Oleh yourkidlee
***
"Haylie, guk guguk! Kemari, guguguk!"
Haylie gatal ingin melempar tas selempangnya
ketika Hanbin bernyanyi-nyanyi riang menghampiri
gadis kecil itu. Tapi diurungkan melihat seringai
Hanbin yang pastinya sangat mencurigakan.
"Elu dipanggil ke Ruang Osis," kata Hanbin
membuat Haylie tersentak.
"Ngapain? Gue nggak bikin masalah apa-apa," kata
gadis itu sambil melangkah, ingin pulang sekolah
sesegera mungkin.
"Miss Jessie nyuruh lo jadi panitia," kata Hanbin
mengikuti langkah Haylie. "Jadi panitia promosi, Li.
Kan elo pengisi acara tuh sekaligus murid sekolah ini."
Haylie mengangkat alis. "Nggak ah," tolaknya
begitu saja.
"Ck, ikut aja, nyet. Ini sampe gue jemput kurang
apa sih," kata Hanbin menggerutu. Haylie memutar bola
mata tak peduli.
"Cuma megang akun instagram khusus pensi, Li.
Terus jualan tiket, dah gitu aja," kata Hanbin masih
membujuk.
Haylie mendengus keras, "siapa aja anggotanya?"
"Sett dah pilih-pilih, pantes jomblo," kata Hanbin
masih sempat meledek membuat kali ini Haylie benar-
benar mengumpat tak tahan.
"Nggak rame banget sih. Eh, ada itu tuh Jevon
sama Candra. Antek-antek lo semua tuh, kan bagus bisa
lo suruh-suruh," kata Hanbin masih berusaha
membujuk.
Haylie mengangkat alis. Jevon adalah teman
sekelas mereka juga. Pemuda bodoh pacar Jane yang
24/7 selalu punya musuh di kelas.
Sementara Candra adalah tetangga dan teman sejak
lama gadis itu, si kacamata warna warni yang sejak
SMA sudah mulai tobat memakai kacamata bening
biasa.
"Mikir mulu, Njir. Kelamaan, ayo lah entar dapat
nasi kotak," kata Hanbin asal, kemudian berbelok dan
melangkah. Seakan tak mau dengar penolakan lagi.
Haylie mendecak, mau tak mau mengekori Hanbin.
Dalam hati ia bergumam samar.
'Semoga nggak ada tu orang...'
01. Admin IG Pensi
Haylie :
Anjir
Hanbin:
JANGAN NGOMONG DULU GUE BELUM SELESAI
'Iya gue tau kok, tp bilang ke dia kalau mau out ya out
aja, gue gak bakal maksa'
Lah gue bingung kan
Lah anjir napa mellow gini gue aja mau nangis
bacanya
Haylie :
Lo napa bego banget sih?
Hanbin:
Lah kok dikatain kak :(
Gue juga abis baca ulang grup kayaknya lo mulai
dingin pas dia nongol
Kalian ada apa sih?
Haylie :
Kepo bener kek fennie rose
Hanbin:
Fennie rose skrg jualan apartemen bukan gosip lagi
Jangan alihin pembicaraan
Haylie :
Gak ada apa apa
Hanbin:
Bohong kau adinda
Haylie :
Kalaupun ada apa-apa, gue udah lupa.
Karena nama dia serta semua memori dah gue hapus
di otak gue :)
Hanbin:
Waduh..................
Berat nih......
Haylie :
Gue serius.
Tolong, mulai sekarang nggak usah bahas dia di depan
gue.
Hanbin:
O...K...
Haylie :
Dan satu lagi
Nggak perlu ada yang tahu, terutama di kelas
Hanbin:
Siap kapten
Haylie:
gue ngantuk
Jelo:
Yahhh :(
Haylie:
apa
Jelo:
Padahal mau chat :(
wkwkwkwkwk
Haylie:
Apasih lo
Jelo:
Iye iye kagak ganggu
Goodnight ya
Haylie:
Hm
***
chickenchika comment on your post: 'Lie, gue
beli tiket pensi lewat lo nih? Gue nanti datang ya!'
Haylie jadi tersenyum sinis, memandangi komentar
itu.
Cewek satu ini nggak ada malunya sama sekali ya?
Setelah sekian lama tiba-tiba muncul di poto instagram
Haylie dan belagak sangat akrab begitu.
Ah, okay.
Mereka pernah akrab.
Dulu.
Seseorang datang memasuki ruang OSIS tempat
Haylie dan Jevon duduk memantengi akun sosmed
sekolah membuat mereka menoleh.
Haylie melebarkan mata, melihat sosok ketua Osis
itu datang. Ia segera mengalihkan wajah, belagak fokus
pada laptop di depannya.
"Zra, ini nanti gue sama Haylie pulangnya kapan?"
keluh Jevon membuat Haylie mendelik.
Padahal sedari tadi yang sibuk mengurusi pembeli
adalah Haylie, sementara cowok ini cuma sekali selfie
upload ke IG pensi sekolah, lalu malas-malasan curhat
tentang pacarnya.
"Nanti dulu, sampai jam lima-an lah," jawab Ezra
meraih tas di belakang mejanya di sudut ruang.
"Oh ya besok kalau bisa ikut gue sama yang lain ke
sekolah depan ya. Kita promo di sa-" Ezra tiba-tiba
terdiam. Ia tersentak sendiri, menoleh pada Jevon. "Eh,
lo cowoknya Jane kan, Jev?!"
Jevon terkejut. "Iya. Kenapa?" tanyanya polos.
Ezra mengumpat kecil, merutuk diri sendiri. "Itu
tadi cewek lo jatoh pas formasi piramida anak cheers."
Haylie dan Jevon melotot kaget. Dua detik
kemudian Jevon langsung melompat, berlari cepat
keluar dari ruang OSIS.
'LAH ANJRIT NAPA GUE DITINGGAL?!' pekik
Haylie dalam hati.
Sudah panik sendiri tapi belagak tetap tenang.
Gadis itu agak salah tingkah, memandang layar laptop
kembali menyadari kini hanya tinggal berdua dengan
orang yang selalu ia hindari selama di SMA ini.
Hening.
Haylie tak berani melirik apa yang sedang
dilakukan cowok itu. Gadis itu benar-benar merasa
tersudut dengan lidah kelu. Suasanya kaku dan
canggung membuatnya merasa tak nyaman.
Haylie dengan segera mematikan laptop. Gadis itu
berdiri, beranjak ingin menyusul Jevon.
Tapi baru beberapa langkah, ia terkejut Ezra dari
belakang tahu-tahu berjalan cepat menuju pintu
melewatinya begitu saja. Haylie berpikir pemuda itu
akan keluar lebih dulu membuatnya bersyukur ia tak
perlu repot-repot pergi.
Tapi nyatanya Ezra meraih daun pintu dan
menutupnya rapat. Membuat langkah Haylie terhenti
dan langsung membeku begitu saja. Gadis itu
melebarkan mata, berdiri tegap menatap Ezra yang
perlahan berbalik memandangnya.
Ezra mendesah berat, "Akhirnya ada waktu kita
berdua," katanya serius membuat bulu kuduk Haylie
meremang.
Gadis itu agak panik, berusaha menghindari tatapan
Ezra. "Kenapa?" tanyanya sedingin mungkin.
"Ada yang harus kita bicarain, Li," tegas Ezra
membuat Haylie menipiskan bibir. Pemuda tampan itu
mendekat sedikit, "Lo masih marah sama gue?"
tanyanya dengan intonasi mulai merendah.
Haylie mendecak, menunjukkan tak suka dengan
pembicaraan ini. Ia kembali menelan emosinya, melipat
kedua tangan di depan dada dan memandang Ezra
tajam.
"Bukannya lo sendiri yang bilang ayo mulai dari
awal? Ya ini, kan. Gue turutin," katanya dingin
membuat Ezra terdiam. "Mulai dari awal dimana gue
dan elo belum saling kenal."
Ezra mengeraskan rahang, mencoba tetap tenang.
"Sampai kapan sih lo kayak gini?" tanyanya dengan
lelah. "Bahkan Chika udah berkali-kali hubungin lo-"
"Gimana kalau lo urusin aja sahabat tercinta lo
itu?" potong Haylie segera, tersentil begitu saja
mendengar nama itu. "Bukannya kalian udah hidup
bahagia berdua? Ngapain sih ganggu gue lagi?"
Ezra mendesah keras, "Haylie," katanya tegas dan
serius. "Chika itu temen kita, kenapa sih lo terus gini-"
"Temen lo aja kali. Napa bawa-bawa gue?" potong
Haylie tajam.
"Dia cuma mau jujur ke gue waktu itu."
Haylie mengepalkan tangan. Merasa sudah di
puncak emosinya kali ini. Raut wajahnya sudah keruh
dan gelap. Gadis itu tanpa kata berjalan cepat, ingin
segera pergi sebelum benar-benar melayangkan
tamparan pada pipi pemuda tampan itu.
Namun Ezra tetap Ezra. Pemuda itu dengan keras
kepala meraih lengan Haylie, menahannya erat
membuat Haylie dengan sebal menggeram meminta
dilepaskan.
Pintu dibuka.
Keduanya terlonjak setengah mati. Masih dengan
tangan Ezra memegang pergelangan tangan Haylie,
keduanya menoleh.
"Eh?" ceplos Jelo melongo begitu saja melihat
kedua orang itu hanya berdua di ruang tertutup ini.
"Weis, ada apa nih berdua-dua gini?" protesnya
langsung mendekat. Ia segera melepaskan pegangan
Ezra membuat Ezra mengangkat alis, "Mau ngapain
lo?" tanyanya merasa tak suka, apalagi melihat wajah
penolakan Haylie yang ingin menjauh dari Ezra.
Haylie secara naluri mendekat pada Jelo, seakan
meminta perlindungan.
Ezra diam lama, kemudian menghela nafas
mengalah. "Lo masih harus ngurusin tiket pensi. Jangan
pergi dulu. Jevon lagi nggak ada," katanya datar
memandang Haylie yang membuang muka.
Jelo mengangkat alis tinggi, kemudian menoleh
pada Haylie. "Jevon nggak ada? Yaudah gue temenin,"
katanya membuat Haylie melebarkan mata, namun
bersyukur dalam hati.
Ezra menipiskan bibir, tanpa kata pemuda itu
beranjak pergi. Melewati keduanya begitu saja keluar
dari ruang osis.
Haylie menghela nafas setelah pemuda itu tak ada.
Ia merasa lelah begitu saja. Bertemu dengan Ezra
memang menguras tenaga yang sebenarnya tak
diperlukan.
"Hay," panggil Jelo membuat Haylie terkejut dan
tersadar. "Lo nggak ada apa-apa kan sama Ezra?"
tebaknya merasa curiga.
"Ada apa apanya?" balas Haylie belagak tak
mengerti. Ia lalu tersentak, menjauhkan diri dari cowok
berpakaian futsal itu. "Dih. Elo dari main bola ya?
Masih keringetan gitu," kata gadis itu mencuatkan bibir.
Jelo mengangkat alis lagi, lalu dengan polosnya
mengendus dirinya sendiri. Cowok jangkung itu
meringis kecil, "Tunggu bentar, gue minta parfum sama
Denis," katanya berbalik ingin pergi.
"Ehhhh biar apa?" tahan Haylie bingung sendiri.
Jelo berhenti dan menolehkan kepala. "Kalau gue
bau nanti lo nggak mau deket-deket gue," katanya
belagak sedih membuat Haylie mendelik.
"Cih. Bodoamat. Jel," sahut gadis itu tak peduli,
langsung beranjak pergi meninggalkan Jelo yang
memajukan bibir bawah.
Walau Haylie tak tahu, cowok jangkung itu
memandanginya dengan tatapan tak terbaca.
03. Gocekan si Kakak Futsal
***
Rosi mengernyit, melihat bayang pemuda jangkung
di luar kelas 11 MIPA 3. Awalnya sih ngarep itu
pacarnya, Junaid. Tapi kalau diperhatiin... jelas itu
bukan Junaid.
"Ssst, siapa tuh?" tanya Rosi pada Lisa yang
berberes buku dan perlengakapannya ke dalam tas.
Lisa menoleh ke arah yang Rosi pandang. Ia juga
memandang samar bayang seseorang berdiri di samping
pintu kelas, "Cowok lo kali," jawabnya acuh tak acuh.
"Satu, nggak mungkin June jemput gue, ada jin
apa? Kelasnya kan lebih deket parkiran. Dua, itu bukan
June. June gue bayangannya aja sexy."
Lisa sontak mendelik sempurna, menatap
sahabatnya itu memerotes keras. Ia kemudian tak
menanggapi dan meraih tas ke bahu, berdiri dan mulai
keluar kelas. Rosi mengikuti. Yang kemudian diekori
Jane dan Haylie yang sibuk saling mengirim poto-poto
catatan dari papan tulis.
Rosi terkejut, refleks menghentikan langkah ketika
di pintu kelas begitupula Lisa yang mengernyit.
"Eh, Jelo," kata Rosi bingung pemuda itu tumben
di depan kelasnya.
Jelo yang sedari tadi menunggu jadi menoleh, ia
lalu tersenyum. Matanya memandang gadis mungil
yang dengan tenang melewati Rosi begitu saja dan
merunduk dengan hape.
Haylie terkejut ketika lengannya tiba-tiba dipegang
dan ditahan. Gadis itu refleks mengangkat wajah,
memandang Jelo dengan wajah blanknya itu.
Jelo tersenyum agak gugup, "Gue nungguin lo."
"WOAAAAHHHHHHHH!!!!!" Koaran dari murid
2A3 yang baru keluar kelas langsung ramai tak karuan.
Haylie jadi mengkerutkan kening dan segera
menjauh, belagak tak kenal sama sekali dengan pasukan
rusuh itu. Sementara Jelo malah jadi salah tingkah.
"Ditungguin noh," goda Jane menyenggol lengan
Haylie membuat Haylie menoleh dan mengumpat
melalui tatapan.
"ASEK ADA YANG JEMPUTIN HAYLIE!" teriak
Bobi sambil berjalan pergi membuat Haylie menarik
ranselnya dari belakang dengan keras membuat Bobi
hampir terjengkang.
Sementara ribut-ribut begitu, Yoyo merapat ke
samping Hanbin dan berbisik.
"Weis, gimana ini? Darurat 911," kata Yoyo
mengerling penuh arti.
"Santai, santai... si Jelo belum baper bener kok...."
Sahut Hanbin kemudian melirik Jelo yang memandang
Haylie dengan senyum samar. ".... Kayaknya," sambung
Hanbin meragu begitu saja.
"Kasih laporan kagak?" tanya Yoyo pelan.
Hanbin diam sejenak, lalu mendecak kecil. "Nggak
usahlah. Gimana tu anak bisa move on kalau bahas
Haylie mulu," balasnya tak setuju, lalu mulai berjalan
pergi meninggalkan kelas. Yoyo segera mengikutinya.
Setelah keadaan benar-benar sepi dan para murid
receh itu pergi semua, Haylie menghela nafas menoleh
pada Jelo.
"Lo apaan sih. Ngapain pake ke kelas gue segala?"
protes Haylie galak.
"Ya mau jemput elahh," jawab Jelo menciutkan
diri.
"Mau kemana?"
"Rapat Li, RAPAT!!!" sahut Jelo jadi gemas tak
karuan.
Haylie memutar bola mata, "Rapatnya tuh masih
satu jam lagi, please??????"
"Ya makanya itu gue mau ngajak lo makan,
please?????" balas Jelo mengikuti gaya bicara Haylie.
Haylie tenganga kecil, "Tapi gue mau ke rumah
Mauryn," katanya menyebutkan nama adik Candra.
"Ck, nggak usah. Sama gue aja," kata Jelo
membuat Haylie mencibir.
"Kok lo maksa?"
"Kalau nggak maksa lo nggak bakal mau," balas
Jelo ngotot. "Elo selalu nolak ajakan gue."
Haylie mendengus. Gadis itu melipat kedua tangan
di depan dada menatap pemuda itu sebal. "Elo tahu
kenapa gue males banget kalau jalan sama lo?"
Jelo mengangkat sebelah alis, "Apa?"
Haylie menunjuk dagu dan leher, membuat Jelo
mengernyit tak mengerti.
"GUE CAPEK DONGAK, NYET!"
Jelo refleks mundur dan menarik diri merapatkan
bibir mendengar itu. "Ya elo makanya tumbuh dikit
kek!" balasnya tak mau kalah.
Haylie jadi melotot walau matanya sudah besar.
"Elo siapa suruh tiba-tiba menjulang gini ha?! Dulu pas
SMP kalau baris lencang kanan tangan gue masih bisa
gapai pundak lo!"
Jelo mengulum bibir, berusaha tidak tertawa saat
ini juga. "Yaudah sih kenapa dipermasalahin tinggi
doang. Perbedaan itu yang membuat kita satu!"
racaunya dengan gaya sungguh-sungguh.
"Leher gue capekkkkk."
Jelo mencibir, "Yaudah nih gue yang nunduk nih,"
katanya tiba-tiba merunduk dan memajukan wajah
membuat Haylie refleks mundur mengangkat telapak
tangan menahan tubuh pemuda itu yang merapat
mendadak.
Gadis itu dengan sebal mendorong Jelo yang sudah
meledakkan tawanya. Haylie mengerutkan bibir,
tangannya ingin maju menabok kepala Jelo tapi dengan
mudah pemuda itu menahannya. Memegang puncak
kepala Haylie menjauhkan gadis itu menggapai
tubuhnya. Apalagi tinggi Haylie yang hanya sebahu
Jelo.
Haylie jadi tersulut. Gadis itu jadi melompat, ingin
menjambak Jelo tapi gagal karena kini kepalanya justru
ditekan oleh pemuda itu yang sudah tersenyum-senyum
penuh kemenangan. Haylie dengan sebal memegang
tangan Jelo di atas kepalanya, ingin melepaskan tapi
satu tangan itu begitu kuat sampai ia tak bisa melawan.
Jelo tertawa puas. "Aish lucu banget sih anak
siapa," katanya gemas jadi mengacak puncak kepala
Haylie.
Haylie dengan sebal memukul lengannya, membuat
Jelo kali ini spontan menurunkan tangan dengan bibir
manyun.
"Beuh mesra amat!"
Sebuah celetukan nyaring membuat keduanya
menoleh. Haylie membelalak, melihat Candra sudah
geleng-geleng kecil dengan Mauryn di sampingnya
yang tersenyum menggoda.
"Pantes line nggak dijawab. Keasyikan pacaran
toh," goda Candra menyindir.
"Percuma dong kak kita datang ke sini," jawab
Mauryn berakting membuat Haylie mendelik.
Haylie dengan sebal mendorong Jelo membuat Jelo
melotot tak terima. Gadis itu ingin beranjak pergi
mendatangi Candra dan Mauryn tapi lengan Jelo
melingkar di lehernya dan menahannya membuat
Haylie memekik kaget.
"Nggak! Lo sama gue!" kata Jelo menarik gadis itu
menjauh.
"Apaan sih aaaarghh!!!" amuk Haylie ingin
dilepaskan tapi jelas tubuh mungilnya kalah telak dari
sosok menjulang Jelo.
"Hus sana! Hati-hati di jalan!" usir Jelo
mengibaskan tangan ke arah Candra.
Candra menipiskan bibir, "Duluan, Li!" teriaknya
pamit membuat Haylie mengumpat menahan tapi belum
bisa melepaskan diri. Mauryn malah menertawai itu dan
segera mengekori Candra pergi dari sana.
Haylie terus bergerak mengamuk, tapi Jelo malah
makin merangkul gadis itu. Dengan senyum tertahan, ia
berdehem mencoba tetap cool.
"Udah ah. Jangan berisik. Ayo makan," kata Jelo
dengan santai menyeret Haylie membuat Haylie dengan
sebal mengumpat dan tertarik pasrah.
***
Jelo memandangi gadis itu yang dengan cuek
melahap es campurnya. Pemuda itu mendesah pelan,
berdehem kecil memperbaiki posisi duduk. "Haylie,"
panggilnya membuat Haylie mendongak begitu saja.
"Hn?" jawab Haylie cuek, dengan mulut
mengunyah potongan alpokat.
"Eung... lo...." Jelo membasahi bibir bawah,
mengaduk es campur dengan sendoknya tanpa sadar.
"Elo... kok sekarang udah jarang sama Ezra?"
Gerakan menyendokkan air sirup ke dalam
mulutnya terhenti begitu saja mendengar nama itu.
Haylie hampir saja tersedak kalau gadis itu tak segera
menguasai diri.
Diam sejenak.
Haylie berdehem pelan dan merunduk tak
mengangkat wajah, "Nggak papa," jawabnya pendek.
"Bukannya dulu kalian sahabatan?" tanya Jelo tak
puas dengan jawaban itu. "Kok... sekarang kayak orang
nggak kenal gitu?"
Haylie belagak mencari kacang merah di mangkuk
besarnya, gadis itu masih tak mau balas tatapan Jelo.
"Ya namanya juga remaja, Jel. Pasti ada yang berubah
lah. Apalagi SMP ke SMA perubahannya drastis," kata
cewek mencoba terdengar tanpa beban seakan ini
pembicaraan tak berarti.
Jelo mendesah pelan. Ia diam sejenak, "eung...
terus... temen lo yang satu lagi gimana?"
Haylie lagi-lagi terdiam dan membeku. Gerakan
tangannya berhenti begitu saja.
"Kalau nggak salah dia anak, baru kan? Siapa sih
namanya? Je... Eh Ji... Eh bukan bukan. Jo... Bukan.
Ja.... Eh siapa sih, Hay?"
Haylie dengan cuek mengedikkan bahu, "Lupa,"
katanya singkat, kemudian menyendokkan es campur
ke dalam mulut.
Jelo mengernyitkan kening. Mencoba mengingat
sekali lagi. "AHHHH! JESSICA! Anak-anak
manggilnya Chika! Ya, kan?"
Haylie tak bereaksi. Walau dalam hati ia hampir
saja melemparkan mangkuk es ini ke wajah tampan
cowok di depannya ini karena menyebutkan nama itu
dengan nada tinggi yang riang.
"Dulu kalian segeng tuh. Kenapa sekarang pisah
gitu?" tanya Jelo ingin tahu.
Haylie mendesah keras, mendongakkan kepala. "Lo
bisa diem nggak sih?" tanyanya dingin, membuat garis
wajah Jelo jadi menurun dan terdiam. "Kenapa sih lo
tuh kepo banget?"
Jelo bungkam. Raut wajahnya jadi serius. Pemuda
itu mengulum bibir sejenak. "Gue cuma pengen tahu
tentang lo," jawabnya membuat Haylie mengangkat
sebelah alis.
"Bukan cuma sekedar kepo. Gue pengen berperan
di hidup lo. Mau bantu lo kalau lo kesulitan. Mau hibur
lo kalau lo sedih. Karena itu gue pengen tahu."
Haylie terdiam. Gadis itu tertegun. Ia menipiskan
bibir, mencoba menguasai diri tak terlihat terpengaruh
dengan kalimat itu. "Elo nggak perlu repot-repot
ngurusin gue," jawab gadis itu dingin, kembali
merunduk menyendokkan es campurnya.
Jelo mengatupkan bibir. Pemuda itu merasa ditolak
begitu saja. Ia akhirnya kali ini memilih mundur
sejenak, mengalah pada kerasnya gadis ini.
Ni cewek hatinya batu bener gue harus apa lagi sih
biar dia peka', dumelnya dalam hati sambil
memandangi Haylie yang dengan cuek menghabiskan
es campurnya.
04. Kakak Alumni