Anda di halaman 1dari 8

CERITA ANAK TEMA BENCANA ALAM

PAUD KEMALA BHAYANGKARI

03 PARIMO

Judul

Tambang Emas Pembawa Bencana

Oleh

Juwita Nur Afriani,S.Pd


TAMBANG EMAS PEMBAWA BENCANA

Seperti biasa nya udara pagi di desa buranga terasa begitu sejuk dan asri. Di desa
ini masih menjadi salah satu desa yang terjaga kelestarian dan kekayaan alamnya,
Sehingga tidak heran banyak masyarakat di desa buranga ini bekerja sebagai
petani yang tentunya banyak memanfaatkan alam dan kesuburan tanahnya untuk
berkebun dan bercocok tanam. Begitu pun dengan kedua orang tua bimo yang
setiap hari nya tanpa lelah berkebun menanam sayur-sayuran dan buah-buahan
agar keperluan hidup mereka sekeluarga dapat tercukupi.

Setiap pagi sebelum pergi ke kebun, ibu bimo selalu memasak sarapan
untuk keluarganya. Dan tak lupa pula ibu juga menyiapkan bekal makan siang nya
bersama ayah untuk di bawah ke kebun. Hari ini ketika keluarga bimo sedang
sarapan, bimo dan kakaknya yang bernama kak Sri berniat ingin ikut pergi ke
kebun untuk membantu ayah dan ibu nya di sana.

“buk, hari ini kan hari libur. Bolehkah bimo ikut membantu ayah dan ibu di
kebun?” tanya bimo kepada ibunya.

“tentu saja boleh nak, hari ini kebetulan banyak buah-buahan dan juga sayur-
sayuran yang telah siap untuk di panen” jawab ibu

“wah, kalau begitu kak sri juga mau ikut yah buk, pasti banyak buah-buahan segar
dan enak-enak nih” kata kak sri.

“heheheheh, Sri Sri kamu ini niat mau bantu ayah ibu di sana atau hanya niat mau
menghabiskan buah-buahannya saja sih” kata ayah sambil mencubit kecil pipi kak
sri dengan gemasnya. Dan mereka pun tertawa bersama-sama penuh kebahagian.

Setelah menyelesaikan sarapan, mereka pun bergegas bersiap-siap menuju


ke kebun dengan cara berjalan kaki. Kebetulan jarak tempuh dari rumah ke kebun
mereka tidaklah begitu jauh, dan pemandangan di sepanjang jalanannya pun
masih sangat asri dan indah. Di tambah dengan adanya aliran sungai yang sangat
jernih menjadi pemandangan menyegarkan bagi mereka. Sungai tersebut
merupakan sungai yang selalu di manfaatkan oleh masyarakat sekitar untuk
menjadi sumber air bersih mereka.

Di pertengahan perjalanan, dari jauh terlihat ada beberapa mobil-mobil


truk yang sangat besar dan juga mesin-mesin pengeruk raksasa yang berwarna
kuning menuju ke arah pegunungan di atas desa mereka.

“Ayah, ada apa ini? Mengapa banyak truk dan mesin pengeruk menuju ke
arah pengunungan” tanya ibu sedikit cemas.

“ayah gak tahu pastinya bu, hanya saja ayah sempat mendengar beberapa
percakapan dari warga kemarin malam bahwa di desa kita ini nanti akan di buka
penambangan emas” jawab ayah.

“apa itu penambangan emas yah ? ” tanya Bimo kepada ayahnya.

“penambangan emas itu adalah proses mengambil emas yang ada di dalam tanah
dengan cara di keruk atau di gali sedalam mungkin agar emas yang di dapat bisa
lebih banyak” kata ayah menjelaskan kepada Bimo.

“terus apa itu emas ? Dan mengapa mereka mau mengambil emas sih? Tanya
bimo lagi dengan rasa penuh penasaran.

“Emas itu adalah semacam logam mulia yang memiliki nilai jual yang tinggi atau
nilai jual yang sangat mahal nak. Ini seperti anting yang ibu gunakan” kata ibu
menjelaskan kepada Bimo sambil menunjukkan anting yang di gunakan di
telinganya.

Bimo pun mendengarkan penjelasan ayah dan ibunya dengan sangat baik. Dan
setelah itu mereka melanjutkan perjalanannya menuju ke kebun mereka.

Sesampainya di kebun ayah langsung mendekati buah-buahan yang telah


siap untuk di ambil. wah buk, hasil panen kebun kita kali ini benar-benar sangat
baik” kata ayah dengan sangat gembira.
“iya yah” balas ibu sambil memetik beberapa buah seperti manga,jeruk, dan juga
rambutan yang merupakan salah satu buah yang terkenal dengan rasa khas
manisnya dari desa kami.

Tidak lupa pula bimo dan kak Sri juga ikut membantu ayah dan ibu menggambil
dan mengumpulkan buah-buahan dan sayur-sayuran lainnya.

Setelah di rasa cukup untuk hasil panennya, kemudian mereka memasukan semua
buah-buahan dan sayur-sayurannya ke dalam keranjang. Kemudian mereka
beristirahat di sebuah saung yang terletak di tengah kebun sambil menyantap
bekal makan siang mereka. Berada di tengah kebun dengan suasana sejuk dan
angin yang sepoi-sepoi bertiup kearah mereka, menambah nikmatnya menyantap
makan siang mereka. Setelah mereka menghabiskan makan siang dan beristirahat
sebentar akhirnya mereka pun memutuskan untuk kembali pulang ke rumah.

Di tengah perjalanan pulang ke rumah, mereka berhenti sejenak di sungai


untuk mencuci wajah dan juga menyegarkan badan sebelum kembali melanjutkan
perjalanan pulang. Air sungai tersebut begitu sejuk dan segar namun agak sedikit
keruh tidak tampak seperti biasanya. Melihat hal ini wajah ibu sedikit kesal dan
ibu pun berkata “ini pasti terjadi akibat dampak dari penambangan emas yang ada
di atas gunung itu, kalau sudah seperti ini jelas kita sebagai masyarakat desa akan
kehilangan sumber air bersih kita.”.

“benar bu” kata kak Sri

“dan hal yang paling ibu takutkan dengan adanya penambangan emas ini yaitu
kerusakan alam yang akan memberikan dampak buruk lainnya kepada kita seperti
banjir bandang atau pun bencana longsor” lanjut ibu.

Mendengar hal ini ayah pun hanya terdiam mendengar segala penjelasan ibu.

Keesokan paginya, dengan penuh semangat ayah pun memutuskan untuk


membawa semua hasil kebun mereka untuk dapat di jual di pasar. Namun ternyata
tidak seperti harapan mereka, hasil penjualan ayah hari ini sangatlah sedikit.
Melihat hal ini, ibu pun terus menyemangati ayah. “tidak apa-apa yah,semua ini
merupakan ujian bagi kita, terutama di masa sulit akibat dari virus covid-19 yang
lagi melanda ini” kata ibu.

“tapi bu, kalau keadaan kita begini terus, ayah khawatir dengan kelangsungan
kehidupan keluarga kita” kata ayah dengan sedih.

“besok, ayah akan mencoba untuk mencari kerja di penambangan emas, siapa tahu
ayah bisa mendapatkan rezeki yang lebih baik lagi di sana” kata ayah lagi

Ibu tidak menyetujui tentang keinginan ayah untuk bekerja di tambang emas
tersebut. Ibu sangat khawatir akan resiko dan juga keselamatan ayah. Namun
keputusan dan tekad ayah sudah sangat besar dan ibu pun akhirnya hanya bisa
mengalah.

Sudah sekitar beberapa bulan ini ayah telah bekerja di tambang emas
tersebut. Dan penghasilan dari pekerjaan ayah sangatlah lumayan untuk
kehidupan keluarga mereka. namun dampak akibat yang di timbulkan dari
penambangan emas yang telah terjadi beberapa bulan ini pun sudah banyak
merubah keadaan desa mereka. Yang dulunya aliran sungai sangatlah jernih kini
air sungai tersebut berubah menjadi coklat dan berlumpur. Udara yang dulu nya
terasa sejuk dan menyegarkan kini berubah menjadi panas dan gersang akibat
penumbangan pohon-pohon yang di lakukan untuk perluasan lahan tambang emas
tersebut.

Sebenarnya banyak para warga yang menentang adanya penambangan emas


tersebut. Namun

lama kelamaan akibat masa sulit yang terjadi ini, akhirnya malah membuat para
warga mau tidak mau menerima tambang tersebut dan bahkan ikut serta bekerja
di sana.

Memasuki musim hujan, hampir setiap malam di desa selalu di guyur


hujan deras . Namun hal itu tidak membuat para pekerja di tambang khawatir
dengan keselamatan mereka. Yang mereka pikirkan hanya terus mengeruk tanah-
tanah agar mereka mendapatkan emas-emas berharga.
Entah mengapa hari ini perasaan Bimo tidak tenang. Sepanjang hari Bimo
memikirkan tentang ayahnya. Namun Bimo hanya bisa berdoa kepada Tuhan agar
selalu melindungi ayah nya dimana pun berada. Tak terasa matahari telah
terbenam namun ayah Bimo belum juga pulang ke rumah. Ibu pun menjadi
khawatir. Ibu, Bimo, dan kak Sri menunggu ayah di teras rumah, namun tiba-tiba
banyak orang berlarian menuju ke arah gunung sambil berteriak “longsor, ada
longsor di pertambangan” kata orang tersebut. mendengar hal tersebut ibu, bimo
dan kaka Sri langsung panik dan langsung bergegas pergi ke pertambangan untuk
mencari tahu keberadaan dan keadaan ayah mereka.

Dengan penuh deraian air mata sesampainya di pertambangan tersebut, Bimo dan
kak Sri terus menerus mencari dan berteriak- teriak memanggil ayah mereka.
Namun mereka belum berhasil menemukannya.

“bu bagaimana ini buk, kalau sampai ayah tidak ditemukan” tanya kak sri
khawatir.

“tenang nak, kita harus tenang. Semoga ayah tidak kenapa-kenapa” jawab ibu.

“bimo gak mau kalau sampai ayah meninggalkan kita bu” kata bimo sambil
menangis.

Tidak lama kemudian dari jauh terdengar suara ayah yang memanggil-manggil
nama mereka. Dan ternyata ayah selamat dari kejadian longsor tersebut. Ayah
telah pulang terlebih dahulu sebelum terjadi longsor di pertambangan. hanya saja
di tengah perjalanan ayah melihat seekor anak kucing yang terjebak di dalam
selokan dan membantu mengeluarkannya. Setelah mendengar penjelasan ayah
tersebut mereka sekeluarga saling berpelukan dan menangis.

Akibat dari kejadian longsor tersebut banyak sekali korban-korban yang


terluka parah, dan ada pula yang meninggal dunia akibat tertimbun longsor.
Ternyata fakta baru di ketahui bahwa tambang emas tersebut memang tidak
memiliki surat izin. Dan pada akhirnya tambang emas itu pun di tutup selamanya.
Dari kejadian ini menjadi pelajaran yang sangat berarti bagi warga desa.
Dan Para penduduk desa pun akhirnya Kembali bangkit untuk bersama-sama
memperbaiki dan juga menjaga kekayaan alam mereka.
BIODATA PENULIS

Nama : Juwita Nur Afraini, S.Pd

Alamat : Btn Bambalemo Blok F4, Parigi,

Prov. Sulawesi Tengah

TTL : Palu, 09 April 1994

Jenis kelamin : Perempuan

Status : Menikah

Agama : Islam

No. Telepon : 081342068820 / 085241452955

Email : juwitaavril03@gmail.com

Pendidikan :

1. SDN 16 AMPANA KOTA (2006)

2. SMP NEGERI 2 PARIGI (2009)

3. SMA NEGERI 1 PARIGI (2012)

4. S1 JURUSAN PG-PAUD

UNIVERSITAS TADULAKO (2016)

Anda mungkin juga menyukai