Anda di halaman 1dari 376

The Emerald motzky

0
The Emerald motzky

The Emerald

1
The Emerald motzky

THE EMERALD

Penulis:
Motzky

2022
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
All Right Reserved
_____________________
Dilarang mengutip, memperbanyak, dan
menerjemahkan sebagian atau seluruh isi cerita tanpa izin
dari penulis

2
The Emerald motzky

PURWIJA

Aku terus menunduk fokus pada


isi piringku. Sedangkan di meja
makan panjang ini, semua orang tetap

3
The Emerald motzky

asyik membahas tentang proyek yang


tak aku mengerti.

"Ini bisa jadi Taman Bermain


terbesar di Indonesia, iya 'kan, Pa?"

Suara Mama terdengar antusias


saat menuangkan air putih pada Papa.
Dan Papa tentu saja langsung
mengangguk setuju, "Beruntung Papa
punya kamu, Yon."

Sahutan pujian lainnya datang dari


Om dan Tanteku yang ikut makan
malam hari ini. Suasana semakin
ramai dengan celotehan para sepupu

4
The Emerald motzky

yang ikut mengagumi lelaki


disampingku.

Aku melirik Mas Dion yang


tersenyum lebar mendengar pujian
dari Papa. Menjadi menantu pertama
di keluarga ini memang banyak
tuntutan yang harus Mas Dion hadapi.

Tapi, sejauh ini, di pernikahan


kami yang baru berjalan tiga bulan,
Mas Dion sudah memenuhi segala
tantangannya.

Tak tanggung-tanggung, proyek


pembangunan area Taman Bermain
yang digadang-gadang Taman
5
The Emerald motzky

Bermain terbesar di Indonesia itu


adalah ide dari kerja keras Mas Dion.

Dibawah naungan perusahaan


keluarga, Mas Dion bisa
merealisasikan ide yang sangat
menguntungkan kami ini.

Jika ditanya apakah aku bangga.


Tentu saja aku sangat bangga. Meski
pernikahan kami datang dari
perjodohan, aku tidak berdusta kalau
aku menyukai suamiku.

Bahkan, sebelum menikah aku


sudah menyukai suamiku ini. Dia
supel, ramah, dan berwibawa.
6
The Emerald motzky

Membuat orang naif dan pendiam


sepertiku mudah sekali untuk jatuh
pada pesonanya.

Meski tak tahu apa perasaan ini


terbalas. Aku cukup senang kalau Mas
Dion menjadi suamiku. Ini karena aku
sempat berpikir aku akan menjadi
perawan tua. Pengalamanku dengan
lelaki sangat sedikit. Mas Dion mau
menikahiku saja sudah layaknya
keajaiban di keluarga ini.

Mengingat....

"Maaf aku datang terlambat."

Itu dia datang.


7
The Emerald motzky

Si Tuan Puteri sesungguhnya.

"Ini dia datang. Penyelamat


Purwija." Suara Papa kini berkali-kali
lipat antusias, "udah makan, Nak?"

Silviana Purwija, si sulung alias


kakakku datang masih lengkap
dengan setelan kantorannya yang
mewah.

Meski dari kantor dan pulang


malam pun, penampilannya seperti
orang baru mandi. Tidak terlihat
kucel. Beda denganku yang diam di
rumah saja tetap seperti orang belum
keramas tiga hari.
8
The Emerald motzky

Aku menarik nafas banyak-


banyak. Mengisi amunisi untuk satu
jam ke depan.

"Kamu dan Dion memang juara,


Sil! Nggak bisa Papa berkata-kata
buat kalian berdua."

Satu meja ini tertawa kecuali aku.

Ya, proyek yang mereka bicarakan


ini, selain Mas Dion sebagai pemilik
ide, ada Silviana sebagai tenaga
tambahan yang sangat amat
membantu.

Posisinya sebagai Dirut tidak


mencegah Silviana untuk terus terjun
9
The Emerald motzky

pada proyek-proyek yang ada.


Kakakku itu terlalu lincah dan
bersemangat.

Sifatnya yang seperti itu


menjadikan dia sebagai kesayangan
dan kebanggaan di keluarga kami.

Silviana duduk di kursi sebelah


Mas Dion yang sedari tadi kosong,
seakan memang disiapkan untuknya.

Aku semakin menunduk dan


menulikan telingaku kala pujian-
pujian di meja ini semakin berlebihan.

10
The Emerald motzky

Karena aku juga tahu jika sedikit


lagi pujian ini akan menjadi panah
busuk yang mengarah padaku.

"Ema udah liat proyeknya?"

Aku mendongak pada pertanyaan


Tante Isna yang duduk disebrangku
persis. Tante Isna adalah istri dari Om
Iwan, adik kedua Papa.

Aku mengangguk kecil, "di foto


sama miniaturnya ada di ruang kerja
Mas Dion." Jawabku pelan.

Tante Isna tersenyum setengah,


langsung mengabaikanku dan
kembali berbicara pada Silviana.
11
The Emerald motzky

Aku kembali fokus pada


makananku yang sialnya sedikit lagi
habis. Aku harus mencari pengalihan
dengan menambah nasi juga lauk agar
sibuk makan.

Saat aku sudah memegang sendok


nasi, kini giliran Tante Dwi yang
duduk disamping Silviana.

"Nambah, Em? Ya ampun udah


malem. Nggak takut melar itu perut?"
matanya melotot seakan ngeri pada
nasi yang sudah aku taruh di piring.

12
The Emerald motzky

Padahal hanya satu sendok nasi


dan aku memilih menjawabnya
dengan senyum masam.

Namanya juga makan malam,


tentu saja sudah malam. Ingin sekali
aku menjawab seperti itu.

Ternyata istri Om Asdi adik ketiga


Papa itu belum mau berhenti, kini dia
mengelus tangan juga perut kakakku.

"Ini Silvi makin ke sini makin


ramping aja, Sayang. Kamu pasti jaga
makan banget, ya, Kak? Aduh
baguslah, investasi buat suamimu

13
The Emerald motzky

kelak. Biar bangga suamimu punya


kamu."

Aku mencengkram sendok yang


sudah ingin masuk ke dalam mulutku.

Perkataan itu sangat menusukku


sejujurnya.

Apa aku sangat gendut hingga


menambah makan saja seperti hal
yang sangat buruk. Aku menurunkan
lagi sendok makanku.

"Silvi emang susah gendut. Dari


kecil mau makan apa aja ya tetap
segitu-segitu. Beda sama Ema,"
Mama menatapku sambil
14
The Emerald motzky

menggeleng, "Makannya rakus


banget, kayak nggak di kasih makan
sama orangtua. Makanya dulu ingat
kan dia segede apa. Bingung, Mama."

Aku menelan ludah, perkataan


Mama seakan menarikku untuk
mengingat kejadian saat aku SMP dan
SMA yang memang berat badanku
sangat berlebihan.

Ingatan itu sangat buruk, karena


setelah tahun-tahun yang menyiksa itu
aku harus bolak-balik ke rumah sakit
karena melakukan diet ekstrim juga
olahraga berat.

15
The Emerald motzky

Aku ingat sekali saat terakhir


kalinya masuk ke rumah sakit,
nyawaku seakan sudah diujung
tanduk.

Pada akhirnya Papa memberikan


aku dokter gizi yang memantauku
lima tahun kurang, juga mengubah
satu ruangan di rumah menjadi tempat
gym khusus serta menyewa private
trainer.

Butuh enam tahun untuk mencapai


tubuh idealku yang sekarang.

"Ema sengaja nggak makan siang


biar bisa makan malam di sini, Ma.
16
The Emerald motzky

Biasanya dia nggak makan yang berat


kalau malam. Palingan dia makan
salad buah sama aku."

Aku mengerjap mendengar


pembelaan dari Mas Dion
disampingku. Dengan wajah tertegun,
aku menatapnya dari samping.

Mama langsung berdehem kecil


dan tersenyum padaku. Mungkin
beliau baru sadar kalau perkataannya
memojokkanku. Seperti biasanya,
Mama selalu tanpa dia sadari
perkataannya menyakitiku.

17
The Emerald motzky

Aku kembali menunduk dan


melanjutkan makanku dengan
canggung.

Keadaan meja makan yang sempat


hening karena pembelaan Mas Dion
kembali mencair saat Silviana angkat
bicara.

Seperti inilah keadaanku di


tengah-tengah keluarga Purwija.

Sebagai anak kedua yang tidak


membanggakan, sosokku layaknya
nyamuk bagi mereka.

Aku sangat kasat mata di


pandangan mereka. Bahkan di mata
18
The Emerald motzky

Papa aku sangat mengecewakan. Saat


beliau ingin aku memilih antara bisnis
dan kedokteran, aku malah kabur dan
masuk ke jurusan sosiologi. Di mana
menurut beliau tidak ada untungnya di
keluarga ini setelah lulus.

Sebenarnya aku tidak mau kabur


juga sampai jauh ke Semarang untuk
kuliah. Melainkan, memang otakku
hanya mampu sampai ke jurusan itu.
Aku saja sudah sangat bersyukur bisa
keterima di kampus negri.

Tapi, tetap saja. Ada kecacatan di


mata Papa.

19
The Emerald motzky

Papa itu orangnya tegas. Di


matanya harus ada untung dan untung.
Apapun yang tidak menguntungkan,
akan dia abaikan juga singkirkan.

Sayangnya aku tidak bisa dia


singkirkan, tapi masih mampu Papa
abaikan.

Sudah lima tahun sejak aku lulus


kuliah pun, Papa masih abai. Memang
puncak Papa marah padaku saat aku
nekat terbang ke Semarang.

Dan kemarahannya menyurut


sedikit kala aku pasrah menerima
perjodohannya.
20
The Emerald motzky

Malam itu, berjalan seperti


biasanya.

Pembicaraan yang tak aku


mengerti terus berulang diselisihi oleh
pujian tanpa henti untuk dua bintang
malam ini, yaitu Mas Dion dan
Silviana.

Sedangkan aku hanya pura-pura


bodoh dengan terus tersenyum
menanggapi mereka semua yang
sekali dua kali tidak lupa
menyudutkanku.

Walau begitu, rasanya agak


berbeda. Karena sepanjang malam ini
21
The Emerald motzky

ada Mas Dion disampingku yang


sesekali menggenggam tanganku.

Perhatiannya ini membuatku


berharap lebih padanya. Jika esok atau
nanti, saat makan malam menyakitkan
ini akan terulang, dia tetap
disampingku.

***

Aku menghela nafas panjang


menatap diriku di pantulan cermin
kamar mandi. Baru saja aku

22
The Emerald motzky

membersihkan diri. Hari ini cukup


lelah untukku.

Menyandang nama Purwija


seharusnya membuatku bangga
berada di tengah-tengah keluarga
kaya raya dan cukup berpengaruh.

Tapi, sejak kecil aku tak


menemukan keistimewaan
dibelakang namaku. Yang aku tahu,
aku adalah Emerald. Emerald
Purwija, seorang perempuan.

Bukan Emerald Purwija anak


konglomerat, mampu membeli isi satu

23
The Emerald motzky

toko sepatu dan tas. Bisa menyerukan


menu makanan apa yang ia inginkan.

Aku hanya Emerald, perempuan


yang senang makan risol solo, tidak
bisa matematika, suka bermain
dengan anak-anak jalanan.

Itu aku Emerald.

Emerald yang ternyata susah


diterima oleh keluargaku sendiri.

Papa suka yang berbau


kesuksesan. Wajar, karena hidup Papa
sepenuhnya mengabdikan diri di
perusahaan dan sejak muda dia harus
bertahan membuat perusahaan yang
24
The Emerald motzky

hampir gulung tikar bisa berdiri


kokoh sampai sekarang.

Mama adalah sosok yang cerewet,


suka apapun yang berkilau dan
kemewahan. Ini memang waktunya
Mama menikmati kekayaan keluarga
Purwija, karena dulu saat menikah
dengan Papa, semuanya perlu di tahan
karena uang yang mereka punya
dipersiapkan untuk kemungkinan
buruk kalau perusahaan jatuh.

Sekarang, perusahaan begitu stabil


untuk belasan tahun mendatang.

25
The Emerald motzky

Ditambah kerja sama antara


perusahaan Purwija dan perusahaan
keluarga Mas Dion.

Merasa diasingkan memang tidak


enak. Mungkin ini karena aku kurang
bersyukur atas keuntungan dalam
keluarga ini, seperti kata mereka.

Tapi, mereka yaitu keluargaku,


tidak tahu bagaimananya tertekannya
aku menyandang nama keluarga
Purwija.

Melakukan hal yang tak bisa aku


lakukan, seakan memaksa aku

26
The Emerald motzky

menelan satu buah durian utuh ke


dalam mulutku.

Aku tidak pintar. Aku selalu


ketinggalan mengejar ranking teman-
temanku. Nilai terbaik yang ku
dapatkan hanya sebatas angka 85.

Mereka menginginkan lebih.


Terutama Papa.

Dia tidak mau aku berada di posisi


kedua sampai terakhir. Baginya aku
harus menjadi yang pertama.

Tapi aku tidak bisa.

Dan Papa tidak mengerti.

27
The Emerald motzky

“Em, masih lama?”

Suara Mas Dion menyentakku.


Buru-buru aku mengencangkan tali
baju mandi dan keluar dari kamar
mandi.

Saat membuka pintu, sosoknya


sudah berada di depanku bertelanjang
dada.

“Melamun ya?” tebaknya yang


langsung aku balas kekehan.

“Dasar!” cibirnya sambil


mengusap kepalaku gemas dan masuk
ke dalam kamar mandi.

28
The Emerald motzky

Mendengar pintu tertutup, aku


kembali menghela nafas panjang.
Tersenyum kecil membayangkan
suamiku itu.

Pernikahan kami masih terhitung


baru. Mas Dion bukan lelaki dingin
ataupun bermulut tajam.

Di awal perjodohan kami pun, dia


berusaha mengenalku dengan baik.

Pendekatan kami cukup lama,


sekitar dua bulan penuh lelaki itu rajin
menemuiku. Memulai dengan
pertemanan kilat yang sejujurnya aku

29
The Emerald motzky

tidak risih dengan apa yang coba dia


lakukan.

Aku ingat, pertemuan pertamaku


dengannya, aku cukup gugup. Aku
meyakinkan diriku kalau pilihan Papa
tak mungkin buruk. Aku masih
percaya, kalau Papa tidak akan
menyerahkan aku ke sembarang
lelaki.

Meski ini perjodohan bisnis


sekalipun.

Dan untungnya, lelaki yang


dijodohkan padaku adalah Mas Dion.
Dia baik dan murah senyum.
30
The Emerald motzky

Dia juga berkata kalau dirinya


cukup gugup tentang perjodohan ini.
Tapi, dia optimis kalau perjodohan
bisnis ini bisa berakhir baik.

Tidak ada syarat atau perjanjian di


dalam pernikahan kami antara aku
dan dia. Dia tidak membatasi segala
kegiatanku, kecuali dia hanya ingin
aku menjadi istri yang baik. Dan aku
paham maksudnya, maka dari itu
sebelum menikah, aku menyiapkan
banyak hal mulai dari mental hingga
pengetahuan bagaimana bisa menjadi
istri yang baik dan menyenangkan
suamiku.
31
The Emerald motzky

Sama seperti keinginan Mas Dion,


aku ingin dia menjadi suami yang baik
dan bertanggungjawab untukku. Dia
menyanggupinya. Hingga aku tak
takut saat sudah sah menjadi istrinya.

“Kok melamun lagi?”

Suara Mas Dion membuyarkan


ingatan tentang pertemuan pertama
kami.

Dia masih memakai selembar


handuk dengan tubuh yang segar
sehabis mandi.

32
The Emerald motzky

Buru-buru aku bangkit dari meja


rias dan mencari pakaian tidur
untuknya.

“Makasih, Em.” Ucapnya sambil


tersenyum masuk ke ruang ganti.

Selagi Mas Dion berganti pakaian,


aku sudah di atas tempat tidur
menunggunya.

Tidak ada kecanggungan untuk


kami berdua di atas ranjang. Aku
memang menekan diriku sendiri
untuk tidak panik menghadapi lelaki
yang sudah sah memilikiku.

Begitu pun Mas Dion.


33
The Emerald motzky

“Kamu kenapa melamun aja dari


tadi, Em?”

Aku menoleh pada Mas Dion yang


duduk menatapku dalam di pinggir
ranjang.

Ada sesuatu yang ingin aku


katakan padanya. Sedari perjalanan
pulang aku bertanya-tanya bagaimana
respon yang akan dia berikan jika aku
mengeluhkan kesah ini padanya.

“Kamu mau cerita?” tanyanya


lembut.

34
The Emerald motzky

Menarik nafas panjang, aku


mengatur posisi tubuhku untuk
bersandar di kepala ranjang.

“Kita udah 3 bulan menikah. Apa


sejauh ini kamu ada keluhan atau
keberatan tentang aku?” tanyaku
pelan.

Mas Dion memiringkan wajahnya


dengan raut berpikir.

“Sejauh ini?” aku mengangguk


mengiyakan.

“Hmmm—sejauh ini ya…”

Dadaku berdetak menunggu


jawaban suamiku itu. Takut sekali
35
The Emerald motzky

kalau memang adda kekurangan


dariku.

Mengingat selama ini keluargaku


saja tak puas dengan apapun yang aku
lakukan.

Aku takut Mas Dion juga merasa


begitu.

“Sejauuhh inii…”

Mas Dion melirikku dengan


seringai jahilnya, membuatku sadar
dia malah mengerjaiku.

“Mas, aku serius!”

36
The Emerald motzky

Suamiku itu malah tertawa dan


mengusap gemas puncak kepalaku.

Melihatnya tertawa memang


menyenangkan tapi aku butuh
jawabannya juga.

“Apa yang kamu khawatirkan,


Em?”

Aku mendesah. Banyak. Banyak


sekali yang aku khawatirkan.

“Aku… kamu tau kalau…” aku


menelan ludahku, “aku nggak sehebat
apa yang kamu pikirkan. Maksudnya,
aku ini biasa aja… aku nggak punya
kelebihan di dunia bisnis. Aku nggak
37
The Emerald motzky

bisa mengimbangi kamu dengan baik.


Aku takut… kalau kamu… kamu tau
kan dalam beberapa kasus, suami
butuh istri yang mengimbanginya.
Dan dalam kasus kita, aku sadar kalau
aku nggak bisa mengimbangi kamu.”

Aku menunduk, memainkan


kedua jariku dengan gugup.

Aku tahu kalau Mas Dion sangat


menyadari kekuranganku. Bahkan,
sebelum menikah pun aku tahu kalau
dia tahu apa saja kekuranganku.

38
The Emerald motzky

Dan yang aku takutkan, Mas Dion


salah memperkirakan hasil
pernikahan kami.

Aku yakin Mas Dion berharap


lebih tentangku.

Usapan lembut aku rasakan di


kepalaku yang merambat ke pipi dan
membujukku untuk mendongak
menatapnya.

Wajah Mas Dion begitu dekat, dia


tersenyum lembut dan menenangkan.

“Aku pilih kamu bukan tanpa


alasan, Em. Aku pilih kamu karena

39
The Emerald motzky

aku tau cuman kamu yang bisa


mengimbangi aku.”

Aku menggeleng tak setuju. Aku


sadar diri kalau aku tidak
mengimbanginya.

“Kenapa kamu rendah diri, Em.”

“Karena aku nggak bisa jadi


sempurna buat kamu, Mas. Kurangku
terlalu banyak.” Ujarku menatapnya
getir.

Mas Dion mengusap pipiku


dengan lembut. Perlahan dia mencium
kening lalu turun ke ujung hidungku.

40
The Emerald motzky

Kening kami saling beradu dengan


Mas Dion yang tersenyum tipis.

“Aku tau dengan apa yang


menjadi pilihanku, Em. Kamu lebih
dari cukup untuk disampingku. Aku
yang bisa melihat betapa
sempurnanya kamu, karena aku suami
kamu. Kita akan bersama sepanjang
hidup, Em. Dan aku nggak butuh
kamu paham tentang dunia kerjaku.
Karena itu obrolan yang
memusingkan, aku pulang ke kamu,
rumahku untuk menenangkan
hidupku. Jadi, nggak perlu kamu
merasa rendah diri hanya karena
41
The Emerald motzky

kamu nggak paham apa yang aku


lakukan dalam pekerjaan, oke?” dia
mengecup bibirku pelan, “cukup
kamu ada disampingku. Mengurusku
dengan sepenuh hati. Aku akan selalu
pulang untukmu, Em. Kamu
rumahku.”

Dan detik itu aku tersenyum,


membalas kecupannya yang semaki
lama semakin memanas.

Berharap benar adanya kalau aku


adalah rumah Mas Dion.

42
The Emerald motzky

TWO YEARS

Dua tahun pernikahan kami


berjalan.

Sejak dulu, suamiku itu adalah


lelaki hebat. Dan sekarang
kehebatannya tidak bisa aku
bayangkan lagi.
43
The Emerald motzky

Ini keempat kalinya aku melihat


dia layar tv menjadi bintang tamu
sebuah acara inspiratif. Dia terlihat
lugas dan tampan memakai batik
cokelat yang tadi pagi aku titipkan
pada asisten pribadinya.

Akhir-akhir ini wajah dan


namanya berlalu-lalang di majalah
bisnis. Di umur ke 34 tahun,
kehebatannya mulai diakui oleh
publik.

Namanya dibalik The


Wonderland, taman bermain terbesar

44
The Emerald motzky

di Indonesia, membuat orang-orang


mencari tahu.

Aku bangga.

Sangat bangga.

Dengan itu aku duduk manis di


atas ranjang, menatap layar tv dengan
tatapan memuja padanya.

Dua tahun ini, pernikahan kami


berjalan baik-baik saja. Aku dan Mas
Dion menjalani peran ini sebagai
suami istri yang harmonis.

Kenapa aku bilang harmonis, ini


dikarenakan memang tak ada masalah
dalam rumah tangga ini.
45
The Emerald motzky

Dia mengerti aku, dan sebaliknya


aku pun mengerti dia.

Meski hubungan kami dibatasi


oleh kesibukannya, tak serta merta
rasa suka yang bertumbuh cinta ini
surut untuknya.

Malah, semakin aku bangga pada


kehebatannya, semakin aku jatuh
sejatuhnya untuk Mas Dion.

Tapi, sekali lagi, aku tak tahu isi


perasaannya yang sebenarnya
untukku.

Dia suami yang baik dan perhatian


padaku.
46
The Emerald motzky

Memang dia jarang pulang karena


kesibukannya, tapi dia tidak lupa
untuk memberitahuku di mana dia
berada.

Setno, asisten pribadinya pasti


akan mengabarkan ke mana mereka
akan pergi dan bermalam karena
perjalanan bisnis yang tiba-tiba.

Aku tak protes pada


kesibukannya. Karena aku sadar,
kesibukan itu adalah bagian dari diri
Mas Dion. Suamiku itu tidak pernah
mengeluh bahkan terlihat sangat
menikmati kesibukannya. Membuat

47
The Emerald motzky

aku yang menjadi istrinya sangat


sungkan untuk protes.

Toh, aku harus ingat kata Mama


kalau suami bekerja juga demi istri.

Selesai menonton acara di mana


ada Mas Dion di sana, aku berbaring
menunggu ponsel yang berada
dihadapanku menyala.

Biasanya setiap Mas Dion selesai


dengan satu pekerjaan, akan ada
laporan wajib yang masuk ke dalam
ponselku.

48
The Emerald motzky

Dan tepat sepuluh menit aku


menghitung, pesan dari Setno muncul.
Tubuhku langsung terbangun.
Setno (Aspri):

Bpk abis ini berangkat ke Malang


buat tinjau TW.

Membaca itu aku langsung buru-


buru membalas pesan dari Setno.
Setno (Aspri):

Sama Bu Silvi dan Pak Endru.

Aku mendesah panjang


membacanya.

Dengan tubuh lemah dan senyum


getir aku kembali merebahkan diri.
49
The Emerald motzky

Aku bilang, dua tahun pernikahan


ini tak ada masalah. Itu benar. Tak ada
pertengkaran hebat dan lainnya.

Karena masalah dan pertengkaran


itu hanya terjadi di kepalaku.

Di mana segala kerumitan teraduk


campur di dalam kepala ini.

Aku tidak tahu salah atau tidak,


kalau sejujurnya di lubuk hatiku
terdalam, aku ketakutan pada kakakku
sendiri.

Tanganku mengepal saat


bayangan wajah Silviana dan Mas
Dion terpantri di kepalaku.
50
The Emerald motzky

Si cantik dan si tampan.

Si kebanggaan keluarga.

Mereka terlihat serasi. Bahkan


bukan sekali dua kali orang mengira,
kalau mereka ada sepasang suami
istri.

Saking seringnya mereka bersama


dan terlibat di dalam proyek, belum
lagi berita kalau Mas Dion menikah
dengan anak perempuan Purwija.

Memang tak salah mereka sempat


berpikir begitu. Keberadaanku yang
bersembunyi dari gemerlap keluarga

51
The Emerald motzky

Purwija kerap membuat orang lain


salah sangka.

Bukannya aku tak dikenalkan.


Tapi aku yang tak bisa untuk berada
di tengah-tengah gemerlap itu. Seakan
jiwaku memang terlahir bukan untuk
itu.

Umurku sudah 29 tahun,


kesibukanku bukan seperti Silviana
yang mengurus perusahaan, bolak-
balik ke luar negri, atau memenuhi
undangan makan malam dengan
kolega.

52
The Emerald motzky

Kesibukanku adalah membangun


rumah untuk para anak jalanan. Selain
itu aku juga membangun shelter untuk
kucing-kucing liar. Dua hal berharga
dalam hidupku. Semuanya aku
bangun dengan uangku tanpa bantuan
siapapun.

Dua hal tersebut juga yang bisa


memukau Mas Dion. Karena
membangun rumah kasih dan shelter
kucing tersebut saat aku belum
menikah dengannya.

Tapi dua hal tersebut tak


memukau keluargaku. Kata Papa

53
The Emerald motzky

seharusnya cukup menjadi donator


bukannya repot dan sibuk mengurus
rumah dan kendang kecil itu.

Untuk pertama kalinya aku sangat


sedih pada Papa dan keluarga adalah
mereka menyepelekan dua hal yang
berarti dalam hidupku.

Semakin kecil aku di mata


keluarga, semakin aku memisahkan
diri pada segala urusan mereka.

Untuk ke rumah orangtuaku saja,


aku mau pergi jika memang ada
urusan yang mengharuskan aku

54
The Emerald motzky

datang. Contohnya ulang tahun atau


rapat keluarga.

Sejak dua tahun lalu, aku sudah


sering absen untuk makan malam.
Seribu alasan aku berikan pada Mas
Dion agar dia saja yang pergi tanpa
aku. Untungnya dia suami pengertian.

Kegelisahanku bukan hanya


tentang keluarga. Karena akhir-akhir
ini aku diliputi kecemasan.

Ini sebenarnya rahasia kecil yang


aku simpan sendiri. Mungkin saja ini
rasa iri yang sejak dulu tertanam dan
semakin subur di dalam hatiku.
55
The Emerald motzky

Objek keirianku bukan lain dan


bukan tidak adalah kakakku sendiri.
Silviana.

Melihatnya semakin bersinar


memang membuatku senang sebagai
adik. Meski sejak kecil selalu
dibandingkan, tapi aku terkadang tak
terlalu mempermasalahkannya.

Masalahnya adalah di mana


kebersamaan Silviana dan Mas Dion.

Aku tahu mereka selalu bersama


karena pekerjaan.

Dan aku tahu kalau mereka hanya


sebatas ipar.
56
The Emerald motzky

Tapi...

"Ini gila!" keluhku sambil


menjambak rambut.

Ini pasti karena banyaknya berita


perselingkuhan di media social hingga
ketakutan-ketakutan yang tak
seharusnya berkumpul di kepalaku.

"Tapi, aku merasakannya."

Ya...

Aku merasakan ada sesuatu yang


berbeda.

57
The Emerald motzky

Seperti ada sesuatu di antara


mereka berdua yang tidak boleh aku
ketahui.

Aku tak mau menuduh. Tak mau


juga berprasangka buruk. Hanya saja,
apa yang aku lihat dan aku rasakan
sangat mendukung.

Melihat mereka bersama karena


pekerjaan awalnya biasa saja semakin
ke sini, aku merasakan tatapan mereka
satu sama lain berbeda. Gestur tubuh
pun seakan menyiratkan sesuatu.

58
The Emerald motzky

Dan aku ketakutan kalau nanti


semua yang ada di kepalaku ternyata
benar adanya.

Hidupku memang tidak adil.

Setelah lahir di keluarga yang


penuh tuntutan dan orangtua yang tak
bisa bangga padaku. Sekarang aku
harus dihadapi pernikahan yang
rumit.

Selain berharap, aku tidak tahu


harus seperti apa lagi. Karena,
seringnya harapanku tak pernah
berada di pihakku sendiri.

59
The Emerald motzky

***

Kepulangan Mas Dion kali ini


agak berbeda. Dia satu bulan di Abu
Dhabi bersama Silviana dan juga
rekan kerja lainnya.

Kulitnya agak menggelap


daripada warna aslinya. Rambutnya
juga sudah agak panjang, biasanya dia
rajin memotong rambut.

Selesai mandi dia sudah berkutat


dengan laptopnya di atas tempat tidur.
Dia sangat serius dengan kening

60
The Emerald motzky

berkerut dan jari yang menari diatas


ketikan.

Aku menyelesaikan rangkaian


skincare dan buru-buru naik ke atas
ranjang. Aku sangat merindukannya
dan sangat mengharapkan pelukan
hangatnya.

Maka dari itu aku segera


menempel pada tubuhnya.

"Mas."

Mas Dion melirik sebentar, "Ya,


Em?"

"Kamu nggak capek abis pulang


langsung kerja?"
61
The Emerald motzky

"Sebentar ya ini belum selesai."

"Emang di Dubai kamu ngapain


aja kok sampai kerjaan aja masih di
bawa ke rumah. Kamu sebulan loh, di
sana. Kesehatan ka—"

"Em, sebentar." Suara ponselnya


berdering.

Mas Dion langsung pergi


membuka pintu kaca menuju balkon
dan menutupnya kembali.

Mataku tak juga lepas


memperhatikannya dengan hati yang
terasa sakit sedikit.

62
The Emerald motzky

Padahal aku benar-benar ingin


bermesraan dengannya. Mengingat
sebulan aku harus tidur sendirian
tanpa Mas Dion.

Aku mendesah lirih, membetulkan


letak selimut juga ingin menggeser
laptop Mas Dion yang digeletakan
begitu saja di atas ranjang.

Tapi gerakanku berhenti begitu


saja saat di pojok kanan layar laptop
yang menyala muncul notif pesan
yang tersambung dari ponsel Mas
Dion.

Seketika tubuhku membeku.


63
The Emerald motzky

Nama dan isi pesan itu


membuatku tersenyum getir dengan
hati yang patah.
Silvi:

Send a photo

Send a photo

Gimana bagus kan? Aku suka yang


foto pertama di situ kamu ketawa lebar
banget hahaha.

Silvi:
Kalo yang kedua akunya merem nggak
suka deh

Ini benarkan Silvi kakakku?


Silviana?

64
The Emerald motzky

Tidak mungkin kan segala dugaan


di kepala yang sudah bersemayam
begitu lamanya ternyata benar apa
adanya?

Aku menatap Mas Dion yang


berdiri memunggungiku, bahunya
bergetar seperti tertawa. Dia masih
terlihat bebas dan tenang.

Sedangkan aku ketakutan dan


kesakitan.

Mau sekali aku bertanya padanya.


Tapi aku terlalu pengecut untuk
menghadapi kenyataannya.

65
The Emerald motzky

Dan akhirnya aku kembali diam.


Kalah seperti sebelum-sebelumnya.

Namun terdiamnya aku tak


berakhir lama kala tangan besar
menarikku bergeser mendekat pada
tubuh yang sudah berada
disampingku.

"Jangan khawatirkan aku, Em.


Aku pasti menjaga kesehatanku."
Ucapanya lembut seraya mengecup
belakang telingaku.

Aku menoleh dan tersenyum.

Malah semakin ke sini aku


mengkhawatirkannya.
66
The Emerald motzky

Bertanya-tanya tentang akhir


perjalan kisah kami.

Menatapnya penuh arti malah


disalahartikan olehnya. Karena dia
malah melabuhkan bibirnya ke atas
bibirku.

Bibir tipisnya tanpa ragu


mencecap bibirku. Dengan nakal,
tangannya menarik tubuhku perlahan-
lahan agar naik ke atas pangkuannya.

Ciuman Mas Dion memang


memabukkan. Mungkin karena dia
satu-satunya lelaki yang aku cium,
karena itu rasanya sangat candu.
67
The Emerald motzky

Belum lagi, dialah orang pertama


yang mengajariku gairah.

Membuat tubuhku mulai


menunjukan sikap aslinya saat desir
panas merambat sampai ke ujung
kepala.

Tangan besarnya terus mengelus


pahaku yang tak tertutup pakaian
tidurku. Pelan tapi pasti dia juga
merambat naik ke perut dan akhirnya
menemukan mainan kesukaannya.

Menikmati bibir juga pijatan


tangannya dia dadaku, membuatku
lupa pada apa yang sebelumnya
68
The Emerald motzky

terjadi. Bahkan perih di hati


tergantikan dengan lirih yang
menginginkan sentuhannya terus
menerus.

Puas mengobrak-abrik isi


mulutku, bibirnya mulai menjalar dari
dagu ke leher dan berjalan terus ke
tulang selangkaku.

Aku mendesah merasakan sesapan


bibirnya. Mas Dion memang yang
paling tahu, di mana dia harus beraksi.

Tubuhku semakin gelisah


merasakan tangan nakalnya menjepit
putingku dengan kuat.
69
The Emerald motzky

Bibirnya pun sudah beranjak naik


mengulum daun telingaku, membuat
aku menggelinjang bergerak di atas
pangkuanna.

"Mass—"

Mas Dion buru-buru mengangkat


baju tidurku dan melemparnya asal.
Dia juga mengangkat tubuhnya
sedikit untuk melepaskan celana
tidurnya.

Aku menarik kaos yang dia pakai,


hingga sekarang kami sama-sama
telanjang.

70
The Emerald motzky

Dengan cepat bibirnya meraup


payudaraku.

Jika boleh diadu oleh perempuan


lain, aku sangat percaya diri dengan
bentuk payudaraku.

Bulat dan penuh.

Kalau kata Mas Dion sangat


menggairahkan.

Maka dari itu, payudaraku adalah


mainan kesayangan miliknya.

Bibirnya terus bergantian


menghisap dadaku, sedangkan
tanganku merambat ke bawah di mana

71
The Emerald motzky

miliknya menempel keras dengan


perutku.

Aku mengusapnya, memberikan


pijatan lembut hingga Mas Dion
mengerang serak.

Tanpa menunggunya yang masih


asyik bermain dengan dadaku, aku
mengangkat tubuhku, memandu
miliknya yang keras untuk masuk ke
dalam lubang kehangatanku.

Pelan-pelan aku menurunkan


tubuhku dan mendesah.

72
The Emerald motzky

Mas Dion menahan desahannya


dengan meraup payudara kiriku untuk
masuk ke dalam mulutnya.

Ini sangat luar biasa nikmat.

Sakit di payudara bersamaan


dengan nikmatnya penyatuan kami di
bawah sana.

Tangan besar Mas Dion sudah


bertengger di pinggulku, bergerak
mengatur kecepatanku yang sudah
berantakan.

Mengikuti tempo yang ia mau, aku


hanya bisa mendesah.

73
The Emerald motzky

Bercinta adalah hal terindah yang


aku nikmati setelah sah menjadi
miliknya.

Maka dari itu aku merasa


bersyukur sekali karena melakukan
ini setelah menikah.

Rasa penasaranku tuntas dengan


rasa lega karena berhasil menjaga
milikku untuk suamiku.

Mas Dion melepaskan


cumbuannya di payudaraku, dia
mendesah karena aku mulai bergerak
semakin cepat mengejar pelepasanku.

74
The Emerald motzky

Aku memang sering datang lebih


cepat darinya, apa lagi saat aku
memegang kendali posisi bercinta.
Sudah pasti aku akan lebih dulu
mengalami pelepasan.

Mas Dion meraup wajahku untuk


dia cium. Sambil berciuman ternyata
membuat fokus pergerakanku
melambat. Maka dari itu kedua tangan
Mas Dion menangkup bokongku, dia
menahan tubuhku agar tak bergerak,
lalu dari bawah dia bergerak dengan
keras dan cepat.

75
The Emerald motzky

Aku menjerit di dalam mulut Mas


Dion, merasakan betapa nikmatnya
percintaan ini.

Hingga akhirnya pelepasanku


datang dengan deras. Tubuhku
melemas di dalam pelukan Mas Dion
yang sekarang kembali sibuk menjilat
di sepanjang garis leherku.

Di tengah badai kenikmatan,


tubuhku langsung dibaringkan di atas
ranjang dan Mas Dion berada di
atasku.

Pemandangan yang indah.

76
The Emerald motzky

Si tampan telanjang di atasku dan


menyeringai mesum.

“Giliranku masih lama, Emerald.”


Seraknya yang membuat nafasku
tercekat.

Dan seperti perkataannya,


permainan ranjang ini berjalan sangat
lama. Di mana Mas Dion sebagai
pemegang kendali dan aku yang
mendesah di bawahnya.

***

77
The Emerald motzky

THE MISERABLE
MARRIAGE

Malam ini aku tidak bisa


menghindar dari pertemuan keluarga
karena ini adalah hari penting.

Ulang tahun Silviana.

78
The Emerald motzky

Aku dan Mas Dion datang dengan


pakaian rapih. Dia memakai kaos polo
berwarna hijau lumut sedangkan aku
dengan dress santai berwarna hitam.

Sejujurnya aku memang sengaja


memakai serba hitam dari atas kepala
sampai kaki karena menurutku ini
sama saja datang ke pemakaman.

Meski aku berlebihan biarlah,


karena semua ini aku simpan sendiri
dan menjadi kesenanganku sendiri.

Kami berkumpul di halaman


rumah yang luas. Aku tahu pasti kalau

79
The Emerald motzky

ini semua kerjaan Mama yang


merancang tempat ini.

Ramai dan cantik dengan dekorasi


dari EO mahal.

Aku mengatur nafasku di tengah-


tengah keramaian yang mulai
menyesakkan ku.

Silviana berdiri dengan gaun silver


yang diapit oleh Mama dan Papa saat
memotong kue ulang tahun.

Saat pembagian kue, aku sangat


tidak menyangka jika suapan ketiga
untukku.

80
The Emerald motzky

Mengingat interaksi intim kami


sebagai kakak dan adik sama sekali
tidak ada sampai saat ini.

Dan yang semakin membuatku


tidak menyangka, setelah
menyuapkan kuenya padaku, dia juga
menyuapkannya juga pada Mas Dion.

Bahkan ada interaksi di mana


Silviana sengaja membuat Mas Dion
belepotan dengan kuenya.

Dan aku?

Aku hanya berdiri diam dengan


tangan mengepal di balik tubuhku.

81
The Emerald motzky

Acara berlanjut dengan makan-


makan. Di tengah acara tiba-tiba
Setno, asisten pribadi Mas Dion
datang dengan satu paper bag
berwarna putih polos.

Dia menghampiri Mas Dion yang


sedari tadi disebelahku dan
membisikkan sesuatu yang bisa aku
tangkap.

"Maaf terlambat, Pak, pihak


tokonya tadi mengalami kendala
dalam mencetak sertifikatnya."

Aku penasaran sekali dengan


maksud Setno.
82
The Emerald motzky

Tapi rasa penasaranku terbayar


cepat karena saat pemberian kado, aku
tahu itu adalah kado untuk kakakku.

"Kamu kasih kado apa?" tanyaku


akhirnya yang melihat dia sedang
tertawa karena di depan sana Silviana
sedang tertawa sambil membuka
kado.

Mas Dion menoleh masih bertahan


dengan senyumnya.

"Silvi pernah nunjukin ada kalung


yang lagi dia incar. Pas di Dubai itu
kita lihat dan waktu itu dia menahan

83
The Emerald motzky

diri buat beli. Akhirnya aku kadoin aja


buat dia."

Aku terdiam mendengar


jawabannya yang jujur itu. Sampai
kadonya di buka oleh Silviana aku
juga masih terdiam.

"Ya, ampuuuun! Dion ini aku


sukaaaaa!!! Ini aku udah
incar!"pekikan Silviana yang heboh
disambut tawa oleh keluarga kami.

Mas Dion juga tertawa senang


seperti itulah reaksi yang dia
harapkan.

84
The Emerald motzky

"Tahun lalu kamu hadiahkan aku


sepatu."

Mas Dion menoleh mendengarku


yang juga menatapnya lurus.

"Sepatu?"

"Kamu bahkan nggak ingat pernah


hadiahkan aku apa?"

Keningnya berkerut, "ingat.


Maksudku, kenapa kamu tiba-tiba
bahas sepatu?"

"Christian Louboutin ukuran 38."

85
The Emerald motzky

Mas Dion sudah tidak tersenyum,


melainkan wajahnya mengerut
bingung.

"Warna merah." Lanjutku.

"Ema, aku nggak paham ke mana


arah pembicaraan ini."

Aku menarik nafas dalam-dalam.

"Warna kesukaanku biru. Biru


langit. Ukuran sepatuku 39. Dan aku
nggak bisa pakai heels karena sering
terjatuh."

Kini bukan raut bingung,


melainkan raut terkejut menggantikan
ekspresinya.
86
The Emerald motzky

"Ema—"

"Kamu membelikan Silvi barang


kesukaannya. Bahkan kamu tau itu
dengan jelas. Sedangkan—" entah
kenapa nafasku tersengal dengan
kalimat yang terburu-buru, "aku…
kamu nggak tau apa-apa tentangku"

Mas Dion menggeleng kecil dan


memutar tubuhnya menghadapku
sepenuhnya. Dengan lembut dia
menggenggam kedua tanganku.

"Oke, aku tau ke mana arah


pembicaraan ini. Sebelumnya, kamu
jangan salah paham karena—"
87
The Emerald motzky

"17 Januari, aku bilang ke kamu


ada acara di rumah kasih dan aku
sangat mengharapkan kehadiran
kamu. Bukan hanya sebagai suami
tapi karena hanya kamu satu-satunya
keluarga yang aku undang."

"Ema, aku—"

"17 Januari kamu terbang ke


Singapura sama Silviana. Buat apa?"

Mas Dion tidak akan aku biarkan


bicara karena aku memang belum
selesai.

Aku tidak mempedulikan wajah


terkejutnya. Karena dia juga harus
88
The Emerald motzky

merasakan posisiku yang selalu


terkejut dengan tingkahnya.

"2 Maret. Aku telpon kamu


berkali-kali, karena aku saat itu
pusing dan demam tinggi. Aku butuh
kamu. Dan kamu ada di Malang sama
Silviana lagi. 6 maret kamu baru
pulang. Sama. Aku juga baru pulang.
Pulang dari rumah sakit. Empat hari
aku di rawat tanpa siapapun yang
menemani aku."

Kali ini, keterkejutan Mas Dion


terasa luar biasa. Matanya melebar tak

89
The Emerald motzky

percaya dengan mulut yang terbuka


mencoba berbicara.

"Ema. Dion. Ada masalah?"

Suara Papa mengintrupsi kami


berdua. Beberapa mata juga sudah
menatap kami dengan intens.

"Ema, kenapa kamu nangis?"

Aku mengusap pipiku yang


ternyata sudah basah.

Menangis sudah lama tidak aku


lakukan semenjak menikah dengan
Mas Dion. Karena seringnya aku
merasa pernikahan adalah penyelamat

90
The Emerald motzky

dari penderitaanku. Tapi, ternyata aku


salah.

Pernikahan ini juga menyiksaku.

Mama dan Papa mencoba


mendekat, tapi aku langsung berdiri
dari tempatku.

Wajah kedua orangtuaku juga para


tamu terlihat bingung. Silviana
bahkan terlihat khawatir.

"Aku... aku..."

Belum juga aku menyampaikan


kata-kata. Suara sumbang yang sangat
aku kenal tertangkap di telingaku.

91
The Emerald motzky

Tante Dwi berbisik pada Tante


Isna, "drama lagi."

Perkataannya itu semakin


membuat diriku terasa kecil dan malu.
Apa lagi aku sadar kalau tatapan
semua orang di sini berbagai macam
tapi di dominasi pada penghakiman.

Pasti aku sangat mengganggu di


dalam pikiran mereka.

Pasti mereka kira aku ingin


mengacau hari yang cerah ini.

Maka dari itu, tanpa berkata lagi,


aku langsung memutar tubuhku untuk

92
The Emerald motzky

pergi dari rumah besar yang sangat


menyesakkan ini.

Aku ingin bernafas lagi.

Dan tak ada oksigen yang bisa aku


hirup di sini. Karena semakin aku
mencoba bernafas, semakin
menyesakkan rasanya.

***

Mas Dion datang berkali-kali ke


rumah kasih untuk menjelaskan.

93
The Emerald motzky

Ya, aku pergi mengungsi ke rumah


sosial yang aku bangun sendiri. Di
sini aku bisa bernafas dengan lega
tanpa himpitan batu di dadaku.

Setiap Mas Dion datang, aku akan


masuk ke dalam kamar yang Ibu
Rahma—pengurus rumah kasih
sediakan untukku.

Aku belum siap bertemu dengan


Mas Dion. Meski katanya ada
penjelasan dari semua yang aku
katakan, aku tetap belum siap.

Tidak ada solusi pernikahan ini di


kepalaku. Karena semuanya kosong,
94
The Emerald motzky

seakan kerumitan yang selalu aku


pikirkan pergi entah ke mana.

Seminggu berada di sini, bukan


hanya Mas Dion yang selalu datang.
Tapi, di hari kelima Silviana datang
berusaha berbicara denganku.

Suara lirihnya menembus pintu


kayu yang sebagai penghalang aku
dan dirinya.

"Aku nggak tau apa yang kamu


pikiran antara aku dan Dion. Tapi,
sejujurnya kami nggak ada apa-apa
Ema."

Pembohong.
95
The Emerald motzky

Raut wajahnya sangat


menunjukkan betapa dia mencintai
suamiku itu.

Ema adalah buku terbuka di


keluarga kami. Tidak ada rahasia yang
bisa dia sembunyikan karena raut
wajah dan gesturnya sangat mudah
sekali di tebak.

Aku tidak keluar dari kamar meski


Silviana seharian itu meyakinkanku
kalau hubungan Mas Dion dengannya
hanyalah sebatas ipar.

“Suamimu udah pulang loh, Em.”

96
The Emerald motzky

Suara Bu Rahma mengintrupsiku


yang sedang menyelimuti anak-anak
di kamar mereka.

Aku menoleh dan tersenyum kecil,


kembali fokus membetulkan letak
selimut.

Setelah selesai, aku mengedarkan


pandanganku pada kamar yang berisi
14 kasur tingkat saling berhadapan.
Ada dua kamar untuk anak-anak ini.

Aku menemukan mereka yang


terlunta-lunta, hidup tanpa orangtua
dan dipaksa menjadi pengamen oleh
preman-preman.
97
The Emerald motzky

Mereka hidup tanpa Pendidikan,


tanpa kasih sayang, tanpa tahu apa
yang seharusnya anak seumuran
mereka lakukan.

Bukan sekali dua kali aku harus


berurusan dengan preman yang
menjadi bos mereka dan tidak terima,
aku mengambil satu atau dua anak
asuhan mereka secara diam-diam.

Dan sekarang sudah berisi 53 anak


jalanan yang berada dinaungan
Rumah Kasih.

Aku sangat bersyukur rumah ini


sudah beroperasi 3 tahun lamanya
98
The Emerald motzky

dengan donator tetap yang menjadi


penompang kami.

Aku sadar kalau tanpa donator-


donatur tanpa nama yang sangat baik
ini, Rumah Kasih tidak akan menjadi
pelindung anak-anak ini.

Menarik nafas panjang,


mensyukuri atas semua yang ada di
Rumah Kasih, aku mematikan saklar
lampu dan keluar dari kamar.

Ternyata Bu Rahma masih setia


menungguku.

Wanita berusia 52 tahun itu


tersenyum lembut.
99
The Emerald motzky

Satu hal yang harus dibanggakan


di Rumah Kasih adalah memiliki Bu
Rahma.

Sosok wanita gemuk berhijab


yang sangat bertanggungjawab dan
tulus pada anak-anak di sini.

Aku menemukan Bu Rahma dua


bulan setelah Rumah Kasih berdiri.

Di daerah pinggiran Jakarta, di


mana terkenal daerah yang kumuh
juga berbahaya untuk orang kota, di
sana aku bertengkar hebat dengan
jagoan di tanah sana.

100
The Emerald motzky

Melihat seorang anak perempuan


5 tahun yang menangis tersedu-sedu,
di seret paksa dan dipukul oleh
ukulele, rasanya hatiku tak terima.

Perdebatan hebat terjadi di sana,


aku yang perempuan sendiri
berhadapan dengan tiga lelaki yang
bertubuh kurus penuh tattoo.

Sampai perdebatan mulai


berbahaya, aku hampir saja terkena
serangan fisik kalau Bu Rahma tak
datang membawa ember bekas cucian
dan menyiramnya pada tiga preman
itu.

101
The Emerald motzky

Hari itu, aku mengenal Bu Rahma


yang di kampung itu seorang buruh
cuci.

Aku dan Bu Rahma kini berada di


meja makan. Beliau dengan baik
hatinya membuatkan aku teh hangat.

Saat memilih menenangkan diri di


sini, aku memang sampai sekarang
tidak memberitahunya apa yang
terjadi.

Tapi, kedatangan rutin Mas Dion


pasti memberikan jawaban pada Bu
Rahma.

102
The Emerald motzky

“Mas Dion tadi bawa pizza banyak


banget buat anak-anak.” Ucapnya
seraya menyodorkan sisa pizza di atas
piring padaku, “di makan, ya, Em.”

Aku tersenyum tak enak hati, “aku


nggak makan malam, Bu.”

“Makan satu nggak buat kamu


lebar.” Serunya seraya mengibaskan
tangan.

Aku tersentuh dengan kata-


katanya. Jika di rumahku, tentu saja
Mama akan heboh menceramahiku
kalau aku makan di malam yang larut
ini.
103
The Emerald motzky

“Jangan takut gendut loh, Em.


Kamu mau kurus cantik, gendut juga
cantik. Asal… jangan berlebihan.”

Kepalaku spontan menunduk


dengan mata yang menatap perut
sampai pahaku.

Tubuhku bisa terbilang kurus.


Untuk mendapatkan tubuh ini, banyak
perjuangan yang harus aku lewati.

Mulai sakit hati dipandang jelek


oleh teman sebaya, ledekan keluarga,
sampai merasa tersisihkan karena
berat badan.

104
The Emerald motzky

Sakit hati memang obat paling


mujarab untuk merubah diri
seseorang.

“Em… kamu nggak mau pulang?”

Aku menyesap teh hangat seraya


menatap lembut bu Rahma yang
terlihat khawatir dengan
pertanyaannya.

“Ini rumahku juga loh, Bu.”

“Bukan itu loh maksud Ibu!”


cebiknya, “suamimu nyariin terus.
Udah mau seminggu, Em, nggak baik
itu, Nak.”

105
The Emerald motzky

Aku mengerti maksud Bu Rahma.


Semasa hidupnya, wanita itu adalah
istri yang berdedikasi tinggi pada
suami.

Aku sempat mengenal suami Bu


Rahma yang sangat baik itu. Beliau
seorang penjual jajanan sempol di
depan SD. Jiwa mudanya selalu
menggelora hingga banyak anak-anak
yang senang dengan Pak Ayus.

Mereka adalah pasangan kompak.


Saling menyokong satu sama lain.
Kata Bu Rahma, suaminya itu dulu
seorang karyawan kantoran. Sayang

106
The Emerald motzky

terkena PHK karena kantor yang


bangkrut akibat tragedi inflansi yang
pernah melanda negara.

Hidup enak yang harus digantikan


hidup pas-pasan tidak membuat
rumah tangga mereka goncang.

Segala usaha Pak Ayus lakukan,


sayangnya selalu gagal karena di tipu
oleh rekan-rekannya. Hidup mereka
semakin mengkhawatirkan saat harus
pindah ke rumah pinggiran yang
hanya berdinding kayu.

Tapi, Bu Rahma tetap setia


disamping beliau. Dengan sabar dan
107
The Emerald motzky

teguh, Bu Rahma kerap memberi


semangat dan masukan agar Pak Ayus
tak patah semangat.

Dari cerita Bu Rahma, hal yang


dikhawatirkannya saat itu ialah
ditinggalkan suami karena suaminya
sudah merasa gagal.

Namun, semangat Pak Ayus tak


pernah padam. Beliau akhirnya
membanting stir mencari nafkah
dengan cara berjualan keliling.
Awalnya menjadi penjual roti brand
ternama. Lalu, beralih menjual
siomay keliling komplek. Dan

108
The Emerald motzky

terakhir, membeli gerobak sendiri


untuk berjualan di depan SD.

20 tahun mereka bersama dengan


ekonomi yang mengkhawatirkan.
Tapi mereka bertahan.

Hingga satu tahun lalu, perjuangan


Pak Ayus harus berhenti di umur ke
58.

Meninggalkan Bu Rahma
sendirian. Tanpa seorang anak.

Mengingat cerita itu, diam-diam


aku bersyukur hidup bercukupan
sebelum dan sesudah menikah.

“Kami lagi ada masalah, Bu.”


109
The Emerald motzky

“Masalah akan selalu ada, Ema.


Setiap manusia punya masalahnya
masing-masing. Tapi, adanya masalah
bukan untuk dihindari. Melainkan
untuk dihadapi. Dulu, saya bertanya-
tanya loh, untuk apa ya Tuhan
menciptakan saya.”

Aku menatapnya lurus.

“Jawaban saya terjawab saat saya


punya masalah. Saat masalah saya
ringan, saya kerap menyepelekan.
Saya suka bilang dalam hati, ‘begini
doang!’. Terus masalah selesai, eh,
datang masalah besar. Untung otak

110
The Emerald motzky

saya masih berfungsi dengan benar,


saat masalah besar ada, saya nggak
berani kabur. Masalah itu bisa
ngikutin kita ke mana aja kalau nggak
saya hadapi sendiri. Adanya masalah
besar, saya nggak berani
menyepelekan, malah saya langsung
cari-cari Tuhan.” Bu Rahma tertawa
kecil. “Saya mulai doa, nangis, minta-
minta lah sama Tuhan buat
diselesaikan. Sampai saya sadar, pas
masalah kecil saya sombong banget
nggak cari Tuhan dan menghindari.
Pas masalah besar, eh saya-saya cari
Tuhan dan mulai menyesal. Mungkin
111
The Emerald motzky

ini cara Tuhan buat bikin saya sadar.


Tuhan menciptakan agar manusia
berpikir dan meminta pertolongan
setiap ada masalah.”

“Tapi, bukan karena ada masalah


aja saya harus mencari Tuhan. Setiap
saya bangun, pergi, melangkah,
sampai tidur. Saya terus mencarinya
meminta pertolongan dan syukur
karena sudah melewati tiap detik
kesempatan yang Tuhan berikan.”

Aku tersenyum pada Bu Rahma.


Berbincang dengannya selalu
memberikan ketenangan karena

112
The Emerald motzky

pembawaannya yang lugas dan


lembut.

“Jangan setelah Ibu bilang ini,


kamu langsung bercerita ya, Em. Ibu
bilang ini buat kamu, agar kamu tau
kalo masalah akan selalu ada. Besar
atau kecil itu masalah, maka
selesaikan. Kelegaan hati itu nomor
satu, Em.”

“Nanti, Bu. Setelah hati aku


tenang. Agar apa yang keluar dari
mulutku, tidak membuat aku
menyesal kemudian hari.”

113
The Emerald motzky

Bu Rahma tersenyum lebar dan


mengangguk berkali-kali, “kalo kata
orang bule mah, tek taym yor.”

“Take your time, Ibuuu!” kekehku


geli.

Seminggu di rumah kasih,


mendekatkan diri pada anak-anak
pengungsi, aku mulai Menyusun
rencana hidupku ke depan.

Dengan tekad, mungkin pilihan


berpisah adalah yang terbaik.

Aku terlalu pengecut untuk


melanjutkan kehidupan rumah tangga
ini.
114
The Emerald motzky

Aku tidak memiliki kepercayaan


diri yang besar karena sejujurnya
bukan hanya Silviana sebagai
saingan. Tapi bagaimana orang-orang
yang terus memberikan tekanan
untukku.

Aku ingin lepas dari semua ini.

Aku tidak ingin berada di


lingkaran mereka.

Dengan bercerai aku pasti tidak


terlibat lagi. Perceraian ini akan
mmembuat Papa marah dan akhirnya
benar-benar membuangku.

Dan benar saja.


115
The Emerald motzky

Di hari ke delapan, Papa datang


bersama Mama. Rahangnya
menegang dengan mata yang melotot
kearahku.

"Mau hal gila apa lagi yang kamu


lempar ke muka Papa?!"bentaknya
saat sudah menatap wajahku.

Mama memijat dahinya seakan


frustasi dengan semua ini.

Orangtuaku pasti sudah


mendengar dari pengacara keluarga
yang aku minta untuk mengurus
perceraianku.

116
The Emerald motzky

"Aku mau bercerai." Tukasku


singkat.

"Emerald." Papa menggeram.

Aku melirik meja rotan yang


kosong. Mungkin kalau ada asbak
atau gelas, Papa pasti akan
melemparnya ke arahku.

"Jangan betingkah lagi di depan


Papa. Kamu pikir pernikahan
semudah itu? Bisa-bisanya kamu
dengan enteng bilang cerai."

"Papa tau itu nggak mudah. Dan


sekarang aku nyerah."

117
The Emerald motzky

Mama menggeleng berkali-kali,


"kamu tuh paham nggak sih maksud
orangtua, Em? Kamu ini udah besar.
Jangan kekanakan. Silvi itu kakakmu,
masa kamu mau cemburu sama
kakakmu?"

Oh, sepertinya Papa dan Mama


sudah tahu. Semua ini akan mudah
karena aku tak butuh lagi
menjelaskan.

"Papa dan Mama udah tau kan


duduk masalahnya di mana? Kalo gitu
aku tetap nggak cabut keputusanku."

118
The Emerald motzky

"Ema!" bentak Papa, "Kamu ini


makin tua kenapa makin nggak benar
sih?! Ada aja tingkahmu bikin Papa
pusing! Bisa nggak kamu itu nurut
sama orangtua, hah?!"

Aku menggeleng tegas, "aku


tersiksa, Pa. aku tersiksa sama semua
ini. Papa dan Mama bisa lihat nggak
sih?! Apa aku pernah bahagia?
Engga!"

"Itu karena kamu nggak nurut


sama orangtua, Em. Kalo kamu nurut
kayak Silvi, semuanya akan mudah.

119
The Emerald motzky

Kamu terlalu keras kepala dan suka


membantah." Kata Mama tajam.

Mereka tidak akan mengerti.

Karena balik lagi, aku adalah


produk mengecewakan untuk mereka.
Dan bahan perbandingan mereka
adalah Silviana, putri sukses yang
berhasil mereka tempa sedemikian
rupa.

"Aku capek." Dengan cepat aku


berdiri, "dan keputusanku masih
sama."

120
The Emerald motzky

Lalu aku pergi meninggalkan Papa


dan Mama yang terkejut karena aku
masih berada di pendirianku.

Aku sempat mendengar suara


Papa yang menggelegar
mengancamku. Katanya jika aku tetap
bercerai, jangan harap aku bisa
kembali ke rumah.

Ah... andai saja Papa tahu, kalau


aku memang tidak berniat kembali ke
rumah.

Kali ini aku ingin terbang dengan


sayapku sendiri. Tanpa sangkar yang
mereka buat untukku.
121
The Emerald motzky

Setelah kepulangan kedua


orangtuaku. Aku kembali ke rumah di
mana sudah dua tahun lebih aku
tempati.

Mobil Mas Dion terparkir di sana.


Dan aku sudah menyiapkan diri untuk
bertemu dengannya.

Ini akan menjadi hari yang


panjang untukku ataupun dia.

Benar-benar panjang

***

122
The Emerald motzky

"Aku merasa kesalahanku nggak


seharusnya dibalas dengan secarik
kertas cerai, Emerald."

Dia di sana.

Duduk di meja makan yang


kosong namun ada dokumen yang
terbuka di depannya.

Mas Dion bersidekap, menatapku


lurus.

Aku yang baru masuk ke dalam


rumah langsung nurut untuk duduk
berhadapan dengannya.

“Seminggu ini aku coba buat


bicara sama kamu. Dan kamu nggak
123
The Emerald motzky

mau dengar. Apa adil buat aku, Em?


Aku langsung diceraikan.”

Aku mengangguk kecil, "sekarang


kamu bisa menjelaskan." Ucapku
pelan.

Mas Dion mengusap wajahnya


gusar sambil menggeleng.

"Apa lagi yang harus aku jelaskan


kalo ujungnya kamu tetap
menceraikan aku, Em?"

Karena dia ingin menjelaskan,


maka aku memberinya kesempatan.
Tapi, aku tidak mau mengubah
keputusanku ini.
124
The Emerald motzky

"Kalau berat, kamu nggak perlu


menjelaskan kalau gitu." Seruku.

Mas Dion tertawa geli.

"Kenapa aku sudah di vonis


sebagai peselingkuh di mata kamu,
Em." Cibirnya.

"Kalau begitu jelaskan. Aku hanya


punya waktu hari ini buat dengar
semuanya. Setelah itu semua selesai."

Tatapan mata Mas Dion tak


terbaca. Dia hanya menatapku dengan
mulut terkatup.

125
The Emerald motzky

Hingga waktu berjalan mungkin


15 menit kami saling diam dan
memperhatikan.

"Soal kado, itu murni kesalahanku


karena menyuruh Setno. Kalau kamu
ingat, aku pulang hampir subuh dan
melewatkan hari ulang tahunmu
karena delay pesawat dari Turki.
Kadomu bersamaku, aku beli sepatu
olahraga yang colab dengan artis
kesukaanmu itu. Karena delay
setengah hari, aku berpikir aku harus
memberikan sesuatu lagi agar
semuanya terasa wah. Aku suruh
Setno buat beli kado yang cocok
126
The Emerald motzky

untukmu. Aku tidak tahu kalau Setno


beli sepatu heels, bahkan ukurannya
salah. Pas kamu bangun dan bilang
sangat suka hadiahku, aku pikir
pilihan Setno yang terbaik. Bahkan
kamu membeli sepatu yang sama
dengan sepatu yang aku hadiahkan
untukmu."

Aku mengerjap mengingat hari


itu.

Mas Dion pulang hampir


menjelang subuh. Hari ulang tahunku
sudah lewat dan dia tidak ikut
meniupkan lilin bersama. Tapi,

127
The Emerald motzky

kadonya tetap datang bersama dengan


buket mawar yang besar dengan tepat
waktu.

Saat melihat kadonya aku berpikir


keras, kenapa dia membelikan aku
sepatu itu.

Tapi, kata temanku yang hadir


pada undanganku, mereka memuji
betapa romantisnya Mas Dion
membelikan sepatu itu. Dengan wana
merah hati yang senada bunga mawar
pemberiannya.

Semua yang hadir memujinya


sebagai suami perhatian.
128
The Emerald motzky

Lalu dia pulang dengan raut lelah,


maka dari itu aku menghiburnya
dengan cerita betapa senangnya aku
karena hadiah yang dia berikan.

Meski bingung pada hadiahnya,


aku tetap menghibur diriku dan
dirinya.

Bahkan di hari yang sama aku


memesan sepatu yang memang sangat
ingin aku beli dengan dalih hadiah
untukku dari dirikku pada Mas Dion
saat dia bertanya kenapa ada sepatu
itu di kamar.

129
The Emerald motzky

"Aku tidak tahu kalau dia akan


membelikan sepatu itu." Ulangnya
lagi.

Tapi, entah kenapa alasannya tak


memberika kelegaan juga pada
kerumitan di kepala dan hatiku.

"17 Januari. Setno sakit dan


seluruh jadwalku dia yang tahu dan
dia juga yang atur. Aku kewalahan
hari itu sampai aku lupa kalau
memang aku udah berjanji sama kamu
untuk hadir, Em. Aku tau ini seperti
alasan mengada-ada, tapi kamu tahu
dengan jelas kesibukanku banyak hal

130
The Emerald motzky

penting yang tak bisa aku tinggalkan


dan akhirnya aku lupa sendiri dengan
janjiku ke kamu."

Aku diam.

Mas Dion merubah duduknya


dengan mencondongkan tubuhnya.
Tangannya juga mengambil tanganku
untuk dia genggam.

"2 Maret, ada tanah amblas di The


Wonderland makanya aku terbang
saat itu. Bukan hanya sama Silvi tapi
aku pergi dengan semua tim. Proyek
besar ini sangat membutuhkan
perhatian hingga waktuku lebih
131
The Emerald motzky

banyak ke sana. Aku menyesal untuk


nggak akat telponmu saat itu. Andai
aku angkat dan aku tau, aku akan
meninggalkan semuanya dan aku
menemani kamu, Em."

"Em, aku nggak tau kalau selama


ini ada beban keraguan di hati kamu.
tapi, asal kamu tau kalau pernikahan
ini aku jalanin sepenuh hatiku."
Lanjutnya.

"Aku pun juga, Mas. Tapi rasanya


di sini hanya aku yang menjalaninya."

"Oke, maaf kalau aku salah sampai


kamu merasa berjuang sendirian.
132
The Emerald motzky

Tapi, ini nggak adil karena aku nggak


diberi kesempatan kedua."

"Buat apa? Semuanya nggak akan


berubah."

"Em, jangan egois. Ini


pernikahan."

"Kamu tau ini pernikahan. Dan ini


nggak mudah buat aku yang punya
kepercayaan diri yang sedikit.
Mendampingi kamu butuh ekstra
tenaga untuk menghadapi keluargaku,
keluargamu, dan orang-orang di luar
sana yang selalu menatapku skeptis.
Adanya masalah yang aku sebutkan
133
The Emerald motzky

bukan sebagian besar alasanku ingin


bercerai. Alasan terbesarku adalah
meski sudah menikah pun aku tetap
menderita!"

"Apa semenyakitkan itu?"


tanyanya lirih.

"Y-ya" jawabku serak.

Menjawab Mas Dion sepanjang itu


seakan butuh kekuatan lebih. Hingga
akhirnya kekuatan itu habis.

Memang ini bukan tentang rasa


curigaku. Dugaan perselingkuhan
hanyalah pemicu yang menguatkan
aku untuk memilih berpisah.
134
The Emerald motzky

Lingkungan keluarga yang


menuntut kesempurnaan seakan lupa
setiap orang memiliki batas
kemampuan.

Dua tahun bersama Mas Dion


malah dijadikan ajang pemojokan
untukku yang katanya sangat tak bisa
mengimbangi suamiku yang
sempurna.

Label istri tak bermanfaat mereka


ikrarkan padaku. Seakan itu tidak
menyakitiku.

135
The Emerald motzky

Bukan hanya para tante dan omku.


Dari pihak keluarga Mas Dion pun
menuntutku.

Seperti halnya anak.

Meski mereka tak semenuntut


keluargaku, tapi harapan-harapan
yang mereka keluarkan di depanku
juga menambahkan beban pikiran
untukku.

Bukan sekali dua kali pihak para


tante Mas Dion bertanya kapan aku
akan hamil yang berujung wejangan
panjang dan juga larangan untukku.

136
The Emerald motzky

Tiap aku bercerita, Mas Dion


bilang aminkan saja. Tidak salah
memang, tapi seperti bukan respon itu
yang aku butuhkan.

Lingkaran keluargaku dan Mas


Dion sangat dekat. Meski menikah
dengannya, aku yang berharap akan
terbebas dari lingkaran setan ini
ternyata aku semakin terperojok.

Dan kehadiran Mas Dion yang


sebenarnya nyaman untuk diriku
sendiri, tapi aku selalu merasa tak
aman.

137
The Emerald motzky

Seakan hubungan ini memiliki


kecacatan yang tidak bisa aku
jelaskan.

Aku tahu jika ini sangat berlebihan


sampai aku mengorbankan
pernikahanku.

Tapi kepalaku tidak bisa


menguraikan segala kerumitannya.
Kepalaku rasanya ingin pecah. Dan
tubuhku memaksaku untuk segera
pergi.

Maka dari itu aku langsung


bangkit meninggalkan Mas Dion yang
masih terus membujukku.
138
The Emerald motzky

Dia bahkan mengikutiku ke


kamar, terus mengajakku berbicara
yang sibuk mengambil barang-barang
penting untuk aku bawa.

Mulai hari ini aku ingin menyicil


segala barang milikku.

"Em, semuanya bisa diperbaiki.


Tolong pikirkan aku."

Mendengar itu, tanganku langsung


tergantung saat memasukan bajuku di
dalam tas.

Dada Mas Dion naik turun, raut


wajahnya sangat mengiba.

139
The Emerald motzky

Menandakan dia serius tidak


menginginkan perceraian ini.

"Mas Dion sayang aku?" tanyaku


lirih.

"Tentu aja aku menyayangi


istriku." Balasnya cepat.

Aku menarik nafas membalik


tubuhku berhadapan dengannya.

"Apa kamu mencintai aku?"

Sedetik pertanyaan itu keluar,


sedetik kemudian tidak ada
balasannya.

140
The Emerald motzky

Hingga pertanyaan harus aku


ganti.

"M-mas Dion mencintai


kakakku?"

Sama seperti pertanyaan


sebelumnya, tidak ada jawaban yang
keluar dari mulutnya, hingga bahuku
turun melemas.

"Em—"

"Aku tau."

"Bukan begitu, Em! Aku—"

"Cinta datang karena terbiasa. Aku


percaya hal tersebut. Tapi, bukannya

141
The Emerald motzky

datang untuk kita yang terbiasa


menjadi suami istri, cinta datang
untuk kamu dan kakakku yang
terbiasa menjadi rekan kerja."

Mas Dion menggeleng untuk


menyanggah, tangannya
menghentikan gerak tanganku yang
sudah menutup resleting koper kecil.

"Nggak sedalam itu, Em! Aku


masih sadar kalau aku sudah beristri!"

"Sebentar lagi kamu bukan


seorang suami." Gumamku ringan dan
menarik turun koper.

142
The Emerald motzky

Tapi koper langsung diambil alih


dengan cepat olehnya.

"Nggak gini, Em! Bisa nggak sih


kamu dengar dulu semua dari
mulutku. Aku ini masih suami kamu,
Em!"

"Em... aku mohon jangan


menangis." lirihnya.

Lagi-lagi aku tak sadar kalau


pipiku sudah basah. Dengan cepat
jariku mengusap pipiku yang basah.

"Ini akan memudahkan semuanya.


Nggak ada cinta diantara kita. Jadi,
perpisahan ini nggak akan berat."
143
The Emerald motzky

"Aku sayang kamu. Benar-benar


sayang kamu. Soal Silvi, ini kesalahan
terbesarku sebagai suami. Tapi, aku
tau mana yang harus aku perjuangkan,
Em. Aku milik kamu dari awal dan
aku sudah bersumpah untuk bersama
kamu sampai akhir hayatku. Kamu
yang aku pilih sebagai istriku, Em.
Sebagai pendampingku di masa tua.
Adanya perasaanku pada Silvi pasti
akan menghilang, ini hanya sesaat,
Em. Percaya padaku aku mohon."

Aku menatapnya lurus, mencoba


mengingat setiap inci kulit wajahnya.

144
The Emerald motzky

Karena wajah ini yang akan aku


rindukan nantinya.

Dua tahun yang singkat.

Tapi tak ayal, aku juga menikmati


kebersamaan saat bersamanya.

Seperti yang aku bilang, aku


nyaman dengannya hingga cinta itu
datang. Tapi, rasa amanku tak pernah
bersamanya.

Hingga keputusan ini adalah jalan


yang benar.

"Em, please say something."


Bisiknya mendekatkan tubuh kami.

145
The Emerald motzky

Aku tersenyum lebar padanya,


mengusap rahangnya hingga dia
memejamkan mata.

"Good bye, Mas Dion. I love you."


Balasku berbisik tak kalah lirih.

Lalu aku melepaskan genggaman


kami dan menarik koperku untuk
keluar dari kamar.

Mas Dion masih berdiri di sana


dengan kepala tertunduk.

Jadi, inilah akhirnya.

Kisahku dan dia.

146
The Emerald motzky

Kerumitan di kepalaku akhirnya


memiliki jalan keluar dengan
keputusan yang besar.

Meski cintaku masih untuknya,


tapi tak ada penyesalan sama sekali
untuk terlepas.

Karena keegoisan ini yang aku


butuhkan.

Untuk pergi dari semuanya.

***

147
The Emerald motzky

THE DECISION

Mas Dion masih berusaha


membujukku untuk berpikir ulang
untuk pernikahan kami.

Dia selalu mengatakan kalau


hanya aku yang dia inginkan sebagai
pendamping hidupnya. Aku

148
The Emerald motzky

bergeming pada pernyataannya itu.


Seakan pernyataan itu bukanlah hal
besar yang harus aku pertimbangkan.

Memang hatiku sering terenyuh


padanya yang terus memohon padaku.

Tiba-tiba saja waktu padatnya


selalu luang demi menemuiku.

Kadang aku kasihan pada Setno, si


asisten pribadi yang setia
mendampinginya. Berulang kali dia
dalam sehari tiga kali menemuiku di
Rumah Kasih membawa banyak
makanan juga hadiah-hadiah untukku
dan anak-anak.
149
The Emerald motzky

Anak-anak tentu saja menyukai


pemberian Mas Dion. Tapi, aku tetap
tidak terpukau dengan apa yang dia
berikan.

Aku mendesah menatap sepatu


dengan brand terkenal yang dibawa
oleh Setno tadi.

“Bagus banget, Em!” seru Bu


Rahma dari balik pundak mencuri
pandang pada kotak sepatuku, “Ini Ibu
dikasih kerudung bahannya alusss
banget, sama si Mamas.”

150
The Emerald motzky

Aku tertawa kecil menatap wajah


berbinar Bu Rahma yang
menguraikan kerudung barunya.

“Cantik.” Pujiku.

Bu Rahma menoleh, “tadi mau Ibu


tolak. Tapi, ingat kata-kata kalo rezeki
pamali di tolak.” Kekehnya.

Kini aku tertawa lepas


mendengarnya dan memeluk Bu
Rahma dari belakang.

Menarik nafas panjang dan


menghirup aroma tubuh beliau yang
menenangkan. Aku rindu memeluk
sosok Ibu. Mama pasti sudah risih
151
The Emerald motzky

duluan kalau aku peluk erat seperti


ini.

“Anak-anak suka sama hadiah kali


ini?” tanyaku pelan.

“Suka lah! Nggak mungkin


enggak.”

Tentu saja mereka suka. Selama


ini, mereka harus meminta-minta
untuk selembar uang. Memiliki
mainan pribadi tentu saja membuat
mereka senang bukan kepayang.

Perceraian aku dan Mas Dion


masih tertahan karena lelaki yang

152
The Emerald motzky

masih berstatus suamiku itu belum


mau menandatangani berkasnya.

Dia juga belum menunjuk


pengacara yang mendampingi dirinya.

Aku terus mengatakan, kalau


perceraian adalah jalan terbaik.
Namun dia teurs menolak.

Sifat keras kepala kami kini keluar


saling bertabrakan. Aku dengan
keputusanku dan Mas Dion dengan
bujuk rayunya.

Selesai makan malam bersama


dengan anak-anak, aku kembali ke

153
The Emerald motzky

kamar. Biasanya aku mulai menulis


jurnal tentang kegiatanku hari ini.

Termasuk tentang apa saja yang


Mas Dion lakukan.

Spontan mataku melirik pada


tumpukan kotak sepatu, tas kertas
berisikan tas dan baju.

Aku menghela nafas panjang.

Mas Dion benar-benar berpikir


jika aku akan luluh pada barang-
barang ini.

Memikirkan Mas Dion, orangnya


langsung muncul pada notif pesan di
ponselku.
154
The Emerald motzky

Aku menghela nafas panjang


untuk kesekian kalinya.

Setelah aku pergi dari rumah, Mas


Dion tak pernah mengirim pesan.
Melainkan, dia langsung berisik di
depan pintu kamarku. Memanggil
namaku juga menjelaskan hal yang
sama berulang kali.

Melihat dia mengirim pesan


seperti ini malah membuatku
penasaran. Apa maunya dia.
Mas Dion:

Bisa keluar sebentar?

155
The Emerald motzky

Aku gak enak buat panggil kamu di


depan pintu. Nanti anak-anak kedengeran
pas mau tidur.

Aku membaca pesan itu dengan


perasaan campur aduk. Mau
menemuinya, tapi, nanti sama saja
membuat dia besar kepala.

Bukannya aku ingin bermain jual


mahal dengan Mas Dion.

Hanya, aku takut pertahananku


ternyata tak sekuat yang aku pikirkan.

Aku berhadapan dengan orang


yang masih sangat aku cintai. Tidak
mudah untuk membencinya.

156
The Emerald motzky

Masih berpikir ingin membalas


pesan itu, pesan lain masuk kembali.
Masih dari Mas Dion.
Mas Dion:

Plis, Emerald.

Aku benar-benar mau lihat kamu.

Kita bicara sebentar.

Sebentar aja.

Aku mohon.

Membaca itu, aku menguatkan


hati. Sepertinya aku harus bertemu
dengannya.

157
The Emerald motzky

Maka dari itu, aku bangkit dari


meja kecil tempat aku menulis
jurnalku menuju pintu kamar.

Hatiku berdetak kencang setiap


langkah yang aku ambil untuk
menemuinya. Terhitung sudah dua
minggu kami tak tatap muka. Aku
selalu mendapat celah agar tidak
bertemu dengannya. Dan sekarang…

Ini waktunya.

Aku menarik nafas kala melihat


Mas Dion berdiri di depan pagar
tinggi.

158
The Emerald motzky

Kang Surip selaku satpam Rumah


Kasih masih lengkap memakai baju
kokoh dan sarungnya terlihat awas
melihat calon mantan suamiku itu.

Aku terkekeh kecil melihat


pemandangan yang lucu itu.

Apa lagi Mas Dion terang-


terangan memasang wajah gusar
karena di tatap Kang Surip.

“Mbak Ema, yakin mau keluar?


Udah malam atuh! Masuk aja bobo!”
cerocosnya saat aku mendekat ke pos
tempatnya.

“Kang, sebentar doang kok.”


159
The Emerald motzky

Kang Surip mendesah kasar,


melirik Mas Dion malas.

Entah apa yang sebenarnya terjadi


antara mereka berdua. Tapi, jelas
sekali kalau Kang Surip tak suka pada
Mas Dion. Padahal, dulu mereka
terlihat akrab kalau bertemu.

Nantilah jika ingat, aku akan


menanyakannya.

Kang Surip membuka gembok


pagar, sebelum meninggalkan aku dan
Mas Dion, pria berkepala pelontos
yang ditutupi peci putih itu melotot
pada Mas Dion.
160
The Emerald motzky

Mas Dion hanya memutar bola


matanya jengah, tanpa kata dia
membawaku masuk ke dalam
mobilnya yang terparkir di pinggir
jalan.

“Mau ke mana?” tanyaku sambil


menahan pintu mobil yang dia buka.

Mas Dion tersenyum tipis,


“ngobrol di mobil aja ya, Em? Di luar
banyak nyamuk.”

Aku menimbang mengiyakan atau


tidak. Lima detik kemudian aku
mengangguk kecil dan masuk ke

161
The Emerald motzky

dalam mobil yang mesinnya masih


menyala.

Mas Dion berjalan memutar mobil


dan segera masuk tak lupa mengunci
pintu secara otomatis.

Aku menampilkan senyum miring


mendengar bunyi mobil yang
terkunci.

“Nah, kita bisa bicara dengan


tenang sekarang.” Serunya santai.

Aku memiringkan wajah ke


arahnya, “bukan artinya Mas Dion
sampai kunci pintu mobil begini,
‘kan?”
162
The Emerald motzky

Tawa kecilnya mengalun ringan,


“ya, jaga-jaga aja.”

Entah apa maksudnya tapi aku


hanya mencibirnya.

“Kita nggak bisa begini terus,


Mas.”

Aku mulai membuka


pembicaraan, tahu sekali kalau Mas
Dion di sini adalah menjalankan salah
satu misinya untuk membujukku.

Aku bisa mendengar helaan


nafasnya yang berat. Dia terlihat
lelah, mungkin hari ini pekerjaannya
sangat berat.
163
The Emerald motzky

Penampilannya yang selalu


terlihat on point meski sudah seharian
di bawah terik matahari, kini terlihat
memprihartinkan.

Bahkan entah kenapa pemilihan


pakaiannya agak terlihat buruk di
mataku.

Merasa diperhatikan, Mas Dion


menoleh dan senyum lelahnya
berganti cerah.

Mau kasihan, tapi aku harus lebih


kasihan dengan diriku sendiri.

“Aku cuman mau lihat istriku.”


Balasnya pelan dan lembut.
164
The Emerald motzky

Aku menelan ludah seraya


memalingkan wajah darinya.

“Aku tetap dikeputusanku.”


Tegasku.

“Aku tau.”

“Kalo kamu tau harusnya kamu


nggak mempersulit, Mas!”

Mas Dion menunduk. Perlahan


tangan besarnya menangkup
tanganku, lalu dengan lembut dia
mengelusnya.

Bahkan jari besar itu mengusap


jari manisku. Warna kontras pada

165
The Emerald motzky

jariku membuat gerakan usapannya


melambat.

Aku tahu apa yang dia rasakan.

Karena perasaan itu juga hadir


empat hari lalu, saat aku dengan berat
hati melepas cincin cantik di jari
manisku.

“Kamu nggak pernah


melepaskannya sampai berbekas
seperti ini.” Gumamnya.

Aku menatap jariku yang masih


berada di tangannya.

“Apa…Mas pernah? Melepas


cincin pernikahan kita?”
166
The Emerald motzky

Dia menggeleng pelan, “sampai


detik ini pun aku pakai.”

Mataku langsung mencari cincin


yang selama ini dia pakai. Dan benar
saja, cincin itu masih melekat erat di
jari pemiliknya.

“Kalau begini, aku bisa aja


percaya kalo Mas beneran sayang
sama aku.”

“Aku emang beneran sayang sama


kamu.”

“Sebagai apa?”

Iya, sebagai apa? Sebagai apa


selama ini dia menyayangiku?
167
The Emerald motzky

Mas Dion langsung menatapku


lekat, matanya dalam selalu berhasil
menghinoptisku untuk masuk
menyelami matanya.

“Sebagai istriku.”

“Kamu manis sekali, Mas.”

“Ini bukan gombalan receh. Ini


kejujuran.”

Aku tertawa kecil, “Aku nggak


tau, Mas. Setelah tahu isi hati kamu,
aku nggak mau menebak-nebak
apapun lagi.”

Tubuh Mas Dion terhempas kasar


di kursinya.
168
The Emerald motzky

“Ini masih tentang Silvi ‘kan?”

Aku memperhatikannya yang tak


bisa membuang raut jengkel.

“Ini bukan tentang Kakakku. Ini


tentang kamu, Mas.” Tegasku.

Mas Dion tertawa sinis, “kalau


kamu lupa inipun tentang
kecemburuan kamu juga, Em.”

“Apa kecemburuanku tanpa


alasan?”

Dia langsung terdiam, menatapku


tajam.

169
The Emerald motzky

“Tanpa alasan, Em. Semua ini


tanpa alasan.” Balasnya geram.

Aku memutar bola mata


mengejeknya.

‘Jadi, kamu mau menyangkal kalo


kamu menyukai Kakakku?”

“Ya.”

Dia bahkan menjawab tanpa ragu,


membuatku semakin tak percaya
dengan dirinya.

“Ini hanya karena aku ingin kita


berpisah. Egomu sebagai pria dan
suami sudah pasti terlukai karena aku
meminta bercerai.”
170
The Emerald motzky

“kamu membuat dugaan—”

“ITU BUKAN DUGAAN!”


Bentakku penuh emosi.

Semakin lama, keadaan semakin


memanas meski udara mobil harusnya
membuat otak kami dingin.

“Kamu selalu menyangkal


perasaan kamu, terakhir kali kita
bertemu aja kamu mengakui perasaan
kamu ke Kakakku! Mengertilah,
Mas… aku yakin, kamu bisa
bertindak lebih kalau mengalami apa
yang aku alami. Pernikahan ini
menyakitkan. Untuk aku. Istri yang
171
The Emerald motzky

punya suami mencintai Kakak istrinya


sendiri? Kamu anggap apa aku?”

Aku menatapnya lelah.

Perceraian ini tak akan berlanjut


karena Mas Dion tak mau menyadari
kesalahannya sendiri.

Sedangkan membuatnya sadar


sama saja menjelaskan sesuatu pada
angin.

Andaikan Mas Dion tahu…

Perjuangannya terlalu telat


untukku.

172
The Emerald motzky

Malam itu di tutup dengan aku


yang kembali diliputi emosi olehnya.
Sedangkan Mas Dion diam seribu
bahasa.

Sejak pertengkaran itu juga, aku


mulai menutup diri pada sekitar.

Papa terus menerorku dengan


pesan mengancam tak menganggapku
anaknya lagi kalau aku tetap ingin
cerai. Mama pun juga sama.

Padahal aku berharap sekali


mereka mendampingiku untuk
menguatkan diriku selama
berlangsungnya perceraian ini.
173
The Emerald motzky

Tapi, nyatanya, sejak Mas Dion


menandatangani berkas perceraian,
hanya Bu Rahma yang menemaniku
di setiap persidangan.

Rasa sakit merasa sendirian


semakin menusukku.

Saat aku memiliki Mas Dion, rasa


kesepian itu tersamarkan. Oleh
bahagia yang dia tawarkan padaku.

Sayangnya kebahagiaan itu punya


masa kadaluwarsanya.

Karena kini, hanya sepi dan sakit


yang menemaniku.

174
The Emerald motzky

Sidang terus berjalan lancar.


Sebagai penggugat, aku takut kalau
Mas Dion malah mencari-cari alasan
dan membuat persidangan semakin
molor.

Untungnya, dia cukup kooperatif


sebagai terdakwa.

Empat bulan lamanya, semua ini


akan berakhir.

Empat bulan itu juga aku


merancang tentang bagaimana hidup
baruku memulai.

Seperti anak muda jaman


sekarang, aku butuh healing.
175
The Emerald motzky

Makanya, saat palu hakim


berbunyi, dengan cepat aku mengepak
seluruh pakaian. Pamit seorang diri
untuk memulai kehidupan baruku.

Kehidupan adalah pelajaran.

Seorang Mas Dion juga sebuah


pelajaran di hidupku.

Di mana harus aku tekankan


dalam diriku, apa yang datang sudah
pasti akan pergi. Tergantung dengan
cara apa mereka pergi hingga
meninggalkan kenangan.

***
176
The Emerald motzky

SEMARANG

Dua tahun kemudian.

Aku menghirup udara Semarang


yang segar. Tinggal di daerah yang
aku kenal baik semasa remaja adalah
pilihan terbaik.

177
The Emerald motzky

Membeli rumah dari harta gono-


gini yang diberikan pasca cerai.

Tinggal di Semarang adalah


keinginanku sejak aku akrab dengan
kota ini.

Bekerja sebagai aktivis sosial yang


peduli pada anak-anak juga
keinginanku.

Selain itu aku juga mulai belajar


hal lain untuk memperluas
pengalamanku, yaitu mengenal laut.

Setelah bercerai aku mulai


memanjakan diri dengan pergi
berlibur keliling Indonesia.
178
The Emerald motzky

Di tengah liburan, aku mencoba


satu olahraga ekstrem yaitu diving.
Melihat kedalaman laut yang indah
memacu adrenalinku.

Hingga akhirnya aku mulai


menyukai laut dan mau mengenalnya
secara perlahan.

Sebulan sekali, aku akan ikut


berkumpul pada komunitas peduli laut
dan diving.

Selain itu aku di sibukkan untuk


menghibur para anak-anak kecil yang
sedang berjuang di rumah sakit
kanker swasta.
179
The Emerald motzky

Lewat teman kuliahku, aku


diperboleh menjadi story telling anak-
anak di sana seminggu dua kali.

Meski hidup dengan uang pas-


pasan, tapi aku menjalaninya dengan
jiwa bebas.

Dua tahun ini aku lepas dari


kukungan keluarga Purwija.

Papa akhirnya merealisasikan


perkataannya yang tak akan
menganggapku anak karena kukuh
meminta cerai. Mama tanpa hanti
menelponku membujukku pulang dan

180
The Emerald motzky

meminta maaf pada Papa, tapi aku


tidak menghiraukannya.

Soal peran Silviana dia sebagai


kakak, meski hubungan kami tak
selayaknya saudari seperti umumnya,
dia terlebih dahulu meminta maaf
padaku.

Dia juga membujukku untuk


kembali ke rumah dan bahkan
bersumpah dia yang akan keluar
rumah kalau aku tidak nyaman berada
di dekatnya.

181
The Emerald motzky

Meski begitu, sama seperti yang


lainnya, aku tetap tidak
menghiraukannya.

Persidangan pun hanya memakan


waktu empat bulan untuk aku dan Mas
Dion putus ikatan.

Omong-omong soal lelaki itu.

Aku ingin sekali tahu kabarnya.


Rasanya setahun lalu aku tahu tentang
dirinya karena ia diundang lagi
sebagai bintang tamu di acara tv.

The Wonderland akan beroprasi


tiga bulan lagi, semua tv mulai
meliput taman bermain itu.
182
The Emerald motzky

Melihat miniaturnya di ruang kerja


Mas Dion saja sudah luar biasa, jadi
saat aku menontonnya di tv sudah
tidak terlalu terkejut.

Tapi, aku sangat bangga


dengannya. Karena ide dan
kegigihannya The Wonderland bisa
berdiri.

Selebihnya tidak ada lagi yang


bisa aku ceritakan. Aku sudah sibuk
dengan kehidupan baruku.

Apa yang di masa lalu tetaplah


menjadi masa lalu.

183
The Emerald motzky

Dan sekarang aku sedang siap-siap


menuju rumah sakit untuk memulai
hariku di senin pagi.

"Mbak Ema mau pergi, ya?" suara


Bu Ismi tetanggaku menyambutku.

Aku tinggal diperumahan kecil


yang asri. Setiap rumah hanya dibatasi
dinding sebatas pinggang hingga
segala aktifitasku mudah di tebak oleh
para tetangga.

"Iya, Bu, mau ke rumah sakit nih."


Jawabku ramah selagi memanaskan
mobil bekas yang aku beli murah.

184
The Emerald motzky

Bu Ismi yang sedang menyiram


tanaman langsung mendekat ke
pembatas dinding sambil menenteng
selang air di tangannya.

"Mbak, tuh rumah samping udah


ke isi. Cah lanang ternyata."
Bisiknya.

Aku tersenyum tipis, melirik


rumah sebelah kananku yang sejak
awal aku pindah memang kosong.

"Udah lihat orangnya, Bu? "

Bu Ismi mengangguk antusian,


"ganteng loh, Mbak! Kayak orang
tipi."
185
The Emerald motzky

Aku tertawa mendengarnya. Bu


Ismi memang nomor satunya jika
diajak gibah berkedok diskusi.

"Nanti deh, Ema kenalan. Siapa


tau jodohnya Ema kan." Kataku
seraya menaik turunkan alisku.

Bu Ismi tertawa geli dan memukul


lenganku pelan, "ada-ada aja kamu
toh!"

Setelah itu aku pamit untuk


berangkat saat mengeluarkan mobil,
entah kenapa mataku seakan tersihir
untuk melirik rumah tetangga baruku
itu.
186
The Emerald motzky

Sampai akhirnya mataku dan


tetangga baru yang sedang duduk
santai di teras menikmati kopi hitam
itu saling bertaut.

Dan aku tidak tahu apa yang


sebenarnya Tuhan permainkan.

Karena dada yang berdebar


kencang ini, seakan meneriakan satu
nama.

Nama yang menjadi penyebab


kalau hati selalu menjadi miliknya.

Aku melirik spion mobil,


memastikan apa yang aku lihat benar
dia.
187
The Emerald motzky

Dan sebelum berbelok keluar


komplek. Ternyata dugaanku benar.

Dia di sana, berdiri di pinggir


pagarnya seakan memastikan mobilku
tak menabrak apa-apa.

Dan aku malah semakin gugup


untuk melanjutkan hariku.

Mengingatkanku pada
perkataannya saat kami saling
berjabat tangan setelah ketuk palu
terdengar sebagai keputusan akhir.b

"Aku pasti kembali, Emerald. Aku


pasti kembali ke kamu. Pergi sejauh

188
The Emerald motzky

apapun, karena kamu adalah


rumahku."

Aku tak tahu kalau ucapan


tegasnya itu adalah janjinya.

Dan dia menepati janjinya.


Membuat hati ini bertanya-tanya.

Apa yang dia lakukan?

"Dion Geraldi." Gumamku tanpa


sadar menyebutkan namanya.

Sudah dua tahun berlalu, dia


kembali. Seakan waktunya sudah
direncanakan dengan baik.

189
The Emerald motzky

Aku menghela nafas panjang,


mencoba menenangi diriku sendiri.

Ini hanya sementara…

Ya.

Hanya sementara.

Pasti ini masih tentang egonya.

***

190
The Emerald motzky

The Man Next


Door

Datang ke rumah sakit, ternyata


dampak yang diberikan Mas Dion
cukup besar. Dia berhasil
mempengaruhi fokusku untuk bekerja
hari ini.
191
The Emerald motzky

Aku di buat kesal sendiri karena


terus memikirkan lelaki itu, atau lebih
tepatnya, aku sangat bertanya-tanya
maksud kehadirannya.

“Kamu baik-baik aja?”

Sebuah suara berat


mengintrupsiku, aku menoleh dan
langsung berhadapan pada lelaki
bertubuh tinggi besar yang memakai
jas dokter.

“You look so confused.”


Sambungnya.

Aku menggeleng cepat, “I’m okay


kok!”
192
The Emerald motzky

Dia menatapku tak percaya,


“kamu bengong aja dari tadi. Lagi ada
masalah ya? Kamu bisa cerita ke aku,
Em. Aku pasti bantu kamu.”

Terharu rasanya mendengar lelaki


ini begitu tulus mengatakan hal
tersebut.

Arman, dia adalah temanku


semasa kuliah.

Dulu kami kenalan karena tinggal


di tempat kost yang sama.

Karena dulu aku kabur ke


Semarang tanpa restu Papa, awalnya
aku harus menghidupi diri dengan
193
The Emerald motzky

menghemat dan memilih tinggal di


kostan campur yang harganya relative
lebih murah.

Dan saat itulah pertemuanku


dengan Arman si mahasiswa jurusan
kedokteran terjadi.

“Aku bengong sedikit di bilang


ada masalah.” Cibirku bercanda.

Dia tertawa, “maklum, jadi dokter


psikolog anak bikin aku selalu peka
pada sekitar.”

Arman memang dari dulu seperti


ini. Dia sangat peka dengan keadaan
sekitar dan tak segan menunjukkan
194
The Emerald motzky

keperhatiannya. Sesuatu yang


membuatku lama berteman dengan
dia, karena sejak dulu dia menaruh
perhatian yang tak membuatku risih.

“Iya, deh, Pak Dokter.” Kataku


seraya menggeleng geli, “kamu
ngapain di sini? Emang nggak ada sesi
terapi?”

“Udah selesai, sengaja ke sini mau


liat kamu bercerita. Eh, malah liat
kamu bengong di taman.”

“Dan aku serius, Em, soal kalo


kamu ada masalah kamu bisa cerita ke
aku.”
195
The Emerald motzky

Aku tahu kalau Arman tidak akan


melepaskanku sebelum aku bercerita.
Seperhatian itu dia padaku.

Aku tergelak melihat wajahnya


yang sangat serius menatapku, lalu
aku tertawa.

“Man, aku ini udah 31 tahun loh.


Kok kamu natap aku kayak bocah 5
tahun gini?”

“Bocah 5 tahun yang sedang


menutupi sesuatu.” Koreksinya yang
semakin membuatku tertawa.

196
The Emerald motzky

Belum sempat membalas


perkataannya, dia kini tersenyum
padaku.

‘Kalo kamu ketawa gini, Em, aku


baru percaya kalo kamu nggak ada
masalah. Karena ketawa yang seperti
ini butuh waktu tahunan untuk
kembali di diri kamu.”

Kalimatnya membuat tawaku


mereda. Membuatku mengingat-
ngingat apa sejarang itu aku tertawa
lepas.

197
The Emerald motzky

Mungkin aku remaja yang selalu


mengkhawatirkan penampilan dan
bagaimana pendapat orang lain.

Atau mungkin aku yang dewasa


namun tak pernah sanggup untuk
membuat keputusan karena takut pada
pemikiran orang-orang padaku.

Di dua saat itulah aku memang


jarang tertawa lepas.

Tapi…

Aku pernah mulai tertawa lepas.

Di mana tak ada Arman tentunya


yang bisa melihatku tertawa.

198
The Emerald motzky

Di mana Arman pasti mengatakan


aku sangat bahagia jika dia melihat
tawaku.

Dan itu saat aku bersamanya.

Kenangan bersama Mas Dion tak


selamanya menyakitkan.

Aku dan dia pernah berbagi canda


tawa yang membahagiakan.

Dan tak ada yang melihat itu.

Mungkin itulah, keluargaku dan


keluarga Mas Dion selalu memandang
skeptis pada hubungan kami.

199
The Emerald motzky

Karena mereka tidak melihat


momen-momen di mana aku dan Mas
Dion benar-benar bahagia.

Sayangnya, kebahagiaan tak


selamanya menyertai kami.

***

Sejujurnya, jantungku terus


berdetak selama perjalanan kembali
ke rumah. Kehadiran Mas Dion tentu
alasan terbesarnya. Karena ini semua
sangat diluar dugaan kalau dia
menjadi tetanggaku.
200
The Emerald motzky

Aku benar-benar tak mengerti


kenapa dia melakukan ini.

Dua tahun tak bertemu dengannya,


dan kini dia sangat berada dekat
denganku.

Ingin sekali seharian ini aku


menghindar saja lalu pulang larut
malam.

Tapi, aku tersadar. Untuk apa aku


menghindar darinya.

Hubungan kami sudah selesai dan


tidak perlu aku menghindar darinya.

Ya…

201
The Emerald motzky

Aku tak boleh terlihat lemah atas


dampak kehadirannya.

Aku menarik nafas panjang


sebelum turun membuka pagar kecil
teras rumah untuk memasuki mobil.

Kepalaku rasanya sangat kaku


karena berusaha untuk tak menengok
rumah sebelah.

Buru-buru aku memakirkan mobil


dan memasuki rumah mungilku.

Sampai di dalam nafasku langsung


berkejaran dan dada yang naik turun.

Tanganku langsung menyibak


horden dan menatap keadaan luar
202
The Emerald motzky

yang masih sepi. Matahari terik di jam


2 siang mungkin membuat penghuni
komplek tidak mau keluar.

Ini seperti memacu adrenalinku.

Tapi, lagi-lagi aku bertanya.

Buat apa aku merasa sekacau ini?

Aku menghentakan kaki kesal


berkali-kali.

“Kamu kenapa?”

Spontan aku terlompat dari


tempatku berdiri. Aku berbalik
menatap horror lelaki yang dengan

203
The Emerald motzky

santai duduk di sofaku dan


berhadapan dengan kipas angin.

Ini sangat… amat… diluar


dugaanku.

Mas Dion berada di rumahku.

Benar-benar di rumahku.

Membuatku tersadar…

“Ngapain kamu di sini?!” pekikku.

Dengan santainya dia tersenyum


malu, “maaf ya, rumahku tukang AC-
nya belum datang. Panas banget
ternyata hari ini. Dan cuman kamu
yang aku kenal di sini.” Jelasnya.

204
The Emerald motzky

“Itu nggak menjelaskan sama


sikap keterlaluan kamu yang masuk
ke dalam rumahku!” bentakku tak
habis pikir.

Mas Dion merengut, “aku tadi


udah ketuk-ketuk tapi nggak ada
orang.”

“Kalo tau itu harusnya kamu


nggak masuk tanpa seizin yang punya
rumah. Di komplek ini punya aturan,
Mas! Kamu nggak bisa seenaknya
begini!”

205
The Emerald motzky

“Oke-oke aku salah! Sori… lagian


kenapa kamu nggak kunci pintu sih?
Aku—”

“Keluar, Mas.” Tegasku


memotong perkataannya.

“Hey, I told you I’m sorry—”

“Keluar, Mas Dion, sebelum aku


lapor ke Pak RT soal sikap kurang ajar
kamu ini.” Aku membuka lebar daun
pintu dan berdiri menatapnya tak
gentar.

Mas Dion berdecak jengkel, tak


urung dia berdiri dan jalan keluar
rumah.
206
The Emerald motzky

Saat melewatiku, jelas sekali


tatapannya merajuk.

“Aku anggap jagain rumah kamu


tadi adalah utang. Siapa suruh nggak
kunci pintu rumah?” katanya dengan
gaya menyebalkan.

“Aku nggak minta.”

“Iya, sama-sama.” Balasnya tak


nyambung.

Aku mendengus melihatnya yang


sudah keluar dari pagarku dan
berbelok menuju rumahnya.

207
The Emerald motzky

Sifat yang dia tunjukan ini sangat


baru untukku. Dia terlihat sangat…
kekanakan.

Saat menutup pintu, buru-buru aku


menjatuhkan diri di sofa.

“Apa-apaan tadi…” gumamku


pelan dengan dua tangan yang
meremas rambutku.

Mas Dion gila…

Kenapa dia membuat pertemuan


kami yang menegangkan jadi konyol
seperti tadi.

Aku mendesah kasar.

208
The Emerald motzky

Jengkel juga pada responku yang


seharusnya lebih tegas bukan hanya
menyuruhnya keluar dari rumahku,
melainkan keluar dari komplek ini.

Karena mau bagaimana pun, tak


ada korelasinya dia tinggal di sini
dengan kehidupan glamor dan
kesibukannya di dunia kerja.

Aku menarik nafas menenangkan


diri berulang kali.

Perasaanku mengatakan, akan ada


banyak hal terduga yang akan Mas
Dion lakukan.

209
The Emerald motzky

Dan aku sangat merasa kalau ini


bersangkutan denganku nantinya.

Entahlah…

Sudah dua tahun terlewati,


jantungku masih sama.

Berdetak karenanya.

***

Seperti dugaanku.

Esok paginya lelaki itu berdiri


tepat di depan pintu rumahku. Dengan

210
The Emerald motzky

wajah polos serta kaos oblong dia


membawa satu box berisi kue lapis.

“Pagi, Em. Ini aku bawain kue.”

Ucapan yang riang serta ringan ini


membuatku mengernyit dalam.

“Buat apa?”

“Oh, ini sebagai tanda tetangga


baru aja kok. Tetangga yang lain
dapet juga.”

Ini masih pukul 6 pagi, dan dia


terlihat semangat mengatakan itu.

Seharusnya tidak heran melihat


Mas Dion yang sangat bersemangat

211
The Emerald motzky

hari ini. Dulu, jam set5 dia sudah


bangun dan pergi mandi. Jam 5 pagi
aku sudah menyiapkan sarapan
untuknya, nanti jam 6 pas setelah dia
olahraga pagi, kami akan sarapan
bersama. Lalu, Mas Dion akan mandi
lagi dan berangkat kerja dengan supir.

Jarak rumah kami dan kantor Mas


Dion memakan waktu satu jam, itu
kalau tidak terjebak macet. Butuh dua
jam kurang kalau Mas Dion tak tepat
waktu berangkatnya.

212
The Emerald motzky

Jadi melihat seorang Mas Dion


yang sangat morning person ini,
sudah tak membuatku terkejut.

Tapi, masalahnya adalah tujuan


remeh dia yang bertamu pagi-pagi di
rumahku.

Aku tidak menolak pemberiannya.


Aku anggap itu memang tanda
tetangga baru seperti yang dia
katakan.

“Makasih, Mas.”

Mas Dion mengangguk puas,


“kamu tau nggak tukang bubur di sini
jam berapa lewatnya?”
213
The Emerald motzky

“Kamu harus jalan ke depan


komplek. Di sana ada pangkalan
gerobak makanan buat sarapan pagi.”
Jelasku.

Dia mengangguk-angguk seakan


mengerti, “kalo yang enak pagi ini
menurut kamu makanan apa, Em?”

Aku mendesah. Ketara sekali Mas


Dion mengulur waktu untuk berbicara
denganku.

“Semuanya enak.”

“Kalo buat pagi ini kamu ada saran


apa yang harus aku makan?”

214
The Emerald motzky

Kini aku menggeleng, “aku


biasanya nggak beli sarapan.”

Wajah Mas Dion bertambah


bersinar, dengan semnagat dia
berkata, “kamu masak ya, Em? Masak
apa?”

Aku tidak ingin menjawab, tapi


melihat wajahnya yang bersemangat
agak tak tega juga.

“Nasi kuning.”

Kemarin setelah pulang dari


rumah sakit, seharian aku berkutat
membuat nasi kuning unuk makan

215
The Emerald motzky

malam dan sisanya bisa aku makan


pagi ini.

“Nasi kuning?! Aku kangen


banget makan nasi kuning buatan
kamu, Em. Mau dong aku—”

“Nggak.” Potongku jengkel. “aku


nggak akan mengizinkan lelaki masuk
ke rumahku pagi-pagi begini!”

Aku tidak mau membuat skandal.


Satu hal itu sangat aku hindari.
Karena mau bagaimana pun, status
janda yang berlabel untukku bukan
hal yang mudah untuk dijalankan.

216
The Emerald motzky

Spekulasi orang-orang jaman dulu


ataupun sekarang tentang janda masih
berkonotasi negative.

Maka dari itu, sejak bercerai, aku


semakin hati-hati untuk berdekatan
dengan laki-laki. Segala tingkahku
terpantau oleh aturan sosial yang tak
kasat mata di sini.

Benar atau salah, saat statusku


adalah seorang janda, maka hal-hal
negative tetap akan melekat padaku.

“Tapi, aku laper banget… aku juga


belum kenal daerah sini, Em.”

“Itu ‘kan bukan urusan aku.”


217
The Emerald motzky

“Menolong sesama tetangga


nggak ada salahnya, Em.”

“Kalau tetangganya itu kamu, ya


masalah dong buat aku!”

“Loh, kenapa?” Mas Dion


menatapku terkejut.

Atau lebih tepatnya pura-pura


terkejut. Aku memutar bola mata
jengah.

“Cah Ayu! Mas Ganteng!


Ngapain?”

Aku dan Mas Dion langsung


menoleh mendengar panggilan suara
Bu Ismi.
218
The Emerald motzky

Ibu-ibu berpakaian daster batik itu


menyembulkan kepala dan setengah
badannya di pembatas tembok rumah
kami.

Wajahnya cerah tersenyum


menatap aku dan Mas Dion
bergantian, “ngapain ‘toh?”

Berbanding aku yang mengerut


masam takut Bu Ismi berpikir aneh-
aneh, disebelahku Mas Dion langsung
tersenyum lebar menghampiri Bu
Ismi.

Anehnya, Mas Dion baru dua hari


menempati rumah sebelah, tapi
219
The Emerald motzky

caranya dia berbicara dengan Bu Ismi


terdengar sangat akrab.

Pagi itu berakhir di mana aku, Mas


Dion dan Bu Ismi sarapan pagi
bersama. Bukan di rumahku, karena
aku tidak mau Mas Dion memasuki
tempat paling pribadiku.

Kami sarapan di rumah Bu Ismi.


Sarapan yang cukup ramai karena
betapa hebohnya Bu Ismi bercerita
yang di tanggapi sama hebohnya
dengan Mas Dion.

220
The Emerald motzky

Sedangkan aku cukup menimpali


setiap mereka menatapku meminta
tanggapannya.

Perasaanku cukup campur aduk


dengan kehadiran Mas Dion.

Dengan sikapnya yang masih


sama, di depanku dia mengingatkan
bagaimana dulu aku bisa jatuh cinta
dengannya.

Diam-diam aku berharap, kalau


kami memiliki kisah yang
sepantasnya memang harus kami
dapatkan.

221
The Emerald motzky

Apapun itu Tuhan. Apapun


rencana-Mu. Aku akan menunggu.

***

222
The Emerald motzky

STARTING OVER

Aku dibuat gila dengan


kehadirannya…

Sudah terbilang sebulan


kepindahan Mas Dion yang masih
belum aku ketahui alasannya itu.

Mas Dion gila…


223
The Emerald motzky

Dia dengan sesumbar dan percaya


diri menyebarkan status kami yaitu
mantan suami-istri.

Dia juga tak peduli kalau beberapa


orang mengenali dirinya. Dia malah
semakin senang karena dapat pujian.

Ah… dia memang selalu senang


dipuji.

Waktu menikah, dia bilang kalau


mendapatkan pujian selalu
membuatnya bersemangat untuk terus
melakukan yang terbaik.

224
The Emerald motzky

Aku tak mengerti dari mana dia


bisa berani sekali untuk terus
menampakan wajah di depanku.

Untungnya, kegiatan
mengganggunya hanya berada
disekitar komplek.

Sampai saat ini, aku tidak pernah


melihat dia mengganggu kegiatan
sehari-hariku.

Sore ini aku sudah siap dengan


rapih. Nanti ada acara makan malam
disebuah rumah panti jompo.
Temanku—Resti selaku anak pemilik
rumah jompo itu mengundangku.
225
The Emerald motzky

“Mbak cantik mau pergi?”

Suara nyaring Bu Ismi


mengagetkanku. Seperti biasa, beliau
sedang syahdu menyirami
tanamannya.

“Iya, Bu.” Jawabku ramah.

“Mau ke mana?”

“Eh?” meski memiliki jiwa


menggibah yang tinggi, tak biasanya
beliau tak terlalu detail menanyakan
ke mana aku pergi.

“Cah ayu mau ke mana iniloh?


Duh mana wangi banget.” Bu Ismi

226
The Emerald motzky

mendekati tembok pembatas, matanya


mengerling genit, “kencan ya?”

“Eh? Enggak, Bu!” bantah aku


dengan cepat.

“Hayooo… mau bohong.”

Aku mendesah frustasi, “saya ada


acara di panti.”

“Panti mana?”

Aku mengernyit, “panti…


jompo.”

Bu Ismi ber-oh-panjang seraya


menganggukan kepalaanya berkali-
kali.

227
The Emerald motzky

“Yo wes, hati-hati nyetirnya.


Jangan ngebut-ngebut.” Serunya
kembali mendekati tanamannya.

Aneh. Pikirku.

Acara makan malam di panti


jompo berjalan suka cita.

Banyak manula di sini yang sudah


aku kenal baik, sehingga berinteraksi
dengan mereka membuat malam ini
terasa spesial.

Meski jarang mengunjungi panti,


tapi rasa perhatian mereka padaku tak
berkurang. Hangatnya yang mereka
berikan membuatku tak mau berpisah.
228
The Emerald motzky

Mereka menganggapku putrinya.


Membuatku menagih rasa sayang
yang mereka berikan.

Malam ini rasanya aku berbunga-


bunga.

Mereka memberikan rasa sayang


yang selalu aku butuhkan. Kehadiran
mereka yang menempatkan diri
seakan orangtuaku tak bisa aku tolak.

Meski, diam-diam ada bisikan


kecil, berupa harapa Papa dan Mama
bisa memberikan kasih sayang yang
sama.

229
The Emerald motzky

Selesai dari panti, aku, Arman, dan


Risti masih melanjutkan malam ke
sebuah warkop kecil pinggir jalan.

Kami saling berbincang diselingi


cerita-cerita lucu Risti yang
mengabdikan dirinya mengurus panti,
juga Arman yang memiliki cerita haru
dari pasien-pasiennya yang masih
anak-anak.

Aku mendengarkan mereka


bercerita, selalu seru dan
bersemangat. Membuat diriku ikut
antusias.

230
The Emerald motzky

Tak terasa malam semakin larut.


Akhirnya kami memilih pulang
setelah aku menandaskan dua piring
bubur hijau.

Arman tidak membiarkan aku


menyetir sendiri. Ya… seumur
hidupku aku memang jarang menyetir
di jam segini. Atau ini pertama
kalinya.

Karena keasyikan tadi, aku sampai


lupa batas jam pulang yang aku
tetapkan untuk diriku sendiri.

Dengan rasa tak enak hati, atas


paksaan Arman dan Risti, akhirnya
231
The Emerald motzky

Arman akan mengantarku dengan


mobilku. Sedangkan motornya dia
titipkan di warkop, lalu dia akan
pulang dengan ojek online.

“Kamu serius, Man. Ini udah


malam dan kamu harus bolak-balik.”
Kataku untuk kesekian kalinya.

Arman terkekeh, “kita udah di


jalan. Nggak mungkin aku turun di
sini ‘kan?”

“Kita bisa putar balik.”

“Dan buat kamu pulang semakin


larut? No, way.”

232
The Emerald motzky

Aku menghela nafas. Arman ini


sewaktu-waktu memang bisa keras
kepala. Dan susah sekali untuk
menjadi lawan debatnya.

Jalanan cukup sepi, aku melirik


jam di mobil yang hampir
menunjukkan pukul tengah malam.
Aku melirik Arman yang kini sibuk
bernyanyi sumbang.

Bersyukur rasanya bisa mengenal


Arman sebagai teman. Dia terlalu baik
dan perhatian.

Dulu semasa kami masih kuliah.


Aku pernah salah mengartikan
233
The Emerald motzky

perrhatiannya. Memang sifat aslinya


lah yang seperti itu.

Hampir saja aku menumbuhkan


rasa konyol yang tak seharusnya
terjadi. Bahkan setelah sadar sifat
dasar Arman begitu, lelaki di
sampingku inipun juga mengenalkan
kekasih barunya.

Sekarang dia lajang. Sukses dalam


pekerjaan dalam arti dia menikmati
semuanya dengan hati ikhlas.

Aku semakin kagum padanya.

“Duh, kamu nggak kesurupan kan,


Em? Aku gugup banget loh ini
234
The Emerald motzky

dilihatin kamu terus.” Celetuknya


yang membuatku tertawa geli.

Kami kembali berbincang dengan


mengulas masa-masa kami kuliah.

Hingga perjalanan terasa singkat


karena kami sudah di depan rumahku.

Aku turun dari mobil bersamaan


dengan suara pagar yang terdengar
cukup kencang.

“Ke mana aja kamu? udah jam


berapa ini?!” seru suara lelaki dengan
serak dan dalam.

235
The Emerald motzky

Aku mengerjap menatap Mas


Dion yang berdiri sambil bersidekap
di depanku.

Dia masih terlihat rapih dengan


pakaian kerjanya tanpa dasi yang
melekat.

“Kamu kenapa?” cicitku merasa


terintimdasi oleh tatapannya.

“Siapa, Em?”

Aku hampir saja melupakan


kehadiran Arman. Dengan begitu, aku
langsung berbalik menatapnya.

“Kamu pulang sekarang aja ya,


Man, ini udah malam banget.”
236
The Emerald motzky

“Emerald…” geraman terdengar


dari suara Mas Dion.

Aku mengernyit, tak mengerti


oleh kemarahan yang ia tunjukkan.
Tapi, aku tahu akan ada hal berbahaya
jika Arman tak segera pulang.

“Aku ngomong sama kamu!”

“Mas!” pekikku kaget karena dia


menarik pergelangan tanganku agar
menghadapnya.

“Hey, hey, bukan gitu caranya!”


Hardik Arman.

“Dan bukan urusan kamu!” balas


Mas Dion semakin berang.
237
The Emerald motzky

Aku menahan tubuh Mas Dion


dengan kedua tanganku saat tubuhnya
maju ingin mendekati Arman.

“What’s wrong with you, Mas!”

Mas Dion mendelik kearahku,


“salahku?! Kamu tanya
SALAHKU?!” Dia berteriak,

“Aku mengkhawatirkan kamu!


aku dibuat cemas dan kamu masih
tanya?”

“Terus apa hubungannya


denganku? Apa?! I’m not your
fucking wife anymore! Kita udah
pisah! Its fucking two years! Dan buat
238
The Emerald motzky

apa rasa khawatir kamu, aku pergi ke


mana pun dengan siapapun itu.
Urusan. Aku. Bukan. Urusan.
Kamu.”

“Kamu nggak akan ngerti ‘kan?”


katanya dengan mata menatapku
tajam.

Aku menggeleng jengah pada


sikapnya. Sebulan ini dia bertindak
seenaknya padaku, masih aku
wajarkan.

Tapi, dia malah menyalahkan aku


yang tak mengerti dirinya.

239
The Emerald motzky

“Aku harus ya mengerti kamu?”


tanyaku gamang, “kamu tuh siapa?”

Mas Dion mendengus sinis. Dia


melirik Arman dibelakangku yang
tetap waspada menatapnya.

“Kita bicarakan ini tanpa orang


asing.” Ujarnya.

“Arman bukan orang asing!”

“Yes he is!” bentaknya lagi, “dan


sekarang kamu masuk.”

Aku menepis tangannya yang


berusaha membawaku menjauh.

240
The Emerald motzky

Tapi, Arman yang sedari tadi diam


akhirnya ikut menahan tanganku
hingga aku berada di tengah-tengah
mereka.

“Lepaskan tangan Emerald.”


Desis Mas Dion.

Tapi, Arman tak berpengaruh,


dengan sengaja dia menarik tubuhku
agar semakin dekat dengannya.

“Saya bilang… lepaskan.”

“Ema nggak punya kewajiban


menuruti kata-kata kamu. Dia wanita
bebas dan punya haknya sendiri. Biar

241
The Emerald motzky

dia yang menentukan tangan siapa


yang harus melepaskannya.”

“Jangan mendikte saya.”

“Kamu yang jangan mendikte


Ema.”

“Kamu bahkan nggak tau


hubungan apa antara saya dan Ema.”

“Semuanya sudah jelas dari sikap


kamu ke Ema.”

“Itu urusan saya dan Ema.”

“Tetap—”

“CUKUP!” Aku berteriak


menghentikan mereka.

242
The Emerald motzky

Bukan karena lelah atas


perdebatannya. Melainkan aku malu.

Aku sangat malu karena


menyadari bahwa pertengkaran ini
dijadikan tontonan oleh warga
komplek.

Aku, Mas Dion, dan Arman


seakan lupa bukan hanya kami bertiga
yang ada di sini.

Dengan wajah memerah, mataku


mengedar pada warga yang mengintip
juga terang-terangan berdiri di teras
rumah untuk melihat apa yang terjadi.

Ini memalukan…
243
The Emerald motzky

Sangat memalukan…

Dengan kasar dan kuat aku


melepaskan diri dari genggaman
mereka berdua.

“Lebih baik kalian pulang.”


Lirihku dan tergesa masuk ke dalam
rumah.

Ini memalukan…

Sangat memalukan…

***

244
The Emerald motzky

Seharian ini aku tak keluar rumah.


Takut sekali untuk berhadapan
dengan orang-orang. Aku yakin
mereka pasti berpikiran yang tidak-
tidak tentangku.

Membuat aku semakin takut dan


mengurung diri.

Suara ketukan juga salam


membuat aku menoleh pada pintu
rumah yang tertutup rapat.

Aku menarik nafas panjang saat


suara Bu Ismi terdengar dibalik pintu.

Dengan ragu aku membukakan


pintu.
245
The Emerald motzky

“Cah ayu udah makan?” tanyanya


saat aku membuka pintu.

Aku mengerjap. Lalu, menggeleng


kecil.

“Makan di rumah Ibu mau?”


ajaknya lembut.

Bu Ismi memang baik. Dia selalu


perhatian padaku.

“Nggak, Bu. Makasih.” Tolakku


pelan.

“Belom makan loh kamu, Nak.


Makan ya? Apa mau Ibu bawain ke
sini?”

246
The Emerald motzky

Aku menggeleng keras.

Aku tak mau jadi tak tahu diri dan


merepotkan Bu Ismi.

“Saya bersih-bersih dulu, ya, Bu.”

Bu Ismi tersenyum lebar, “Ibu


tunggu.”

Selesai membersihkan diri dan


ikut masuk ke rumah beliau.

Kini aku duduk berdua dengan Bu


Ismi.

Bu Ismi adalah istri seorang


Tantara. Anaknya juga seorang polisi
namun bertugas di Malang. Beliau

247
The Emerald motzky

sering di tinggal sendirian di rumah.


Tapi, selama aku mengenalnya, aku
tak pernah melihat Bu Ismi terlihat
sedih.

Malah beliau layaknya ibu-ibu


seperti biasanya yang lincah dan
senang mengobrol dengan teman-
temannya.

“Soal semalam…”

Bu Ismi tersenyum maklum,


“Padahal si Mas udah janji nggak mau
ribut-ribut di sini.” Gumamnya.

248
The Emerald motzky

Aku mengernyit tak mengerti,


menatap Bu Ismi yang langsung
tersadar karena kelepasan bicara.

“Maksudnya?”

“Eh? Ohhhhh… itu.”

“Bu Ismi ada ngerahasiain sesuatu


kan sama aku?”

Bu Ismi tertawa canggung sambil


menggaruk pelipisnya.

“Itu loh… aduh gimana ya cerita


sama kamu…” gugupnya.

Aku menarik nafas panjang, “Mas


Dion ancem Bu Ismi?”

249
The Emerald motzky

“Ya, nggak loh! Orang baik gitu


nggak perlu ancam-ancam.”

Aku semakin bingung, “terus


apa?”

Bu Ismi menghela nafas, dia


melirikku tak enak.

“Sebenarnya setelah pindah, si


Mas Dion itu ke rumah-rumah. Bilang
mau minta ijin sama minta maaf.”

“Minta ijin? Buat apa?”

“Minta ijin buat tinggal di sebelah


rumah mantan istrinya. Katanya Mas
Dion mau berusaha buat rujuk terus
minta maaf kalo nanti usahanya
250
The Emerald motzky

mengganggu tetangga. Tapi dia janji


nggak akan melakukan hal kurang
ajar yang tak bermoral ke Mbak
Ema.”

Aku mengerjap terkejut pada info


baru tentang ini. Bahkan, tak ada satu
kata yang keluar dari bibirku.

“Si Mas Dion tuh baik… kalo


Mbak Ema pergi, dia ajak Ibu-Ibu
komplek makan-makan. Dia juga
rajin tuh gali-gali selokan sama
Bapak-Bapak. Belum lagi, ‘kan si
Mas Dion orang pinter, dia yang
rancangin kebon belakang komplek

251
The Emerald motzky

jadi taman sama lapangan bola.


Katanya biar bermanfaat. Eh, ujung-
ujungnya pakai duit si Mas Dion.
Haduh… pokoknya baiklah sama
warga di sini.”

Aku mendesah. Sepetinya sudah


banyak yang dilakukan Mas Dion
untuk warga komplek ini tanpa aku
ketahui.

“Eh, tadi jangan dijadikan nilai


plus ya, Mbak Em. Semalam tuh
warga semunya kaget loh. Dengar-
dengar Mas Dion teriak. Udah gitu
kasar. Langsung semua nggak sreg.

252
The Emerald motzky

Pak RT nanti mau ke rumahnya


katanya.”

Ini semakin membuatku terkejut.

Aku akui, semalam Mas Dion


diluar kendalinya. Dia tidak seperti
dirinya sendiri karena bisa berbuat
kasar.

Mas Dion yang aku kenal adalah


orang yang berbuat baik dan santai.
Setiap emosi pun dia bisa
mengendalikannya dengan baik.

Tapi, semalam…

Benar-benar diluar dugaan.

253
The Emerald motzky

“Wong aku nyesel banget loh,


Mbak Em…”

Aku yang sedang melamun kini


menatap kembali Bu Ismi.

“Selama ini ‘kan saya jagain Mbak


Em buat Mas Dion.”

“Maksudnya?”

“Itulohh… setiap Mbak Em mau


keluar tapi Mas Dion lagi nggak ada
di rumah, harus laporan dan tau Mbak
Em ke mana. Nyesel lah aku jadi
mata-mata cowok kasar!”

Aku kembali diam. Tidak mau


menanggapi hal tersebut.
254
The Emerald motzky

Selanjutnya aku makan sambil


mendengarkan cerita Bu Ismi.

Mas Dion yang bantu ini.

Mas Dion yang bantu itu.

Mas Dion yang ini.

Mas Dion yang itu.

Sedetik dia memuja Mas Dion,


sedetik juga dia mencaci Mas Dion.

Sikap kasar Mas Dion malam itu


membuat orang-orang yang
memujanya berbalik menghujat.

255
The Emerald motzky

Tapi, aku yakin mereka hanya


berani menghujatnya dibelakang
bukan di depan.

Selesai makan, aku langsung


pamit pulang. Aku butuh waktu
sendirian.

Keluar dari pagar rumah Bu Ismi


bersamaan aku melihat Pak RT yang
menaiki motornya dari depan pagar
rumah Mas Dion.

Lelaki itu juga ada di sana.


Berbincang kecil dengan Pak RT
sebelum pria berpeci itu pergi.

256
The Emerald motzky

Mas Dion baru akan masuk


kembali ke rumahnya namun mata
kami saling terpaut.

Dengan berani aku melangkah


berjalan mendekatinya. Dan dia juga
berjalan mendekatiku.

“Maaf untuk semalam.” Ucapnya


saat kami sudah berhadap-hadapan.

“Sifat kamu yang baru itu sangat


mengerikan.” Jujuku.

“Aku cemburu.”

Aku mengerutkan dahi.

257
The Emerald motzky

“Untuk pertama kalinya aku


melihat kamu sama lelaki lain. Aku
cemburu dan aku nggak terima.”

Aku menelan ludah susah payah,


“apa kabarnya aku dulu? Aku berada
di posisi itu berulang kali.”

“Makanya aku meminta maaf.


Atas kelakuanku yang dulu dan yang
sekarang.”

“Y-ya.”

“Em…” dia menunduk menatap


jari kakinya yang beralasan sendal,
“aku tau kalau semua ini terlambat.
Tapi…”
258
The Emerald motzky

Mas Dion mendongak sebelum


menunduk lagi menatapku yang
hanya sebatas dagunya.

“Tapi… aku mencintai kamu, Em.


Aku menyesal untuk menyadarinya
dengan terlambat.”

Aku tertegun.

Menatap wajahnya yang semakin


matang dan tampan. Dibawah sinar
matahari yang beranjak terik.

Dia menarik nafasnya,


“penyesalan memang selalu datang
terlambat. Dan benar kata kamu,

259
The Emerald motzky

kalau semua ini udah terlambat buat


aku.”

Mas Dion maju selangkah. Dia


tersenyum tipis, menambah kadar
ketampanannya.

Aku menahan nafas dengan


beraninya Mas Dion mengecup
keningku.

“Maaf untuk semuanya, Emerald.


Atas sikap bajingan, rasa sakit, dan
rasa malu yang kamu rasakan selama
ini.” Bisiknya, “aku sangat
mengharapkan kebahagiaan kamu.”

Siang itu.
260
The Emerald motzky

Untuk terakhir kalinya aku melihat


dia menangis.

Dihadapanku dia berdiri dengan


senyuman yang tulus.

Membuat aku sadar.

Jika ini adalah momen terakhir


kalinya kami bertemu.

Aku tidak bisa menebak apa lagi


perasaan yang aku rasakan.

***

Dia benar-benar pergi.


261
The Emerald motzky

Menghilang tanpa kata keesokan


paginya.

Yang aku lihat hanya mobil box


yang datang mengosongkan rumah
itu.

Sampai akhirnya rumah itu benar-


benar kosong. Tak berpenghuni sama
seperti sebelum dia datang.

Aku menarik nafas sebelum


masuk ke dalam mobil.

Ini keputusannya.

Keputusan yang akhirnya dia


relakan kalau tidak ada lagi
kebersamaan untuk kami.
262
The Emerald motzky

Memang sebaiknya seperti ini.


Kami terpisah tanpa adanya
pertemuan. Agar hati bisa saling
menyembuhkan dalam kesendirian.

Bersamanya terlalu menyakitkan.

Aku sudah merasakannya.

Dan sendiri seperti ini, membuat


hatiku lebih lega dan bisa bernafas
seperti semestinya.

Mas Dion adalah salah satu


pelajaran menyakitkan yang ada di
hidupku.

263
The Emerald motzky

Tak ingin melakukan kesalahan


yang sama. Lebih baik memang tidak
ada kebersamaan yang kedua kalinya.

“Ema!”

Aku berbalik mendengar namaku


terpanggil.

Di ujung lorong, Arman berrjalan


menghampiriku dengan balon
berwarna merah hati di tangan
kanannya.

Aku memperhatikan Arman yang


tertawa menyambut godaan para
pasien kecil yang sedang berjemur di
taman.
264
The Emerald motzky

Diam-diam aku ikut tersenyum


karena melihat Arman yang selalu
tampak bahagia menjalani hidupnya.

“Baru sampai?”

Aku sedikit mendongak untuk


menatapnya lebih intens.

“Iya.”

Dia mengangguk kaku, dengan


gugup jari telunjuknya menggaruk
ujung pelipisnya.

“Soal tiga hari yang lalu…”

“Maafin aku, Man.” Ucapku lebih


dulu.

265
The Emerald motzky

Arman adalah orang luar yang


tidak tahu apa-apa tentang
hubunganku dan Mas Dion.

Dia memang tahu aku adalah


seorang janda. Tapi, untuk alasan aku
lebih memilih menjadi janda, tentu dia
tidak tahu.

“Aku yang harusnya minta maaf.”


Serunya cepat.

“Kamu nggak perlu minta maaf.


Aku dan Mas Dion yang bermasalah.
Maaf kamu jadi ikut ke masalah
kami.aku malu banget sebenarnya
ketemu kamu lagi hari ini.”
266
The Emerald motzky

Arman menggeleng tegas, “aku


nggak akan pernah masalah untuk
masuk ke dalam masalah kamu, Em.”

“Kamu nggak perlu. Kamu udah


terlalu baik buat aku.”

“Aku akan selalu gini buat kamu,


Ema.”

“Iya aku paham. Tapi, aku merasa


jadi nggak tau diri sebagai teman.”

“Dan apa yang aku lakukan itu


bukan sebatas kamu teman aku. Aku
menatap kamu lebih dari itu, Em.
Mengertilah!”

267
The Emerald motzky

Aku terbelalak mendengar


perkataannya yang serius itu.
Ucapannya seakan memiliki arti
tertentu, membuat aku tertawa gugup
bingung menjawabnya.

Sepertinya Arman mengetahui


kegugupanku, sehingga dia ikut
terserang kegugupanku.

Dia berdehem sejenak, tertawa


kecil seraya matanya berusaha
menghindariku.

“Maksudku… itu maksudku apa


ya… hehehe… pokoknya itu ‘lah!”

268
The Emerald motzky

Aku mengangguk kecil. Lebih


tepatnya semakin bingung ingin
memberikan tanggapan apa.

Karena apa yang dikatakan Arman


sungguh membuat gelenyar aneh yang
bersemayam terlalu lama sejak
remaja, tiba-tiba aku merasakannya
lagi.

Aku menggeleng cepat


membuyarkan apa yang sempat aku
pikirkan untuk Arman.

“Arman… kamu—”

269
The Emerald motzky

“Udah nggak perlu dijawab, kamu


ke sini mau kerja ‘kan? Udah-udah
sana.”

Arman memegang kedua bahuku


dan membalikan tubuhku agar
membelakanginya. Dengan buru-buru
dia mendorongku untuk berjalan.

Sejak pagi itu.

Ada sesuatu yang aku sadari.

Pola kehidupan.

Ada yang pergi membawa seluruh


bayangannya.

270
The Emerald motzky

Ada yang datang membawa


seluruh harapannya.

***

271
The Emerald motzky

PAPA

Aku sedang membereskan rumah


seperti biasa di sabtu pagi, di mana
panggilan dari Jakarta datang
membuatku terburu-buru terbang ke
sana.

272
The Emerald motzky

Papa kritis.

Penyakit jantungnya memburuk.


Itu kata Mama. Membuat aku terkejut
setengah mati karena selama ini aku
tidak tahu kalau lelaki paruh baya itu
memiliki penyakit yang cukup serius.

Saking terburunya, aku tidak


membawa apa-apa kecuali pakaian
biasa yang melekat di tubuhku.

Untungnya ada Arman.

Dia datang membawa sarapan


bubur ke rumahku, melihatku panik di
ruang tengah hingga dia yang
mengambil alih untuk berbicara
273
The Emerald motzky

dengan sekretaris Papa yang


mengurus keberangkatan kami.

Kami berangkata menggunakan


jet pribadi milik keluarga. Yang
bahkan aku baru tahu kalau jet
tersebut ada di bandara Jenderal
Ahmad Yani sejak aku pindah ke sini.

Yang lebih mengejutkan, pilot


keluarga kami mengatakan kalau Papa
menaruh jet-nya di sini agar ada
sewaktu-waktu di mana aku ingin
pulang dan kembali ke rumah, aku
tidak perlu menunggu waktu lama.

274
The Emerald motzky

Kenyataan itu membuatku


bertanya-tanya. Untuk apa melakukan
itu. Dan kenapa Papa sampai
memperhatikan aku seperti itu seakan
kepulanganku memang di tunggunya.

Pertanyaan itu tak terjawab saat


aku dan Arman sampai di rumah sakit.
Di ruangan VVIP aku berjalan cepat
memasuki kamar inap Papa.

Mama dengan wajah sembabnya


ditemani Tante Dwi dan Tante Isna
langsung menatapku.

275
The Emerald motzky

Berbanding terbalik dengan wajah


ketus kedua tanteku, Mama langsung
bangkit dan memelukku erat.

“Papa, Em… Papa…” racaunya


sambil menangis.

Melihat Mama serapuh ini


membuatku ikut menangis.

Mataku langsung menyorot pada


sosok Papa yang terbaring lemah
dengan alat bantu pernafasan. Masih
ada dokter di sana yang memantau
alat detak jantungnya.

“Papa kenapa, Ma?” tanyaku


serak.
276
The Emerald motzky

Belum Mama menjawab, Tante


Dwi sudah mendahuluinya.

“Jatuh sakit Papamu punya anak


durhaka kayak kamu!” hardiknya
pelan tapi tajam.

“Dwi!” tegur Mama tak kalah


tajam seraya melepas pelukan kami.

Aku memejamkan mataku


menyesal. Apa benar karena sikapku
yang durhaka pada Papa hingga
membuatnya seperti ini?

Air mataku kian deras mengingat


apa saja kesalahanku.

277
The Emerald motzky

Sapuan lembut menyeka air


mataku membuat aku membuka mata.

Mama menatapku dengan


senyumannya. Senyuman yang
selama ini aku rindukan pada
sosoknya.

Dadaku rasanya tertonjok kuat


karena merasakan kasih sayang Mama
yang akhirnya bisa aku lihat di
matanya.

“Maafin Mama dan Papa ya,


Dek.”

Mendengar suara parau Mama,


aku langsung menangis semakin kuat.
278
The Emerald motzky

Aku kembali membawa Mama di


pelukanku dan kepalaku jatuh di
bahunya.

Tubuhku bergetar hebat hanya


karena Mama kembali memanggilku
“Dek” di mana panggilan itu sangat
aku rindukan tiap malam sepi yang
aku lewati.

Mungkin ini juga jawaban Tuhan


padaku. Saat aku meminta kesudahan
atas kerenggangan tali antara aku dan
kedua orangtuaku.

Aku selalu mengharapkan di mana


Papa dan Mama kembali melihatku
279
The Emerald motzky

sebagai putrinya. Putri yang mereka


cintai.

***

Aku berada di ruang tunggu


ditemani oleh Arman. Tadi, dokter
meminta untuk yang menunggu di
dalam kamr pasien hanya beberapa
orang saja.

Setelah mencium dahi Papa yang


tertidur, aku memilih keluar. Mama
sempat mencegahku dan meminta

280
The Emerald motzky

ditemani, tapi aku beralasan ingin


mencari makan terlebih dahulu.

Melihat wajah penuh


penghakiman Tante Isna dan Tante
Dwi membuatku ingin beristirahat
sejenak dulu.

Sekarang di sini aku berada,


bersama Arman yang setia
menemaniku. Dengan baiknya dia
meniupi teh hangat untuk aku minum.

“Udah nggak panas, Em.” Ujarnya


seraya menyodorkan teh padaku.

Aku tersenyum penuh terima kasih


padanya.
281
The Emerald motzky

“Mata kesukaanku jadi bengkak


begini.” Kini tangannya beralih
mengusap lembut mataku yang
bengkak.

Aku memejamkan mata menimati


usapannya yang lembut.

Tiba-tiba aku teringat sesuatu.

“Kamu kenal dokter yang tadi?”

Arman mengerjapkan mata


berkali-kali dan terkekeh canggung,
“Ya… kenal nggak kenal…”

“Mirip kamu.” kataku sambil


memperhatikan Arman yang kembali
menegakan tubuhnya.
282
The Emerald motzky

“Iya ‘kan mirip kamu?” tanyaku


lagi kini lebih menuntut.

Arman melirikku pasrah, “itu


Ayahku.” Jawabnya malas.

“Terus kok tadi judes ke Ayah


kamu?”

“Ya, karena dia nyebelin.”


Gerutunya.

“Kamu juga suka nyebelin tapi


aku nggak judes ke kamu.”

Arman melirikku jengkel, tiba-tiba


dia malah merebut kembali teh yang
ada di tanganku dan menaruhnya di
kursi sebelahnya.
283
The Emerald motzky

Dalam gerakan tak terbaca, Arman


malah merengkuh tubuhku masuk ke
dalam pelukannya.

Tubuhku membeku mendapatkan


pergerakan yang tiba-tiba ini.

Setelah kepergian Mas Dion,


lelaki inilah yang menemani hari-
hariku.

Tak terasa, satu tahun jugaa dia


benar-benar menunjukan perasaan
‘lebih dari teman’-nya padaku.

Aku tak mau bersikap berlebihan


sampai nanti merugikan dirinya dan

284
The Emerald motzky

diriku. Mengingat di sini hanya aku


yang pernah menikah.

Aku sudah bilang ke Arman,


statusku akn memberatkan langkah
kami kalau dia tidak berhenti dari
sekarang. Tapi, Arman selalu bersikap
konyol dan tak peduli.

Di dalam kamusnya yang menjadi


prioritasnya adalah anak-anak di
rumah sakit dan aku.

Satu tahun menjadi bagian


prioritas Arman tentu saja melelehkan
gunung beku yang selama ini
terbentuk pasca bercerai.
285
The Emerald motzky

Perlahan aku luluh pada sikap


Arman.

Karena untuk pertama kalinya aku


diperjuangkan dengan layak.
Membuat aku merasa sangat istimewa
di mata Arman.

“Terima kasih.” Ucapku kini


berani membalas pelukannya.

“Apapun buat kamu, Em.”

Arman pernah berkata jujur, kalau


dia sudah menyukaiku sejak kami
menjadi tetangga kost. Tapi, dia tidak
terlalu percaya diri dan takut merusak
pertemanan yang sudah kami bangun.
286
The Emerald motzky

Satu hal yang tak Arman tahu


adalah aku juga pernah menyukainya.
Tapi, aku menguburnya dalam-dalam
karena aku lebih tidak percaya diri
untuk pantas di sisi Arman yang saat
itu sangat luar biasa baik padaku.

Arman mengajarkanku tentang


bagaimana melihat keindahan
kehidupan dari sisinya. Bagi lelaki itu,
kehidupan bisa dilihat secara
sederhana. Berkumpul dengan pasien-
pasien yang sedang berjuang melawan
kematian adalah waktu di mana untuk
bersyukur.

287
The Emerald motzky

Sosok Arman sangat dibutuhkan


untuk anak-anak di rumah sakit
kanker.

Dan sosok Arman juga sangat


dibutuhkan untuk kehidupanku.

Di mana dia layaknya Mentari


hangat yang akan terus menyinariku.

Membuat aku merasa cantik


layaknya bunga matahari.

Dan bunga matahari ini


membutuhkan mentarinya.

Ya, Emerald membutuhkan


Arman.

288
The Emerald motzky

***

Hari kedua, aku menginap di hotel


dekat rumah sakit. Tadi malam Arman
harus kembali ke Semarang. Dia harus
mengurus izin cuti dan meminta
teman sejawatnya untuk mengisi sesi
konselingnya.

Arman bersikeras ingin


menemaniku. Padahal aku sudah
bilang kalau aku tak apa sendirian di
sini.

289
The Emerald motzky

Sekeras kepalanya aku, Arman


masih dua tingkat di atasku. Membuat
aku akhirnya pasrah saja pada
keputusannya itu.

“Temanmu yang kemarin itu,


ternyata anaknya Dokter Suryo ya,
Dek?”

Aku yang sedang merapihkan


barang keperluan untuk Mama yang
menginap di rumah sakit menoleh.

“Iya, itu Ayahnya Arman.”

Dokter yang merawat Papa, mau


di lihat dari sisi mana pun sangatlah
mirip dengan Arman.
290
The Emerald motzky

Bahkan nama lengkap Arman


sendiri ada nama Ayahnya.

Armando Putra Suryo. Itu nama


lengkapnya.

Sepertinya Arman dan Ayahnya


ada masalah internal, terlihat sekali
dari raut mereka berdua kemarin saat
berbincang.

Wajah Ayahnya terlihat kesal dan


jengkel, sedangkan Arman lebih
menjengkelkan lagi.

Aku tertawa mengingat wajah


Arman yang seperti bocah kalau aku

291
The Emerald motzky

berusaha mengorek kenapa dia dan


Ayahnya bersitegang kemarin.

“Pacar kamu ya?”

Aku menoleh sepenuhnya.


Dengan tatapan gamang aku berpikir
sebentar.

“Mama nggak suka?”

Mama yang menaruh sendok di


samping piring untuk sarapan kami
berdua kini ikut menatapku.

“Suka kok. Kalo kamu suka pasti


Mama suka.”

“Tapi…”

292
The Emerald motzky

Mama menghela nafas panjang.


Dia berdiri menghampiriku. Dengan
lembut Mama menuntunku untuk
duduk bersisian di samping ranjang
Papa.

Papa sempat sadar tadi subuh, dan


sekarang beliau kembali tidur karena
obat.

“Dulu, waktu Mama hamil


kakakmu, kehidupan serba terbatas.
Buat beli susu dan ke dokter aja Mama
harus berpikir berulang kali. Takut
kalo pakai uang tabungan Papamu,
karena beberapa kali perusahaan

293
The Emerald motzky

goyang. Papa waktu itu ada di


Singapur, dua minggu rapat untuk
bujuk para investor. Mama takut kalo
pakai uang tabungan, nanti kehidupan
Papa di sana nggak tercukupi. Saking
takutnya kita bisa miskin kapan aja,
Mama sampai stress sendiri di masa
kehamilan Silvi. Papa waktunya
cuman sedikit buat Mama. Hamil tua,
Mama sama Papa hampir bercerai.”
Mama tersenyum sendu dan
mengusap tangan Papa yang sudah
mulai berkeriput.

“Papa merasa bersalah atas


ketidakmampuannya sebagai suami
294
The Emerald motzky

karena kehidupan yang pas-pasan dan


penuh ketakutan. Apa lagi, peran Papa
lebih banyak di ambil alih oleh
Adiknya si Iwan. Papa merasa rendah
diri, dia semakin depresi saat
perusahaan semakin di ujung tanduk.
Tapi, Dek…” air mata menggenang di
pelupuk mata Mama.

“Mama sadar kalau Papa adalah


pilihan Mama. Mama yang menerima
pinangan Papa saat peusahaannya
memang mengkhawatirkan. Jadi,
semua yang terjad adalah resiko yang
sudah Mama ketahui sejak awal
menerima Papa. Kecemburuan Papa
295
The Emerald motzky

pada Om Iwan, segera Mama tepis


dengan perjuangan Mama melahirkan
Silvi. Papa pun sadar, kalau Mama
memang hanya mencintai dia. Waktu
susah mau pun senang. Dan kamu—”
Kini Mama mengelus pipiku, “Si
Anak pembawa berkah. Padahal
Mama bersikeras tak mau hamil dulu
sebelum keadaan perusahaan benar-
benar baik. Sampai akhirnya Mama
hamil kamu, bukan kekecewaan yang
rasakan. Tapi kebahagiaan dan
harapan kalau kali ini, jalan keluarga
kita di mudahkan. Dan benar aja,
kehamilan kamu bersamaan dengan
296
The Emerald motzky

Papa yang menang tender besar. Papa


tak hentinya mencium Kakakmu dan
perut Mama saat itu. Kamu lah
kebahagiaan Mama dan Papa, Dek.”

Air mataku meluruh. Kenangan


masa kecil yang masih bisa aku
tangkap dalam kepalaku berputar.

Aku pernah bahagia, di dalam


pelukan Papa dan Mama.

Aku pun pernah tertawa dan


menangis bersama Silviana.

Di mana keluarga ini masih


tampak harmonis dan normal seperti
keluarga biasanya.
297
The Emerald motzky

Dan cerita Mama mengingatkan


aku sesuatu.

“Terus kenapa Papa dan Mama


kayak nggak menerima aku? Kenapa
aku merasa sangat dibenci oleh kalian
berdua? Kenapa?” cecarku berurai air
mata.

Mama ikut menangis, menangkup


wajahku dengan kedua tangannya
yang bergetar.

“Salah kami, Dek. Kami pikir


didikan kami harus lebih keras untuk
membentuk karakter kalian yang
kuat.”
298
The Emerald motzky

“Tapi… yang kalian lakukan buat


mentalku melemah. Aku… aku nggak
kuat sama tekanan kalian.”

Mama mengangguk berulang kali.

“Maaf… Maaf, Dek. Papa udah


tahu gimana pahitnya berjuang
sendirian untuk menghidupkan
kembali perekonomian keluarga. Papa
selalu berharap diantara kalian berdua
akan mengenal apa itu dunia bisnis,
hingga nanti ada waktu yang pernah
Papa alami terulang, kalian bisa bahu-
membahu mengembalikan usaha.
Tidak seperti Papa yang harus

299
The Emerald motzky

berjuang sendirian karena dua


adiknya nggak mengerti apa itu
bisnis.”

“Cara kami salah. Mungkin cara


kami bisa diterima dengan baik oleh
Silviana, dia tumbuh sesuai keinginan
Papa dan Mama. Tapi, kami nggak
sadar kalo kamu dan Kakakmu orang
yang berbeda. Kami terlalu
memaksakan dan membuat kamu
menjauh. Cara Papa dan Mama yang
salah.”

Aku sesunggukan mendengar


penuturan Mama. Di mana semuanya

300
The Emerald motzky

memang masuk akal. Kalau


ketidakmampuan otakku lah yang
menjadi masalah.

Aku tidak sehebat Kakakku. Dia


berada jauh di depan sana di mana aku
tak mungkin menggapainya.

Sedangkan aku adalah aku.


Kemampuanku hanya sebatas ini.

“Papa dan Mama sayang kamu,


Dek.” Lirih Mama mendekapku.

Kami menangis bersama pagi itu.

Aku juga menyayangi kedua


orangtuaku. Kekecewaan di hati ini
semakin lama semakin menipis.
301
The Emerald motzky

Di mana aku kembali kerkaca diri.


Di sela-sela kesalahan orangtuaku,
ada aku yang tidak memiliki
keterbukaan pada mereka.

Pemberontakanku bukannya
membuka mata mereka, malah
membuat mereka marah.

Dan aku sekarang tahu kalau


selama inipun mereka menyayangiku.
Meski ada waktu di mana kesalahan
mereka sebagai orangtua menekan
mental dan membuatku sedih.

***
302
The Emerald motzky

“Kamu nggak masuk?”

Aku menatap perempuan tinggi


semampai di depanku yang berjengit
kaget.

Matanya terkejut menatapku yang


sedari tadi berada di belakangnya.

Dia adalah Silviana. Kakakku.

Dari cerita Mama, setelah


perceraianku dan Mas Dion, Papa ikut
memusuhi Silviana.

Papa merasa kecewa kalau pada


nyatanya keretakan rumah tanggaku

303
The Emerald motzky

berawal dari Kakakku sendiri.


Bahkan, kata Mama sendiri kalau
Silviana sampai bersujud minta maaf
di kaki Papa.

Dan Papa mengusir Silviana dari


rumah saat mereka berdua berbincang
di ruang kerja Papa.

Aku menelan ludah menatap


Kakak kandungku itu. Kami berbeda
dua tahu, dan sampai sekarang saja
dia semakin terlihat cantik.

“A-aku baru pulang dari Dubai.”


Ucapnya, “Pa-Papa gimana?”

304
The Emerald motzky

Bukan seperti ini Silviana yang


aku kenal.

Silviana adalah orang yang penuh


percaya diri dan tak perlu berpikir
lama untuk membuka suaranya.

“Kata Dokter udah lebih baik.


Papa harus operasi segera buat
pemasangan ring di jantungnya.”

Silviana mengangguk pelan lalu


menunduk. Tiba-tiba dia terisak
dengan bahu bergetar.

“Aku malu…” bisiknya tak


terdengar.

305
The Emerald motzky

Sedangkan aku tetap dia masih


berdiri di hadapannya.

“Aku malu ketemu kamu…


ketemu Papa dan Mama… aku malu
banget…”

Aku mengerjap pelan, tusukan hati


mengingat betapa jahatnya dia
sebagai Kakakku.

Tidak perlu dibohongi, aku tahu


kalau dia juga menyukai Mas Dion
kala itu.

Dan dia tahu dengan jelas kalau


Mas Dion adalah suamiku.

Tapi, betapa jahatnya dia.


306
The Emerald motzky

Betapa jahatnya mereka.

“Kenapa?”

Silviana masih menangis


membekap mulutnya.

“Aku… aku udah suka dia


sebelum kalian menikah…”

Dan pernyataan itu membuatku


tercengang.

Sungguh ini sangat diluar apa


yang aku pikirkan.

Jadi…

Selama ini…

307
The Emerald motzky

“Apa kamu sengaja mendekati


Mas Dion?”

Dia menggeleng kuat, membalas


tatapanku dengan mata basahnya.

“Demi Tuhan, ini seperti air yang


mengalir. Aku… aku nggak tau kalo
semuanya akan berakhir seperti itu.
Aku yang bodoh tanpa sadar merayu
Dion. Maafin aku… Ema.”

Aku menatap langit-langit lorong


dan menarik nafas dengan mulutku.

Ini kenyataan yang sangat


mengejutkan.

308
The Emerald motzky

“Jadi, dugaanku nggak pernah


salah.” Gumamku pelan untuk diriku
sendiri.

Aku menatap lurus Silviana.

“Apa… kalian pernah bermain


dibelakangku?” tanyaku lirih dan
penuh ketakutan.

Silviana menggeleng lemah dan


menunduk, “Mas Dion selalu menjaga
sikap. Dia selalu menegaskan kami
sepasang ipar.”

“Tapi dia akhirnya membalas


perasaan kamu.” ketusku.

309
The Emerald motzky

“Dan tetap kamu yang dia


inginkan.”

“Apa maksudnya?”

Aku tidak pernah melihat wajah


kalah Silviana. Dan hari ini aku benar-
benar melihatnya.

“Aku menawarkan diriku.


Sebelum dan setelah kalian bercerai.
Tapi, Dion? Dia tetap menyatakan
cuman kamu yang dia inginkan dan
jadi pendampingnya. Cuman kamu
Ema yang dia mau. Perasaan dia
nggak pernah setulus itu untukku…”

310
The Emerald motzky

Tanganku mengepal. Meski


kenyataan Mas Dion tak bermain
kotor dan tetap mengingat statusnya
sebagai suami ala itu, aku tetap marah.

Lebih tepatnya mempertanyakan


apa mau lelaki itu.

Dia tidak bisa memiliki dua


perempuan sekaligus.

Walau sudah tiga tahun terlewati


sidang perceraian kami.

Dan namanya yang sudah jelas


tersamarkan oleh nama lelaki lain.

Tapi, ada sisa kemarahan


untuknya.
311
The Emerald motzky

“Lebih baik kamu masuk. Ada


Mama di dalam.”

Aku membalikan tubuhku untuk


pergi menenangkan diri.

Tapi Silviana memanggil namaku.

“A-aku minta maaf. Kesalahanku


nggak mudah di maafkan. Tapi, aku
sangat menyesal. Menyesal udah
menyakiti Adikku sendiri. Aku
memang bukan Kakak yang baik. Aku
bersumpah nggak akan menjadi
penghalang kebahagiaan kamu, Em.
Aku bersumpah.”

312
The Emerald motzky

Setelah mendengarnya berkata itu,


aku tetap membawa kakiku pergi.

Aku tidak bisa mendengarnya lagi.

Mungkin aku bisa memaafkan


Silviana. Ah, lebih tepatnya pasti aku
akan memaafkan Kakakku itu.

Tapi untuk melupakan?

Tentunya sangat sulit.

Sampai di taman rumah sakit, aku


kembali menangis.

Aku menangis tanpa suara.


Bertanya-tanya kenapa menyakitkan
menjadi diriku ini?

313
The Emerald motzky

Benarkan ini namanya ujian hidup


bukan takdir yang menyedihkan?

Bertahun-tahun, aku merasa


sendirian.

Di khianati oleh keluarga sendiri


dan juga cinta yang pupus.

Seakan dunia ini tak berbaik hati


membuat hidupku tenang.

Di tengah kegalauanku, sebuah


tangan melingkar erat diperutku.

Harus aroma tubuh yang sangat


aku kenal membuat tubuh ini bisa
bersantai sedikit.

314
The Emerald motzky

“Sendirian aja. Nanti di gondola


buaya, mau?” bisiknya dengan nada
jail.

Aku terkekeh kecil.

Dalam hati bersyukur kalau


dengan amat baiknya Tuhan sudah
menyiapkan cerita baru untukku.

Kehadiran Armando Putra Suryo


ini adalah jawaban segala doaku.

Di mana aku meminta setelah


badai ini berlalu, kebahagiaan lah
yang aku dapatkan.

Dan di sinilah doaku terkabulkan


berupa Arman.
315
The Emerald motzky

“Terima kasih, Arman.” Serakku


menatap langit yang sudah
menguning indah.

Arman berdehem, “simpan ucapan


terima kasih kamu nanti kalo kamu
udah sah menjadi istri aku.”

Aku tertawa serak, mataku


semakin basah karena menangis
bahagia.

“Jadi, aku dilamar?”

“Iya, aku takut kamu beneran di


gondola buaya.”

Aku tertawa geli. Membalikan


tubuhku.
316
The Emerald motzky

Kami berada di taman rumah sakit.


Posisi tubuh kami yang tertutup
tembok dan pohon besar membuat
orang-orang tak sadar atas kehadiran
kami.

Dengan senyuman lebar aku


mengalungi lehernya.

“Lima bulan lagi gimana?”

Arman memasang wajah sok


berpikir, “kelamaan.”

“Tiga bulan lagi, tapi kamu harus


berbaikan dengan Ayah kamu.”

Arman cemberut tapi tak jua


mengangguk.
317
The Emerald motzky

“Tiga bulan lagi. Nggak boleh di


tambah-tambahin awas aja.”

Aku tertawa mendengarnya.

Dan dia ikut tertawa melihat


wajahku yang sudah ceria sedia kala.

Dengan lembut jemari besarnya


mengusap pipiku yang basah.

Lalu, ciuman lembut penuh


perasaan cinta itu terjadi.

Ciuman di sore hari dengan


pasangan yang aku cintai.

***

318
The Emerald motzky

Dion Geraldi

Aku menarik nafas saat


dihadapkan dua foto di atas meja.
Sebuah keputusan besar untuk
memilih salah satu diantaranya.

Ini bukan perkara main-main. Ini


sebuah pernikahan.
319
The Emerald motzky

Di mana aku akan menjalaninya


seumur hidupku.

Dengan menarik nafas panjang


aku kembali memperhatikan dua foto
tersebut.

“Papa suka si sulung Purwija.


Enerjik, pintar, dan yang pasti dia
selalu memukau.”

Aku melirik Papa yang duduk


disebrangku sedang menatap
lapangan golf.

Sabtu pagi seperti biasa, aku dan


beliau yang memiliki kegemaran yang
sama akan berakhir di sini.
320
The Emerald motzky

Aku kembali menatap dua foto itu.

Di sisi kiri, ada perempuan yang


tak asing untuk aku kenali.

Dia Silviana Purwija.

Dia terhitung masih baru masuk ke


dalam perusahaan keluarga. Meski
begitu, dia sudah mendapatkan
banyak pengakuan.

Dia cantik. Semua akan


menyetujui bagaimana fisiknya yang
mendekati sempurna.

Beberapa kali aku melihatnya di


pertemuan penting. Meski tak
berbicara langsung dengannya, aku
321
The Emerald motzky

seperti bisa mengenali seperti apa


dirinya.

Di foto yang kedua, dia manis.


Sangat manis ditambah lesung di pipi
kirinya. Rambutnya lebih panjang
daripada rambut Silviana.

Matanya terlihat tenang dan


menyejukkan di dalam foto ini.
Hingga entah bagaimana caranya
tangan ini malah terulur menarik foto
itu untuk semakin dekat.

“Putri kesayangan Purwija.” Kata


Papa lagi, “si tua bangka Husein itu

322
The Emerald motzky

selalu menutupi keberadaan putri


bontotnya.”

“Kenapa?” tanyaku bingung.

“Ya, karena dia kesayangan.


Nggak ada hentinya dia ceritain
putrinya itu setiap kami kumpul
bersama.”

Papa dan Husein Purwija memang


cukup dekat. Sebulan sekali mereka
akan berkumpul bersama dengan
sahabat lainnya.

“Siapa namanya?”

“Emerald. Emerald Purwija.


Kamu tertarik?”
323
The Emerald motzky

Aku kembali diam. Menatap lekat


pada secarik foto di tanganku.

“Emerald.” Bisikku.

Meski wajahnya tak semenarik


Silviana jika dibandingkan, tapi
hatiku lebih tertarik mengenal
perempuan ini.

Seperti ada sesuatu yang menarik


minatku padanya.

***

324
The Emerald motzky

Seminggu setelah aku mengatakan


kalau perempuan itu yang aku
inginkan, Papa langsung mengatur
waktu pertemuan kami berdua.

Awalnya Papa tak setuju, karena


baginya perempuan yang lainnya
masih lebih baik daripada dia. Tapi,
perempuan pilihanku ada di opsi yang
ia berikan. Jadi Papa tidak bisa
berbuat banyak selain mengangguk
pasrah.

Lagi pula, apa yang lebih buruk


dari pernikahan ini?

“Mas Dion?”
325
The Emerald motzky

Aku mendongak.

Itu dia.

Berdiri canggung, hanya memakai


kemeja satin berwarna cokelat dan
celana bahan panjang.

Sekilas dia seperti perempuan


kantoran kekinian di daerah SCBD.
Namun, melihatnya tanpa riasan
wajah juga tatanan rambut yang agak
berantakan dengan ikatan yang
longgar menandakan dia bukan
perempuan metropolitan seperti
biasanya.

326
The Emerald motzky

Apa lagi saat menatap totebag


besar yang terlihat sangat amat tidak
serasi dengan pakaian yang dia
gunakan bertengger di bahunya.

“Mas Dion ‘kan?”

Meski begitu, wajahnya tetap


terlihat manis dan segar. Matanya
berbinar dipayungi bulu mata yang
lentik dan tebal.

Melihat matanya, sudah pasti dia


perempuan pilihanku.

“Emerald.” Gumamku tanpa


sadar.

327
The Emerald motzky

Dia mendesah lega, “Iya, kamu


Mas Dion ‘kan?”

Aku mengangguk pelan dan


berdiri, “silahkan duduk.”

“Terima kasih.”

Melihat dia salah tingkah dan


gugup, aku tersenyum sendiri
dibuatnya.

Menggemaskan.

“Kamu mau pesan apa? Kamu


pasti laper, ini udah jam makan
siang.” aku memanggil pelayan,
sengaja tak memesan karena
menungunya datang.
328
The Emerald motzky

Dia menatapku tak enak hati,


“Sebenarnya aku gugup sekali hari ini
sampai nggak selera makan. Jadi, aku
pikir dessert masih sanggup masuk ke
dalam perutku.”

Aku terkekeh kecil mendengar


penuturannya yang pelan seakan
berbisik kepadaku.

“Aku juga gugup. Tapi, aku butuh


makan. Karena makan bisa buat
moodku naik dan mengurangi
gugupku.” Balasku yang membuat
Emerald merona.

329
The Emerald motzky

Sungguh, melihatnya merona


seperti membuat tubuhku hampir
beranjak dan menghampirinya.

Padahal tingkah malu-malunya


terlihat biasa saja. Tapi, entah kenapa
reaksi tubuhku begitu berlebihan.

Emerald terlalu menggemaskan.

Siang itu kami melakukan sesi


tanya jawab. Emerald bilang,
menyetujui perjodohan ini adalah
salah satu hal agar bisa
menyenangkan Papanya. Katanya
selama ini dia sudah sering membuat
Papanya marah dan kecewa.
330
The Emerald motzky

Dia berharap dengan menerima


perjodohan ini, Papanya merasa puas.

Saat menceritakan Papanya, wajah


Emerald begitu sendu dan redup. Apa
lagi, saat dia menjabarkan hal-hal apa
saja yang dia lakukan hingga dia
menilai dirinya sangat kecil di
keluarga Purwija.

Aku cukup serius mendengarkan


ceritanya. Membuatku kembali
mempertanyakan apa yang dikatakan
Papa kalau perempuan di depanku ini
adalah putri kesayangan Husein
Purwija.

331
The Emerald motzky

***

“No wayyyyy!” seru tiga orang


bersamaan.

Aku terkikik geli melihat raut


ketiga sahabatku yang terkejut
mendengar apa yang aku umumkan.

“Siapa dia?! Siapa?!” seru Berlian


semangat.

Ruangan VIP ini kembali ricuh


saat Karel dan Rey ikut-ikutan
berebut tanya padaku.

“Calm down. Ingat umur!” aku


tertawa mendapat cubitan gemas
sahabatku Berlian.
332
The Emerald motzky

“Serius Dion! Kamu mau menikah


dengan siapa?!”

Aku menengguk air putihku


seraya berseringai kecil, “putri Husein
Purwija.”

“Gila lo, Bro?! Anaknya Husein


Purwija?” seru Rey menatapku butuh
kepastian yang aku balas anggukan.

Karel berdecak kagum, “keren


banget lo dapet Silviana.”
Timbrungnya.

Aku langsung mengernyit dan


menggeleng kuat, “bukan. Bukan
Silviana.”
333
The Emerald motzky

“Loh, ‘kan putrinya Husein ya


dia?” heran Karel.

Aku berdecak, “anak keduanya.


Emerald Purwija.”

“Emer who?” ulang Berlian yang


membuatku berdecak jengkel.

“Em-me-rald. Emerald Purwija.”

Berlian semakin bingung, “bentar


gue cari dulu di Google namanya.”

Karel dan Rey saling bertatapan,


seakan saling mengerti mereka
langsung mengangkat bahu
bersamaan.

334
The Emerald motzky

“Jujur aja gue baru dengar


namanya.” Kata Rey.

“Sama!” yang dibalas oleh Berlian


dan Karel.

Aku mengedik dan tak acuh.

Nama Emerald memang tak


terdengar dikalangan para pengusaha.
Mengingat Husein Purwija terlihat
posesif untuk putri bungsunya itu.
Hanya segelintir orang yang
mengetahui kalau Emerald adalah
seorang Purwija.

“But, well… she’s cute.” Berlian


mendongak dari layar ponselnya.
335
The Emerald motzky

Rey orang pertama yang


merampas ponsel Berlian dan
menatap serius halaman berita yang
berhasil memuat Emerald Purwija.

“Hidden gems.” Kekeh Rey dan


menggulir ponsel Berlian ke Karel
yang memasang raut penasaran.

Karel kini terkekeh, “Ah… I see.”

Kini aku yang tersenyum congkak


pada mereka bertiga.

“Vibesnya down to earth banget


sih. Agak jomplang sama Silviana.
Tapi, masih okelah.” Ujar Berlian.

336
The Emerald motzky

Aku mengangguk setuju. Emerald


dan kakaknya, Silviana memang
sangat berbanding terbalik.

“Wow, jiwa sosialnya tinggi


banget ini cewek. Lo yakin, Yon?
Ntar lo ditinggal ke Afrika gimana?”
gurau Karel yang sibuk membaca
artikel tentang Emerald, “dia suka
banget anak kecil. Kelihatan sih, dia
bangun rumah sosial buat anak
jalanan.”

“Kalau udah jadi istri nggak


mungkin lah gue kasih izin dia keluar
jauh gitu.”

337
The Emerald motzky

“Duh…. Mau jadi suami posesif


nih ceritanya?” goda Berlian.

Aku tertawa kecil, “enggak gitu


maksudnya. Mending dia fokus sama
kegiatannya di sini, fokus juga urus
gue sama rumah. Nggak suka gue istri
yang sibuk sana-sini.”

Rey langsung tergelak, “pantes lo


pilih Emerald ini daripada Silviana.
Biar nggak ditinggal-tinggal ternyata!
Kampret juga lo!”

Ya. Salah satu alasan lainnya


kenapa aku memilih Emerald

338
The Emerald motzky

daripada Silviana adalah gaya hidup


mereka.

Emerald jelas lebih mudah diajak


kompromi dan akan memilih
mengalah daripada Silviana yang
berambisi.

Emerald tipikal perempuan tenang


dan menurut. Untuk sikap dan sifat,
aku lebih menyukai Emerald. Dia
adalah tipe ideal untuk calon istriku.

Aku tak mau memiliki istri yang


berambisi ataupun ikut sibuk dengan
pekerjaan.

339
The Emerald motzky

Aku saja sudah sibuk dan


kewalahan dengan jadwal kerja. Saat
menikah nanti pasti kesibukan tetap
menjeratku.

Aku butuh istri yang menungguku


di rumah dengan senyuman tulus
tanpa keterpaksaan.

Dan perempuan itu tentu saja


Emerald.

“Lo beneran yakin, Yon?” tanya


Karel serius.

Aku menatap mereka bertiga


secara bergantian. Suasana ruangan

340
The Emerald motzky

VIP di restoran hotel ini mendadak


sunyi menunggu jawabanku.

Jadi, apa aku yakin?

Memilih Emerald sebagai istriku?

“Yakin. Kenapa enggak?”

***

Aku menikahinya.

Perempuan pilihanku.

Emerald Purwija.

341
The Emerald motzky

Aku menatap wajahnya yag


tertunduk di atas ranjang yang dihias
ala pengantin baru.

Dia masih memakai kebaya


berwarna emas. Tubuhnya ramping,
mendekati kurus.

Aku menarik nafas, “Kamu


menyesal?” tanyaku.

Dia mendongak. Manis. Pikirku


saat kami bertatapan.

Dia menggeleng pelan, “kamu?”

Aku tersenyum kecil. “enggak.”


Tentu saja karena dia pilihanku.

342
The Emerald motzky

“Kita bisa tidur pisah ranjang


kalau kamu nggak nyaman.”

“Aku istri kamu, kita udah sah.


Nggak baik buat tidur pisah ranjang.
Apa lagi kita baru aja menikah.”
Ucapnya tenang.

Aku mengangguk setuju, agak


terpukau dengan ucapannya yang
begitu tenang.

Seharusnya, seperti perempuan


lain, dia merasa tidak nyaman dengan
perjodohan. Tapi, dia menerima
semuanya dengan sangat baik.

“Mas Dion.”
343
The Emerald motzky

Saat dia memanggilku begitu,


entah seta napa yang merasuki jiwaku,
tapi aku langsung merengkuhnya dan
menciumnya membabi buta.

Gairah sialan.

Dengan mudahnya terpancing


karena panggilan lembut.

Anehnya, untuk pertama kalinya


aku terbakar gairah hanya karena hal
kecil ini.

Tapi, sejujurnya. Aku memilih


mengalah pada gairah.

Hanya dihadapan Emerald.

344
The Emerald motzky

Emerald istriku.

Aku menatapnya yang


berkeringat, menatapku malu juga
bergairah.

Aku menelan ludah.

Seksi.

Cantik.

Manis.

Dia istriku.

***

345
The Emerald motzky

Sudah dua tahun pernikahan ini


berjalan. Setiap harinya, aku semakin
sibuk pada kerjaan.

Hari-hariku padat hingga aku


melupakan segalanya.

Contohnya, aku melupakan


istriku.

“Kamu udah selesai? Makan


siang, yuk!”

Aku menoleh pada suara yang


terdengar di daun pintu ruang kerjaku.

“Kamu ngapain di sini?” tanyaku


agak bingung.

346
The Emerald motzky

Tapi, di sudut hati juga senang.

“Ngajakin makan siang!” serunya


riang.

Mendengar itu aku tersenyum. Dia


mau jauh-jauh dari kantornya ke
kantorku.

Perusahaan kami memang saling


bekerja sama, semua berawal dari
perjodohan yang membawa
perusahaan ini pada proyek The
Wonderland.

The Wonderland adalah proyek


terbesarku. Proyek yang sangat aku
banggakan karena cita-cita
347
The Emerald motzky

membangun taman bermain sekelas


Disneyland akhirnya terwujud.

Dengan bantuan perusahaan


Purwija yang berbasis kontraktor,
proyek ini berjalan mulus.

Dan di sinilah awal mula


semuanya kehancuran. Di mana au tak
bisa mengendalikan perasaan sialan
yang muncul secara tiba-tiba.

Dikarenakan kehadiran Silviana


yang lebih sering daripada kehadiran
Emerald dalam hidupku.

Silviana selalu ada di sampingku,


meski masih dalam konteks
348
The Emerald motzky

pekerjaan. Pertemuan kami berdua


juga selalu berputar pada pekerjaan.

Tapi, sialnya, kebersamaan malah


membuat perasaan ini tumbuh dengan
terlarang.

Silviana tak tahu perasaan sialan


ini. Aku juga tak pernah memiliki niat
untuk memberitahunya. Karena aku
berdalih menjaga hati perempuan
yang menukar hidupnya untuk
menjadi istriku.

Biarlah perasaan ini bersemayam


sejenak. Ini akan aku anggap eforia
kecil yang akan pergi.
349
The Emerald motzky

Aku percaya perasaan ini akan


menghilang.

Karena aku tak mau mengkhianati


perasaan istriku sendiri.

Emerald menungguku.

Selalu menungguku.

***

Tapi, sepertinya dugaanku salah.


Entah apa yang sudah aku perbuat.
Karena di depanku, perempuan yang
sebenarnya mencuri perhatianku

350
The Emerald motzky

belakangan ini menangis di depanku


tersedu-sedu.

Dalam diam memperhatikan, aku


bertanya-tanya apa yang harus aku
lakukan.

“Aku suka kamu…” ucapnya


dengan derai air mata.

“Aku suami adik kamu.” balasku


dengan pandangan kosong ke arah
dinding.

“Aku mau kamu, Yon…”

Awalnya aku juga menginginkan


kamu. Tapi…

351
The Emerald motzky

“Aku punya Emerald.”

Ya, aku punya dia. Dia lah


perempuan yang memiliki hak mutlak
dalam diriku.

Silviana kembali menangis


dengan kencang. Dia menutup
wajahnya dengan dua tangan.

Dan aku berdiri dari kursiku, tak


berani melirik ke arah Silviana yang
berada di atas sofa.

“Pakai baju kamu, Sil, aku suruh


Setno buat antar kamu pulang.”

Setelah itu aku keluar dari


ruanganku sendiri.
352
The Emerald motzky

Aku takut kalau aku tetap berada


di dalam sana. Di mana Silviana
hanya memakai pakaian dalamnya,
aku akan berakhir menjadi lelaki
terbajingan tahun ini.

Silviana datang ke kantor,


membawa bekal makan siang seperti
biasanya untuk kami berdua.

Saat kami berbincang, tiba-tiba


topik sensitif muncul ke permukaan.

Dan secara tiba-tiba saja Silviana


bangkit menelanjangi dirinya sendiri.
Aku terpaku pada gerakannya. Tak

353
The Emerald motzky

berdusta, aku juga terpancing oleh


gerakan sensualnya di hadapanku.

Tapi, saat dia berjalan sembari


membuka branya ke arahku, aku
langsung menghentikannya.

Bayangan Emerald memenuhi


kepalaku.

Emerald adalah pilihanku.

Di mana aku berharap banyak


tentang pernikahan kami.

Dan sekarang aku mengkhianati


pernikahan ini dengan membagi
perasaanku.

354
The Emerald motzky

Emerald tidak pantas


mendapatkan ini.

Istriku itu terlalu baik dan akan


hancur jika dia mengetahui semua ini.

***

Ini gila.

Sangat gila.

Dia menangkap keanehan diriku.

Dia mengenali perasaan yang tak


seharusnya.

355
The Emerald motzky

Emerald bahkan dengan lancar


menjabarkan betapa bajingannya aku
yang selalu menomor duakan dirinya.

Bahkan dia bisa menangkap


perasaan kecil yang aku miliki pada
kakaknya.

Memang ini pasti akan terjadi.


Kepintaran Emerald tidak boleh
diragukan.

Dialah berlian yang dianggap batu


oleh orang-orang.

Dan aku baru saja kehilangan


berlianku.

Aku kehilangan dirinya.


356
The Emerald motzky

Karena kebodohanku.

Aku tak bisa menahannya lagi,


sejak sadar sakit hatinya memang
sudah terlalu besar.

“Jaga istri satu aja nggak becus


kamu!”

Aku menarik nafas panjang kala


bentakan itu terdengar menggema.

“Malu Papa dibentak-bentak


Husein!”

Papa mertuaku itu sudah


menghajarku. Sepulang dari acara
ulang tahun Silviana, Emerald
langsung kabur ke Rumah Kasih.
357
The Emerald motzky

Dan Papa mertuaku itu langsung


datang menemuiku, menghantam
kepalaku dengan nampan kayu.

Tidak ada yang berdarah.

Hanya kepalaku yang nyut-nyutan


dan mungkin bengkak.

Aku belum bisa bertemu dengan


Emerald. Dia menolak keras untuk
menemuiku.

Segala penjelasanku hanya sampai


pada pintu kayu kamarnya yang
tertutup rapat. Dan aku tak bisa
melakukan hal lebih.

358
The Emerald motzky

Apa lagi wajah Kang Surip yang


menatapku penuh permusuhan. Dia
pasti bisa menebak aku sudah
menyakiti atasannya itu.

“Awas ya maneh! Udah buat


nyonya bos nangis-nangis!”

Aku menghela nafas dan


mengusap gusar wajahku.

Setidaknya Emerld berada di


tempat yang tepat.

Dia sangat dicintai di sini.

Emerald selama ini merasakan


tidak dicintai oleh keluarganya.

359
The Emerald motzky

Aku pun tak heran karena dia


berpikir seperti itu.

Karena padanya nyatanya Husein


Purwijo memang brengsek tak bisa
menyatakan perasaan sayangnya pada
Emerald.

Sesuatu yang tak bisa juga aku


jelaskan jenis cinta apa yang dia
punya.

Aku menghela nafas panjang.

“Emerald… Emerald…”

Aku tidak tahu apa yang harus aku


lakukan lagi.

360
The Emerald motzky

Karena perceraian tetap terjadi.

***

“Memalukan. Kenapa kamu selalu


bikin Papa malu?”

Papa mendesah dramatis.


Sedangkan aku memilih diam
menatap surat panggilan sidang
pertamaku dan Emerald.

“Husein memutuskan investasi


dan kerja sama. Karena kegoblokan
kamu, Papa rugi banyak.”

361
The Emerald motzky

“Aku juga kehilangan istri, Pa.”

“Salah siapa?” sinisnya.

“Memang harusnya kamu nikah


sama Silviana aja. Sok-sok an mau
menikah dengan Ema yang jelas-jelas
diam-diam menghanyutkan seperti
itu.”

“Kenapa jadi bawa-bawa Ema. Ini


kesalahanku.”

Papa berdiri sambil bersidekap.


Gayanya membuat ruang kerja ini
semakin mencekam.

“Memang salah kamu karena


pilihan istrimu yang buruk.”
362
The Emerald motzky

“CUKUP!” Aku berteriak. “Ini


bukan salah Emerald.”

“Siapa kamu berani berteriak di


rumah saya?” geramnya.

Aku berdiri dari sofa, menatap


tajam sosok Papa yang selalu
berusaha mengendalikan bagaimana
hidupku.

“Aku berhenti. Dari semua ini.”

Lalu aku berbalik, belum keluar


dari ruang kerjanya, kepalaku di
hantm asbak kayu dengan kencang.

“ANAK BANGSAT! JANGAN


KEMBALI KAMU KE SINI!”
363
The Emerald motzky

Dan itulah akhir dari semuanya.

Aku kehilangan istri.

Kehilangan pekerjaan.

Dan kehilangan hidup yang


selama ini aku pikir baik-baik saja.

Selama ada Emerald disampingku.


Selama ada dia yang menjadi teman
sehidup sematiku.

Tapi, nyatanya aku salah.


Kesalahanku tak termaafkan.

Sampai Emerald pergi jauh dari


hidupku.

364
The Emerald motzky

***

Sepertinya ini kesepian yang


Emerald rasakan selama ini.

Setelah dua tahun kami berpisah,


aku menyelesaikan proyek-proyek
yang mengatasnamakan namaku.

Hubungan aku dan Papa


merenggang. Beliau sempat mendekat
dengan menyodorkan beberapa foto
perempuan untuk melakukan
perjodohan bisnis lagi.

Tapi, dengan tegas aku


mengatakan akan mengejar Emerald
365
The Emerald motzky

lagi. Dan itu yang membuatnya marah


besar.

Papa memberikan ultimatum akan


mengusirku dari keluarga Geraldi
kalau tidak mengikuti perintahnya
kali ini.

Bertahun-tahun aku hidup


mengikuti keinginan Papa. Memang
benar adanya aku bisa sesukses ini
karena beliau juga.

Tapi, titik lelahku sudah berada di


ambang batas kalau yang aku
inginkan hanyalah Emerald seorang.

366
The Emerald motzky

Mungkin terlambat untuk


pernyataan ini. Tapi, aku pun sudah
tidak bisa mengerti apa lagi yang aku
inginkan kecuali Emerald.

Aku tahu kalau mantan istriku


berada di Semarang. Dia hidup
sebagai story teller di rumah sakit
kanker anak-anak. Aku sempat datang
ke rumah sakit itu untuk mengintip
Emerald yang dengan lembut dan
cerianya membacakan cerita di
hadapan anak-anak.

Perempuan itu sangat menyukai


anak kecil. Dia sering bercerita kalau

367
The Emerald motzky

dulu sebelum kami menikah, dia


sering bersitegang dengan para
preman jalanan untuk mengambil
anak-anak kecil yang dipaksa
mengamen.

Jiwa sosialnya sangat tinggi, apa


lagi kalau sudah berhubungan dengan
anak kecil.

Sayangnya di pernikahan kami,


Tuhan belum memberi kepercayaan
Emerald untuk mengandung.

Kami sempat memeriksakan diri


dan tidak ada yang bermasalah.

Emerald sempat sedih akan hal ini.


368
The Emerald motzky

Apa lagi Mamaku yang terang-


terangan mengharapkan cucu dari
kami berdua.

Rencananya, kami akan


melakukan progam kehamilan.

Bahkan aku sempat menyuruh


Setno untuk mencari dokter
kandungan terbaik.

Sayangnya, masalah datang lebih


cepat.

Emerald sudah terlalu patah hati


dan kecewa padaku.

Dia pergi tanpa memberikan


kesempatan aku memperbaiki diri.
369
The Emerald motzky

Dan akhirnya aku hanya bisa


menerima pasrah semuanya.

Saat proyek sudah selesai, Papa


benar-benar menendangku dari
perusahaan.

Aku pergi ke Semarang, dalam


misi untuk mengambil hati
perempuan yang aku cintai.

Emerald masih sama.

Dia semakin mempesona dengan


kesederhanaan dan kelembutannya.

Hingga rasa cintaku mengembang


semakin besar untuknya.

370
The Emerald motzky

Bodohnya aku yang berharap


terlalu tinggi. Dua tahun ini Emerald
berhasil membangun kembali
pertahanan dirinya. Dia sudah bukan
Emerald istriku yang penurut dan
pasrah.

Dia Emerald yang tangguh.

Dan tentunya dia bukan lagi


Emerald-ku.

Lagi-lagi aku terlambat pada


kenyataan itu.

Aku kembali kehilangan dirinya.

Kali ini benar-benar selamanya.

371
The Emerald motzky

Sebulan lebih menarik hatinya


berakhir aku yang pulang ke Jakarta
dengan patah hati berat.

Sekarang aku paham rasa sakit


yang Emerald rasakan.

Rasanya sangat amat sialan sakit.

Kembali ke Jakarta, perusahaan


Papa tentu saja tidak bisa kehilangan
aku sebagai kepala di sana.

Dengan sikap tinggi hatinya, Papa


menekanku melewati Mama agar aku
bisa kembali ke perusahaan.

372
The Emerald motzky

Bujukan Mama memang tidak bisa


aku tolak, apa lagi diikuti oleh derai
air mata.

Mengingat aku adalah anak tungal


mereka, akhirnya aku kembali ke
rumah.

Dengan syarat tak ada perjodohan.

Aku ingin Tuhan yang mengatur


jalan kisahku.

Aku ingin kisahku dibuat seindah


mungkin.

Seperti kisah Emerald yang


terbaru.

373
The Emerald motzky

Tertera jelas pada tinta emas di


undangan putih gading yang ditaruh
Setno di atas meja kerjaku.

Nafasku bergetar membaca nama


yang tertera di sana.

Hati kecilku berteriak, “Harusnya


aku!”

Tapi, memang bukan namaku di


sana.

Emerald Purwija

&

Armando Putra Suryo


374
The Emerald motzky

Ya. Aku harap kalian berdua


berbahagia.

Tuhan pasti menyiapkan lembaran


baru yang siap kalian isi.

Untuk kalian berdua.

“Bahagia selalu, Emerald-ku.”

***

375

Anda mungkin juga menyukai