Anda di halaman 1dari 4

Cerita Masa Kecil Ku

Oleh. Ismail Marzuki

El, itulah panggilan nama kecil ku yang akrab dipanggil oleh kedua orang tua serta teman-
teman sepermainanku, bocah cilik yang berusia 7 Tahun bertubuh kecil dan mungil dengan
berbagai kepolosan yang kupunya. Aku dilahirkan di sebuah desa Dayamurni yang sangat
sejuk dan asri. Aku dilahirkan pada waktu menjelang tengah malam. Aku dibesarkan
tengah-tengah keluarga besar karena banyak anaknya. Aku merupakan anak ke-5 dari
enam bersaudara buah hati dari pasangan Bunda Sitiwati dan Abi Rimpen. Kami sekeluarga
tinggal di gubuk yang sangat sederhana dan berada agak jauh dari perkampungan warga.
Sedari kecil hari-hari ku lalui dengan penuh riang gembira.

Masa kecil penuh keceriaan biasanya dilalui anak-anak pada umum nya. Terkadang waktu
cepat habis terbuang sia-sia, hanya bergelut dengan berbagai jenis mainan tanpa ada habis
nya, mulai dari bermain karet, kelereng, engkling, gambar/wayang, gobak sodor dan
berbagai permainan tradiosional lainnya. Adakala nya di akhir pekan, anak-anak bermain
kejar-kejaran sambil berenang di sungai. Salah satu sungai yang menjadi tempat bermain
adalah Way Bangik (Bahasa Lampung nya Air enak). Lain hal nya dengan ku yang dari
kecil (usia tujuh tahun) sudah diajari dan diberikan tugas oleh Abi dan Bunda untuk
melakukan tugas dengan penuh tanggung jawab. Salah satu tugas yang diberikan adalah
mengurus dan mengembalakan kambing. Entah apa yang terlintas dibenak ku saat itu mana
kala Orang tua ku memberikan tugas dan tanggungjawab itu, namun aku menerima tugas
tersebut dengan senang hati.

Aku sangat terkesan dengan Kerja keras dan semangat kerja Abiku (panggilan untuk Ayah)
dan Ketulusan dan perjuangan Bunda ku. Sungguh tak dapat ku lukiskan dengan kata-kata.
Jika semua Tinta dituliskan tak bisa untuk melukisnya. Abiku bekerja sebagai seorang
penjaga sekolah, sedangkan Bunda bekerja sebagai Ibu Rumah Tangga dan bertani di
kebun. Sejak usia ku tujuh tahun, aku sudah diajari untuk mengurus dan mengembalakan
kambing serta membantu kedua orang tua ku di sawah dan Ladang. Aku tak habis pikir apa
makna yang ada saat itu, tapi aku harus dapat melakukan tugasku dengan sebaik-baiknya
dengan penuh tanggung jawab.

Beruntung sedari kecil ku sudah didik dengan kedisiplinan dan tanggungjawab. Penghasilan
Orang tua yang sangat terbatas, membuat Abi dan Bunda Pontang-panting untuk terus
mengais rezeki dari kerja keras. Abi yang hanya lulusan SD hanya bekerja sebagai Penjaga
Sekolah SD, sedangkan Bunda selain sebagai Ibu Rumah Tangga juga banting tulang
membantu Abi untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari. Walaupun penghasilan mereka
sangat terbatas, mereka rela bekerja tanpa mengenal lelah dan mengorbankan apapun agar
anak-anaknya dapat mengenyam pendidikan yang layak.

Kedua orang tua ku sangat tegas dalam mendidik ke enam anak-anaknya. Mereka berprinsip
agar dapat keluar dari jerat kemiskinan, maka pendidikan yang tinggi harus ditempuh
dengan daya dan upaya yang sangat besar. “ Nak, Abi dan Bunda tidak ingin kalian meniru
jejak kami sebagai orang tua yang berpendidikan rendah, untuk itulah kalian harus rajin dan
tekun belajar dan berusaha agar sukes, cukuplah kami yang mengalami pahitnya hidup ini”
Itulah sepenggalan Kalimat yang terlontar dari kedua Orang Tua ku.

Suatu ketika Bunda berkata terus terang bahwa untuk uang sekolah mu saja, Bunda harus
pontang-panting kesana kemari mencari uang pinjaman. Dengan genangan air mata, Bunda
menatap ku dengan tajam sambil menepuk pundak ku seraya berkata “ El, uang sekolah
yang Bunda berikan beberapa hari yang lalu berasal dari menggadaikan perhiasan emas
(Cincin) milik tetangga. Belajarlah yang serius dan tekun ya Nak”. Mendengar kata Bunda
itu, Bumi tempat kaki ku berpijak seolah-olah berhenti berputar, jantung ku pun seakan
berhenti mendadak, lemah seolah tanpa darah. Tapi justru itu menjadi pemicu dan
penyemangat hidup ku dan bertekad harus bisa sukses. Aku harus bisa! Bismillah!

Tinggal di lingkungan yang sepi, ditepi hutan, jauh dari keramaian dengan berbagai
kesulitan hidup yang dialami tidak serta merta membuat aku berkecil hati dengan teman-
teman sekolah ku. Aku harus tetap tersenyum saat ketemu mereka dan menyembunyikan
perasaan yang sesungguhnya mana kala mereka menanyakan kondisi kehidupan ku. Tekad
ku sudah bulat, sebut saja ini semacam dendam terhadap keadaan yang sama sekali bukan
kealfaan kedua orang tua atas ketidakpunyaan ini. Ku tahu benar apa yang telah dilakukan
orang tua ku, mereka bekerja keras banting tulang demi untuk menghidupi anak-anaknya.

Harus ku akui, Abi adalah orang yang idealis, tipe orang zaman dahulu yang menganggap
pandangan / cara pikir nya adalah yang benar sebagai harga mati.
Abi ku awalnya hanya Penjaga Sekolah di SD Negeri 7 Dayamurni (SDN 4 Dayamurni,
sekarang). Dengan pekerjaan sampingan sebagai petani, dan memelihara beberapa ekor sapi
dan kambing dengan sistem bagi hasil (gadu, bahasa jawa, bagi dua). Karena Abi ku merasa
kewalahan mengurus semua hewan ternak, akhirnya tanggung jawab ternak kambing
diserahkannya kepada ku.

Pola pendidikan yang diterapkan orang tua ku lebih pada tingkah laku seperti pola orang tua
zaman dahulu pada umumnya. Lebih kepada bentuk dan contoh nyata yang mana manfaat
nya masih terasa sampai sekarang. Akumulasi dari didikan agama dari orang tua dan guru
ngaji, kedisiplinan orang tua serta kerasnya lingkungan yang ku lalui memunculkan
pengalaman jiwa yang amat luar biasa. Tak sanggup ku gambarkan dan tak mampu ku
uraikan dengan kata-kata.

Aku sangat bersyukur dengan pendidikan keras yang diberikan oleh Kedua Orang tua ku,
Khusus nya Abi. Aku diajari bagaimana susah nya hidup ini, bekerja keras banting tulang
hanya sekedar untuk mendapatkan uang jajan serta sedikit demi sedikit untuk membantu
membeli perlengkapan dan keperluan sekolah. Alhamdulilah pendidikan dan pengajaran yang
diberikan memberikan ku pengalaman hidup dan kemandirian yang sangat luar biasa. Kalau
teman-teman sebaya ku mendapatkan uang tanpa susah payah berbeda dengan ku yang harus
banting tulang dan peras keringat untuk mendapatkannya walaupun hanya sedikit.
Kirimkan naskah dalam bentuk attachfile melalui surel: akun surel leader
munaawar5@gmail.com

Profil Penulis

Ismail Marzuki, S.T., M.T., lahir di Lampung Utara, 25 Januari 1985, anak ke lima dari
enam bersaudara dari pasangan Bapak Rimpen dan Ibu Siti Wati. Menikah dengan Meliya
Sari, S. Pd., dan dikaruniai dua orang putra.
Riwayat Pendidikan, lulus SDN 7 Dayamurni, SLTPN 1 Tulang Bawang Udik, SMUN 1
Tulang Bawang Udik. Jurusan Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Lampung,
Program Pascasarjana Universitas Bandar Lampung Program Studi Magister Teknik Sipil.

Pengalaman kerja, sebagai Pegawai Honorer Dinas Pekerjaan Umum 2009-2014 Pemkab
Tulang Bawang Barat, Dosen di STIMIK Pringsewu Cabang Tulang Bawang Barat, PNSD
Pemkab Mesuji sebagai Guru Kejuruan pada SMKN 1 Panca Jaya.

Karya berbentuk buku yang telah diterbitkan adalah Buku Antologi berjudul Sejuta Kisah
Untuk Ibuku Jilid 1 diterbitkan Oleh CV Ainun Media dengan ISBN 978-623-6811-23-8.
Penulis dapat dihubungi di alamat surat elektronik zukie.alka.boy@gmail.com atau Telp &
WA 081369431523.

Anda mungkin juga menyukai