Anda di halaman 1dari 10

T

U
G
A
S

BAHASA INDONESIA

NAMA : M. DAFFA KHAIDAR KHALIS


KELAS : 3 B
Cerpen Anak: Rahasia Ica

Sudah dua hari ini Ica merasa gelisah. Ica juga menolak ajakan Ratih
untuk jajan dikantin. Alasannya, masih kenyang.

“Ica, tunggu...” Ratih mengejarnya. Ica berjalan agak cepat.

“Kamu kenapa sih Ca, kan kita sudah janjian mau pulang bareng, sama
Rinda juga ?” Kejar Ratih, ngos-ngosan.

“Kamu marah ya sama aku?” Ratih memegang bahunya.

“Tidak, aku hanya sakit perut. Aku duluan ya” Ica berlari
meninggalkan Ratih yang bengong melihatnya.

Dirumah saat makan siang.

“Kamu sakit Ca?” Tanya Mama.

Ica hanya menggeleng. Tapi kelihatan sekali ada sesuatu yang


dipikirkan oleh bocah kelas 4 SD itu.

“Kamu bertengkar dengan Ratih?” Tanya Mama lagi.

Lagi-lagi Ica menggeleng.

“Dimarahi Ibu guru, atau pensil kesayangan kamu hilang” Mama


penasaran.

“Ga Ma, Ica kenyang”. Ica berdiri dari kursinya.

“Eh, kenapa nggak dihabiskan makanannya Ca?” Mama menatapnya


heran.

Ica sudah berlari masuk kekamarnya.

*
Uuh, Mengapa harus dia yang melihat itu? Mengapa dia mau berjanji
untuk menjaga rahasia itu? Ica sungguh menyesal.

Apa sebaiknya Ica ceritakan kepada Mama? Tapi bagaimana kalau


Rinda marah padanya. Ica akan dibilang penghianat. Bagaimana kalau
Rinda tidak mau berteman lagi dengan Ica. Ratih juga pasti akan
begitu, karena Rinda adalah sepupu Ratih, dan rumah mereka
bersebelahan.

Ah, Ica tak ingin persahabatannya dengan Ratih hancur. Ica menyukai
dan menyayangi Ratih. Ratih anak yang baik, tidak seperti Rinda.

Ica membuka laci meja belajarnya dan mengeluarkan sebuah


penghapus berbentuk bulat bergambar Minnie Mouse. Ica
memandangnya dengan kesal. Semua gara-gara penghapus ini.

Seandainya saja Ica tidak mau menerimanya atau Rinda tidak


memaksanya mengambil penghapus ini. Ica menggigit penghapus itu
dengan kesal.

“Ica, sedang apa? Tiba-tiba Mama muncul dari balik pintu kamar Ica.

“Baca buku Ma” Ica cepat-cepat menyembunyikan penghapus itu


kebelakang punggungnya.

Mama masuk dan duduk disebelahnya.

“Ica, kalau kamu ada masalah, kamu bisa ceritakan kepada Mama.
Mama akan dengarkan dan semoga Mama bisa membantu”

Ica menunduk, “Tapi... Nanti Mama marah”.

“Kamu ini, bagaimana Mama mau marah kalau ceritanya saja Mama
tidak tahu” Mama tersenyum.

“Tapi ini tentang rahasia teman Ica Ma, Ica sudah berjanji untuk
menjaganya” Ica tidak berani menatap Mama.

“Hmmm, baiklah... Tapi kenapa kamu jadi gelisah begitu? Apa rahasia
itu adalah tentang sesuatu yang salah?” Mama mengelus kepala Ica.
Ica tidak menjawab.

“Ica, Mama menghargai keinginanmu untuk menepati janji dan


menjaga rahasia seseorang. Itu baik sekali..., tapi kamu juga harus
tahu, rahasia tentang sesuatu yang merugikan orang lain bukanlah
rahasia yang harus dijaga. Kalau kamu khawatir temanmu akan malu
jika rahasianya diketahui teman-teman yang lain, kamu bisa
menceritakannya kepada guru mu disekolah atau kepada Mama” Jelas
Mama.

“Dan ingat, penting bagi anak-anak untuk menceritakan sesuatu yang


mengganggunya dengan orang dewasa, seperti guru atau orangtua,
agar tidak terjadi hal-hal yang buruk”. Mama memandang Ica dengan
lembut.

“Tapi... Ica tidak sengaja melihatnya Ma” Rasanya Ica ingin menangis.

Mama diam menunggu Ica bicara lagi.

“Ica sudah tiga kali melihatnya, dan Rinda tahu”.

“Oh, jadi ini rahasia Rinda” Mama mengangguk-angguk.

“Pertama kali, Rinda mengambil buku tulis, saat penjaga kantin sedang
mengambil uang kembalian. Yang kedua Rinda mengambil penggaris
dan yang ketiga Rinda mengambil beberapa buah penghapus, seperti
ini” Ica memberikan penghapus yang disimpan dipunggungnya kepada
Mama.

“Rinda tahu Ica melihatnya. Lalu dia mengajak Ica kebelakang kelas
dan memaksa Ica mengambil penghapus ini. Rinda juga bilang Ica
tidak boleh bilang siapa-siapa, ini rahasia. Kalau Ica mengatakannya
kepada orang lain, Rinda akan mengajak Ratih untuk tidak berteman
lagi dengan Ica” Ica menangis terisak-isak.

Mama masih mendengarkan.


“Tapi… Ica tahu itu namanya mencuri dan Ica menerima barang
curian. Tapi Ica ga mau Ratih membenci Ica, Ratih adalah sahabat
Ica. Maafkan Ica Ma...”. Ica menangis sambil memeluk Mama.

Mama berbicara setelah Ica selesai menangis.

“Ica sayang, melindungi kejahatan itu tidak boleh dilakukan. Ica


benar telah menceritakannya kepada Mama. Ica harus tahu, Rinda
bilang begitu untuk melindungi dirinya. Mama yakin, jika Ratih adalah
teman yang baik, Ratih pasti tetap mau berteman dengan Ica. Tapi
kalau ternyata Ratih lebih membela Rinda, berarti Ratih bukan
sahabat yang baik, tidak baik juga berteman dengan orang yang
seperti itu. Ica masih bisa berteman dengan anak-anak yang lainnya
kan”. Mama tersenyum dan menghapus air mata Ica.

“Sekarang kamu tidak perlu khawatir, nanti Mama akan menelpon wali
kelasmu agar beliau bisa menasehati Rinda, dan Mama akan meminta
agar ini dirahasiakan dari teman-teman kamu yang lain”.

“Terimakasih ya Ma, rasanya lega.., juga lapar nih..”. Ica tersenyum


sambil menepuk perutnya.
Anak Kepiting Belajar Berjalan

Anak kepiting sebenarnya sudah mahir berjalan. Namun, kebanyakan


kepiting memang tak bisa berjalan lurus.
Mereka selalu berjalan menyamping. Namun, Ibu Kepiting ingin
mengajari cara berjalan yang benar kepada anaknya.
“Kau belum pandai berjalan,” ucap Ibu Kepiting.
“Aku sudah belajar berjalan, Bu. Dan menurutku, aku sudah bisa
berjalan seperti kepiting lain,” timpal Anak Kepiting.
“Kau memang bisa berjalan. Tetapi, cara jalanmu itu salah. Berjalan
yang benar itu harus lurus, dan kaki harus menghadap ke depan
semua,” terang Ibu Kepiting.
Anak kepiting mencoba mempraktikkan apa yang dikatakan oleh
ibunya. Ternyata dia tetap berjalan ke samping. Saat anak kepiting
itu mencoba membuat jari kakinya menghadap ke depan, dia malah
merasa kesakitan.
“Aku tak bisa, Bu,” ucap Anak Kepiting, pasrah.
“Pokoknya kau harus terus belajar berjalan yang benar,” kata ibunya.
“Kalau begitu, apakah Ibu bisa berjalan dengan lurus dengan jari kaki
menghadap ke depan?” tanya Anak Kepiting.
“Tentu saja Ibu bisa. Sekarang, perhatikanlah Ibu.” pinta ibunya.
Ibu kepiting lalu mencoba berjalan. Olala… rupanya ia juga hanya bisa
berjalan ke samping. Dia tak bisa berjalan dengan lurus.
“Ibu juga tak bisa berjalan lurus,” ucap Anak Kepiting.
Ibunya tak kehabisan akal. Ia mencoba lagi. Kali ini dengan jari kaki
menghadap ke depan. Anaknya memperhatikannya dengan tekun.
“Lihatlah.” seru ibunya.
Ibunya mulai berjalan dengan jari kaki menghadap ke depan. Bruk!
Dia malah terjatuh menimpa sebuah batu. Melihat hal itu, anaknya
tertawa.
“Tak baik menertawakan orangtua,” dengus ibunya.

Sejak saat itu, Ibu Kepiting sadar, memang sudah menjadi ketentuan
Tuhan bahwa kepiting selalu berjalan ke samping. Tak ada kepiting
yang bisa berjalan lurus. Ibu Kepiting menyadari kesalahannya. Ia pun
meminta maaf kepada anaknya.
“Jadi selama ini cara jalanku sudah benar ya, Bu.” tanya Anak
Kepiting.
Ibu kepiting mengangguk-angguk. Ia masih menahan rasa sakit akibat
terjatuh menimpa batu.

Pesan moral Contoh Cerpen: Anak Kepiting Belajar Berjalan


adalah jangan hanya bisa bicara, tapi tak bisa melakukan
GADIS Kecil BERHATI EMAS

Ada seorang gadis kecil yang miskin. Ia tak memiliki apa pun selain
pakaian serta penutup kepala yang ia kenakan.
Gadis kecil itu sedang membawa sepotong roti. Roti itu ia dapatkan
dari seseorang yang kasihan kepadanya.
Hari ini udara cukup dingin. Untunglah gadis itu memiliki jaket tebal
yang dipakainya. Gadis kecil itu bertemu dengan anak sebayanya.
Anak yang sebaya dengannya itu menghampiri si gadis kecil.
“Bolehkah aku meminta makananmu? Perutku sangat lapar,” ucap anak
kecil itu.
“Oh, tentu saja,” jawab si Gadis Kecil.
Gadis kecil itu memberikan rotinya kepada anak kecil tersebut.
Padahal, ia juga sangat lapar.
“Aku masih bisa menahan lapar. Sementara sepertinya anak kecil itu
sudah sangat kelaparan. Kalau aku tak memberikan makananku, pasti
dia akan sangat menderita,” gumam gadis kecil itu.
Gadis itu kembali berjalan lagi. Ia bertemu dengan nenek yang
kedinginan. Ia merasa iba dengan nenek itu. Nenek itu tak
mengenakan jaket.
“Bolehkah aku minta jaketmu? Aku sangat kedinginan.” ucap si nenek.
Gadis kecil itu lalu melepaskan jaketnya. Ia memberikan jaket itu
kepada si nenek yang kedinginan.
“Pakailah, Nek,” ujar gadis kecil itu.
“Kau sungguh baik. Semoga Tuhan selalu melindungimu,” ucap si nenek.
Kini, gadis kecil itu merasa kedinginan dan lapar. Namun, ia tak
menghiraukan itu. Ia berjalan menuju hutan. Barangkali di hutan ada
buah-buahan yang bisa ia makan.
Gadis kecil itu bertemu dengan anak laki-laki. Anak laki-laki itu
mendekatinya.”Bolehkah aku meminta tutup kepalamu? Aku sangat
kedinginan,” ucap anak laki-laki itu.
Gadis kecil itu melepaskan tutup kepalanya, lalu memberikannya
kepada anak laki-laki itu. Kini lengkap sudah apa yang ia rasakan,
yakni kedinginan dan kelaparan.
Malam pun tiba. Gadis kecil melihat cahaya bintang yang bertaburan
di langit. Tiba-tiba, tubuh gadis kecil itu bercahaya, menyerupai
cahaya bintang. Olala… lihatlah, baju gadis kecil itu berubah menjadi
emas. Bahkan dari atas langit, banyak emas yang bertaburan.
Sungguh senang hati gadis kecil itu. Ia lalu mengambil emas yang
jatuh dari langit. Semenjak kejadian itu, gadis kecil berubah menjadi
gadis yang kaya raya. Namun, ia tetap baik hati dan suka menolong
sesamanya.

Pesan moral dari Cerpen (Cerita Pendek) Anak adalah memberi


pada saat kita sedang susah itu luar biasa. Tuhan akan
memberikan gantinya melebihi apa yang kita berikan kepada orang
lain.

Anda mungkin juga menyukai