Anda di halaman 1dari 7

Prolog

"Ogah banget gue ditaksir cewek kayak, Kana. Udah


jelek, item, gendut lagi!"

"Na, lo gak pernah perawatan ya?"

"Ih! Bau apasih ini? Oh pantes, ada kanal kumal tu!"

"Nama 'Kana Azahra' Itu kebagusan buat muka lo!"

Dari dulu ejekan, hinaan, sindiran dan berbagi hal yang


berhubungan dengan 'Body Shaming' sudah tak asing
bagi seorang Kana Azahra. Ditambah lagi fakta bahwa
antara dirinya dan adiknya tak ada kemiripan sedikit
pun. Lahir diantara keluarga yang tidak harmonis,
membuatnya tak ada pilihan lain selain tinggal bersama
kakek neneknya.

Banyak quotes diluar sana bilang bahwa "Cinta pertama


seorang anak perempuan adalah ayahnya." Tetapi tidak
bagi seorang Kana Azahra. Karena ia harus mencari
terlebih dahulu apa itu ketulusan dan cinta baginya.
Part 01
"DI READ!!!!" Jerit Kana sontak membuat Nindi
terperanjat kaget memegang dadanya.
"Elahhh.. belom juga dibales, nyemot!" Umpat Nindi
kesal.
"Ini udah mengetik!!!" Nindi yang penasaran beringsut
mendekat pada Kana yang terlihat menahan napas.
Segitunya...
Setelah menunggu beberapa detik, balasan tersebut
muncul. Membuat kedua gadis itu melolot sambil
menganga tak percaya lalu berakhir heboh selayaknya
memenangkan lotre.
Afnan
Online
[Ok.]

Beberapa menit yang lalu..

"Nin, gue dapet nomornya Afnan." Nindi menyerngit


menatap tak suka pada Kana. Bukan karena cemburu,
bukan. Tapi..
"Please deh, Na. Gue tau lo rabun. Tapi gak rabun ke
Afnan juga kalik! Gak abis pikir gue, lo rabun apa buta
deh? Bukannya gue udah pernah bilang, kalo si Kafan itu
jelek-jelekin lo!" Balas Nindi dengan ketus, otomatis
membuat Kana merengut.
"Gue tuh--" Kana menjeda, mencoba mengambil napas
sebelum kembali berkata "Gak bisa. Susah tau, Nin. Lo
enak, belom pernah ngerasain." Nindi memutar bola
mata malas. Lagi-lagi dia yang kena.
"Harusnya, move on dari si Kafan itu gampang. Apalagi
dia kan dulu selalu jelek-jelekin lo, ngehina lo, bahkan
koar-koar ke seluruh anak seangkatan kita kalo lo
nembak dia!" Terang Nindi menggebu-gebu. Beruntung,
mereka berdua sedang berada dirumah Nindi. Dan
memang saat sore begini tidak ada siapapun disana. Tapi
kan tetap saja, seharusnya Nindi mengontrol pita
suaranya itu agar tidak rusak.
"Ati gue belom tenang tau, Nin." Kana menghela napas
berat.
"Kayaknya, emang dia deh cinta pertama gue." Kana
menatap Nindi dengan tatapan sendu yang malah mirip
tikus yang bersiap mencuri.
"Cinta pertama ndasmu! Terus apa tadi kata lo?
Tenang?! Tenang, tenang! Emangnya lo arwah
penasaran!" Cibir Nindi membuat Kana mendengus
menahan kesal.
"Bukan gitu!!! Lo kan tau dia gak ada nolak gue
langsung! Langsung ngomong ke gue gak ada!" Kali ini
Kana yang kehabisan kesabaran pun tanpa sadar ngegas.
"Ngomong langsung atau nggak sama aja deh." Sahut
Nindi dengan nada malas.
"Seenggaknya kalo mau bikin gue sakit hati ya sekalian
aja gitu..." Cicit Kana tapi masih dapat didengar oleh
Nindi, membuat gadis kutilang darat alias kurus, tinggi,
langsing, dada rata tersebut melotot.
"BOCAH EDAN! Sakit hati kok sekalian! Beneran tolol
ini anak!" Bentak Nindi terbawa emosi.
"Sekali ini aja deh, Nin. Ini yang terakhir, serius deh!
Gue Cuma pengen punya hubungan baik. Gak
awkward." Kana menatap Nindi seolah mengharapkan
rasa iba dari gadis tersebut, yang tentu saja membuat
gadis tersebut mengalah dan memilih membantunya.
"Awas aja kalo ini bukan yang terakhir." Kana
tersenyum lebar, lebih tepatnya sok manis kepada Nindi
yang membuat tangan gadis itu gatal dan secara tak sadar
menjitak kepalanya. Kurang ajar memang, padahal lebih
tua Kana. Bagaimanapun Nindi hanya sahabat Kana, ia
hanya bisa memberi saran dan mendukung segala
keputusan gadis tersebut. Walau terkadang, keputusan
Kana malah slalu membuat Nindi khawatir. Pada
akhirnya semua keputusan ada pada Kana, bukan?
*****
Kana terus menerus menatap ponselnya. Berharap ada
chat lain dari Afnan, namun nihil. Balasan terakhir hanya
ok, itupun sudah tadi. Dasarnya Kana yang terlalu
berharap lebih, sudah tau dari dulu Afnan tak pernah
mau melihatnya. Jadi mana mungkin Afnan mau
berbasa-basi menanyakan darimana Kana mendapatkan
nomornya atau lainnya.
Apalagi fakta bahwa tidak ada notifikasi apapun dari
handphone tersebut malah semakin membuat mood Kana
hancur. Tak ingin moodnya semakin rusak, Kana
memilih beranjak untuk mengisi kebutuhan perutnya
yang sudah berbunyi.
"Na, panggilin om kamu dulu. Suruh makan, daritadi
mbah panggil dia masih sibuk aja sama hpnya." Wajah
yang awalnya sumringah itu berubah datar. Diam dengan
tatapan mata kosong sampai akhirnya suara sang nenek
menyentaknya kembali ke alam sadarnya.
"Na? Ngapain? Sana cepet panggil." Sebenarnya, jika
bisa Kana tak ingin melakukannya. Menghela napas,
Kana berbalik arah menuju kamar yang sebisa mungkin
selalu ia hindari itu. Dengan ragu-ragu tapi pasti, ia
mengetuk pintu tersebut.
"Apalagi?!" Sahutan tersebut terdengar dari dalam sana.
Kana menahan napas sejenak sebelum akhirnya
menghembuskannya perlahan, kemudian berkata.
"Om, dipanggil mbah disuruh makan." Ucap Kana cepat.
Benar-benar tak ingin berada disitu barang sedetikpun.
Hening beberapa saat membuat Kana malah gelisah
ditempatnya. Tak ingin lebih lama berada disana, Kana
mulai berbalik tetapi urung karena sahutan dari dalam
ruangan tersebut.
"Bilang ke ibu bentar lagi saya nyusul." Tanpa balas
menjawab Kana memilih segera berlalu menuju dapur
dan menyampaikan jawaban dari om-nya tersebut.
Bahkan sampai sekarang, Neneknya tetap memilih
menutup mata dan telinganya yang pada akhirnya
membuat Kana sadar. Ia tak lebih dari seseorang yang
dititipkan disini.

Part 02
“Itulah! Bego dipelihara.”
“Kan gue mau ngetes. Beneran di save back gak sih
nomor gue.” Sahut Kana dengan sedikit memajukan
bibirnya.
“Iya tapi kan bisa pake pembuka yang benar dan baik!
Di agama diajarin pake Assalamualaikum. Ini lo malah
pake P. Jelaslah dikira spam!” Nindi masih menggerutu,
sedangkan Kana menatap nanar layar ponselnya.
Nayla, Elma dan Dona yang baru kembali dari kantin
kompak menyerngit heran. Nindi yang mengomel saat
jam istirahat dan Kana yang murung itu agak—
“Bekal lo mana, Nin? Biasanya kalau kita abis dari
kantin lo kan udah nyedot duluan. Kayak vacuum
cleaner.” Celetuk Nayla berusaha mengalihkan perhatian
Nindi yang masih mengomeli Kana. Entah apa yang
telah Kana perbuat hingga Nindi lebih memilih
mengomel daripada menyedot bekalnya itu.
“Diem deh darah suci yang sebernernya kotor. Otak lo
ntar yang gue vacuum!” Jawab Nindi dengan sedikit
melotot. Membuat Dona yang sebangku dengannya
menatap ngeri.
“Pasti lagi kesurupan.” Guman Dona atau yang biasa
dipanggil Madon gak pake tambahan ‘a’ karena entar
jadi kebagusan.
“Don, lo sayang kan sama gue? Kalau sayang, tolong
jorokin Kana ke jurang buat gue!” Kana memekik tak
terima.

Anda mungkin juga menyukai