Anda di halaman 1dari 12

Berkunjung ke Kebun Binatang

Oleh Kak Priscila Stevanni

Hari ini Mira senang sekali karena ia dan kedua


sepupunya, Bayu dan Dimas akan pergi bersama
paman Karyo ke kebun binatang. Selama perjalanan
menuju ke kebun binatang dengan mobil paman Karyo,
mereka bertiga asyik mengobrol dengan satu sama
lain. Kira-kira, di kebun binatang ada apa saja ya?
tanya Bayu yang baru pertama kali pergi ke kebun
binatang. Pasti di sana ada banyak binatang dong!
sahut Dimas. Iya! Ada jerapah, gajah, monyet, burung,
dan pastinya masih banyaaaak lagi celoteh Mira
bersemangat.
Kamu sudah pernah ke kebun binatang ya, Mir?
tanya Bayu. Iya! Dulu aku pernah di ajak ke kebun binatang
sama Ayah dan Ibu, jawab Mira, Kalau, kamu Dimas?
Sudah pernah ke kebun binatang belum?
Kata Ayah dan Ibu sih, aku sudah pernah ke kebun
binatang. Tapi kayaknya aku sudah lupa deh, soalnya waktu
itu aku masih sangat kecil, jawab Dimas sambil tertawa
kecil. Oh, begitu ya Bayu mengangguk, Aku sudah
nggak sabar banget nih pengen cepat-cepat sampai di
kebun binatang!.

Paman, nanti di sana kita boleh memberi makan


binatang tidak? tanya Dimas. Kalau kata Ayah dan Ibu,
kita nggak boleh kasih makan ke mereka, Dim jawab Mira
cepat,Betul kan, Paman?. Kamu betul sekali, Mira. Kita
tidak boleh memberi makan satwa yang ada di sana, jawab
Paman Karyo. Tapi, kenapa Paman? Bayu jadi penasaran,
Bukannya memberi makan itu hal yang baik?. Memang
benar, memberi makan para satwa adalah hal yang baik,
terang Paman,Tapi, kita kan tidak tahu apakah makanan
yang kita berikan kepada para satwa tersebut aman bagi
mereka. Siapa tahu mereka tidak cocok dengan makanan
tersebut, dan karena ulah kita mereka jadi sakit. Kasihan
kan mereka?.
Iya juga ya Mira menyetujui. Kalau begitu siapa
dong yang boleh memberi mereka makan? tanya Bayu lagi.
Tentu saja petugas kebun binatang! jawab Paman Karyo.
Oh iya, satu hal lagi. Kita juga harus menjaga kebersihan
kebun binatang dengan tidak membuang sampah
sembarangan lho! Karena lingkungan yang bersih juga
penting untuk kesehatan para satwa. Siap, Paman! jawab
mereka kompak dan lantang. Tidak beberapa lama
kemudian, Mira, Dimas, Bayu, dan Paman Karyo sampai di
kebun binatang.
Mira, Dimas, Lihat deh! Yang lehernya panjang itu
jerapah kan? tanya Bayu antusias. Iya, Bayu! Kamu
benar! sahut Mira. Kalian tahu tidak, kalau jerapah itu
termasuk hewan herbivora? tanya Paman Karyo. Her-bivo-ra? Dimas dan kedua sepupunya nampak bingung, Apa
itu, Paman?

Herbivora itu, artinya pemakan tumbuh-tumbuhan.


Jadi, jerapah hanya makan tumbuh-tumbuhan, jawab
Paman, Seperti sayur-sayuran. Oh, begitu ya! Kalau
begitu jerapah pasti sehat dong ya! Soalnya, kata Ibu, Di
dalam sayur terdapat banyak vitamin dan serat yang baik
untuk tubuh. Aku saja selalu diminta untuk menghabiskan
sayur kalau makan! timpal Mira. Pantas saja kamu selalu
sehat, Mir! Ternyata kamu sering makan sayur ya? tutur
Bayu. Oh iya, selain sayur, kata ibuku, buah-buahan juga
mengandung banyak vitamin lho! Kalau aku paling suka
buah apel!. Ada juga lho, binatang yang suka dengan
buah- buahan, tandas Paman Karyo, Coba, kalian bisa
tidak menyebutkan salah satunya?.
Mira, Dimas, dan Bayu asik berunding untuk
menjawab pertanyaan Paman Karyo.
Monyet! terka Bayu bersemangat. Iya, monyet kan
Paman?. Pasti monyet! Dimas dan Mira ikut bersahutsahutan menyetujui. Pintar! Kalian benar sekali, puji
Paman Karyo. Paman, Paman, kalau binatang yang mirip
monyet tapi besar itu apa namanya? tanya Bayu. Oh, Itu
orang utan, Bayu.
Masih dalam
keluarga kera namun ukurannya
memang lebih besar dari monyet, Paman Karyo kembali
menjelaskan, Orang utan itu termasuk salah satu binatang
yang langka, lho. Jadi harus kita jaga dengan baik.
Langka? tanya Bayu tidak mengerti. Langka itu artinya
hampir punah kan, Paman? tanya Mira, Berarti jumlahnya
di bumi tinggal sedikit?. Iya, karena hutan tempat tinggal
mereka banyak yang dirusak oleh penebang yang tidak
bertanggung jawab, maka banyak diantara mereka yang
mati karena tidak punya tempat berlindung, lanjut Paman
Karyo.

Oh begitu ya. Kalau begitu, nanti kalau Dimas udah


besar, Dimas pengen jadi polisi hutan ah, biar bisa
menghukum para penebang jahat itu.
Kenapa
harus
nunggu
besar?
tanya
Paman
Karyo,Menyelamatkan mereka bisa lho, dimulai dari
sekarang.
Sekarang? ulang Mira,Kami kan masih kecil.
Bagaimana caranya. Coba, sekarang Paman tanya, kalian
tahu kertas dan tisu yang kalian pakai asalnya dari mana?
Aku tahu! seru Dimas,Pohon kan Paman?. Ya, benar!
Nah, dengan menghemat kertas dan tisu, kalian sudah
membantu menyelamatkan mereka. Wah Ternyata
gampang yah, membantu menyelamatkan mereka! seru
Mira gembira. Tuh kan, nggak perlu nunggu dewasa untuk
bisa menyelamatkan bumi ini, Paman Karyo memberi
semangat. Kalau gitu, mulai sekarang aku akan menghemat
penggunaan kertas dan tisu, ah! tukas Bayu. Iya, aku
juga susul Mira dan Dimas bersamaan.
Nah, sekarang sudah siang nih. Bagaimana kalau kita
makan siang dulu? Supaya tubuh kita kuat dan punya
tenaga lagi untuk melanjutkan melihat-lihat binatang, usul
Paman. Setuju! Bayu bersemangat,Aku udah lapar
banget nih!. Haha Aku juga, timpal Dimas. Tapi,
sebelum makan sebaiknya kita cuci tangan dulu ya!
Supaya kuman-kuman yang menempel di tangan kita tidak
masuk ke tubuh bersama dengan makanan yang kita
makan.

Oke, Paman! mereka bertiga berseru berbarengan.


Mereka pun segera mencari tempat cuci tangan terdekat
dan menyantap makan siang mereka. Setelah makan siang,
mereka siap untuk kembali melihat-lihat satwa yang ada di
kebun binatang. Hari itu menjadi hari yang sangat
menyenangkan bagi Mira, Bayu, dan Dimas. Karena, mereka
bisa belajar banyak hal di kebun binatang, dan yang paling
penting mereka jadi ingin ikut menyelamatkan satwa langka
melalui kehidupan mereka sehari-hari! Bagaimana dengan
teman-teman? Mau kan ikut menyelamatkan mereka?.

Aku Sayang Ibuku


Oleh Kak Nia

Suatu sore di depan rumahku. Aku ditemani Ibu


belajar naik sepeda roda dua, dalam rangka mengisi liburan
sekolah. Kata Ibu, liburan tidak harus bepergian, tetapi
dapat mengisi hari libur dengan hal-hal yang bermanfaat.
Aku dibelikan sepeda sejak 3 tahun lalu. Dan aku belum
pernah mencoba untuk bersepeda roda dua karena aku
takut. Takut jatuh. Ah, padahal ibuku selalu mengingatkan
aku, bahwa rasa takut itu harus disingkirkan jauh-jauh.
Bagaimana mau berhasil kalau tidak pernah mencoba,
begitu yang selalu dikatakan Ibu. Akhirnya sore ini, aku pun
belajar naik sepeda. Dengan takut-takut dan gemetar, mulai
aku kayuh. Awalnya masih dipegangi Ibu, untuk menjaga
keseimbangan. Berkali-kali gagal. Bu, Tita tidak bisa, Tita
tidak bisa, kataku sambil menangis. Ayo Sayang, kamu
pasti bisa.
Sebaiknya tidak menyerah, harus tetap berusaha
sampai berhasil. Kalau tekun berlatih, kamu pasti bisa,
ibuku memberi semangat padaku. Aku mencoba lagi. Ah.
Berhasil dua kayuhan. Aku coba lagi, yay. Sudah semakin
banyak kayuhannya. Aku semakin bersemangat. Ternyata
memang tidak terlalu sulit kalau kita sungguh-sungguh mau
berlatih. Meski kedua kakiku harus jadi korban kena
benturan pedal sepeda, tapi aku sangat senang.
Alhamdulillah, sehari belajar aku langsung bisa. Tita
hebat!!!, kata Ibu. Aku jadi bangga nih.

Terima
kasih
Ibu
yang
sudah
selalu
menyemangatiku, mendukungku dan dengan sabar
menemaniku berlatih. Ah, besok ada lomba mewarnai. Tapi
aku malas buat ikutan. Tita besok ikut lomba mewarnai,
kan? tanya Ibu. Tidak, Bu, jawabku. Lho, kenapa? Kan
kamu suka sekali mewarnai? tanya Ibu lagi. Tita malas, Bu.
Tita tidak pernah juara. Tita tidak pernah menang. Tita tidak
pernah dapat piala, kataku.
Ibu lalu mendekatiku, sambil membelai kepalaku.
Tita sayang, namanya perlombaan, pasti ada menang dan
kalah. Kemenangan itu bonus. Piala juga hanya bonus. Yang
terpenting adalah semangat dan usaha kamu untuk
melakukan yang terbaik dalam berlomba. Tidak penting
menang atau kalah, ibuku menjelaskan. Tapi kan Tita juga
ingin punya piala, Bu. Rani sudah pernah dapat piala, Rafi
juga. Aiz juga pernah. Tita kapan? Aku masih belum
bergeming.
Kalau Tita ingin piala, Ibu dan Ayah bisa belikan.
Kamu kan sudah berhasil naik sepeda roda dua, Ibu bisa
kasih piala juga. Tapi intinya bukan di pialanya. Tapi usaha
kamu. Tanpa piala pun Ibu sudah amat sangat bangga pada
Tita, kata Ibu. Aku diam. Ada benarnya juga kata-kata
ibuku. Dan akan kuingat baik-baik, bahwa usaha dan
semangat mengikuti lombalah yang paling penting. Baiklah,
aku akan ikutan lomba mewarnai besok.
Ibu, Tita mau ikut lomba mewarnai, kataku
bersemangat. Ibuku tersenyum bahagia. Besoknya,
ditemani ayah dan ibu, aku berangkat ke arena lomba
mewarnai. Ramai sekali yang ikutan. Dengan dukungan
orangtuaku, aku pun mulai mewarnai. Bismillah... Waktu
berjalan. Aku dan peserta lain diberi waktu 1 jam untuk
menyelesaikannya.

Saatnya pengumuman, aku harap-harap cemas.


Tapi aku yakin bisa menang, biar bisa dapat piala. Saat
namaku tidak disebut, aku langsung sedih. Aku menangis.
Ternyata aku masih belum siap untuk kalah. Ayah dan ibu
langsung memelukku, dan memberiku kata-kata
penyemangat. Tita sayang, jangan lupa, ini hanya
perlombaan. Pasti ada yang menang dan kalah, kata Ayah.
Lukisan Tita jelek ya? tanyaku. Lukisan Tita
tidak jelek. Lukisan Tita bagus. Hanya saja, masih ada yang
lukisannya lebih bagus dari Tita. Dan itu artinya, Tita harus
lebih rajin dan giat berlatih, jawab Ibu. Beneran? tanyaku
lagi. Iya benar, jawab Ibu. Aku tersenyum. Dan aku
berjanji akan semakin giat berlatih mewarnai dengan rapi.
Malam harinya. Ibuuuu. Tita minta tolong
dooong, panggilku. Minta tolong apa? tanya Ibu. Tita
tidak bisa mengambil susu yang di kulkas nih, kataku. Iya,
sebentar yaa, kata Ibu. Ah. Kenapa Ibu lama sekali? Aku
masuk kamar mencari Ibu. Ibu kok tidur sih?. Bu, Ibu
kenapa? tanyaku. Aku pegang dahi Ibu. Panas sekali. Ibu
sakit ya? tanyaku. Ibu mengangguk lemah. Ibu istirahat
dulu ya. Biar Tita dibantu Ayah saja, kataku.
Besok paginya saat aku bangun tidur, aku lihat ibu
sedang menyiapkan sarapan dan bekal sekolahku. Bu, Ibu
sedang memasak? tanyaku. Iya Tita sayang... Ibu sedang
membuat sarapan dan bekal buat kamu, jawab Ibu. Ah
Ibu, padahal kau sedang sakit, tapi tetap saja berusaha
menyenangkan aku dan Ayah.

Semangatmu besar sekali Ibu. Seakan-akan tak


ada yang bisa menggantikan Ibu. Saat aku mulai lemah,
putus asa, malas, Ibu selalu ada buat aku. Ibu selalu
memberi semangat dan dukungan buatku. Terkadang aku
sangat nakal, tidak patuh pada Ibu, Ibu juga tidak marah.
Ibu selalu mengingatkan aku apa yang salah dan apa yang
benar. Ibu, aku sayang Ibu. Lekas sembuh ya. Biar bisa
menemani aku belajar, naik sepeda, berlomba, dan
memasak buatku dan Ayah. Aku sayang Ibuku.

Anda mungkin juga menyukai