Anda di halaman 1dari 11

Ransel Ajaib

Cerita pendek fantasi berikut dikutip dari buku Kumpulan Cerpen Anak Payung-payung Impian
(2017) karya Yosep Rustandi.

Ibu Toti adalah guru di Sekolah Pelangi. Semua murid sangat mencintainya. Karena Bu Toti
ramah, penyayang, menerangkan pelajaran apapun gampang dimengerti, dan mempunyai ransel
Ajaib.

Ratri juga menyayangi Ibu Toti. Ratri baru sebulan pindah ke Sekolah Pelangi. Tapi Ratri tidak
percaya kalau Bu Toti mempunyai Ransel Ajaib.

“Tidak mungkin ada ransel Ajaib yang bisa mengeluarkan banyak benda,” Kata Ratri.

“Kalau tidak percaya, ikut saja bila berjalan-jalan di tepi hutan,” timpal Asih, teman sebangku
Ratri.

Bu Toti sering mengajak jalan-jalan murid-muridnya. Dia menerangkan ilmu pengetahuan


sambil langsung melihat alam. Bila jalan-jalan, Bu Toti selalu membawa ransel gendong
ajaibnya. Ransel berwarna pink muda yang lucu. Di depannya digantung boneka monyet yang
sedang tersenyum.

Waktu jalan-jalan ke perkampungan di tepi hutan, Bu Toti memberikan hadiah kepada saja yang
ditemuinya. Ada yang diberi mi instan, susu bubuk, beras, tepung terigu, cangkul, baju, dan
benda lainnya. Semua benda yang diberikan itu dikeluarkan dari ransel gendongnya.

“Anak-anak, kita beristirahat di sini. Kita duduk melingkar,” kata Bu Toti setelah memasuki
hutan. “Tapi sebelum kita makan, ada yang ingin diberi bagian terlebih dahulu.”

Bu Toti mengeluarkan banyak buah-buahan. Ada apel, pisang, pepaya, pear, jeruk, dan
semangka. Tiba-tiba bermunculan banyak binatang. Ada kelinci, rusa, kura-kura, monyet,
burung, dan entah apa lagi. Ratri terkejut dan takut.

“Tenang saja, itu teman-teman Bu Toti, teman-teman kita juga,” kata Asih.

Setelah binatang itu pergi, Bu Toti mengeluarkan makanan dan minuman lagi. Setiap siswa
mendapatkan sebungkus nasi dan lauknya, sebotol minuman mineral, dan sebuah buah-buahan.
Ratri takjub melihatnya. Ransel Bu Toti memang benar-benar ajaib.

Menjelang siang mereka pulang. Di perjalanan pulang, Bu Toti menghampiri Ratri.

“Ratri tidak usah heran dengan ransel Ibu,” kata Bu Toti seperti tahu apa yang ada di pikiran
Ratri.

“Ini adalah ransel ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan itu menakjubkan. Semakin kita
memberikannya kepada orang lain, kepada makhluk lainnya di dunia ini, bukannya menjadi
habis, tapi malah semakin banyak.”

Ratri tersenyum.

“Makanya, Ratri harus pintar, banyak membaca, banyak belajar,” sambung Bu Toti.

Ratri memeluk Bu Toti. Dia berjanji akan belajar sungguh-sungguh, membaca sebanyak-
banyaknya. Dia ingin mempunyai ransel pengetahuan yang ajaib. Dia ingin menjadi orang pintar
yang membagikan ilmu pengetahuannya dengan bijaksana.
Bukan untuk Aku
Contoh cerita pendek lucu berikut dikutip dari buku 100 Kisah Jenaka untuk Anak Muslim
(2019) karya Gamal Kamandoko.

Mamat berlibur ke rumah neneknya di desa. Kedatangan Mamat disambut dengan sukacita oleh
neneknya. Agar cucunya betah, nenek Mamat memperlakukan Mamat dengan istimewa.

Untuk makan Mamat, neneknya menyediakan makanan yang enak-enak. Sebelum Mamat tidur,
neneknya mendongeng. Setelah Mamat tidur, neneknya tetap terjaga di dekat Mamat untuk
menjaga Mamat dari gigitan nyamuk. Pokoknya, nenek Mamat memperlakukan Mamat dengan
istimewa.

Suatu pagi nenek Mamat menyediakan sarapan. Menunya nasi goreng, dua potong ayam
kampung goreng, pisang, dan segelas air putih. Nenek Mamat juga menunggui cucu
kesayangannya itu saat sarapan.

"Bagaimana, Mat, masakan Nenek enak?"

"Wah, enak sekali, Nek," puji Mamat yang membuat neneknya senang.

"Nasi goreng bikinan Nenek enak banget. Ayam gorengnya enak banget. Pokoknya semuanya
enak banget."

"Kalau kamu di rumah, bagaimana dengan sarapanmu?"

"Kadang istimewa dan kadang juga biasa-biasa saja, Nek," jawab Mamat jujur. "Tergantung
keuangan ibu, kan, Nek?"

Nenek Mamat tersenyum dan mengelus-elus rambut Mamat.

"Tapi kalau Mamat sedang sarapan di rumah, ibu selalu membuat satu gelas susu, dua lembar
roti bakar, dan dua butir telur setengah matang," jawab Mamat.

Nenek Mamat menganggukan kepala.

Keesokan harinya, Mamat terheran-heran dengan menu sarapan yang disediakan neneknya. Di
meja makan telah tersedia dua lembar roti bakar, dua butir telur ayam kampung setengah matang,
dan satu gelas susu.

"Kenapa Mat?" nenek Mamat terkejut karena dilihatnya Mamat kurang suka dengan sarapan
yang sudah ia sediakan.

"Bukankah sarapan seperti ini yang biasa kamu makan di rumah?"

"Nek," kata Mamat, "Yang biasa sarapan dengan dua lembar roti bakar, dua butir telur ayam
kampung setengah matang dan satu gelas susu itu ibu! Bukan Mamat, Nek!"
Gajah dan Kancil Lomba Lari
Contoh cerpen fiksi motivasi tentang gajah dan kancil berlomba lari ini dikutip dari buku
Dongeng Lengkap Kancil, penerbit Laksana (2020).

"Kancill, kenapa kamu murung?" tanya Gajah sepulang dari mandi di sungai. Badan Gajah
terlihat bersih.

"Kamu tahu, besok ada lomba lari?" Kancil menjawab pertanyaan Gajah.

"Iya, aku tahu. Aku, kan, besok ikut lomba lari," jawab Gajah.

Kancil tambah sedih.

"Hel, hei, kamu kenapa sedih? Apa aku punya salah ke kamu, Kancil?" tanya Gajah. Dia takut
ada kata-kata yang menyinggung perasaan Kancil.

"Bukan, Gajah. Kamu tidak salah. Aku hanya sedih karena besok tidak bisa ikut lomba lari."
Kancil akhirnya menjawab rasa penasaran Gajah.

"Kenapa kamu tidak bisa ikut lomba, Kancil?"

"Kakiku belum sembuh. Kemarin aku jatuh ketika latihan lari di tengah hutan, Kakiku
tersandung akar pohon," jelas Kancil.

"Besok pasti sudah sembuh, Kancil," hibur Gajah.

"Mana mungkin sembuh, Gajah." Kancil menangis tersedu- sedu. Padahal, ia sudah latihan lari di
tengah hutan selama berhari-hari.

"Jangan bersedih, Kancil. Tenang saja, besok kamu bisa ikut lomba lari bersamaku. Aku akan
menjemputmu pagi-pagi sekali," kata Gajah.

Bagaimana bisa aku ikut lomba lari? Kadang Gajah berlebihan dan hanya mencoba
menghiburku, bisik hati Kancil.

Keesokan harinya, Gajah datang ke rumah Kancil. Kancil yang sedang bermain dengan adik-
adiknya kaget. Ternyata, Gajah benar-benar datang menjemputnya.

"Naiklah ke punggungku, Kancil," ajak Gajah.

Kancil tidak bisa menolak. Dia naik ke punggung Gajah. Ketika sampai di arena lomba lari,
Kancil tetap duduk di punggung Gajah.

"Kita akan lomba lari bersama," ucap Gajah.

"Bagaimana caranya?" tanya Kancil kebingungan.

"Duduklah di punggungku dengan manis, Kancil. Kita akan lariii...," ucap Gajah sambil berlari
bersama hewan lainnya.

Kancil senang sekali, Gajah memang sahabat yang sangat baik. Mereka berlari bersama sampai
garis finis.
Kegembiraan di Hari Perayaan Kemerdekaan

Cerpen singkat yang mengangkat cerita mengharukan pada saat perayaan kemerdekaan ini
dilansir dari laman detikcom. Simak ya, Bunda.

Pada suatu sore hari yang panas, Aku bersama teman-teman yaitu, Rina, Eka, Ratna, dan Ratih
bersiap-siap untuk mengikuti lomba perayaan hari kemerdekaan yang dimulai dari rute kp.
Neglasari - kp. perbatasan.

Dari sekian lomba yang aku ikuti, lomba yang berhasil masuk sampai final dan paling berkesan
ialah lomba balap karung. Meskipun sulit, Aku berusaha untuk menyeimbangkannya.

Semua peserta lomba balap karung telah siap untuk mendengarkan aba-aba yang dilontarkan.

"Siap... mulai!!!" teriak pak Eman selaku pemberi aba-aba.

Lima menit berlalu, tiba-tiba salah satu temanku yaitu Eka terjatuh tepat di depan ku, sehingga
menyulitkan langkahku untuk meloncat. Akhirnya Eka terpaksa berhenti dari perlombaan balap
karung dan hanya menjadi penonton di tengah keramaian warga yang menyaksikan lomba.

Aku sudah mulai menjauh dari tempat tadi dan berhasil bergerak meloncat menyusul Rina, kedua
temanku yang ada di depanku rupanya meloncat begitu cepat, Aku pun tidak ingin ketinggalan
untuk cepat sampai menuju garis finish.

Dengan sekuat tenaga Aku berusaha meloncat dengan cepat, tetapi sayang kecepatanku mulai
lemah, Rina yang tadi di belakangku kini mulai bergerak maju menyusulku, tak sampai disitu,
Aku berusaha menambah kecepatan loncatan lebih cepat lagi dan akhirnya Aku berhasil melalui
Rina.

Sekarang targetku harus bisa melalui 2 orang yang ada di depanku, yaitu Ratna dan Ratih, tapi
aku juga harus tetap waspada kalau-kalau Rina yang ada di belakangku berhasil melaluiku
kembali.

Kecepatan loncatan mereka berdua sangat bagus sehingga beberapa kali aku menambahkan
kecepatan loncatan, kecepatan loncatan mereka semakin kencang. Benar-benar hebat Aku pun
membutuhkan kecepatan loncatan ekstra untuk bisa menandingi mereka, dengan beberapa tenaga
yang masih tersisa dan semangat 45 sesuai dengan hari kemerdekaan yang sedang dirayakan,
akhirnya Aku berhasil melalui Ratih, targetku pun tinggal satu orang lagi yaitu Ratna.

Dengan garis finish yang tinggal menyisakan beberapa loncatan lagi, aku berusaha mengejar
Ratna, tetapi kecepatanku melemah, tak disangka Ratna pun berhasil melaluiku mencapai garis
finish dan keluar sebagai juara 1 di lomba balap karung final tersebut, lalu aku sebagai juara 2
dan disusul Ratih sebagai juara 3.

Aku lalu menghampiri Ratna yang sejak usai lomba terlihat kelelahan, kini berubah dengan
wajah yang berbinar-binar, karena perjuanganya tidak sia-sia memenangkan lomba.

"Selamat ya Rat kamu memang hebat!!!" ucapku.

"Makasih yaa!, Kamu juga hebat!" balasnya.

"Sama-sama, makasih!" balasku kembali.

Meskipun lomba balap karung ini tak begitu membanggakan bagi sebagian orang tetapi bagiku,
kenangan indah kegembiraan-kegembiraan yang terselip di dalamnya begitu seru dan berkesan.
Persahabatan yang Tak Akan Pernah Luntur

Surat ini kutuliskan untuk sahabatku yang Bernama Jasmine yang sudah berpindah ke luar kota.
Dengan ditulisnya surat ini, aku berharap agar persahabatan kita terus terjaga walaupun dipisah
jarak yang cukup jauh.

Kisah persabahatanku dengan Jasmine dimlai sejak kami masuk SMP. Pada saat itu, aku dan dia
baru berkenalan ketika aku ingin pingsan di jam olaharaga. Sebelum pingsan, Jasmine bertanya
padaaku, “ kamu terlihat lemas, apakah kamu perlu kupanggil guru agar segera dibawa ke
UKS?” aku yang berusaha untuk tetap kuat kemudian menjawab, “tidak perlu, aku masih kua
untuk mengikuti jam olahraga.”

Jasmine yang merasa kalau diriku benar-benar sedang tidak sehat, kemudian memanggil guru
untuk memberitahukan bahwa Putri sepertinya akan pingsan. Tanpa berlama-lama, guru olahraga
segera membawa Putri ke ruangan UKS agar bisa beristirahat. Setelah masuk ke ruang UKS, aku
merasa sudah lebih baik dan tahu kalau penyebab ingin pingsan adalah karena belum sarapan di
pagi hari.

Sesampainya kembali ke kelas, aku sangat berterima kasih kepada Jasmine karena sudah
memberitahukan kepada guru kalau aku bisa saja pingsan. Tanpa Jasmine, mungkin aku akan
pingsan. Kami berdua pun pulang bersama naik angkutan umum yang sama karena tanpa diduga
rumah kami searah.

Tiga tahun sudah aku dan Jasmine memiliki tali persahabatan dan kami selalu berbagi cerita
sedih atau bahagia. Setelah kami berdua lulus dari SMP, Jasmine bersama orang tuanya pindah
ke luar kota. Mendengar kabar itu, aku sedih karena akan sulit untuk bertemu langsung dengan
Jasmine. Meskipun sudah alat komunikasi canggih, tetapi rasanya akan kurang kalau tidak bisa
berbagi cerita secara langsung.

Tak terasa juga, aku sudah hampir selesai menempuh pendidikan SMA, sehingga aku berinisiatif
untuk menulis surat kepada Jasmine. Pada bagian akhir surat itu, aku menulis, “Apakah kita bisa
bertemu kembali di universitas yang sama?”
PELANGI SEHABIS HUJAN
Karya: Faomasi

Gemuruh ombak sayup-sayup terdengar memecah keheningan, membuat suasana malam itu
terasa semakin dingin. Etta yang pada saat itu masih berusia 5 tahun tampak sedang berbaring
sembari menatap remang-remang cahaya yang menyusup melalui celah pintu kamarnya. Tak
lama kemudian, terdengar suara keributan dari ruang tamu.

"Sekarang kamu harus memilih, aku atau dia," ujar bu Marta sambil menunjuk perempuan itu.

"Aku memilih dia," ujar Pak Ann sambil menunjuk wanita tersebut.

"Baiklah, jika kamu memilih wanita ini maka aku akan pergi bersama anak-anak,"

ujar bu Marta lagi. Ia terdiam, dan hanya bisa mendengarkan pembicaraan kedua orang tuanya.
Ia tak mampu melakukan apa-apa pada saat itu, mengingat usianya yang masih sangat kecil.

Pertengkaran kedua orang tuanya merupakan hal yang paling dia benci. Entah mengapa mereka
selalu bertengkar, ini bukan pertengkaran yang pertama. Ada rasa kesedihan yang mendalam
dalam hatinya. Ia tak bisa melakukan apapun selain melihat segala yang terjadi dengan
keluarganya dan menyimpan kesedihan itu dalam hatinya. Beberapa saat kemudian, "Eta, ayo
ikut mama. Kita pergi nak," ujar bu Marta sambil membangunkan Etta dari tempat tidur.

Etta pun segera bangkit dan menggandeng tangan ibunya. Sesampainya di pintu

"Aku memilihmu saja, karena anakku ada bersamamu", ujar Pak Ann tiba-tiba.

Bu Marta pun terdiam sesaat, dan kemudian berkata

"Baiklah, jika kau memilihku maka wanita ini harus pergi dari sini".

Pertengkaran pun akhirnya mereda, malam pun kembali sunyi. Etta pun kembali ke tempat tidur
dan terlelap. Peristiwa ini bukan yang pertama kali terjadi dalam keluarganya, beberapa waktu
lalu hal seperti ini juga pernah terjadi. Entah sejak kapan Pak Ann yang pada awalnya sangat
mencintai Bu Marta berpaling menghianatinya saat ini. Pak Ann adalah seorang supir antar kota
yang jarang pulang ke rumahnya. Dalam pekerjaannya ia bertemu dengan banyak klien yang
diantaranya adalah wanita-wanita penggoda. Para wanita tersebut sering memberikan barang-
barang kepada Pak Ann. Pak Ann pun selalu berusaha menutupi kesalahannya, dan anehnya bu
Marta selalu berhasil mengungkapnya. Ketika Bu Marta mencoba untuk mengungkapkan
kesalahan suaminya itu, Pak Ann selalu memukulnya dan melakukan hal-hal lain yang bagi Etta
itu sangat menyakitkan, sehingga membuatnya sempat trauma dan memutuskan untuk tak ingin
menikah. Keesokan harinya, wanita itu berpamitan kepada ibuku dan bersiap-siap untuk
meninggalkan rumah kami. Ada perasaan lega dalam hatiku, dan aku berharap wanita tersebut
tidak akan kembali.

Beberapa minggu setelah peristiwa itu, Bu Marta dan Pak Ann memutuskan untuk pindah tempat
tinggal. Etta merasa cukup sedih, karena harus meninggalkan kampung halamannya dan saudara-
saudaranya. Kebersamaan yang selama ini mereka rasakan terpaksa terhenti karena
kepindahannya. Dengan berat hati dan berlinang air mata Etta memasuki mobil L300 yang
berwarna biru tua itu. Ada kecemasan, kesedihan dan kerinduan yang dalam akan kampung
halamannya itu.

"Sampai bertemu kembali kampung halamanku", bisiknya dalam hati.

Beberapa lama setelah kepindahan keluarga Pak Ann, tiba tiba terdengar kabar yang begitu
memilukan. Tempat tinggal mereka dahulu terkena bencana alam. Ombak menyapu habis
seluruh rumah dan isinya, termasuk beberapa dari saudara Pak Ann juga ikut menjadi korban
bencana alam yang dahsyat itu. Beberapa tahun setelah peristiwa itu, Etta pun menyadari bahwa
kalau bukan Tuhan yang berencana memindahkan mereka, maka mungkin mereka akan menjadi
Persahabatan Sejati

Saat ini, saya berada di kelas 3 SMP, dan setiap harinya dihabiskan bersama dengan tiga sahabat
akrab saya: Aris, Andri, dan Ana. Kami telah bersahabat sejak masa kecil kami.

Pada suatu waktu, kami membuat sebuah perjanjian persahabatan dengan menuliskannya di
selembar kertas yang kami masukkan ke dalam sebuah botol, lalu mengubur botol itu di bawah
pohon. Kesepakatan ini kami rencanakan untuk dibuka kembali saat kami menerima hasil ujian
kelulusan.

Hari yang kami nantikan akhirnya tiba, ketika kami menerima hasil ujian, dan semua dari kami
berempat berhasil lulus.

Tanpa ragu, kami berempat segera pergi ke bawah pohon tempat kami mengubur botol itu dan
menggali untuk menemukan botol tersebut. Ketika kami membuka botol tersebut, isinya adalah
pesan yang kami tulis dulu: “Kami berjanji untuk selalu bersama selamanya.”

Keesokan harinya, Aris merencanakan sebuah perayaan kelulusan yang spesial. Malamnya, kami
berempat pergi ke suatu tempat, dan di sana, aku mengalami momen yang tak terlupakan karena
Aris akhirnya mengungkapkan perasaannya kepadaku, dan kami berdua menjadi pasangan.

Hal yang sama terjadi dengan Andri dan Ana. Malam itu menjadi saat yang istimewa bagi kami
berempat, dan kami bersiap untuk pulang.

Tetapi, dalam perjalanan pulang, aku merasa gelisah. Aku mencoba membagi perasaanku dengan
yang lain, mengatakan bahwa aku merasa tidak enak.

Andri mencoba meyakinkanku, “Tenang saja, Ndi, tidak ada yang akan terjadi. Kita akan baik-
baik saja.”

Namun, ketika kami melihat sebuah truk mendekati kami di jalan, Nindi melihat bahaya. Dia
berteriak, “Aris, hati-hati! Di depan ada truk!”

Ketika itu, terjadilah kecelakaan. Mobil kami masuk ke dalam jurang. Aku tidak bisa
menghentikan air mata yang terus mengalir, dan akhirnya aku kehilangan kesadaran.

Lalu, aku membuka mataku perlahan dan melihat ibuku berada di sampingku.

“Kamu sudah sadar, Nak?” tanya ibu dengan suara sedih.

Aku bertanya, “Di mana aku, Ibu? Di mana Ana, Andri, dan Aris?”

Ibu menjawab dengan suara terisak, “Kamu di rumah sakit, Nak. Sayangnya, Andri dan Aris
tidak bisa diselamatkan di lokasi kecelakaan.”

Aku terdiam mendengar kabar itu, dan air mata tak henti-hentinya mengalir. Hatiku hancur saat
aku berpikir tentang Aris.

“Aris, mengapa kamu meninggalkanku begitu cepat? Aku sangat mencintaimu, dan kamu pergi
meninggalkanku,” pikirku dengan penuh kepedihan.

Dua hari kemudian, aku pergi ke makam mereka, berharap bahwa kita bisa bersama sampai tua.
Tapi kini semua itu hanya menjadi kenangan. Aku berjanji untuk selalu mengenang mereka.
Mengajarkan tentang Bersikap Rendah Hati

Cerita ini menceritakan tentang seorang anak yang bernama Fitri. Fitri adalah seorang siswa
kelas 6 SD yang cerdas dan memiliki hati yang baik. Banyak teman di sekolahnya yang
menyukainya karena sikap baiknya. Fitri selalu dikelilingi oleh teman-teman yang ingin
berteman dengannya. Di sisi lain, ada seorang anak perempuan bernama Ita, yang memiliki
kepintaran tetapi bersikap sombong. Teman-temannya terbatas hanya pada Lisa dan Lily, dua
gadis kembar di sekolah mereka.

Suatu hari, guru mereka mengumumkan bahwa akan ada sebuah lomba pidato dua minggu
mendatang. Bu Yati, wali kelas mereka, memberikan kesempatan kepada siapa saja yang ingin
mengikuti seleksi. Baik Fitri maupun Ita memutuskan untuk berpartisipasi. Mereka berlatih
membaca pidato setiap hari agar dapat lolos seleksi. Ketika hari seleksi tiba, keduanya
memberikan penampilan yang mengesankan dan berhasil lolos.

Pada hari perlombaan, Ita terus-menerus merendahkan Fitri dan menyatakan bahwa dia pasti
akan menjadi juara. Sebelumnya, Ita pernah menjadi juara saat masih berada di kelas 5. Fitri, di
sisi lain, tetap rendah hati, berdoa, dan berlatih keras untuk mengingat teks pidatonya. Namun,
saat Ita tampil di atas panggung, dia tiba-tiba lupa teks pidatonya yang telah dihafal.

Kemudian, Fitri tampil dengan penampilan yang luar biasa. Semua juri, termasuk Bu Yati,
terkesan dengan penampilannya. Hasil pengumuman pun keluar, dan Fitri menjadi juara pertama,
sementara Ita tidak mendapatkan apapun. Cerita ini mengajarkan pelajaran tentang pentingnya
rendah hati dan tidak sombong dalam hidup.
SEPERTI BUNGA DAN LEBAH

“Rif, bagikan saya sebuah cerita yang bisa menjadi pelajaran,” kata Risa tiba-tiba dalam sore
yang sejuk.

“Hmm, cerita apa ya? Bagaimana jika aku membacakan sepotong cerita tentang analogi antara
Bunga dan Lebah?” jawabku dengan semangat, yang dijawab oleh Risa dengan anggukan setuju.

Kisah ini mirip dengan hubungan antara bunga dan lebah.

Aku mungkin adalah lebah, dan dia adalah bunga. Atau mungkin sebaliknya. Itu tidak terlalu
penting.

Saya memikirkan ini sebagai contoh simbiosis mutualisme. Kami memberikan satu sama lain,
tanpa perlu sadar menerima.

Kemudian, saya mulai meminta lebih banyak. Dan dia memberikan lebih banyak.

Tetapi kemudian saya menyadari, mungkin saya adalah bunga.

Sebuah objek yang tidak dapat bergerak, hanya menunggu kunjungan sesaat.

Dia adalah lebah yang muncul ketika dia perlu muncul, dan pergi ketika dia perlu pergi.

Ketika sang bunga berhenti meminta, maka keheningan pun segera tercipta. Sang lebah boleh
pergi, mencari keindahan bunga yang lain.

Dan begitu, kesunyian datang.

Risa menatapku dengan kagum, sambil berkata, “Tuan Rifazi, sejak kapan kamu bisa bercerita
seperti ini?”

“Sejak aku menyadari bahwa kita mungkin hanya bisa menjadi teman, Nyonya Risa. Saya
mungkin adalah bunga, dan tentu saja, Anda adalah lebah,” ujarku, meskipun hanya berani
kukatakan dalam
Anak Bermalasan
Minggu adalah hari libur yang ditunggu oleh banyak orang untuk beristirahat dan menghindari
aktivitas. Beberapa orang memilih untuk berdiam diri di rumah, menghilangkan penat dari
seminggu aktivitas mereka, sementara yang lain merencanakan liburan. Banu memilih opsi
pertama, memutuskan untuk bersantai di rumah, namun dia selalu merasa tidak puas dengan
liburannya.

“Banu, bangunlah, sudah siang. Kamu akan terlambat,” kata ibunya.

“Ma, Banu masih merasa lelah. Apa salahnya jika Banu bolos satu hari?” Banu memohon kepada
ibunya.

“Kamu tidak seharusnya begitu, sekolahmu penting, dan biaya pendidikanmu mahal. Jangan
menganggap remeh ilmu,” sahut ibunya dengan tegas.

“Hanya satu hari, Ma, izinkan Banu tidur lagi.”

Melihat perilaku Banu, ibunya mulai kesal, sehingga dia memutuskan untuk membawa Banu ke
sebuah panti asuhan di mana ada anak-anak dengan kebutuhan khusus.

“Sekarang, coba lihatlah, mereka juga ingin belajar seperti kamu, tetapi tidak memiliki dukungan
seperti yang kamu miliki,” kata ibunya, sambil mereka masih berada di dalam mobil.

Melalui pengalaman itu, Banu tersadarkan dan bersedia pergi ke sekolah meskipun terlambat.
Selama perjalanan ke sekolah, Banu melihat seorang anak yang berjalan pincang dengan
seragam sekolah yang sama dengan miliknya. Di dalam hatinya, Banu mengucapkan, “Aku
bersyukur masih memiliki tubuh yang sempurna untuk mengejar ilmu.”
Baik Luar Dalam

Pada hari yang cerah, dua gadis bernama Dian dan Lisa sedang berkumpul di rumah Dian untuk
mengerjakan tugas sekolah. Mereka berdua sangat fokus dan tengah bekerja dengan serius.

Kemudian, teman Dian, Tyas, datang dan menunggu di depan rumahnya. Meskipun Tyas sudah
ada di sana, Dian tampak seolah-olah tidak memperhatikan kehadirannya.

Lisa akhirnya memberitahu Dian tentang kehadiran Tyas, “Dian, Tyas ada di depan rumah dan
menunggumu. Sebaiknya kamu pergi menemuinya, dia sudah menunggu sejak tadi.”

Dian menjawab, “Lisa, tolong sampaikan kepada Tyas di depan rumah bahwa aku sedang pergi
atau katakan saja bahwa aku tidak ada.”

Lisa mencoba memberikan nasihat kepada Dian, “Dian, kenapa kamu bersikap seperti itu
terhadap Tyas? Dia sudah datang dari jauh, tidak enak memperlakukannya seperti itu. Kasihan
dia, Tyas adalah teman yang baik, Dian.”

Dian menjawab, “Kamu tidak tahu seperti apa sebenarnya Tyas, Lisa. Dia mungkin terlihat baik,
ramah, dan manis dari luar, tetapi kamu tidak boleh hanya menilai seseorang berdasarkan
penampilan. Dia mungkin manis di luar, tetapi hatinya tidak baik.”

Lisa bingung dan bertanya, “Apa maksudmu hatinya tidak baik, Dian?”

Dian menjelaskan, “Tyas sering kali berbicara buruk tentang orang lain, bahkan temannya
sendiri di belakang mereka. Dia suka menyebarkan gosip dan bicara buruk tentang orang lain.
Ada begitu banyak contohnya.”

“Dia benar-benar berbeda darimu, Lisa. Meskipun kamu bisa kasar dalam perkataanmu, kamu
memiliki hati yang tulus. Aku lebih memilih sahabat yang tulus di dalam daripada yang hanya
baik di luar. Penampilan luar tidak menentukan pertemanan bagiku, Lisa.” Dian menjelaskan
panjang lebar kepada Lisa.

Anda mungkin juga menyukai