Anda di halaman 1dari 2

Percayai Aku, Bunda�

�Hampir sampai, nih!� Jingga menepuk bahu Galih yang dari tadi bengong.
Galih menoleh sambil tersenyum, berusaha menyembunyikan kekagetannya.
Tapi�
� Astaga!� Galih menepuk dahinya.
�Kenapa, Lih?� Jingga heran.
�Aku lupa minta ongkos pada Bunda, �Galih kebingungan.
�Ya sudah, pakai uangku saja,� Jingga memutuskan.
Begini jadinya kalau terlambat bangun, batin Galih. Pergi terburu-buru, tanpa
sarapan, dan yang paling parah, ya itu, lupa minta uang pada Bunda. Bunda juga lupa
sepertinya. Padahal pergi dan pulang sekolah Galih harus naik bis kota. Belum lagi
kalau lapar, harus jajan.
Tadi malam Galih memang susah tidur. Dia terus memikirkan sikap bundanya yang tidak
percaya padanya. Bunda menganggap Galih pemboros, tak pandai mengatur uang, suka
belanja, dan banyak lagi julukan lain yang Bunda berikan pada Galih. Yang membuat
Galih paling kesal, Bunda memperlakukannya seperti anak kelas tiga SD. Uang saku
diberikan setiap mau berangkat sekolah. Sebel banget! Batin Galih.
�Bunda payah, Ga! Tidak mau memberiku uang saku bulanan. Padahal kan, repot, kalau
kejadian seperti ini terjadi. Untung ada kamu. Kalau tidak, aku tidak tahu harus
berbuat apa, �Galih melontarkan kekesalannya saat mereka turun dari bis kota.
Jingga tersenyum.
�Masih untung kamu dapat uang saku harian. Coba kalau tidak dapat samasekali, kan
lebih parah,� goda Jingga. �Eh, Lih! Mungkin bundamu punya pertimbangan lain,�
sambung Jingga.
�Pertimbangan apa? Pertimbangan pelit?�
�Ya� siapa tahu kamu pernah melakukan kesalahan. Sehingga bundamu menganggap kamu
pemboros. Coba ingat-ingat.�
�Mmm, aku memang dulu pernah melakukan kesalahan. Dulu Bunda selalu memberiku uang
saku untuk seminggu. Tapi baru hari keempat uang itu selalu sudah habis. Sejak itu
Bunda memberiku uang saku harian.�
�Nah, itu kamu tahu penyebabnya. Jadi memang ada alasannya, kan, bundamu tidak
memberi uang bulanan.�
�Ya� tapi itu kan dulu, Ga! Masa� sekarang Bunda masih belum bisa mempercayai aku.�
Jingga tersenyum. �Galih, kamu harus berusaha mengembalikan kepercayaan Bunda
dengan melakukan sesuatu.�
Galih mengernyit, �Melakukan apa?�
�Coba kamu sisihkan sebagian uang sakumu setiap hari. Tunjukkan pada Bunda bahwa
kamu bisa mengatur uang saku. Mudah-mudahan bundamu akan berubah pikiran tentang
kamu."
�Kamu yakin itu akan berhasil?� Galih ragu.
�Coba dulu, baru kasih komentar!�
Ya, memang tak ada salahnya mengikuti saran Jingga, pikir Galih. Lagipula saran
Jingga cukup masuk akal. Mencoba mendapat kepercayaan Bunda dengan melakukan
sesuatu. Bukan dengan janji-janji.
Galih pun mulai menyisihkan uang sakunya. Ia juga mulai belajar mencatat
pengeluaran dan pemasukan uangnya sekecil apapun.Tanpa terasa dua minggu pun
berlalu.
�Ah�� Galih menarik napas lega memandangi lembaran ribuan di kotak bekas coklat di
atas meja belajarnya. �Coba dari dulu aku menabung,�Galih bergumam lirih.
�Tak perlu menyesal. Tak ada kata terlambat untuk melakukan kebaikan, sayang��
suara merdu berbisik di telinga Galih. Galih menoleh.
�Bunda��
Bunda tersenyum sambil mengusap rambut Galih. �Bunda tahu kamu sedang berusaha
berubah. Diam-diam Bunda selalu mengikuti apa yang kamu lakukan.�
�Terima kasih Bunda. Cuma��Galih menggaruk-garuk kepalanya.
�Cuma apa!� Bunda mengerutkan dahinya.
�Bunda jangan bikin aku harus berhutang pada kondektur bis, dong! Gara-gara Bunda
lupa memberiku ongkos.�
�Ha ha ha, itu tak akan terjadi lagi, sayang. Mulai besok kamu akan mendapat uang
bulanan. Jadi, kalau kamu lupa bawa ongkos, bukan tanggung jawab Bunda lagi!� Bunda
menjentik hidung Galih.
Galih memeluk bundanya erat-erat. Galih sangat bahagia. Bukan cuma karena ia
mendapat uang bulanan, tapi kepercayaan Bunda pada dirinya. Galih ingin hari segera
pagi. Ia sudah tak sabar ingin mengabarkan semuanya pada Jingga.

Anda mungkin juga menyukai