“Semua pasti ada masanya.. Tapi, bukan ini yang aku maksud..”
***
6 November 2022..
“Hmm.. Shana makan duluan ya, ma..” Shana bergegas duduk di meja
makan. Ibunya menyiapkan piring dan menata makanannya di
piring Shana.
“Makan yang banyak ya. Kamu kan mau ada ujian hari ini..” Ibu
Shana tersenyum hangat sambil menuangkan the hangat untuk
Shana.
“Iya, ma..”
“BWAH!”
“Aish Kana!! Bisa ga sih lo jangan ngagetin gue?! Nanti kalo gue jatoh
gimaana?!?!” Geram Shana.
Kring Kring..
Dengan segera Kana menutupi memar itu. “Gapapa kok.. Cuman tadi
malem gue kebentuk pintu kok..” Kana tersenyum.
“Yaelah, lain kali lo harus hati-hati.. Jadi orang barbar sih..” Shana
tertawa meledek. Mencoba mencairkan suasana.
Mereka tertawa meledek satu sama lain. Melupakan hal yang tadi
mereka bahas.
***
Kana, sesampainya di rumah Kana masuk kekamarnya. Tak
berselang lama, terdengar suara pecahan gelas. Dengan segera, Kana
mengintip dari pintu. Dia melihat jika orang tuanya sedang
bertengkar hebat. Ya.. Hal itu sudah biasa Kana dengar. Kana juga
tidak pernah mendapatkan kasih sayang dari kedua orang tuanya.
Sejak kecil, Kana sudah dibenci oleh kedua orang tuanya.
Entah kenapa, kali ini ayahnya membawa koper dan pergi keluar
rumah. Ibunya terdiam, menahan amarahnya sambil terduduk lemas
di lantai. Dengan segera Kana menghampiri ibunya.
“Diam! Ini salah kamu!” Ibunya menjawab dengan nada emosi yang
memuncak.
“Bun..”
“Kamu itu anak pembawa sial! Karena kamu suami saya ninggalin
saya!!! Saya sangat menyesal melahirkan kamu! Makanya kamu-“
“Aduh jangan panggil saya bunda lagi!! Itu sih terserah kamu. Saya
ga ngurus! Saya mau pergi dulu!” Ibunya mulai membalikkan
badannya dan pergi keluar rumah.
Lutut Kana terasa lemas. Kana terjatuh dan terduduk lemas di atas
lantai. Wajahnya di banjiri air mata. Dia memukul dadanya menahan
rasa sesak. Aku harus pergi dari dunia ini…
***
2 tahun setelah kejadian itu, Shana masih tidak percaya dengan apa
yang dia lihat. Bangku yang di duduki Kana penuh dengan buket
bunga dan ucapan berduka. Di jembatan tua dimana kejadian itu
terjadi, Shana selalu menaruh sebuket bunga mawar putih,
kesukaan Kana setiap minggunya. Ayahnya Kana ternyata sangat
peduli dengan Kana. Ayahnya sangat terpukul setelah kejadian itu
terjadi. Sedangkan ibunya menghilang tanpa kabar. Shana selalu
menangis jika mengingat kejadian itu. Perasaan menyesal, bersalah
menyelimuti hati Shana. Shana berpikir karena ia terlambat
menolong Kana. Shana merasa jika dirinnya bukan pendengar yang
baik. Dia gagal menjadi sahabat yang bisa menolong sahabatnya.
Kenangan mereka tertawa bersama, bermain bersama hanya tinggal
kenangan. Senyum terakhirnya, terngiang-ngiang dibenak Shana
setiap malam. Teman yang selama ini menemani dan bersama
Shana, sudah menjadi bintang yang bersinar dilangit.
Semua terjadi begitu cepat. Kita tidak tau kapan orang yang kita
sayangi akan pergi selamanya. Menjadi bintang-bintang di langit dan
bersinar terang. Aku merindukan senyuman manismu, tawamu yang
lembut dan pita merah yang manis di kepalamu, Kana. Andaikan,
waktu bisa diputar kembali, kan ku peluk kembali dirimu
-Nashana Andhira
Tamat