Anda di halaman 1dari 4

0033Amplop Khatam

Hepi sudah berkali – kali bilang ke kakeknya bahwa dia

Sudah pernah belajar mengaji dengan harapan dia lolos

Dari kewajiban ikat kelas mengaji Tapi semua penjelasan

Itu sia – sia belaka Ketika Datuk menggeleng – geleng Ketika

Mendengar Hepi mendaras Al – Quran ‘’Belum memuaskan.

Jadi, mulai hari ini mengaji tiap malam sama Kakek, supaya

bisa ikut khataman sebentar lagi

Hepi Kembali membela diri, ‘’Sudah pernah khataman

Juga di Jakarta, kek.’’ Dia segan kembaliikut khataman

‘’Bisa mengaji kayak anak TK seperti ini kok sudah

Khataman? Tidak bisa. Selama wa’áng cucuku, mengaji harus

Bagus.’’

Apa boleh buat, setiap habis magrib Hepi harus duduk berdua dengan kakeknya untuk memperlacar
kaji. Sementara itu, di sudut surau belakang ada kelompok mengaji anak SD

Yang diajar neneknya dan di satu sudut lagi ada di kelompok SMP yang diajar Bang Ketik. Attar dan
zen ada di kelompok SMP ini Mereka sudah pernah khataman semasa SD. Karena

Itu, mereka hanya mempelajari tambahan tajiwid dan irama membaca Al – Quran yang tujuh jenis.

Zen kerep meledek dia. ‘’Badan anak kota boleh besar, tapi baru bisa alif – ba – ta ,’’ katanya. Attar

Mencoba menghiburnya ‘’Ikut saja khataman seperti kata Kakek, lumayan bisa nammbah

Pasti temani.’’ Demi mendengar janji amplop ini dan ditemani

Kawan – kawannya, Hepi mengesampingkan rasa segannya. Biarlah malu sedikit asalkan dapat duit.

Selain itu, dia tidak berani membayangkan apa yang ada di pikiran puti kalua

Melihat dia tidak bisa mengaji

Mengulang – ulang hal yang sama lagi selepas magrib. Untung-

Lah kandang – kadang ada saja warga yang meninggal. Dan,

Bagi anak – anak mengaji. Sebab seisi

Surau akan diboyong Kakek ke rumah duka untuk ‘’mengaji

Orang mati’’.

Suatu hari, orang kampung dikejutkan oleh kematian tiba-

Tiba salah satu orang kaya di kampung mereka, Datuk Mudo. Dia Punya kedai beras dan hasil bumi
terbesar di pasar, selain bertumpak – tumpak ladang dan sawah. Dia masih belum renta tidak sakit
apa pun, dan aktif bermasyarakat. Hepi sedih dan terkejut sekali karena baru duia hari lalu lelaki
separo baya ini menyelipkan uang ribuan ke tangannya saat dia membawa teh

talua pesanannya. Dia tidak akan pernah lupa Datuk Mudo pelanggan lapau yang paling pemurah
ini Seperti adat kebiasaan,anak – anak Surau Gadang asuhan Kakek diundang untuk membaca Yasin
ke rumah almarhum

selamatiga hari. Selepasmagrib, mereka berbondong - bonding

datang ke rumah almarhum Datuk Mudo di pinggang bukit di

atas pasar, sebuah rumah luas berlantai dua Di halamannya terpancang sebuah parabola besar. Ada
pula sebuah Gudang hasil bumi yang dipenuhi kayu manis, cengkih, cabai, dan bawang Di depan
Gudang berderet dua truk terbuka dan tiga timbangan besar dari kuningan. Rombongan anak – anak
ini diterima di tengagh rumah yang lantainya sudah dilapisi hambal tebal dari Mekkah Dinding
rumah ini dipenuhi foto- foto keluarga saat mereka sedang berlibur di Singapura dan umrah di Arab
Saudi. Selain anak – anak, banyak orang lain yang ikut mengaji

Yasin. Hepi melihat bahkan ada Bang Lenon, Bang Nopen,

Para kawan diskusinya di lapau guru – guru, dan orang lain

Yang dia tidak tahu Namanya tapi sering dia lihat lalu – Lalang

Di pasar atau di jalan kampung ini Di ujung rumah, duduk merunduk dengan kerudung istri
almarhum dan anak – anaknya. Hepi kaget menangkap wajah seseorang yang dia kenal di antara
mereka. Wajah gadis ini pucat dengan mata memerah sedih. ‘’Putri anak almarhum,’’Zen
menjelaskan. Begitu rombongan tuan rumah rumah mempersilakan tamu duduk, Kakek mulai
memimpin anak – anak pengajiannya untuk membuka surat Yasin. Ditamtkan Bersama. Tapi,

Juadah ini membuat dengungan kaji tadi mendadak fals,

Anak – anak terpecah perhatiannya antara piring dan lembar

Al – Quran. Kakek bersegera mendelik ke kiri dan ke kanan

Untuk menguasai keadaan. Biasanya di tempat ‘’mengaji orang mati’’ lain, minuman

Air Putih disajikan dengan ceret dan gelas kosong. Kali ini,

Mereka disuguhi soda merah dan air mineral Ini godaan

Tersendiri buat anak – anak. Di sela- sela mengaji, dengan

Senyum dikulum dan mencuri – curi pandang ke arah Kakek,

Hepi dan kedua kawannya menyeruput soda diam – diam

Beberapa anak lain mengikuti contoh mereka Mungkin

Karena kebanyakan soda, Hepi dan kawan – kawannya ke-

Mudian berserdawa. Untunglah suaranya tretup oleh

Dengungan mengaji mereka Bersama. Bacaan wa’áng sudah pantas nanti ikut khataman,’’ kata
Kakek suatu kali. Hepi mengiakan saja dengan menganggu.
Ada berbagai rupa helat di kampung ini, mulai dari baralek pengulu, batagak kudo – kudo, sampai
sunatan. Sebelumnya Hepi hanya sebagai orang yang mengarak, menonton, atau menikmati dari
jauh. Baru kali ini dia akan ikut diarak. Hepi tidak menyangka acara khataman ini akan me-

Nyibukkan orang sekampung Dua hari sebelum hari H

Lapangan besar di dekat surau dipasangi tenda – tenda dan

Menjadi dapur umum Kaum perempuan dan laki – laki

Datang dari berbagai penjuru kampung untuk ikut memasak Bersama. Zen mengajak Hepi dan Attar
untuk berkeliling di dapur umum itu ‘’Kalau beruntung kita bisa dapat kudapan gratis, masih
hangat pula.’’ Dia berbisik. Hasrat makan Zen memang di atas rata – rata, sesuai ukuran lingkar
perutnya Dari pagi sudah ada tumpukan kayu bakar dan para

Laki – laki mulai membuat tungku – tungku Agak siang sedikit ada lagi rombongan ibu – ibu datang
membawa bahan yang akan dimasak. Dan mulailah merek semua bekerja sambil mengobrol dan
tertawa riang. Ada yang menumbuk bumbu, ada yang memotong kelapa dan mengumpulkan airnya
di ember, lalu ada pula yang memarut kelapa dengan mesin yang menggerung – gerung Di bagian
sayur – mayar, sekelompok ibu – ibu tampak lincah mencacah kacang Panjang, kacang buncis,
lobak pucuk ubi, rebung, dan Nangka. Adapun pada bagian lauk – pauk tampak bapak- bapak
mencincang daging sapi , mengerat daging ayam, dan mengupas sisik serta memotong – motong

Ikan.

Tim yang paling sedikit anggotanya adalah bagian

Peracik rempah. Mereka hanya bertiga: satu pemimpin dan dua asisten. Kata Zen, hanya orang
pilihan dan tertentu saja yang dipercaya meramu dan memasukkan bumbu itu ke

Setiap kuali dna panici. Merekalah tukang masak sebenarnya

Tim peracik ini dikomandoi, tidak lain dan tidak bukan, oleh legenda masak sekampung Mak Tuo Ros.
Demi acara ini dia tangan Ketika tiga anak ini melintas sambil berkata, ‘’Oi,

Belum ada yang masak di sini.’’ Dia membaca gelagat perut

Mereka.

Sebentar – sebentar Mak Tuo Ros berputar dari kuali ke kuali yang permukaannya mulai
menggelegak membentuk bola- bola santan yang Meletus – letus. Di antara ruap asp dari kancah,
dia menyauk kuah yang berlinang – linang santan, menuangkan ke telapak tangannya beberapa
tetes, menghirupnya, dan mengecap – ngecapkan lidah sambil

Menghirupnya, dan mengecap – ngacapkan lidah sambil memicing – micing mata. Bila ada yang
dirasa kurang dia menaburkan beberapa jumput bumbu dan mengacau kuali. Kayu bakar bergeretak
– geretak di tungku. Uap
Putih membubung dari setiap kancah, mengirim bau wengi masakan yang melelehkan liur Hepi dan
kawan- kawannya. Tapi, pojok dapur umum yang paling menyenangkan bagi tiga anak ini adalah
bagian Penganan dan Pencuci mulut Makanan di sini lekas matang dan ibu – ibu yang menjaganya

Suka memberi. Mereka sibuk memasukkan beras ketan dan santan ke dalam bambu, lalu
menutupnya dengan daun pisang dan dimasak dengan cara memanggangnya di atas tungku

Api yang Panjang. Mereka sedang memasak segala macam lemang ditaruhnya di daun pisang dan
dimasak dengan cara memanggangnya di atas tungku api yang Panjang. Mereka sedang memasak
segala macam lemang ditaruhnya di daun pisang dan dikasihkan ke mereka.

‘’Sudah, main sana sambil hafalkan kaji untuk besok.’’ Hepi

Senang sekali. Setiap perhatian Ibu Ibet membuat diariang

Sepanjang hari.

Surau Gadang juga

Anda mungkin juga menyukai