Anda di halaman 1dari 5

Renata

Renata seorang gadis desa 14 tahun, dia adalah anak kedua dari 3 bersaudara.
Ayahnya melarikan diri ke pulau seberang keika keluarganya terlilit hutang, sedangkan
ibunya terkena stroke setelah kejadian itu. Kakak Renata pergi dari pulau Kalimantan untuk
merantau, hingga dirumahnya hanya tersisa ibunya, adiknya, dan dirinya. Sehari-hari Renata
pergi ke hutan untuk mencari kayu yang tersisa dari pertambangan, dia mulai pergi ke hutan
pukul 16. 00 WITA setelah pulang sekolah, dirinya berangkat mengaji setelah mencari kayu
di rumah Nek Imas bersama adiknya.

“Hei Renata, jangan takut dengan dunia ini, kesabaranmu pasti melebihi dunia dan
isinya”. Tutur Nek Imas.

“Ketika aku takut apa yang harus kulakukan Nek? Sungguh aku ingin seperti teman-
temanku, baju bagus, makanan layak, memiliki seorang Bapak, aku lelah bekerja”.

“Kamu jangan bicara seperti itu! Tuhan menurunkan cobaan pasti ada hikmahnya, pasti ada
jalannya, yang kamu butuhkan adalah sabar, jangan luput berdoa pada Yang Kuasa”.

Setelah pulang mengaji di rumah Nek Imas, Rena pergi menimba air di sumur dekat
tetangga, keluarhanya kehabisan air untuk mandi dan memasak. Keluarga kecil penuh duka
itu selalu ceria setiap harinya.

“Kak, aku mau makan udang sungai”. Ucap adik Renata.

“Pulang dari hutan kakak hanya dapat rebung untuk direbus, tak sempat turun ke
sungai”.

“Tapi kak, aku bosan hanya memakan rebung setiap harinya, sangat hambar”.

Adik Renata terus merengek, tetapi Renata tak kuasa meluapkan kekesalannya saat
melihat kondisi keluarga mereka. Akhirnya Rena mendapatkan ide untuk
menenangkannya.1

“Tatap rebung itu, bayangkan itu udang sungai yang besar dan penuh bumbu, makan
secara perlahan dan jangan lupa tutup mata agar nikmatnya terasa”. Tutur Renata.
“Bayangkan rebung itu udang sungai yang besar dan penuh bumbu, setelah itu tutup
mata. Benar Kak! Enak rasanya udang khayalan itu”. Ucap Ratih.

Ratih merupakan adik Renata sekaligus anak bungsu keluarga mereka, Ratih berusia 8
tahun, seharusnya tahun ini dia bersekolah dasar namun karena kurangnya biaya dan tidak
ada yang menjaga ibunya Ratih berdiam di rumah.

“Maafkan Ibu ya Nak, Ibu sangat egois, Ibu tidak bisa membahagiakan kalian, kalian
susah gara-gara Ibu, Ibu menyakiti kalian, maafkan Ibu”. Ucap Ibu samar-samar.

“Ibu, ini bukan salah Ibu. Terimakasih mengajarkanku arti kehidupan di usia muda. Aku
dan Ratih menjadi lebih dewasa, kembalilah sehat Ibu, aku rindu pada lekuk senyum
indahmu”. Renata terisak.

Malam itu menjadi malam duka dengan bahagisa. Mereka pun tidur terlelap walau
hanya beralaskan kasur lepet untuk bertiga.

“Renata Ahmadi, selamat ya Re, ulangan kamu 100”. Ucap Pak Edwar

“Terimakasih Pak, saya tidak dapat seperti ini bila tidak ada Bapak”.

Renata memang anak yang pintar, sesibuk apapu dia, dia pasti membaca buku untuk
dibaca, tak aneh jika nilainya selalu besar. Renata bersekolah di SMP Desa Rindang,
bangunan sekolahnya hampir roboh, atapnya bocor, gurunya pun hanya 3 orang termasuk
Pak Edwar. Murid kelas VIII hanya 15 orang karena letak sekolahnya cukup jauh memasuki
hutan, pemerintah pun terus menolak permintaan sekolah untuk renovasi . Tapi siswa di
sekolah itu sangat bersemangat dan selalu mendapat juara jika terdapat perlombaan.

“Renata pulang sekolah ayo ikut kami bermain air di sungai”. Ajak teman Renata.

“Sepertinya aku tidak bisa, aku akan mencari kayu untuk dijual”. Jawab Renata.

Setelah berpikir sejenak Renata ingat Ratih menginginkan udang sungai berbumbu.

“Tunggu Ra! Sepertinya aku ikut, tapi hanya sebentar”.

“Baiklah mari kita pergi ke sungai”.

“Wah! Momen langka ini Renata ikut bermain , biasanya dia selalu sibu”.
“Memang hahaha, tapi kali ini adikku menginginkan udang sungai, jadi aku akan ikut
bersama kalian selagi bermain”. Tutur Renata.

Dalam perjalanan ke sungai Renata menatap langit yang indah di dalam hutan, kupu-
kupu berterbangan, bunga-bunga liar sangat cantik beraneka warna. Semua keresahan dan
beban di punggungnya hilang bagaikan ia anak remaja yang baik-baik saja. Lekuk senyumnya
mulai terlihat, sangat indah.

“Satu, dua, tiga, lompat Renata. HAHAHA”.

“Air ini sangat sejuk seperti pertama kali aku menyelam di sungai”. Ucap Renata
gembira.

“Renata, apakah kamu lihat ada apa dibawah batu besar itu?”.

“Udang sungai, wah besar sekali, ayo kita buat perangkap”. Jawab Renata.

“Saya akan menangapnya, tunggu ya Renata, saya memang tak sepintar kau, tapi saya
sangat pandai menangkap udang”. Ucap teman Renata.

“Berhasil Ra, aku bangga padamu, kita dapat 4”. Renata gembira.

“Kamu ambil saja semua, Ratih dan Ibumu pasti sangat senang”.

“Tidak, aku sudah merepotkan kalian mari kita bagi”. Renata terusik.

“Sudahlah bawa saja, kami akan pulang. Sampai jumpa di sekolah”. Ucap Ra sambil
pergi melangkah.

Setelah pulang mengaji di rumah Nek Imas, Renata menyiapkan kayu bakar kering dan
mulai menyalakan pemantik, setelah itu dia mengiris-ngiris bumbu untuk udang. Hati Renata
sangat bahagia, akhirnya dia bisa memberi adiknya udang sungai berbumbu. Walau hari ini
dia tidak mendapat kayu bakar untuk dijual Renata akan bekerja dua kali lipat besok.

“Harum sekali kak, aku sudah tak sabar”. Ucap Ratih tak sabaran.

“Sebentar ya dek, kakak menunggu airnya mengental agar bumbunya lebih


meresap”.
“Aku akan menunggunya kak, aku sangat lapar”. Imbuh Ratih.

Renata segera merapikan mangkuk dan mengangkat udang sungai berbumbu itu dari
perapian. Ratih orang pertama yang menyantap udang sungai itu dengan nasi hangat.

“Sangat enak kak, aku menyukainya”.

“Sungguh, Ibu akan mencobanya, pintar sekali putri Ibu ini, cantik hati dan raganya”.

“Jangan memuji ku, aku sangat malu, aku memang cantik dan pintar, jadi tak perlu
diucapkan berulang lagi”.

Mereka saling bercanda dan tertawa.

“Kak, apakah Kakak mempunyai uang, aku ingin bersekolah Kak, teman-temanku sudah
pandai membaca sedangkan aku tidak”.

Langit malam yang berawan cantik itu serta sunyinya malam itu, terdengar ketukan
halus.

“Assalamualaikum, Ibu, Renata, Ratih, kakak pulang “. Ucap seseorang.

“Kakak, aku merindukanmu”.

“Alhamdulillah Dimas, kamu pulang ke rumah dengan selamat, Ibu sangat


mengkhawatirkanmu, sudah hampir 3 tahun kamu tidak pulang”. Ucapan Ibu samar-samar.

“Ibu, Renata, Ratih, kakak ada kabar baik, kakak sudah mendapatkan pekerjaan di Kota,
walau sebatas karyawan, kakak yakin bisa menghidupi kalian di Kota. Kita akan pindah
besok”.

“Besok? Kami mau kak, kami bisa bersekolah dengan tenang disana, mengejar impian
kami”.

“Mari kita beres-beres untuk besok, mobil kol akan datang besok pukul 07. 00 WITA”.

“Kita akan memulai hidup baru bu”. Ucap Ratih.

Keluarga Renata akhirnya bisa pindah ke Kota karena bantuan Kakaknya, mereka
meraih mimpi disana.

Anda mungkin juga menyukai