Anda di halaman 1dari 14

Private Session – 3

On Juli 28, 2019Agustus 1, 2019 By Hina Binadalam Uncategorized

“Hari ini cukup sampai di sini. Selamat akhir pekan ya.” Windy tersenyum manis
membubarkan kelas Aldo di hari terakhir masuk sekolah minggu ini.

Semua muridnya langsung gerasak-gerusuk membereskan buku pelajaran ingin segera balik
ke asrama.

“Woi Do, Kau mau ke mana weekend?” Tanya Rino sambil membereskan mejanya.

Aldo berpikir sebentar lalu menaikkan bahu. “Enggak ada. Kau?” Rino hanya menaikkan alis
tidak menjawab Aldo. Aldo pun mengerti maksud Rino.

Sekolah mereka berada di perbatasan antar kota, mau ke mana-mana agak susah kalau tidak
mempunyai kendaraan sendiri. Memang weekend hari di mana mereka bisa bebas keluar
asrama, tapi kalau tidak punya motor ya percuma, mau ke mana? Contohnya seperti Rino dan
Aldo ini. Mereka berdua memang sengaja tidak membawa motor, sebenarnya hampir semua
murid tidak membawa motor, karena pihak sekolah tidak menyediakan lahan parkir.
Makanya, meskipun weekend, kebanyakan dari mereka memilih tetap di asrama. Malas kalau
keluar jauh.

Tapi, tidak kali ini. Weekend ini Aldo ingin melakukan sesuatu yang tentu saja ingin ia
rahasiakan dari teman-temannya. Ia ingin menghabiskan weekend kali ini bersama Windy.
“Aldo? Bisa kemari sebentar? Ini terkait nilaimu yang jelek.” Windy memanggil Aldo sambil
membuka buku catatan nilai murid-muridnya.

Tanpa rasa curiga, semua murid lain termasuk Rino pergi meninggalkan Aldo dan Windy
berduaan di ruang kelas. Windy lalu mengeluarkan Hp dan mengutarakan maksud sebenarnya
kenapa ia memanggil Aldo. “Aku bisa minta nomor Hpmu? Akan repot nanti kalau tiba-tiba
aku ke kamarmu tapi ternyata lagi ada orang.” Aldo gelagapan karena diminta nomor begitu
oleh Windy. Hpnya hampir terjatuh-jatuh ketika ia mengambil dari sakunya dan membacakan
nomornya. Windy pun tertawa kecil lalu memisscall Aldo. Mereka berdua lalu mempunyai
nomor satu sama lain.

“Oke, selamat akhir pekan ya.” Windy mengangkat tasnya ke bahu dan berpaling menuju
pintu. Grab… Tapi, Aldo menggenggam lengannya, mencegah Windy pergi.

“Kak… Kakak weekend ada acara apa?” Tanya Aldo malu-malu dengan wajah memerah.
Windy berkedip-kedip. Entah sejak kapan ia merasa gugup ketika disentuh Aldo seperti itu.
Mungkin karena ia sudah tidak melihat Aldo sebagai anak remaja lagi, melainkan sebagai
seorang pria.

“E- Enggak ada. Hanya di kost sendirian.” Mata Windy seketika terbelalak. Dia bingung,
kenapa bisa-bisanya ia menambah embel-embel sendirian itu sebagai pelengkap? Apa jangan-
jangan ia menginginkan sesuatu yang berbeda weekend ini?
“Kalau begitu, mau aku temani enggak, Kak?” Aldo menelan ludah dan menatap dalam pupil
mata Windy yang mulai melebar.

*****

Akhir pekan yang telah ditunggu-tunggu Aldo pun tiba. Ia segera bangun pagi lalu bergegas
berangkat menuju kost Windy. Untungnya kost Windy tidak terlalu jauh, jadi Aldo cukup
berjalan kaki dan tidak terlalu capek untuk tiba di kost Windy.

Windy sendiri ternyata kost di kostan campur, tapi kamarnya yang ada di lantai bawah dan
kamar mandi dalam jadi tidak terlalu masalah. Kostnya juga tidak punya lobby, jadi setiap
orang masing-masing mengunci diri di kamar. Tok… Tok... Aldo mengetuk pintu kamar
Windy.

Krek… Windy membuka pelan pintunya, mencoba melihat siapa yang datang mengetuk.
Begitu ia tahu yang datang ternyata adalah Aldo, Windy pun membuka lebar pintunya. “Ayo
masuk.” Ucap Windy tersenyum.

Gulp… Aldo menelan ludah. Bukan hanya karena ini baru pertama kalinya ia datang
berkunjung ke tempat Windy, tapi karena pakaian Windy membuat birahinya meningkat.
Windy saat ini memakai daster tanpa lengan dengan ukuran pendek separuh pahanya. Paha
putihnya benar-benar menggoda. Ini juga pertama kalinya Aldo melihat Windy memakai
pakaian lain selain pakaian kerja biasanya. Makanya sekarang sensasinya benar-benar terasa
hot. Apalagi ketika Windy berjalan, dasternya itu berkibar-kibar membuat tangan Aldo
gemas ingin meremas pantatnya.
“Ayo duduk. Anggap rumah sendiri saja.” Windy menyuruh Aldo duduk di kursi menghadap
tv yang belum menyala. Cewek itu kemudian pergi ke tempat penyimpanan makanannnya
lalu mengambil beberapa cemilan serta minuman kaleng dingin dari kulkas. Tuk… Windy
menunduk menaruh semuanya di meja. Saat menunduk, dasternya yang longgar langsung
jatuh dan Aldo bisa sangat jelas melihat dada Windy terbungkus bra putih begitu indah
menggantung. Gulp….
“Jadi…. Kita mau ngapain? Nonton film saja ya?” Windy kemudian menghidupkan tv dan
mencari channel film.

“Tak masalah, yang penting aku bersama Kakak.” Aldo menggeser pantatnya duduk
berdempet dengan Windy.

Tak perlu waktu lama sampai akhirnya mereka berdua bertatapan dalam dengan detak
jantung yang semakin menggebu-gebu. Dug… Dug… Dug... Jantung mereka berdua semakin
cepat berdetak, wajah mereka juga memerah. Cup… Aldo lalu mencium Windy, dan Windy
pun tak menolaknya. Lidah mereka beradu saling bersalaman.

Grab… Tangan Aldo langsung naik meraba dan meremas dada Windy. “Hmmpph…” Desah
Windy sambil terus beradu lidah dengan Aldo.

“Bwah…” Aldo menarik bibir, tangannya yang nakal lalu masuk ke dalam daster Windy
mencari pengait bra. Klak… Sekali sentil pengait bra Windy langsung terlepas. Windy pun
melepas branya dan melemparnya jauh ke sudut kamar.

“Hah.. Hah…” Nafas Aldo terengah-engah bernafsu ingin menjilat puting Windy. Srak… Ia
menyingkap daster Windy sampai ke atas leher, dada Windy dengan puting tegak pun sudah
menanti. Aldo langsung membenamkan kepalanya ke surga itu dan mulai menjilati puting
Windy yang terasa sedikit manis. “Ahhh…” Windy mendesah pelan.

Windy lalu mengangkang dan menjepit badan Aldo di selangkangannya. Celana dalamnya
sudah basah kuyup, dan Aldo tahu hal itu. Cowok itu kemudian memasukkan tangannya ke
dalam celana dalam Windy. Clik… “Ahhhhh!!!” Windy menggeliat kenikmatan ketika
vaginanya dicolek.

Merasa celana dalam Windy menghalangi, Aldo lalu menarik lepas celana dalam itu. Clik!
Clik! Clik! Jari Aldo agresif mencolek dan membelai vagina Windy tepat di klitorisnya.
“Ahhh!!!! Ahhh!!!” Melihat Windy kenikmatan semakin membuat Aldo menjadi-jadi
menambah kecepatan jarinya.

“Hah.. Hah.. Kak… Aku sudah enggak tahan… Ayo kita seks…” Bisik Aldo ke telinga
Windy yang sontak membuat wanita itu menggeliat.

“Ahhh!! Tapi… Ahh… Kamu bawa kondom enggak!?” Aldo menggeleng. Ia tadi benar-
benar buru-buru dan tak terpikirkan apa-apa lagi. Di dalam kepalanya hanya ada pergi ke
tempat Windy.

Tapi, ia tidak ingin hari ini berakhir hanya sampai di sini. Apapun akan ia lakukan agar bisa
memasukkan penisnya ke vagina Windy.

“Ahhh…” Desah Windy ketika Aldo mencabut tangan dari vaginanya.

“Aku beli dulu ya Kak… Tunggu.” Aldo lalu berdiri dan pergi menuju pintu keluar.

“Tunggu!” Ngek… Windy memeluk lengan Aldo dan mengapitnya di dada. “Aku ikut….
Aku ingin… memilih rasanya.” Ucap Windy dengan wajah memerah. Gulp.. Aldo menelan
ludah dan membenarkan celana.
“Tapi Kakak enggak pakai dalaman dulu?” Tanya Aldo yang merasa terangsang merasakan
puting Windy dari balik daster mengenai kulit lengannya.

Windy menggeleng. “Jaraknya dekat….” Desah Windy pelan. Wanita itu sudah terangsang
hebat dan tidak ingin membuang waktu lagi hanya karena memakai dalaman kembali.

Minimarket itu jaraknya memang sangat dekat dengan kost Windy. Hanya perlu berjalan
selama kurang dari 10 menit dan mereka sudah sampai di halamannya. Grab… Aldo yang
juga sama-sama terangsang tidak tahan untuk tidak meremas pantat Windy yang erat
memeluknya. “Ahhh… Jangan Aldo… Nanti aku enggak tahan, malah main di sini….”

Grab… Dilarang Windy justru membuat Aldo semakin jahil dan menambah tenaganya
meremas pantat Windy.

Kring… Pintu minimarket berbunyi. Untuk mengurangi perasaan malu kalau beli kondom
saja, Windy dan Aldo berpencar pergi membeli beberapa cemilan. Sampai akhirnya mereka
berdua bertemu kembali di kasir. Kondom yang biasa dijual di kasir membuat mereka saling
bertatapan. Aldo tidak pernah membeli kondom sebelumnya, jadi ia menyerahkan semuanya
kepada Windy. Lagipula, tadi ia ingat Windy ingin memilih rasanya.

“Sudah ini saja?” Tanya kasir minimarket itu.

Tuk… Windy dengan wajah merah menaruh kondom ke meja kasir. “Sama itu Mas.”

Suasana langsung canggung. Untungnya, Mas penjaga kasir itu tidak banyak tanya dan
langsung memasukkan kondom itu ke dalam plastik belanjaan. Meski sempat jelalatan karena
tahu Windy tidak memakai bra. Setelah Aldo membayar total belanjaan, mereka berdua
segera pergi dari sana dengan langkah yang jauh lebih cepat dari langkah saat mereka pergi
ke sana. “Hah… Hah….” Aldo dan Windy sama-sama sudah tidak tahan.

Blam! Pintu kamar kos langsung dibanting dan dikunci. Windy segera melepas daster dan
bugil sepenuhnya. Ia lalu membantu Aldo yang gelagapan melepas celana jeans.

“Bagaimana cara masangnya Kak?” Aldo malu mengatakan itu. Ini memang pertama kalinya
ia akan melakukan seks. Tapi, itu justru membuat vagina Windy semakin basah dan
bergairah.

Krak! Windy langsung sekuat tenaga menyobek bungkusan kondomnya. Ia lalu


mengeluarkan karet berasa melon itu dan menggenggamnya di tangan. “Aamm..” Windy
mengulum sebentar penis Aldo yang sudah tegak mengacung ke wajahnya. “Begini
pasangnya.” Windy lalu memasang kondom itu ke penis Aldo. Pensi Aldo yang besar
membuat kondom itu tak mampu menutupi full sampai ke pangkal. Windy yang terkagum-
kagum dengan ukuran itu langsung menyambar dan melahap penis Aldo. “Hmmm….” Rasa
melon nikmat memenuhi lidahnya.

“Aaaaahhh..” Aldo mendesah, tapi kenikmatan yang ia rasakan jadi sedikit berkurang karena
ada kondom yang menyarungi penisnya. “Kok rasanya aneh Kak? Kayak… Kurang….” Aldo
membelai rambut lembut Windy yang sedang asyik menjilati penisnya seperti permen.
Blob… Windy mengeluarkan penis besar Aldo dari mulutnya. “Nanti… Ini yang pertama kali
bagimu kan? Aku takut kamu enggak bisa menahan lalu crot di dalam….”

Buk… Windy membaringkan diri dan mengangkang. Aldo tentu saja menangkap sinyal itu
dan mendekatkan penisnya ke lubang surga vagina Windy yang telah basah kuyup menanti.
“Kamu yakin melepas perjakamu denganku Do?”

Mendengar pertanyaan Windy membuat Aldo mengkerutkan Alis. “Tentu saja! Justru hanya
dengan Kakak aku mau melakukannya!” Bentak Aldo keras sambil menempelkan kepala
penisnya ke lubang vagina Windy. Ia masih takut akan menyakiti Windy kalau ia
sembarangan memasukkan penisnya.

“Kalau begitu ayo… Aku sudah tidak tahan….”

Gulp… Aldo menelan ludah. “Benar ini kan Kak lubangnya?” Windy hanya menganga
menggeliat terangsang merasakan sedikit pucuk kepala penis Aldo masuk ke vaginanya.
Jleeeb…. Dengan perlahan dan hati-hati Aldo menusuk vagina Windy dengan penisnya.
“Ahhhh….” Mereka berdua langsung mendesah bersama-sama merasakan kenikmatan
duniawi yang luar biasa.

Buk… Buk... Aldo perlahan menggenjot Windy. Ia lalu merasa, semakin cepat dan dalam ia
menggenjot, semakin nikmat rasanya. Windy juga sampai menggeliat-geliat dan mendesah
nyaring. “Aaahhh!!!! Ahhh!!!” Buk! Buk! Buk! Aldo semakin mantap dan menambah
kecepatan genjotannya. Buk! Buk! Buk! “Aaahhh!!! Aaahhhhh!!! Aldo!!! Ahhh!!!!” Windy
menarik kepala Aldo lalu mengecup mulut cowok itu.

Penis Aldo memang perkasa. Buk! Buk! Buk! Sudah setengah jam ia menggenjot Windy
sampai-sampai Windy berulang kali hampir pingsan. Cross… Ini sudah kedua kalinya vagina
Windy menyemburkan cairan. Tapi, Aldo masih tetap perkasa menggenjotnya.

Tenaga Aldo untuk menggenjot Windy pun sudah mulai habis, genjotannya yang cepat
perlahan mulai melambat. Tapi, penis mudanya masih tegak. Mereka lalu berganti posisi,
Aldo berbaring dan Windy yang menindihi Aldo menumbuk-numbuk vaginanya. Buk! Buk!
Buk! “Aahhhh!!! Ahhh!! Aldo… Kamu kok susah crotnya… Ahhhh!!!!” Windy hanya
bertahan beberapa menit menumbuk Aldo sampai akhirnya ia jatuh terkapar ke dada Aldo.
Aldo lalu melanjutkan menumbuk Windy terus menerus.

Sampai akhirnya Windy teler, pingsan dengan kenikmatan yang tiada tara. Selang beberapa
menit setelah Windy pingsan, Aldo akhirnya sampai batasnya dan Crot… Spermanya keluar
memenuhi kondom. “Hah… Hah…” Ia pun bernafas terengah-engah sambil memeluk Windy
yang sudah terkapar tak sadarkan diri di atas dadanya
Private Session – 4 Guru dan Murid Nakal
On Agustus 1, 2019 By Hina Binadalam Uncategorized

“Ehmm…” Windy terbangun dari pingsannya. Ia masih berada di atas dada Aldo, menindihi
cowok itu. Dug.. Dug.. Saking dekatnya, ia bisa sampai mendengar detak jantung Aldo yang
saat ini sedang erat memeluknya.

“Sudah bangun Kak?” Aldo mengintip. Windy langsung berwajah merah karena malu sampai
pingsan begitu digenjot Aldo.

Langit di luar mulai menggelap. Hari sudah sore, dikonfirmasi dengan jam dinding di kamar
Windy yang menunjukkan pukul 16:00 lebih sedikit. “Aku… Pingsannya lama ya Do?”
Tanya Windy malu-malu sambil mengelus dada Aldo.

Aldo tertawa kecil. “Ya… Lumayan Kak. Dari tadi siang sampai sore.” Sejak Windy
pingsang di pelukannya, Aldo sama sekali tidak berpindah tempat. Memeluk Windy yang
telah pingsan jatuh dalam kenikmatan itu membuat Aldo senang.

“Ya ampun…. Aku belum pernah sampai pingsan begitu… Kamu benar-benar….” Windy
meraba-raba celana Aldo. Penis besarnya sudah tertidur.
“Memangnya Kakak sudah main sama siapa saja?” Tanya Aldo penasaran. Aldo sendiri tidak
peduli Windy perawan atau tidak. Dia benar-benar sedang cinta buta.

Srek… Windy bangkit lalu merapikan sedikit rambutnya. “Hanya dengan pacarku… Itupun
baru sekali pas kelulusan. Setelah kelulusan kami malah berpisah LDR begini.” Windy
menunduk terlihat sedih. Srek… Aldo ikut bangun dan duduk, tidak ingin melihat wajah
Windy bersedih seperti itu.

Cup… Aldo mengelus pipi Windy lalu mengarahkan bibir wanita itu menyentuh bibirnya.
“Jangan sedih Kak… Aku ada di sini membuat Kakak senang.” Pipi Windy memerah ketika
Aldo mengatakannya dengan serius.

Kruk… Perut Aldo berbunyi lapar. Mereka berdua sama-sama belum makan siang gara-gara
tadi setelah seks Windy langsung tepar. Windy dan Aldo pun tertawa kecil karena sama-sama
lapar. “Aku masakin sesuatu dulu ya.”

Windy berdiri lalu memasang celemek di dapur kecilnya. Walaupun dia tinggal di kost, tapi
kostnya itu kost elit yang bahkan bisa dikatakan seperti Apartmen studio. Windy
menghidupkan kompor lalu memasak air.

Aldo yang melihat Windy hanya memakai celemek merasa gemas dengan pantat wanita itu
yang tidak tertutupi. Ia lalu ikut ke dapur kecil Windy dan memeluk wanita yang sangat ia
kagumi itu. Grab…. “Aldo?” Windy kaget, tertawa kecil dan sedikit geli tiba-tiba tidak ada
angin apa-apa Aldo memeluknya erat dari belakang.

“I love you, Kak…” Grab… Aldo memeluk erat penuh sayang. Kulit Windy benar-benar
terasa halus dan lembut. Bahkan, meski Aldo memakai boxer sekali pun, pantat Windy tetap
terasa lembut.

Krak… Windy membuka bungkus mie instant lalu memasukkan mie itu ke dalam air yang
sudah mendidih. Sambil menunggu mienya masak, Windy kemudian memutar badan
menghadap Aldo. Cup… Mereka berdua berciuman santai menikmati manisnya bibir masing-
masing. Tapi, tentu tangan Aldo tidak diam. Mencium Windy sambil meremas pantatnya di
balik celemek itu benar-benar nikmat rasanya.

Gduk! Gduk! Mereka berdua lalu melepas ciuman ketika mie instanya sudah masak dan air
yang mendidih mulai tumpah-tumpah mengenai kompor. “Kita makan dulu ya.” Aldo pun
mengangguk tersenyum lebar. Walau itu cuma mie instant, kalau Windy yang memasaknya,
rasanya pasti berkali lipat lebih enak.

Dengan masing-masing membawa piring yang sudah terisi penuh mie instant, Windy dan
Aldo duduk merapat berdua menonton tv. “Kak… Bisa suapin aku enggak?” Windy tertawa
kecil mendengar permintaan manja Aldo.

“Dasar kamu anak kecil ya.” Windy lalu menyuapi Aldo seperti apa yang cowok itu mau.
“Anak kecil nakal~” Goda Windy. Aldo kemudian sengaja menyisakan mie menjulur keluar
dari mulutnya. Windy pun mengerti apa yang dimau Aldo.

Mereka sama-sama memakan mie yang sama lalu ketika jarak mienya sudah semakin pendek,
bibir mereka pun bertemu berciuman. Windy tertawa kecil melihat kelakuan mereka berdua.
“Aku bukan anak kecil.” Ucap Aldo dengan nada sebal. “Buktinya aku bisa bikin Kak Windy
sampai pingsan begitu.”

Windy yang mengingat kejadian tadi siang langsung memerah malu. Dia tidak menyangka
dirinya bakal didominasi oleh Aldo dan kalah telak seperti itu. Grab… “Ya… Kalau urusan
itu… Punyamu ini memang besar banget…” Genggam Windy pelan sambil meremas-remas
penis Aldo sedikit.

Srek… Aldo lalu membuka celemek Windy dan melemparnya jauh. Sosok Windy yang bugil
itu benar-benar sebuah pemandangan yang indah menyejukkan matanya. Aldo juga ikutan
bugil melepas semua pakaiannya. Bruk… Windy kemudian mendorong Aldo jatuh rebahan di
atas kursi. Mereka berdua yang sama-sama bugil berpelukan menikmati tontonan di tv.
“Kita… Benar-benar nakal ya.” Ucap Windy sambil mengelus-ngelus puting Aldo.

“Siapa yang menyangka hubunganku dan murid favoritku akan jadi seperti ini…” Aldo
sedikit kaget mendengar ucapan Windy, membuatnya mengangkat badan sejenak.

“A- Aku murid favorit Kak Windy?” Tanya Aldo senang bukan main. Windy yang
menempelkan telinganya di dada kiri Aldo bisa mendengar detak jantung cowok itu berdetak
makin cepat. Windy pun tertawa kecil dan mengangguk menjawab Aldo.

“Ka- Kalau begitu, apa Kakak juga bisa mencintaiku?” Telunjuk Windy yang mengelus-elus
manja puting Aldo langsung berhenti ketika Aldo mengajukan pertanyaan itu. Suasanya
perlahan berubah canggung karena Windy hanya diam saja tidak menjawab Aldo.

Kring… Tiba-tiba Hp Windy berbunyi memecah heing dan canggung yang mulai berkuasa di
udara. Seseorang sedang melakukan video call, dan itu adalah pacar Windy. Bruk… Windy
pun langsung bangkit dan panik memasang kaos apa saja yang ia temukan paling dekat
dengannya. “A- Aldo… Kamu bisa… Sembunyi?” Bahu Aldo menurun. Tatapan matanya
yang tadi terbuka ceria sekarang menatap sayu dengan rasa sesak di dada. Meski begitu, Aldo
tetap berusaha tersenyum. Ia lalu pergi bersembunyi di antara kasur Windy.

“Halo?” Windy mengangkat video call itu. Pacarnya sudah siap sedia tanpa celana
menampilkan penis.

“Hai sayang…” Sapa pacar Windy. Windy pun berusaha tersenyum normal dan menjawab
Sang Pacar. “Hai… Ada apa?” Tanya Windy.

“Aku kangen… Dan… Lagi pengen melihatmu.” Suara pacar Windy yang keluar dari
loudspeaker itu tentu saja sampai terdengar Aldo. Mau menutup kupingnya pun juga
percuma, akhirnya Aldo mencoba mengalihkan perhatiannya dengan melihat barang-barang
Windy dan mengenal wanita itu lebih jauh.

“Ahh… Aku kangen sayang. Kamu enggak kangen?” Pacar Windy mulai mengocok
penisnya, terlihat jelas di kamera. “Aku juga kangen sayang… Aku ingin kamu di sini.” Aldo
yang mendengar Windy mengucapkan hal itu serasa dicabik-cabik. Ia ingin sekali mematikan
Hp Windy itu lalu membuangnya jauh-jauh, tapi ia sudah berjanji kalau hubungannya dengan
gurunya itu biarlah menjadi deritanya.
“Mana sayang? Aku ingin melihat tubuhmu.” Pacar Windy itu semakin laju mengocok
penisnya. Windy pun menuruti hal itu, ia melepas kaosnya dan tampil bugil di depan kamera.

Meski sedang tidak pengen, tapi, melihat pacarnya yang begitu terangsang membuat Windy
berpura-pura ikut masturbasi. “Ahhhhh!!!” Desah Windy pura-pura. Windy juga tidak ingin
tiba-tiba terlihat mencurigakan kalau tidak ingin ikut sex cam pacarnya itu.

“Ahhhh…” Melihat Windy yang meronta-ronta kenikmatan semakin menambah kencang dan
tegaknya penis pacar Windy itu. Ia sedang membayangkan, kalau saja ia dan Windy yang
cantik itu tinggal serumah, pasti ia setiap hari akan menggenjot pacarnya itu.

“Huh? Apaan nih?” Aldo menemukan sebuah benda aneh di bawah bantal Windy. Itu adalah
dildo putih yang terasa kesat karena terbuat dari karet.

“Ahhh.. Ahh…” Mendengar Windy yang mendesah membuat Aldo meringis dan menutup
telinganya.

“Ahhhh….” Crot… Pacarnya sudah ejakulasi. Windy pun juga pura- pura teler seperti
sehabis orgasme. “Hah… Hah…” Mereka berdua terlihat bernafas terbata-bata.

“Aku pergi nyari makan dulu ya. Bye sayang. I love you.” Pacar Windy menarik celananya.
Windy mengangguk dan tersenyum. “I love you too.” Bip… Video call mereka pun selesai.

Hah… Windy menghembuskan nafas panjang. Ia lalu bangkit berdiri dan mencari Aldo.
“Aldo?” Windy memanggil Aldo yang sama sekali tidak kelihatan ada di mana. “Aldo?”

Sosok Aldo itu akhirnya berdiri setelah menyembunyikan diri di balik kasur. Windy bisa
melihat keceriaan di wajah Aldo itu sudah berubah menjadi sesuatu yang lain. Windy pun
berusaha tersenyum, ia ingin Aldo bisa kembali ceria seperti tadi. “Maaf tadi ada panggilan
dari pacarku.”

Aldu menggeleng dan tersenyum berusaha menunjukkan kalau ia tidak apa-apa. Ia lalu pergi
dari kasur Windy sambil membawa dildo milik Windy. “Kak, ini apa?” Aldo mengangkat
dildo itu dan wajah Windy langsung menganga serta memerah malu.

“I- Itu… Itu model kelamin laki-laki untuk bahan ajar biologi.” Windy mencoba berdalih.
Tentu saja Aldo tidak sepolos itu.

Cowok itu kemudian pergi berdiri di depan Windy sambil mengangkat dildo milik wanita itu.
“Tentu saja aku tahu ini apa Kak…” Windy pun menunduk malu.

Pat… Aldo mengelus pipi Windy dan mengangkat wajah wanita cantik itu kembali menegak
ke atas. “Apa selama ini Kakak kesepian?” Tatap Aldo dalam sambil lembut mengelus pipi
Windy.

Vagina Windy mulai basah terangsang gara-gara Aldo bersikap seperti itu. Bibirnya hanya
mengkerut-kerut, tidak bisa menjawab Aldo. Tapi ekspresi itu cukup jelas bagi Aldo apa
jawabannya. Kalau gurunya itu tidak kesepian, sudah jelas dildo itu tidak akan ada di sana.
Bruk… Aldo lalu membawa Windy tiduran terlentang lagi di atas kursi. Cowok itu menahan
tubuhnya dengan tangan berada di atas tubuh Windy. “A… Aldo…” Wajah Windy masih
terlihat merah dan malu.

“Aku juga tahu tadi Kakak cuma pura-pura kan?” Windy hanya diam tidak menjawabnya.
Pahanya merapat-rapat karena vaginanya yang basah mulai terasa gatal ingin segera
dimainkan.

“Aku ada di sini Kak… Kakak tidak perlu merasa kesepian lagi.” Grab… Windy yang sudah
tidak tahan akhirnya menarik wajah Aldo yang tergolong ganteng itu lalu mengucup bibirnya
nikmat.

“Hah… Hah….” Nafas mereka berdua terengah-engah. Kali ini Windy benar-benar
terangsang sungguhan. “Ronde kedua?” Tanya Windy malu-malu.

Aldo pun tersenyum senang mendengar itu. “Tapi aku mau nyoba main pakai ini dulu boleh
Kak?” Aldo mengangkat dildo milik Windy. Wanita itu pun mengangguk saja. “Gimana cara
ngidupinnya?” Aldo terlihat bingung. Windy malu-malu mengangkat tangan dan meraba
tangan Aldo sekaligus menghidupkan dildo itu. Nging….

“Masukin pelan-pelan ya…” Ucap Windy sambil membuka selangkangannya perlahan. Aldo
mengangguk mengerti.

Aldo lalu turun dari kursi dan dari samping, ia memasukkan dildo yang sudah berputar-putar
itu perlahan masuk ke vagina Windy yang sudah basah kuyup. Jleeebbb…. “Ahhhh….”
Windy langsung menggeliat merasakan kenikmatan putaran dildo itu di dalam dinding
vaginanya. Ngingg…

Grab… Tangan Windy menggenggam lengan Aldo yang cukup kekar karena kebiasannya
main basket. Sambil merasakan kerasnya trisep Aldo, Windy menggeliat-geliat terangsang
kenikmatan. “Ahhhh!!! Ahhh!!!” Ngingg… Nginggg…. Aldo kemudian memutar-mutar dildo
itu dan tentu saja itu membuat tubuh Windy langsung menegang kenikmatan.
“Aaaaahhhhhhhhh!!!!!!!!!” Teriak Windy nyaring. Cross… Cairan vaginanya yang telah
orgasme meleber.

Aldo sudah tidak tahan lagi. Penisnya sudah tegak dan mengeras sampai berurat-urat.
“Aahhh!!! Ko… ndom!!! Ahhh!!! Pakai itu Ahhh!!! Dulu Do….” Aldo mengangguk
mengerti. Sambil masih terus memegang dildo, Aldo memberikan kondom ke tangan Windy.
Meski terbata-bata dan gemetar, Windy berhasil memasang kondom ke penis besar Aldo.
“Aahhhh…” Tubuh Windy bergidik ketika Aldo menarik keluar dildo dari vaginanya.

Cowok itu kemudian naik ke atas kursi dan membuka selangkangan Windy yang sempat
menutup kembali lebar. Jleeebbbb…. Penisnya yang berukuran lebih besar dari dildo itu pun
masuk mengujam masuk vagina Windy. “Aaaahhhhhhh!!!!!!!!” Buk! Buk! Buk!
“Ahhhhhh!!!!! Ahhhhh!!!! Ahhhhh!!!!” Windy berteriak kejang-kejang kenikmatan. Ronde
kedua mereka pun dimulai dan berakhir sampai malam tiba.
Sekali lagi Windy yang kalah dalam pertempuran ronde kedua seks mereka. Kali ini matanya
sudah menyipit berdaya 5watt, tenaganya tinggal sedikit lagi sebelum teler kenikmatan.
“Hah… Hah….” Crot… Akhirnya Aldo ejakulasi, tapi sebelum itu ia sempat menarik
penisnya dan menyemburkan spermanya ke dada Windy. “Hah… Hah…” Aldo terbaring
memeluk Windy yang sudah teler tak bertenaga di atas tubuhnya.

“Sudah… malam Do… Tinggal saja di sini…” Aldo yang kelelahan pun mengangguk sangat
setuju. Ia juga rasanya tidak memiliki tenaga apa-apa lagi jika harus jalan kaki kembali ke
asrama. “Hah… Hah… Aku istirahat sebentar ya, habis itu kita keluar nyari makan.” Ucap
Windy dengan nafas terbata-bata.

Cup… Aldo mencium kepala Windy. “Iya Kak… Nanti malam kita coba enggak pakai
kondom ya Kak?”

Windy pun tertawa kecil melihat betapa nakalnya mereka berdua sekarang, tapi setelah itu,
matanya langsung terpejam pingsan dalam kenikmatan.

Anda mungkin juga menyukai