Agar
A gar ka
kam
mu tahu sa
sattu ha
hal,
l,
Judul: Petjah
*Blurb:
Nadhira menyayangi Dimas, tetapi Dimas membenci Nadhira.
Semesta menyayangi Nadhira dan memberinya satu permintaan untuk dikabulkan. Nadhira
meminta Dimas beserta hatinya.
Cerita Singkat:
Petjah menceritakan tentang cewek di kelas akselerasi bernama Nadhira. Sejak masuk SMA, dia
memendam rasa pada teman sekelasnya, Dimas Baron. Namun sayangnya, Dimas justru
membencinya selama setahun.
Karena sebuah kejadian yang mengguncang, Dimas menjadi melunak pada Nadhira. Dimas
berbaik hati pada Nadhira. Di saat yang sama, Nadhira berkenalan dengan Biru, senior di
sekolahnya. Biru adalah pentolan sekolah dan menjadi the king of the king di angkatannya.
Kedua cowok ini lalu membawa perubahan pada hidup Nadhira. Biru dengan kata-katanya yang
puitis begitu mengagumi Nadhira. Sementara Dimas dengan kepintarannya mampu membuat
Nadhira jatuh cinta. Nadhira yang imut dan mungil itu pun menjadi kebahagiaan tersendiri untuk
seseorang yang keras seperti Biru, dan menjadi penyemangat untuk Dimas.
Review:
Sebetulnya, novel ini dijadwalkan oleh sang penulis untuk terbit pada Januari 2017. Alasan
kenapa saya bisa menulis review
review bukunya
bukunya di Desember 2016 adalah karena saya ikut pre-
ikut pre-
order dan mendapatkan bukunya lebih awal.
Iya. Pembuka cerita Petjah, bagi saya, dahsyat banget. Entah kenapa dari part
dari part pertama,
pertama, saya
sudah bisa masuk ke dunia Nadhira yang petjah itu. Dengan mudah, saya bisa terpukau pada
karakter Dimas, Nadhira, dan Biru.
Saya pun mengakui bahwa Dimas dan Nadhira itu karakter paling realistis yang pernah saya
temukan. Entah kenapa, saya sering merasa saya itu mirip Nadhira dan Dimas itu mirip dengan
banyak cowok di luar sana.
Karakter favorit saya di sini jelas saja Biru. Dia memang karakter yang terlampau fiksional dan
nggak realistis. Tapi tetap aja, dialah karakter
ka rakter yang bikin saya bela-belain ikut PO di saat
keadaan finansial tidak memungkinkan. Saya sungguh penasaran sama karakter Biru, dan nggak
sabar pengen mengorek-ngorek cerita hidupnya.
Makin dalam menyusuri cerita, saya tarik ucapan bahwa Dimas dan Nadhira itu karakter yang
realistis. Nyatanya enggak juga. Ternyata di pertengahan, Nadhira banyak juga dramanya.
Apalagi saat ia berkonflik dengan Biru, airmatanya keluar melulu. Saya sebagai pembaca pun
jadi jengah juga. Dimas pun sama. Saya nggak percaya dia semudah itu menjadi romantis, seolah
kebencian dia pada Nadhira selama setahun itu nggak pernah ada.
Bukannya nggak bagus, sih. Cuma saya nggak pernah menemukan cowok yang jadi
sangat cheesy ke seorang cewek yang dibencinya sejak lama. Tapi hanya itulah perubahan
karakter Dimas yang mengganggu saya.
sa ya. Jadi untuk urusan realistis, karakter Dimas adalah
juaranya. Dia cowok yang pintar dan dingin, namun juga care dan idealis di saat yang sama.
Mirip dengan banyak orang di luar sana.
Mungkin Petjah emang nggak sesuai sama ekspetasi saya sejak awal. Makin jauh membaca, saya
merasa novel ini sama saja seperti novel teenfiction lain. Banyak drama-dramanya. Padahal saya
kira tadinya nggak begitu, gara-gara 6 part
6 part pertama
pertama novelnya di Wattpad terasa begitu real . Salut
buat Kak Oda untuk hal yang satu ini.
Dan entah kenapa, banyak sisi dari cerita ini yang mengingatkan saya sama Perahu Kertas dan
Ada Apa dengan Cinta. Karakter Biru itu kayak perpaduan antara Keenan dengan Rangga.
Lembutnya Biru itu Keenan-banget, dan puitisnya Biru itu Rangga-banget. Emang sih nggak
baik membandingkan karya orang, tapi kenapa saya ngerasa Biru itu kombinasi dari Keenan dan
Rangga dalam satu wujud?
Apalagi, saya seneng banget sama Keenan. Saya juga suka sama Rangga. Jadi jangan tanya deh,
betapa cintanya saya sama karakter Biru walaupun dari sisi sifat, Biru itu yang paling banyak
drama. HAHAHA.
Oke, ada juga yang kelupaan. Mungkin mirip juga dengan karakter Nathan Januar. Well, tapi
menurut saya Nathan tidak se-mellow
se-mellow Biru.
Makin banyak juga kebetulan-kebetulan yang mencengangkan semakin jauh saya menelusuri
Petjah. Kebetulan yang cukup nggak masuk di akal. Tapi entah kenapa saya menikmati
semua kebetulan itu. Saya suka cara Kak Oda yang menyebutkan di novel bahwa itu semua
bukanlah kebetulan, tapi takdir. Karena memang kebetulan itulah yang membuat karakter
Nadhira mengalami gejolak dan akhirnya terasa hidup. Karakter yang bagus nggak selalu harus
karakter yang hidupnya mulus. Nadhira, contohnya.
Lalu saya akan bahas dari segi tata bahasa. Yah, saya nggak jago banget, sih, tapi setidaknya
saya nangkap beberapa kesalahan. Mungkin karena novel ini cetakan pertama, jadinya ada
banyak typo yang bertebaran. Jangan tanya saya ada di mana aja.
Ada beberapa kata yang kejebolan ketambahan angka, seperti di halaman 51: saya
51: saya buru-buru
sebentar lagi bel0 masuk. Nah,
masuk. Nah, dari kalimat itu saja sudah ada dua kesalahan yang saya tangkap.
Ketiadaan tanda baca koma. Saya merasa lebih nyaman kalau setelah kata buru-buru
buru-buru,, sebaiknya
ditambahkan tanda koma. Sebetulnya, saya ngerasa ketiadaan tanda koma ini cukup banyak juga
bertebaran di buku.
Lalu ada juga typo seperti nama Nadhira menjadi Nahdira. Dan ada juga beberapa kalimat nggak
efektif. Saya berharap banget, di cetakan kedua, kesalahan-kesalahan ini diperbaiki.
Yah. Meskipun ceritanya banyak drama, namun seenggaknya saya bisa terbawa, sih.
Seenggaknya emang ini drama anak SMA. Nggak ada kisah rebutan cinta yang lebay. Baru kali
ini saya liat ada orang yang pacarnya deket sama cowok lain, bahkan tiap hari nemenin dia, tapi
tetap bisa saling percaya. Dimas contohnya.
(eh, ini tetep bikin karakter Dimas realistis, kan? Hah aha.)
Oke, lupain aja soal realistis. Sifat itu bikin saya gemes banget sama Dimas.
Biru emang banyak drama, sih. Tapi dia tuh pengertian banget, dan lembut sama Nadhira. Ya,
dia memang banyak drama soalnya emang latar belakang hidupnya yang ribet. Jadi nggak heran
kalau banyak benang kusutnya.
Saya ngerasa cheesy kalau Nadhira mesra-mesraan sama Dimas. Tapi nggak begitu kalau dengan
Biru. Apa, ya. Biru itu kayak mainnya menghanyutkan gitu cara dia mendekati Nadhira.
Bapernya bikin membunuh perlahan-lahan. WUAHAHA. Entah berapa kali saya terenyuh waktu
baca momen-momennya Nadhira dan Biru. AMBROSIUS BIRU, TOLONG EKSIS DI DUNIA
INI YA.
Ada apa lagi sama Biru? Laki kok banyak drama, sih.
Sumpah, saya setuju banget sama Dimas. Makanya saya ketawa waktu baca line ni.
Bagian ini.
Pada kepasrahan sudah aku petjah. Jangan kamu petjah. Berjanjilah.
Sekuel? Hmm, saya rasa nggak perlu, sih. Novel ini memuaskan kok untuk segi ending (dan saya
nggak akan kasih tau memuaskan untuk Team Dimas atau Team Biru). Tapi memang
eksekusinya nggak perlu membutuhkan sekuel.
Nggak ada sekuel untuk Biru, Nadhira dan Dimas. Tapi tolong ya, saya butuh banget sekuel
atau cerita spin-off
cerita spin-off Utha atau Bobi. Sumpah, saya suka banget sama mereka. Apalagi Utha.
Ngingetin
N gingetin saya sama senior saya yang unyu di sekolah. :”)
4/5 !
Iya, satu bintangnya dikorbankan karena saya menyadari bahwa ceritanya rada flat
rada flat di
pertengahan dan banyak kalimat yang nggak paka i tanda koma. Tapi tenang, novel ini bagus
kok, guys
kok, guys.. Bagi kalian yang pengen ketemu karakter yang bikin baper tingkat tinggi, nih, saya
kenalin tokoh buku ini yang namanya Ambrosius Biru.
Buat Kak Oda, maaf nggak bisa kasih saran dan solusi apa-apa. Yang penting, jangan menyerah
dalam berkarya! :3
With regards,
Nadia.
“Biar kusendiri
kusendiri pecah, jangan kamu
Berjanjilah.”
– Ambrosius
Ambrosius Biru (276)
Nadhira adalah anak SMA biasa, kecuali embel-embel kelas CI/BI alias kelas
akselerasi. Nadhira menyimpan luka luar biasa karena kehilangan Erlangga, kakak laki-
laki satu-satunya yang ia miliki. Nadhira menyimpan perasaan untuk Dimas sejak
setahun yang lalu tetapi
tetapi Dimas seakan tidak
tidak memperdulikan itu. Sekarang semesta
mempermainkannya ketika Dimas mulai melunak, Nadhira justru bertemu Biru.
Awalnya ia menganggap Biru hanya sebagai jagoan sekolah tetapi tidak disangka-
sangka, Biru mempunyai talenta hebat dalam sastra, ia menulis puisi layaknya Nadhira.
Nadhira dan Biru seperti satu kesatuan. Akan tetapi, saat Nadhira mulai melangkah
lebih jauh mengenal Biru, Biru melarikan diri, menghindarinya seakan-akan ia virus
paling menjijikan.
Biru adalah King
adalah King of the Kings-nya
Kings-nya sekolah, ia dianggap sebagai pentolan. Biru terkenal
karena suka tawuran. Akan tetapi, banyak hal yang Biru sembunyikan. Ia ikut tawuran
hanya karena ingin menghempaskan amarahnya terhadap ajang yang jadi saksi bisu
kejadian berdarah itu. Ia kehilangan kakak perempuannya,Nila. Hanya dengan tawuran
itu, ia bisa membalaskan semuanya. Biru bertemu sosok Nadhira. Ia menyukai Nadhira,
tapi tidak ingin bertindak gegabah sampai semua dendam pribadinya selesai. Tanpa ia
sadari, benang merah yang menghubungkan ia dan Nadhira justru menolak semua
kemungkinan mereka bersatu.
Menurut aku novel ‘Petjah’ dikemas dengan apik oleh ka Oda. Mengambil tema anak
SMA lengkap dengan tawuran, bahasa yang ‘SMA banget’ seperti utas,agit,dan tubir
mampu membuat novel ini jadi terkesan dekat sekali dengan pembacanya karena
mengangkat tema yang mereka dapat rasakan di kehidupan sehari-hari.sehari -hari. Hal yang paling
aku sukai dari novel ini adalah bukan Nadhira atau Biru serta kisah mereka. Aku justru
teralihkan fokus oleh Dimas dan ujaran-ujaran ala Einstein-nya. Ia kerap kali berbicara
diselingi referensi kimia, fisika atau biologi (Aku lupa biologi masuk tidak yah?). It’s
kind of cute! It’s different!
different! Itu
Itu poin yang bagus sekali dari novel ini! Selain itu aku juga
suka puisi-puisi Biru dan Nadhira, puisimu keren ka Oda! Aku juga suka saat Nadhira
mengumpat dalam hati, aku suka ketawa sendiri. Berbicara dalam hati seperti itu serasa
melihat ke diriku sendiri.
Di lain sisi, entah ini memang perasaanku aja, tapi menurutku ada dua hal yang aku
belum rasakan
r asakan keberadaannya dalamda lam novel ini, atau
a tau keberadaannya
k eberadaannya aku kurang suka.
Misalnya, aku agak sulit menggambarkan Nadhira selain pulpen pilot yang selalu ada
di rambut cepolnya. Menurutku, penggambaran karakter di novel ‘Petjah’ ini agak sulit
untuk dibayangkan. Apa yang tertulis dalam novel ini mungkin akan lebih menarik
apabila sekali-kali disebutkan bagaimana bentuk fisik karakternya, senyumnya, wajah
menyeringainya entah apapun itu. Selain itu, aku tidak tahu apakah ka Oda ingin
menekankan karakter Nadhira yang pintar. Akan tetapi ada beberapa penggunaan kata
yang menurutku agak agak kurang pas misalnya ‘mendiskreditkan’
‘mendiskreditkan’ atau ‘mendistraksi’.
Menurut pemahamanku sebagai pembaca, kata-kata seperti ini menurutku justru
menyulitkan pembaca untuk memahami maksud penulis.
Kesimpulannya , , novel
novel ini akan cocok buat kamu yang suka kisah bertemakan SMA,
suka bahasa yang gak terlalu cheesy
terlalu cheesy tapi
tapi tetap lucu dan punya khasnya sendiri. Akan
tetapi, novel ini akan kurang menantang untuk kamu yang memang mencari sesuatu
yang beda. Overall, I give this novel 2.9 out of 5!
Judul Novel: Petjah
Penulis: Oda Sekar Ayu
Penerbit:Elex Media Komputindo
Genre: Teenfict
Penyunting: Afrianty P. Pardede
Design Cover: Arieza Nadya
Terbit: 2017
Tebal: 328 hlm
ISBN: 978-602-02-9595-
978-602-02-9595-4 4
***
Hai! Akhirnya, setelah beberapa minggu aku menghilang, aku muncul lagi. Nah, dikesempat
dikesempatan
an kali ini, aku
akan memberikan review
review Petjah
Petjah karya Kak Oda. Novel ini juga merupakan salah satu novel yang sebelumnya
pernah terbit di Wattpad.
Wattpad. Sebenernya
Sebenernya aku agak nyesel nggak ikutan
ikutan PO
POnya,
nya, karena postcard yang didapet
waktu PO
waktu PO itu
itu lucu :(
***
Blurb:
Nadhira menyayangi Dimas, tetapi Dimas membenci Nadhira.
Semesta menyayangi Nadhira dan memberinya satu permintaan untuk dikabulkan.
Nadhira meminta Dimas beserta hatinya.
Permintaannya pun dikabulkan semesta.
***
Biru juga sama seperti Nadh, ia sangat suka membuat puisi. Namun, karena ada suatu kejadian pahit di masa
lalunya, Biru jadi nggak pernah bermain dengan aksara lagi. Karena kejadian masa lalu itu juga, Biru jadi anak
yang suka berantem. Meski dia suka berantem, tapi dia sangat menghargai orang lain, dan prinsip dia saat
berantem itu 'nggak
'nggak boleh pakai senjata
senjata apa pun' tangguh, kan dia?
dia? Menurutku dia sangat romantis
romantis dan suka
memperhatikan
memperhati kan hal-hal kecil tentang Nadh, jadi ya, pasti kalau ada laki-laki seperti Biru di dunia, aku bakal
jadi orang pertama sama dia .
pertama yang akan baper sama
Untuk karakter Mira, aku suka sama dia karena dia itu perhatian banget sama sahabatnya.
sahabatnya. Meskipun
sahabatnya nggak curhat ke dia, dia tahu kalau sahabatnya baru ada masalah. Mira juga bukan tipe orang yang
suka maksa, jadi kalau Nadh belum mau cerita sama dia, dia bakal nungguin sampai Nadh cerita sendiri ke
Mira. Friendship
Mira. Friendship goals, kan?
goals, kan?
***
Yang aku suka dari novel ini adalah setiap bab ada penggalan quotes yang meaningful banget
banget buat para
pembaca biar tambah
tambah dapet feels
dapet feels ketika
ketika membacanya. Aku juga suka karena di sini banyak membahas karya
sastra dan ada banyak puisi buatan Biru dan Nadh yang tercantum.
Di sini POV
sini POV nya
nya ganti-ganti. Jadi ada POV
ada POV dari
dari Nadh, Dimas, dan Biru. Tapi tetap saja, banyak yang
menggunakan POV
menggunakan POV dari
dari Nadh, karena dia adalah tokoh utamanya. Aku lumayan suka dengan
pergantian POV
pergantian POV ini
ini karena, kita para pembaca jadi tahu apa yang dirasakan setiap karakternya pada adegan
tertentu.
Gaya penulisannya juga cukup unik karena ada yang menggunakan bahasa kekinian, seperti; utas, aud, agit,
tubir, dll.
tubir, dll. Awalnya aku bingung dengan kata itu, tapi lama-lama aku sadar kalau tenyata itu cuman dibalik aja.
Jadi ya, yang awalnya nggak tahu, jadi tahu, deh. Menurutku juga itu bahasanya lucu, beda aja gitu, dari novel
yang lain.
Kesalahan penulisan? disetiap buku pasti tetep aja ada kesalahan penulisan,
penulisan, ya. Di novel ini pun begitu, masih
ada typo dan ada yang kurang spasi juga. Tapi kesalahan itu nggak mengganggu proses membaca, kok.
Poin plus dari buku ini itu, cover buku yang sangat cantik! di cover itu, ada seorang perempuan yang
memegang payung biru di bawah guyuran hujan, terlihat sangat kalem, bukan?
***
Puisi Nadhira:
Puisi Biru:
Puisi buatan Biru memang terkesan gelap daripada puisi buatan Nadhira. Tapi aku tetap suka
sama puisi Biru, karena artinya lebih menyentuh hati.
***
Semenjak novel ini dipajang di rak buku Gramedia di Denpasar, mataku sudah terpatri
padanya. Pertama, tentu karena kovernya yang supercantik dan superimut dan bikin
pengen bawa ke kasir terus di baca begitu sampai di rumah. Yang kedua, adalah
judulnya. Sumpah,
Sumpah, kata
kata Petjah itu benar-benar
benar-benar bikin penasaran.
penasaran. Itu seriusan
seriusan ejaan
ejaan lama
untuk kata “pecah” kan? Lalu apanya yang pecah, sih? Karena hal pertama yang aku
ingat dari kata tersebut adalah sebuah acara kuliner yang aku suka di Trans TV.
Kalau sudah ada dua hal yang bikin penasaran, kenapa nggak dibeli aja, sih?
Jawabannya sederhana: karena aku lagi mengurangi beli buku fisik; karena rak bukuku
udah kelebihan muatan; karena mungkin aja kan cuma kovernya yang cantik tapi isinya
enggak; karena ini kan berawal dari Wattpad yang masih belum mendapatkan tempat
spesial di hatiku (padahal belum banyak juga buku jebolan Wattpad yang udah kubaca).
Selain itu, meski sinopsisnya yang simple dan cantik, mungkin aja jalan ceritanya cuma
seputar cinta monyet anak remaja yang kadang bikin bosan, kan?
Tapi… aku terus dibayangi oleh novel itu. Sosok gadis di kover depannya terus
menghantui. Aku penasaran seperti apa kisah hidupnya. Sedihkah? Lucukah?
Bahagiakah? Untunglah aku ingat kalau ada toko buku digital bernama Scoop. Dan
akhirnya aku memutuskan beli novel itu di sana.
Petjah bercerita tentang Nadhira, Dimas dan Biru, tiga murid SMA di sebuah sekolah
ternama. Nadhira dan Dimas berada dalam kelas yang sama, kelas akselerasi. Seperti
bisa diduga, mereka berdua siswa yang cerdas dan cenderung jauh dari masalah. Dimas
sudah membenci Nadhira sejak hari pertama mereka masuk sekolah itu, tepatnya di hari
ketika Nadhira melihat hasil ujian tes masuk SMA tersebut di mading. Peringkatnya
berada di atas Dimas. Tanpa disadarinya, Dimas mengetahui hal tersebut dari kakaknya.
Jadilah dia benci setengah mati pada Nadhira, padahal Nadhira sangat menyukai Dimas.
Biru adalah siswa kelas tiga di sekolah tersebut. Cowok ini mendapat julukan King of the
King -nya
-nya sekolahan karena hobinya tawuran. Semua siswa jelas takut sama dia. Namun
dia menaruh perhatian khusus pada Nadhira. Pertemuan mereka selalu terjadi di kala
hujan turun, padahal saat itu bulan Juli. Dan setiap kali Nadhira harus berada dalam
kondisi tersiram hujan, Biru selalu muncul di sana bersama payung birunya. Dia
memayungi Nadhira dan hubungan di antara mereka pun mulai terjalin. Saat itu mereka
belum menyadari bahwa takdir mempertemukan mereka untuk membuka kisah lama
yang masih menghantui mereka hingga kini. Sebuah kisah yang tanpa mereka ketahui
menjadi jembatan penghubung terbesar di antara mereka berdua.
Novel ini dibuka oleh sebuah ucapan terima kasih yang panjangnya nggak tanggung-
tanggung: empat halaman! Kelihatan betapa penulisnya, Oda Sekar, punya banyak
teman. Ya gak sih? Untung aja bagian ini terbilang seru, jadi nggak membosankan.Di
setiap kepala babnya, Oda selalu menyertakan kutipan-kutipan dari sebuah puisi, buku
atau orang ternama. Keputusan ini bikin aku selalu penasaran kira-kira apa kutipan di
bab berikutnya.
Nah, berhubung aku belum pernah baca puisinya Lang Leav, lewat novel ini aku bisa
dapetin beberapa contohnya. Ternyata biasa aja ya puisinya. Sederhana tapi nggak
begitu memikat. Maklumlah, aku bukan penikmat puisi yang banget-banget.
***
***
Selain itu ada juga beberapa bahasa yang menurutku aneh penggunaannya. Hal ini bisa
disebabkan karena salah ketik dan kekurangtelitian dari pihak editor/penerbit. Apa pun
alasannya, tetap aja hal tersebut bikin kenyamanan membaca berkurang dan kening
berkerut-kerut, mencoba memahami apa maksud sebenarnya. Berikut beberapa yang
sempat aku abadikan:
***
***
***
***
***
***
Tapi “kealayan” dan ketidaknyamanan dalam membaca ini nggak berlangsung sepanjang
halaman, kok. Di beberapa bagian, Oda justru terlihat pandai merangkai kata. Terasa
jauh berbeda sekali dengan gaya penulisa
penulisan
n yang dia pakai di awal-awal cerita. Dan
karena tokoh Nadhira, terlebih lagi Dimas, adalah sosok yang cerdas dan suka sekali
dengan kimia, biologi, fisika dan matematika, maka nggak sedikit dialog-dialog yang
mereka ucapkan mengandung analogi dari bidang ilmu tersebut. Duh, aku sampai
tertegun sendiri bacanya. Cerdas banget. Dan aku nggak bisa menahan diri untuk tidak
mengutip dialog dan kata-kata tersebut.
***
***
***
***
***
***
***
***
***
Cerdas, kan? Jelaslah, penulisnya kan memang siswi akselerasi yang sanggup
menyelesaikan jenjang SMA hanya dalam waktu dua tahun! Keren! Lelucon di buku ini
juga lumayan bikin ketaw
ketawa-ketawa
a-ketawa sendiri. Yang paling berkesa
berkesan
n itu adalah lelucon
berikut ini:
***
***
***
Ada beberapa bagian dari novel ini yang bikin aku jadi teringat Rangga dan Cinta dari
film Ada Apa Dengan Cinta. Habis film itu fenomenal banget, sih. Jadi tokoh Biru yang
suka pada puisi, namun kepribadiannya cenderung tertutup dan sinis, ketemu Nadhira
yang ceria dan sama-sama suka puisi, bikin aku mau nggak mau jadi ngebanding-
bandingin kedua tokoh ini.
***
***
***
Selain bikin terkenang pada tokoh lain, novel ini juga bikin aku mikir. Malah beberapa
pendapatku sama dengan salah satu pemikiran tokoh di dalam novel ini. Contohnya soal
menyontek. Dan sedikit banyak pemikiran-pemikiran yang diungkapkan oleh para tokoh
tersebut bikin aku menemukan sudut pandang yang baru.
***
***
***
***
Yang terakhir itu kesannya serius banget, ya? Padahal itu adalah pemikiran seorang anak
SMA yang biasanya justru asyik memikirkan cowok atau dunia remajanya yang penuh
keceriaan. Mungkin anak sekarang udah pada terbuka pikirannya.
pik irannya. Nggak kayak zamanku
***
***
***
***
Namun masih ada beberapa jalan cerita yang membuat aku bingung. Salah satunya
adalah cerita tentang kakak kandung Biru bernama Nila. Seperti halnya kakak Nadhira
yang meninggal muda karena tawuran, Nila juga mengembuskan napasnya pada usia
yang sama. Bedanya ia melakukan bunuh diri karena tertekan oleh bully -an -an teman-
temannya di sekolah. Menurutku cara Oda memberikan alasan kematian Nila kurang
begitu meyakinkan. Masa sih gara-gara Nila jatuh cinta dengan angka, dia jadi
dibully? Mauku, Oda menggambarkan seperti apa tepatnya bully -an -an tersebut. Bisa saja
kan dibuat Biru mencari tahu “kejahatan” teman -teman kakaknya dari Erlangga sehingga
bisa memberi contoh kata-kata kasar yang dilontarkan mereka atau mungkin kekerasan
fisik yang Nila terima. Kalau cuma seked ar “dibully
“dibully “,
“, menurutku itu terlalu saru. Meski
Mesk i Nila
cuma tokoh pendukung, aku berharap ada penjelasan yang lebih masuk akal namun tidak
bertele-tele.
Ngomong-ngomong, aku jadi teringat suatu bagian di novel ini yang seharusnya serius
atau bahkan sedih tapi justru terasa hambar buatku. Entah akunya yang lagi eror atau
emang tulisannya aneh. Ini contohnya:
Yang nggak boleh ketinggalan untuk diabadikan tentunya adalah quote-quote yang
punya arti istimewa buatku pribadi. Quote-quote di bawah ini ada yang berasal dari
d ari orang
ternama yang memang dikutip oleh penulisnya, ada pula yang merupakan percakapan
dari para tokohnya:
(A ndre Malra
Malraux)
ux)
“Saya cuma mau kamu ingat satu hal, Biru. Berhenti bahagia hanya karena
mereka
mereka s udah
udah tidak ada,
ada, ng g ak akan membua
membuatt merek
merekaa kembali
kembali ke
k e dunia. J adi
jangan pernah berhenti bahagia.”
“They said that time flies, but you keep breaking its wings.”
(Tablo)
(G eorg
eorg e B ernard
ernard S haw)
haw)
“Lucunya saya malah tidak suka hujan. Hujan itu bentuk kepasrahan paling
bodoh, ya, k an? Di a mau
mau jatuh,
jatuh, ters
ters erap
erap tana
tanah,
h, merasa s akit hanya untuk
untuk
kehidupan alam raya.”
“Terkadang ucapan dan keinginan itu berlawanan, Nadh. Orang yang meminta
tolong dengan jeritan ‘jauhi aku’ atau ‘aku baik -baik saja’ itu banyak sekali,
S ayang . K amu yang meng enal B ir u pas pas ti lebi
lebihh tahu
tahu apa dia
di a memang
memang butuh
dibantu
dibantu ata
atau ng g ak . K alau
lau mema
memang dia meras
merasa a bantua
bantuann yang kamu kas ih s ejauh
ejauh
ini ng g ak baik
baik , berarti cara kamu
kamu yang belum
belum tepa
tepat.
t. Mung ki n ka
k amu terla
terlalu
lu
meng
meng g urui?
urui ? A tau
tau kamu
kamu meras
merasaa hidup kamu yang paling
paling benar
benar dan hidup dia
s alah?
alah? J adilah teman
teman yang meng arahkan,
arahk an, Nadh. B ukan
uk an tukang
tuk ang s ulap yang
mengubah dia jadi proyeksi yang kamu harap.”
“Siapa pun yang membuat lo jadi begini, Nadh. Itu nggak lain nggak bukan cuma
diri
dir i lo sendir i. Or ang lain
lain mung ki n bis a berbuat
berbuat apa
apa s aja,
aja, tapi
tapi izin
izi n untuk
untuk
meng
meng oyakka
oyakk an hidup lo, itu adaadala
lah
h pilihan diri lo sendir i. N g g ak jadi mas
mas alah
alah lo
lo
ng g ak mau
mau ceri ta s ama g ue deng
deng an jujur tentang
tentang apa
apa yang
yang lo alamilami s ekarang
ekarang , tapi
tapi
seenggaknya lo harus jujur sama diri lo sendiri.”
Dan sebelum aku menutup review novel ini, berikut aku abadikan tiga puisi yang benar-
benar aku suka. Selain ketiga tersebut, aku kurang begitu menikmati. Mungkin aku
terlalu jatuh cinta sama puisinya Rangga, apalagi di AADC 1. Selain itu, aku juga bukan
Dan sumpah aku penasaran apakah akan ada kelanjutan dari kisah Biru dan Nadhira
karena beberapa dialognya seolah menyiratkan akan ada buku keduanya, seperti halnya
Rangga dan Cinta.
“Saya akan bertemu lagi dengan kamu. Bukankah saya sudah tuliskan bahwa
k elabu
elabu akan membawa
membawa awan
awan untuk turun membentuk
membentuk tetes
tetesan
an hujan kecil.
kec il. I ni
hanya tentang waktu.”
Karena aku sudah mulai mencintai tokoh-tokohnya, tentu aku berharap akan ada
kelanjutan dari kisah ini. Pengen tahu gimana masa depan kehidupan mereka, baik itu
dalam bidang profesional maupun cinta. Dan setelah menimbang-nimbang, aku
memutuskan untuk memberikan buku ini empat bintang karena aku merasa Oda Sekar
layak mendapatkannya. Dia masih muda tapi gaya penulisannya di beberapa bagian
sangat matang. Intinya, aku ngiri sama dia, hehe. Aku aja nggak bisa bikin dialog-dialog
seperti yang aku selipkan di atas. Memang sih latar belakang sangat mempengaruhi, tapi
tetap aja.
Selain itu buku ini pun banyak menyimpan pesan-pesan untuk para generasi muda,
bahkan generasi tua sekalipun. Pesanku, jangan langsung menyerah di bab-bab awal
jika gaya tulisan yang “alay” bukanlah favoritmu. Lanjut baca sampai habis maka kalian
Last but not least , baru kusadari kalau Oda Sekar banyak menggunakan kata semesta di
Tahun: 2017