Anda di halaman 1dari 9

Love in Chaos

Love in Chaos

Yenny Marissa

PENERBIT PT ELEX MEDIA KOMPUTINDO


Love in Chaos
Copyright © 2017 Yenny Marissa

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang


Diterbitkan pertama kali tahun 2017 oleh
PT Elex Media Komputindo,
Kelompok Gramedia, Anggota IKAPI, Jakarta

Love in Chaos
Editor: M.L Anindya Larasati

EMK: 717032047
ISBN: 978-602-04-5106-0

Dilarang mengutip, memperbanyak, dan menerjemahkan


sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa izin tertulis dari
penerbit.

Dicetak oleh Percetakan PT Gramedia, Jakarta


Isi di luar tanggung jawab Percetakan
Bab 1

“Lagi dan lagi. Arjuna Prasetya memenangkan penghargaan


sebagai penyanyi terbaik dan juga penyanyi dengan penjual­
an album terlaris tahun ini. Suara yang merdu de­ngan wajah
yang memesona ini selalu berhasil membuat para wanita–”
Olin langsung mematikan televisi yang sedang diton­
tonnya. Memangnya sehebat apa si Arjuna-Arjuna itu, sam­
pai menerima berbagai penghargaan? Terlalu berlebihan!
Perempuan itu lalu memijit pelipisnya perlahan. Biasanya
akhir pekan selalu bisa membuatnya bahagia karena un­
tuk sementara bisa keluar dari kesibukannya di kantor, tapi
saat ini dirinya justru sibuk merutuki diri sendiri. Bibirnya
mengumpat kecil saat melihat chat yang baru saja masuk ke
ponselnya.

Jgn lupa pikirin yg mama blg kmrn ya, Sayang….

Bagaimana mungkin dirinya menyetujui permintaan


orangtuanya itu? Bagaimana mungkin?! Demi Tuhan, ini
tentang masa depannya. Pernikahannya. Bagaimana mung­
kin dia menikah dengan pria yang tidak pernah dikenalnya?
Astaga, Lin! Bego kalau lo tolak calon suami kayak Arjuna.
Kapan lagi dapet laki-laki yang ganteng terus punya suara se­
bagus dia? Gue juga yakin, dia pasti tajir banget! Terima aja
kali. Nggak usah nolak segala.
Yenny Marissa

Olin mencibir saat teringat perkataan Jean yang histeris


saat tahu dirinya akan dijodohkan dengan penyanyi idola
sahabatnya itu.
Deringan ponselnya membuat Olin kembali tersadar.
Melihat nama yang tertera di layar ponselnya, perempuan
itu langsung membuang napas pelan.
“Ya?”
“Udah dipikirin baik-baik, kan, Lin?”
“Belum, Pa,” jawab Olin apa adanya, yang langsung di­
sambut helaan napas papanya.
“Besok malam Arjuna sama orangtuanya mau ke rumah.”
“Pa….”
“Sekali ini aja, Lin. Jangan bantah Papa. Oke?”
Olin menghela napas dengan berat. Untuk kali ini, dia
tidak mungkin bisa menang melawan papanya. “Jam be­
rapa?”
“Jam tujuh malam.”
“Oke. See you kalau gitu, Pa.”
Klik.
Olin langsung memutuskan panggilan telepon, tidak
peduli kalau dianggap anak yang tidak tahu sopan santun.
Sekarang pikirannya sibuk merutuki kebodohan yang baru
saja dilakukannya, hanya karena mengingat perkataan sang
papa beberapa hari yang lalu. Ditambah lagi dengan tatapan
yang tidak pernah dilihatnya. Tatap­an memohon.
Papa pernah ngalah waktu kamu nggak mau jadi pe­
ngacara, Lin. Papa pernah ngalah waktu kamu dengan se­
enaknya keluar dari rumah cuma buat impian kamu. Jadi
buat kali ini aja, jangan bantah Papa.
Damn! maki Olin dalam hatinya lalu kembali memba­
ringkan tubuhnya di kasur.

2
Love in Chaos

*****

Arjuna hanya memandang mamanya tanpa minat, mende­


ngarkan kata demi kata yang diucapkan oleh pe­rempuan
paruh baya yang sangat dicintainya itu. Mamanya sedang
menjelaskan calon menantu idaman de­ngan menggebu-
gebu.
“Kamu dengerin Mama nggak sih, Ar?”
“Iya, denger, Ma,” jawab Arjuna malas-malasan. Jika
tahu mamanya akan datang ke apartemennya hanya untuk
kembali membicarakan perjodohan, lebih baik dia bilang
kalau ada latihan dengan band-nya.
“Jadi kapan kamu bisa ketemu sama anak temennya
Papa itu?”
Arjuna berdecak kecil. “Nggak bisa sekarang-sekarang
ini, Ma.”
Mata mama Arjuna menyipit. “Kenapa? Eca bilang
besok sama lusa kamu nggak ada jadwal, jadi Papa udah bi­
lang kalau kita akan ke rumah temennya itu besok malam.”
Napas Arjuna tiba-tiba terasa lebih berat saat mende­ngar
kalimat mamanya itu. Kalau sudah begini, mau berbohong
sampai bibirnya lepas pun, tidak akan bisa.
“Kalau dia nggak cantik, apalagi nggak seksi, aku nggak
mau ya, Ma.”
Kali ini mama Arjuna mencibir saat mendengar per­
kataan anaknya yang lebih mirip ancaman itu. “Ja­ngan me­
ragukan kemampuan Mama buat cari menantu. Mama bu­
kan kamu, yang cuma lihat dada besar tapi otaknya kecil.”
Arjuna meringis geli mendengar kalimat mamanya itu.
“Ya udah. Besok jam berapa, Ma?”

3
Yenny Marissa

“Jam tujuh,” jawab sang mama. “Ayo, antar Mama pu­


lang. Papa pasti lagi nyariin Mama.”
“Lah, tadi Mama ke sini sama siapa?”
“Sama Mang Diman, terus Mama suruh pulang lagi.
Mama lagi pengin diantar sama anak Mama satu-satu­nya.”
Arjuna merengut, tapi akhirnya ikut bangkit dari
duduknya menyusul sang mama. Keinginannya untuk tidur
lebih cepat sepertinya hanya akan menjadi angan.

*****

Karena rasa cinta yang begitu besar kepada sang mama,


akhirnya Arjuna memutuskan untuk tetap datang ke ru­
mah Olin, perempuan yang akan dijodohkan de­ngannya
itu. Setelah berbicara pada manajernya, pria itu pun se­gera
melajukan mobilnya karena sang mama–sejak tiga jam yang
lalu–sudah menerornya dengan panggilan-pang­gilan ke
ponselnya. Tiga puluh menit kemudian, Arjuna sampai di
depan sebuah rumah mewah dengan halaman yang terlihat
berwarna dengan banyak tanaman menghiasi.
Setelah mengucapkan salam, Arjuna langsung masuk
ke dalam rumah itu dengan disambut ramah oleh tante Ki­
nar. Dia sudah pernah bertemu saat ada pesta di rumahnya
tempo hari. Kali ini, Arjuna baru sadar kalau ternyata tante
Kinar ini adalah mama Olin. Arjuna pun mengalihkan pan­
dangannya ke arah ruang keluarga dan mendapati papanya
sedang berbicara dengan seorang pria paruh baya yang sa­
ngat diyakininya sebagai papa Olin.
Mama Olin lalu memintanya untuk bergabung di ruang
keluarga bersama dengan para pria paruh baya itu. Sete­

4
Love in Chaos

lah ikut berbincang sedikit dengan mereka, Arjuna mulai


mengedarkan pandangannya hampir ke seluruh sudut ru­
angan. Pria itu mulai mencari sosok perempuan yang akan
dijo­dohkan dengannya itu. Matanya belum juga menang­
kap sosok yang dimaksud.
“Olinnya belum sampai rumah, Ar. Katanya kejebak
macet tadi,” ujar mama Olin lembut seolah mengetahui isi
pikiran Arjuna.
Arjuna justru salah tingkah mendengar pernyataan dari
perempuan paruh baya itu. Pria itu hanya tersenyum kikuk
sambil meneguk sirup yang disuguhkan. Mama­nya sudah
memandangnya dengan tatapan geli.
Sekitar setengah jam kemudian, Arjuna melihat seorang
perempuan menghampiri mereka dengan wajah lelah dan
sedikit kusut. Arjuna bahkan masih terdiam di tempatnya
sampai sang mama bangkit berdiri dan me­nyapa perempuan
itu.
“Hai, Olin,” sapa mama Arjuna tersenyum sambil
memeluk Olin.
Olin tersenyum tipis sambil membalas pelukan hangat
itu. “Maaf ya, Tan. Tadi aku kejebak macet.”
“Nggak apa-apa. Kita juga belum lama kok.”
Belum lama apanya? Setengah jam itu udah lumayan lama
kali! gerutu Arjuna dalam hati mendengar jawaban mama­
nya.
“Olin sekarang mandi dulu aja. Nggak enak sama Arjuna
yang udah rapi,” ujar tante Nila, mama Olin.
Mendengar itu Olin hanya memandang Arjuna sekilas
dengan tatapan datar. Sedangkan Arjuna yang ditatap se­
perti itu hanya dapat menggerutu dalam hati. Sejak kapan
dirinya seakan tidak terlihat di mata kaum hawa?

Anda mungkin juga menyukai