Anda di halaman 1dari 4

Logam transisi

Logam transisi adalah kelompok unsur kimia yang berada pada golongan 3 sampai 12 (IB
sampai VIIIB pada sistem lama). Kelompok ini terdiri dari 35 unsur (jika terbukti benar, maka
akan menjadi 38 unsur). Semua logam transisi adalah unsur blok-d yang berarti bahwa
elektronnya terisi sampai orbit d. Dalam ilmu kimia, logam transisi mempunyai dua pengertian:

 Definisi dari IUPAC mendefinisikan logam transisi sebagai "sebuah unsur yang
mempunyai subkulit d yang tidak terisi penuh atau dapat membentuk kation dengan
subkulit d yang tidak terisi penuh"
 Sebagian besar ilmuwan mendefinisikan "logam transisi" sebagai semua elemen yang
berada pada blok-''d'' pada tabel periodik (semuanya adalah logam) yang memasukkan
golongan 3 hingga 12 pada tabel periodik. Dalam kenyataan, barisan blok-f lantanida dan
aktinida juga sering dianggap sebagai logam transisi dan disebut "logam transisi dalam".

Jensen meninjau ulang asal usul penamaan "logam transisi" atau blok-d. Kata transisi pertama
kali digunakan untuk mendeskripsikan unsur-unsur yang sekarang dikenal sebagai unsur blok-d
oleh kimiawan asal Inggris bernama Charles Bury pada tahun 1921, yang merujuk pada
peralihan/transisi pada perubahan subkulit elektron (contohnya pada n=3 pada baris ke-4 tabel
periodik) dari subkulit dengan 8 ke 18, atau 18 ke 32.

Unsur Logam Transisi


Seluruh unsur golongan 3 sampai 12 (IB sampai VIIIB pada sistem lama) merupakan logam
transisi, kecuali lutesium (Lu) karena merupakan lantanida, lawrensium (Lr) karena merupakan
aktinida, meitnerium (Mt), darmstadtium (Ds), dan roentgenium (Rg) karena sifat kimia
ketiganya belum diketahui (kemungkinan akan menjadi logam transisi).

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Sc Ti V Cr Mn Fe Co Ni Cu Zn
Vanadiu
Skandium Titanium Kromium Mangan Besi Kobalt Nikel Tembaga Seng
m

39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
Y Zr Nb Mo Tc Ru Rh Pd Ag Cd
Molibdenu Teknesiu Ruteniu
Itrium Zirkonium Niobium Rodium Paladium Perak Kadmium
m m m

71 72 73 74 75 76 77 78 79 80
Lu Hf Ta W Re Os Ir Pt Au Hg
Tantalu Osmiu
Lutesium Hafnium Wolfram Renium Iridium Platina Emas Raksa
m m
103 104 105 106 107 108 109 110 111 112
Lr Rf Db Sg Bh Hs Mt Ds Rg Cn
Lawrensiu Ruterfordi Dubniu Seaborgiu Meitneriu Darmstadti Roentgeni Kopernisiu
m um m m Bohrium Hasium m um um m
Unsur logam transisi
Kemungkinan akan menjadi logam transisi
Bukan logam transisi

Penggolongan
Bentuk konfigurasi elektron pada atom logam transisi dapat ditulis sebagai []ns2(n-1)dm di mana
subkulit d mempunyai energi yang lebih besar daripada subkulit valensi s. Pada ion dengan dua
dan tiga elektron valensi, yang terjadi adalah sebaliknya dengan subkulit s mempunyai tingkat
energi yang lebih besar. Dampaknya, ion seperti Fe2+ tidak mempunyai elektron pada subkulit s:
ion tersebut memiliki konfigurasi elektron [Ar] 3d6 dibandingkan dengan elektron konfigurasi
pada atom Fe, yaitu [Ar] 4s2 3d6. Unsur pada golongan 3 hingga 12 sekarang secara umum
dikenal sebagai unsur logam transisi, meskipun unsur-unsur dari lantanum hingga lutesium,
aktinium hingga lawrensium, dan golongan 12 (dahulu disebut IIB) mempunyai definisi yang
berbeda pada penulis yang berbeda.

1. Banyak buku teks kimia dan tabel periodik yang mencantumkan lantanum dan aktinium
sebagai unsur golongan 3 dan termasuk golongan logam transisi, dikarenakan atom-atom
tersebut mempunyai konfigurasi elektron terluar s2d1 seperti skandium dan itrium.
Elemen dari serium hingga lutesium dimasukkan ke dalam baris lantanida (atau
"lanthanouuid" menurut IUPAC) dan torium hingga lawrensium dalam baris aktinida.
Kedua baris tersebut bersama-sama digolongkan dalam unsur blok-f atau (pada buku-
buku lama) sebagai "unsur transisi dalam".
2. Beberapa buku teks kimia memasukkan lantanum ke dalam lantanida dan aktinium ke
dalam aktinida. Klasifikasi ini didasarkan pada kemiripan sifat-sifat kimia, dan
mendefinisikan kelima belas elemen pada masing-masing baris ke dalam blok-f meskipun
mereka mengakui bahwa blok-f hanya dapat diisi oleh 14 unsur saja.
3. Klasifikasi ketiga mendefinisikan bahwa unsur-unsur blok-f terdiri atas lantanum hingga
iterbium dan aktinium hingga nobelium, dan meletakkan lutesium dan lawrensium pada
golongan 3. Hal ini didasarkan pada aturan Aufbau (atau aturan Madelung) dalam
pengisian subkulit elektron, di mana 4f diisi sebelum 5d (atau 5f sebelum 6d), sehingga
subkulit f sudah terisi penuh pada unsur iterbium (dan nobelium) sedangkan lutesium
(dan lawrensium) mempunyai konfigurasi []s2 f14 d1. Meskipun demikian, lantanum dan
aktinium adalah pengecualian pada aturan Aufbau dengan konfigurasi elektron []s2 d1
(bukan []s2f1 seperti prediksi aturan aufbau) sehingga tidaklah pasti dari konfigurasi
elektronnya apakah lantanum atau lutesium (aktinium atau lawrensium) yang seharusnya
diklasifikasikan dalam logam transisi.

Ciri dan sifat


Ada beberapa ciri yang dimiliki bersama oleh unsur transisi yang tidak dimiliki unsur-unsur lain,
yang disebabkan oleh terisinya sebagian dari subkulit d. Di antaranya adalah:

1. pembentukan senyawa yang warnanya disebabkan oleh transisi elektron d-d


2. pembentukan senyawa dengan banyak bilangan oksidasi, dikarenakan kereaktifan yang
relatif rendah pada elektron subkulit d yang tidak berpasangan
3. pembentukan beberapa senyawa paramagnetik disebabkan oleh adanya elektron subkulit
d yang tidak berpasangan. Beberapa senyawa dari unsur golongan utama juga merupakan
paramagnetik (seperti nitrogen oksida dan oksigen).

Senyawa berwarna

Warna pada senyawa yang mengandung logam transisi pada umumnya disebabkan oleh transisi
elektron dalam dua tipe:

 transfer muatan kompleks. Sebuah elektron dapat melompat dari orbit ligan ke orbit
logam, membentuk ligand to metal charge transfer (LMCT). Hal ini dapat dilihat dengan
mudah jika logam sedang pada bilangan oksidasi yang tinggi. Sebagai contoh, warna
pada ion kromat, dikromat, dan permanganat termasuk tipe ini. Contoh lainnya adalah
pada raksa(II) iodida yang berwarna merah karena transisi LMCT.

Transisi metal to ligand charge transfer (MLCT) terjadi ketika logam dalam bilangan oksidasi
yang rendah sehingga ligan dengan mudah tereduksi.

 transisi d-d. Sebuah elektron melompat dadi satu orbit d ke orbit yang lain. Pada senyawa
logam transisi yang kompleks, antarorbit d tidak mempunyai tingkat energi yang sama.
Pola pemisahan orbit d dapat dihitung dengan teori medan kristal. Tingkat pemisahan
tergantung pada jenis logam, bilangan oksidasi, dan sifat dari ligan. Tingkat energi yang
sebenarnya ditunjukkan oleh diagram Tanabe-Sugano.

Pada kompleks yang sentrosimetrik, seperti oktahedral, transisi d-d melanggar aturan Laporte
dan hanya terjadi karena penggabungan vibronik di mana getaran molekul terjadi bersamaan
dengan transisi d-d. Kompleks tetrahedral mempunyai warna yang lumayan terang karena
perpaduan subkulit d dan p dimungkinkan jika tidak ada pusat simetri, sehingga transisi tidak
murni d-d.

Bilangan oksidasi

Salah satu ciri logam transisi adalah di mana unsur-unsur tersebut mempunyai lebih dari satu
bilangan oksidasi. Contohnya, pada senyawa vanadium diketahui mempunyai bilangan oksidasi
mulai -1 pada V(CO)6- hingga +5 pada VO43-. Bilangan oksidasi maksimum pada logam transisi
baris pertama sama dengan jumlah elektron valensi seperti titanium (+4) dan mangan (+7)
namun berkurang pada unsur-unsur selanjutnya. Pada baris kedua dan ketiga ada ruthenium dan
osmium dengan bilangan oksidasi +8. Pada senyawa seperti [Mn04]- dan OsO4, unsur logam
transisi memperoleh oktet yang stabil dengan membentuk empat ikatan kovalen. Bilangan
oksidasi terendah ada pada senyawa Cr(CO)6 (bilangan oksidasi nol) dan Fe(CO)42- (bilangan
oksidasi -2) di mana aturan 18 elektron dipatuhi. Senyawa tersebut juga merupakan kovalen.
Ikatan ion biasanya terbentuk pada bilangan oksidasi +2 atau +3. Pada senyawa yang terlarut, ion
tersebut biasanya berikatan dengan enam molekul air yang tersusun secara oktahedral.
Kemagnetan

Senyawa pada logam transisi biasanya bersifat paramagnetik apabila terdapat satu atau lebih
elektron tak berpasangan pada subkulit d. Pada senyawa oktahedral dengan elektron antara
empat hingga tujuh pada subkulit d, spin tinggi dan spin rendah mungkin terjadi. Senyawa
tetrahedral seperti [FeCl4]2- bersifat spin tinggi dikarenakan pemisahan medan kristal yang
rendah sehingga energi yang diperoleh dari elektron yang berada pada tingkat energi yang lebih
rendah selalu lebih kecil daripada energi yang diperlukan untuk memasangkan spin. Beberapa
senyawa bersifat diamagnetik. Yang termasuk golongan ini adalah senyawa oktahedral, spin
rendah, d6, dan d8 yang berbentuk segi empat planar. Feromagnetisme terjadi jika atom tunggal
bersifat paramagnetik dan arah spin tersusun sejajar satu sama lain pada bahan kristal. Logam
besi dan campuran alniko adalah contoh senyawa logam transisi yang bersifat feromagnetik.
Anti-feromagnetisme adalah contoh sifat kemagnetan yang terbentuk dari susunan khusus dari
spin tunggal pada benda padat.

Sifat katalitik

Logam transisi dan senyawanya diketahui mempunyai aktivitas katalitik sifat homogen dan
heterogen. Aktivitas ini berasal dari kemampuan logam transisi untuk mempunyai lebih dari satu
bilangan oksidasi dan kemampuan membentuk senyawa kompleks. Sebagai contoh Vanadium
(V) oksida dikenal dapat memisahkan besi (pada proses Haber) dan nikel (pada hidrogenasi
katalitik). Katalis pada permukaan bidang padat menyertakan pembentukan ikatan antara
molekul reaktan dan atom pada permukaan katalis. Hal ini mempunyai pengaruh meningkatnya
konsentrasi reaktan pada permukaan katalis dan memperlemah ikatan pada molekul yang
bereaksi (menurunkan energi aktivasi reaksi). Dan juga karena unsur logam transisi dapat
mengubah bilangan oksidasinya, sehingga efektif sebagai katalis.

Sifat lain

Sesuai namanya, semua logam transisi adalah logam dan merupakan konduktor listrik. Secara
umum, logam transisi mempunyai massa jenis yang tinggi serta titik leleh dan titik didih yang
tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya ikatan logam dengan elektron yang mudah berpindah,
yang menyebabkan kohesi yang meningkatkan jumlah elektron bersama. Meskipun demikian,
logam golongan 12 mempunyai titik didih dan titik leleh yang lebih rendah karena subkulit d
unsur tersebut mencegah ikatan d-d. Air raksa mempunyai titik leleh -38.83 °C (-37.89 °F) dan
merupakan zat cair pada suhu ruang. Logam transisi dapat berikatan membentuk bermacam-
macam ligan.

Kelogaman dari unsur logam golongan transisi lebih kuat dibandingkan golongan-golongan
utama. Hal itu disebabkan karena pada golongan unsur transisi terdapat banyak elektron bebas
dalam orbital d. [4] Dalam subkulit d tidak terisi secara penuh atau mudah menghasilkan ion-ion
dengan subkulit d yang juga tidak terisi penuh.[5]

Anda mungkin juga menyukai