dan Aveny mengambil setiap potongan kardus dibantu oleh Hagia.
86 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
"Kita harus bikin manekin 3D. Jadi bikin minimal lima lapis di setiap bagian badan,” saranku. “Iya bisa kayaknya. Nggak perlu bikin yang terlalu tinggi biar kardusnya cukup,” ucap Kak Hilda. Aku mengangguk. Byantara menghampiriku. Aku menatapnya. “Aku naik dulu ke atas bareng Januar buat liat situasi dan nentuin tempatnya. I’ll be back, I promise. Until that time, take care of them. Okay, Big Cheese?” ucapnya. Aku menggenggam tangan kanannya sembari menatap kedua matanya dalam-dalam. “Don’t you dare to die.” Byantara terkekeh lalu mengecup keningku lembut. “Copy that,” jawabnya.
87 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
EPISODE V ★★★ ESCAPE
88 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Jam menunjukkan pukul sebelas lebih empat puluh tujuh menit saat Byantara, Januar, Damian dan Zoey kembali dari lorong lantai tiga. Jantungku berdegup dengan kencang. Now or never. Seperti itu lah situasi kami saat ini. “Don’t make any sound, oke?” peringat Byantara. Sebab jika salah satu diantara kami mengeluarkan suara cukup kencang dan membuat monster itu justru menjadikan kami sebagai target, hancur sudah rencana yang sudah kami susun dengan secepat kilat itu. “Aku ... aku takut nggak bisa kontrol diri ...” keluh Thea. Aveny ikut mengangguk. “Aku takut monster itu dateng dari arah yang aku nggak tahu ... dan aku malah spontan teriak kayak tadi,”
89 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
tambahnya. Aku menghela napas. Aku mengerti bagaimana perasaan Thea dan Aveny. Mereka tidak sekuat yang lainnya. Aku menghampiri Thea dan menggenggam kedua tangannya. “Aku di depan kamu. Thea ... jangan liat kemana pun. Liat aku aja, oke? We will be okay. Kita pasti pulang bareng-bareng.” Thea meremat genggamanku. Ia mengangguk perlahan. “Gi, tuker aja. Gua yang pegang talinya. Lu jagain Thea,” tawar Galaksi. Mengingat bahwa Hagia bertugas untuk melepaskan tali yang akan membuat tabung pengharum ruangan menekan tombol boneka Aveny. “Nggak apa-apa?” tanya Hagia memastikan. Aku tahu jauh di lubuk
90 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
hatinya, Hagia pasti ingin menjaga Thea dengan kedua tangannya sendiri. “Nggak apa-apa elah. Lagian sama aja. Kita semua pasti keluar bareng- bareng.” Hagia menepuk pundak Galaksi. “Thanks,” ucapnya. Januar menghadapkan diri sepenuhnya ke arah Aveny. Lelaki itu merapikan anak rambut Aveny yang berantakan. “Pegang tangan aku, jangan liat ke mana-mana. Fokus sama aku aja, kayak apa yang biasanya kamu lakuin. Oke, Sayang?” Aveny mengangguk. Aku melihat satu per satu wajah mereka. Jacqueline raut wajahnya tidak bisa ditebak. Perempuan itu memang pemberani. Akan tetapi, siapa pun yang dihadapkan dengan situasi ini pasti
91 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
merasakan rasa takut. Kak Hilda sedari tadi tidak ada hentinya merapalkan doa. Gelagat Damian tetap seperti biasanya. Lelaki itu senang mengamati situasi dalam diam. Namun, malam ini ia lebih berani dan dapat mencerna situasi dengan tenang. Zoey dengan tatapan tajamnya. Seolah sudah siap untuk mencabik-cabik monster itu menjadi kepingan kecil yang harus dimusnahkan. Hagia dan Thea sedang berpelukan. Mungkin lelaki itu berusaha membuat perempuannya jauh lebih tenang. Aveny sudah terlihat lebih siap dengan Januar yang enggan menjauh dari perempuan itu barang sebentar pun. Galaksi menatapku. Aku dapat melihat
92 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
perasaan khawatir yang terlukis di manik matanya. Dan Byantara ... he looks at me just like I am his world. “Don’t die,” peringatku saat Byantara membalas tatapanku. Ia tersenyum. “Whatever the situation is, don’t sacrifice yourself, Vera,” pintanya. Aku terkekeh. Sacrifice, dia selalu berteman baik denganku sedari dulu, bukan? “Ayo, kita cuman punya sisa waktu sepuluh menit.”
***
Damian membuka pintu perlahan. Ia
langsung menengok ke arah kiri. Manik
93 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
matanya menelusuri situasi yang terlihat aman. Lantas lelaki itu mengangkat tangan kanan ke udara. Sebuah tanda bahwa kami sudah bisa mengikutinya dari belakang. Setelah menyalakan senter dari ponsel masing-masing, kami mulai bergerak. Galaksi dan Kak Hilda berjalan keluar. Diikuti oleh Hagia dan Thea. Januar dan Aveny. Zoey dan Jacqueline. Terakhir aku dan Byantara. Aku sedikit membenarkan posisi masker yang aku pakai sembari tetap waspada melihat ke arah sekitar. Kami melepas sepatu dan sendal yang kami pakai di ruangan kamar tadi. Berjalan dengan kaki telanjang memiliki peluang besar untuk berpindah tanpa suara.
94 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Sekitar dua menit terlewati, kami sudah sampai di lantai dua. Kami berjalan perlahan melewati satu per satu permainan yang ada. Meja billiar yang belum sempat aku sentuh. Mesin pencapit yang menjadi surga bagi Thea dan Aveny—sebelum situasi mengerikan ini melanda. Permainan busur panah yang menjadi alasan Hagia dan Kak Hilda bertengkar. Kami akan meninggalkan itu semua dengan memori singkat yang pernah kami lukis di vila aneh ini. Kami mulai mematikan senter saat sudah sampai di tangga menuju lantai tiga. Galaksi mulai berjalan untuk mengambil tali yang disematkan di pinggir tangga. Dengan sangat perlahan. Sebab kami semua dapat melihat
95 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
bagaimana monster itu begitu aktif bergerak di dalam ruangan. Galaksi bersembunyi di balik tembok yang bertolak belakang dengan posisi di mana manekin berada. Kami menunggu sedikit lama. Galaksi pasti sedang beragumen dengan dirinya sendiri. Haruskah ia melanjutkannya sesuai rencana atau mundur? Kwek! Kwek! Kwek! Kwek! Boneka bebek milik Aveny bersuara. Karena lorong yang sempit dan panjang, membuat suaranya menggema. Pintu terbuka otomatis—entah bagaimana caranya. Aneh. Seolah mereka memang sudah menunggu kami untuk datang ke lantai tiga ini.
96 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Spontan kami menunduk lebih rendah. Mereka tidak boleh melihat kami. Monster itu harus menjadikan manekin sebagai targetnya. Tidak selang lama, kedua monster itu keluar dari pintu. Krek .. krek .. krek .. suara mesin mereka. Gotcha! Kedua monster itu mulai mendekati manekin. Jantungku berdetak semakin tidak karuan. Damian mulai bergerak melewati lorong dan masuk ke ruangan lantai tiga. Ia menyalakan senter dan melambai ke arah kami. Kami semua ikut menyalakan senter. Galaksi dan Kak Hilda ikut menyusul. Hagia dan Thea. Januar dan Aveny.
97 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Akan tetapi ... sialnya suara bebek itu tiba-tiba sudah tidak terdengar lagi. Kedua monster itu berhenti. Tidak ada suara yang menandakan mesin mereka bergerak. Aku menelan saliva dengan susah payah. Jacqueline berusaha untuk diam dan tidak bergerak. Padahal kaki kanannya sudah melangkah ke lorong. Hanya semprotan pengharum ruangan yang menjadi harapan terakhir kami. Srrttt! Pengarum ruangan di kedua manekin menyemprotkan gasnya. Di waktu yang tepat. Kami bergegas berjalan dengan cepat ke ruangan lantai tiga. Jacqueline dan Zoey sudah berlari ke arah tangga menuju rooftop. Aku dan Byantara berhenti terlebih dahulu untuk menutup
98 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
pintu. Setidaknya jika monster itu akan kembali, pintu ini dapat menjadi penghalang sementara. Namun sialnya keberuntungan tidak berpihak untuk kami berdua. Pintu itu tidak dapat ditutup kembali! Seolah memang ada yang menahannya untuk tetap terbuka. Prak! Aku menginjak sesuatu di belakangku. Suaranya sangat kencang dan menggema. Oh tidak! Monster itu pasti akan beralih mengejar kami. “RUN!” teriak Byantara. Kami berdua berlari menaiki tangga sekencang yang kami bisa. Aku dapat mendengar suara mesin mereka mulai terdengar di telinga. Sial mereka mengikutiku dari belakang! Aku
99 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
tidak dapat melihat dengan jelas anak tangga karena aku menjatuhkan ponselku tepat sebelum aku menaiki tangga. Brak! Aku terjatuh karena menginjak di tempat yang salah. Byantara tidak mendengarnya karena suara langkah kakinya sendiri. Monster itu semakin mendekat. Byantara sudah berada cukup jauh dariku. Aku bangkit dengan sisa tenaga. Berusaha mengejar Byantara. Tersisa satu tangga dan aku merasakan salah satu capitan mereka mencapit betisku kuat. Byantara sudah berhasil berdiri di rooftop sana. Jaraknya lumayan jauh dariku karena larinya yang kencang.
100 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Byantara akan memarahiku karena keputusan yang akan aku lakukan. Akan tetapi, hanya ini yang dapat aku lakukan sekarang. Aku menutup pintu rooftop dengan susah payah karena kaki kananku yang tidak dapat digerakkan. Aku tidak mendengarkan suara teriakan Aveny atau pun Thea dari luar sana. It means they are safe now. Aku berhasil mengamankan mereka. “VERAAAA!” teriak Byantara samar-samar. Pintu rooftop sangat tebal, membuat suaranya memudar. Aku terkekeh. Suara itu ... akankah ini menjadi kali terakhir aku mendengarnya? Siang hari tadi, di mana aku mengatakan bahwa aku ingin membuat kenangan indah bersama anak
101 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
MERUMPI, bukan kenangan ini yang aku maksud. Bukan kenangan buruk yang akan menjadi kenangan terakhir yang aku miliki sebelum aku menutup mata. Aku merasakan capitan lain di daerah paha kiriku. Aku tertawa dengan lemas. This is the end for us—for me. Meskipun akhir dari kisahku tidak seperti yang aku harapkan. Aku tetap bahagia karena menghabiskan masa-masa terakhirku bersama mereka. This will be the worst memory that I want to keep until my last breath. Aku menutup mata. Mempersiapkan diri untuk merasakan rasa sakit singkat yang akan mengakhiri perjalananku di dunia ini.
102 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Satu detik ... dua detik ... tiga detik ... aku tidak merasakan pergerakan lain dari kedua monster yang menjerat kakiku. Bahkan capitannya melemah. Aku berusaha melepaskan kakiku. Gotcha! Kedua kakiku bebas! Apa yang sedang terjadi? Mengapa mereka berhenti? Mengapa aku bisa menyelamatkan diri? BRAKKK! Pintu rooftop terbuka. Byantara ada di sana. Menatapku dengan napas yang tersengal-sengal. “HOW DARE YOU?” teriaknya. Aku terdiam. Aku masih tidak bisa memahami situasi yang terjadi. Seharusnya monster itu mencabikku. Ada apa ini? Byantara mengangkat badanku. Aku melingkarkan tangan di lehernya.
103 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Byantara membawa aku ke luar sana. Kak Hilda, Aveny, Thea dan Jacqueline segera menghampiriku. Runtutan pertanyaan mereka terhadap kondisiku masuk secara bersamaan di telinga. Aku menggelengkan kepala, berusaha melihat jelas ke arah di depanku. Ada sebuah helikopter! Ternyata Alex benar-benar datang menyelamatkan kami. Ada kehadiran seseorang di dekat helikopter yang mencuri perhatianku. Aku menyipitkan mata untuk melihat ke arahnya lebih jelas. Sosok itu jelas bukanlah Alex. Ia berjalan mendekat ke arah kami. “So, how’s my game, Brother? You have a very very strong and unbeaten wife. How cool!” teriaknya.
104 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Sebentar ... wajahnya mirip sekali dengan Byantara. Tidak! Bahkan mereka memang terlihat sama persis. Aku mengerutkan kening. Apa ini? Sebenarnya apa yang terjadi? Siapa dia? “Next time, don’t include my friends and my wife, asshole! You almost killed them,” jawab Byantara dengan volume suara yang tidak kalah kencang. Tangan kananku meraih pipi Byantara. Ia menoleh ke arahku. “Who’s him?” tanyaku bingung. “My crazy twins.” Jadi, orang gila yang membuat kami terjebak di situasi tidak terduga malam ini adalah kembaran Byantara?
—THE END—
105 | UNEXPECTED NIGHT | CHA.
Halo, dengan Cha di sini!
Terima kasih karena membaca
potongan kisah fantasi yang hadir secara tiba-tiba di antara sebelas raga berjudul ‘Unexpected Night’ hingga selesai.
Maaf jika masih ada banyak
kesalahan dalam pembuatan cerita ini. Sekali lagi terima kasih dan sampai jumpa di kisah lainnya!