Anda di halaman 1dari 15

Masuk

Memudarnya Tradisi Rewang di Jawa


Published: 15.11.13 20:00:42
Updated: 24.06.15 05:07:36
Hits :
Komentar :
Rating :

Kata rewang ini dari bahasa jawa yang artinya bantu atau sering juga disebut
pembantu. Tapi kalau di kampung saya istilah rewang ini bukan sebagai
pembantu tetapi membantu tetangga yang sedang punya hajatan seperti
pernikahan atau yang lainnya. Orang di kampung sering menyebutnya dengan
rewang. Rewang biasanya dalam bentuk membantu memasak makanan yang
akan disajikan atau kegiatan ibu-ibu lainnya dalam membantu tetangga yang
punya hajatan. Jadi yang ikut rewang biasanya ibu-ibu. Kalau bapak-bapak tetap
disebut gotong-royong atau kerja bakti.

Rewang atau membantu tetangga tentunya suatu kegiatan yang sangat positif
terutama untuk masyarakat Indonesia khususnya di Jawa sendiri yang memang
kental dengan budaya gotong royongnya karena dengan rewang bisa saling
bergotong royong antara warga yang satu dengan yang lainnya tanpa membedabedakan sehingga menimbulkan rasa saling membutuhkan dan membentuk
persatuan yang kuat.

Tradisi rewang ini terbentuk karena rasa saling menolong antara tetangga
sehingga dengan kesadadaran sendiri ingin membantu tetangganya yang
berhajatan tanpa pamrih. Sehingga ketika dirinya punya hajatan sendiri maka
otomatis tetangga yang lain juga akan membantu. Hal ini akan terjadi
sebaliknya, ketika di suatu kampung ada yang enggan menolong tetangga maka
dirinya akan dijauhi tetangga ketika sedang membutuhkan.

Namun seiring berkembangnya jaman, dengan tingkat mobilitas masyarakat


yang tinggi menjadikan masyarakat kian tumbuh menjadi pribadi yang
individualis dan egosentris. Menginginkan segala kegiatan secara instan. Karena
waktu adalah uang. Ketika ada hajatan memilih pesan katering yang praktis
tidak merepotkan orang lain sehingga kita juga tidak akan direpotkan oleh orang
lain. Selain tidak merepotkan juga sebagai pengakuan status sosial. Kalau bisa
memesan katering maka dianggap mampu. Padahal dari budaya rewang ini
memuat banyak nilai-nilai positif dalam hidup bermasyarakat yang dapat dipetik
namun semakin memudar seiring berkembangnya jaman. Terlebih di kota, akan
sangat jarang ditemui tetangga beramai-ramai rewang ke tetangga yang lain.
Di Sukoharjo, Solo, Jawa Tengah masih terdapat budaya rewang dan sinoman.
Rewangdan Sinoman ini biasanya ada di acara hajatan. di acara hajatan akan
ada bapak-bapak Ibu "Rewang". rewang diartikan sebagai "membantu". jadi ibu
rewang adalah ibu-ibu yang membantu memasak dan menghidangkan selama
acara. selain itu, ada juga bapak-bapak membantu dibagian logistik yang
biasanya membuat teh. Adapun sinoman berasalah dari kata "nom" yang berarti
muda. jadi, para pemuda akan membantu melayani tamu-tamu yang datang,
memberi makanan dan minuman. sehingga di daerah tersebut sangat jarang
menggunakan jasa catering apabila hendak mengadakan hajatan.

Gotong royong adalah salah satu ciri khas masyarakat Indonesia yang mengutamakan
kehidupan selaras dan harmoni antar sesama. Gotong royong atau yang secara gamblang
diterjemahkan sebagai kerja sama, bahu membahu melekat kuat sebagai kearifan sosial yang
dijumpai dan dimiliki oleh hampir semua suku bangsa yang ada di Indonesia. Di Bali
masyarakat merawat nilai gotong royong melalui tradisi subak. Sementara masyarakat Aceh
memiliki ritual khanduri yang mencerminkan kolektivitas tinggi dalam berbagi. Masyarakat
Dayak pun menunjukkan hal serupa ketika membuka lahan.
Demikian halnya dengan masyarakat Jawa. Gotong royong begitu lekat dengan keseharian
masyarakat Jawa terutama mereka yang tinggal di daerah pedesaan dengan pertanian sebagai
corak keseharian mereka. Tapi tak hanya lekat dengan masyarakat petani. Gotong royong di
Jawa pada dasarnya melekat pada banyak latar belakang masyarakat. Namun harus diakui
bahwa gotong royong lebih terawat di masyarakat pedesaan dibanding perkotaaan. Saling
sapa memang masih terjadi di masyarakat kota, tapi pada umumnya sistem mereka tak
menyediakan ruang dan waktu yang cukup untuk merawat kekerabatan antar tetangga.
Sementara di desa masyarakat tak sekedar merawat kekeluargaan tapi menjalankannya dalam
bentuk yang paling nyata dan menyentuh hal yang hakiki.
Hari sudah menjelang siang ketika saya tiba di tempat kelahiran orang tua di selatan Klaten,
Jawa Tengah. Setelah menempuh 1 jam perjalanan dari kota Jogja, saya sampai di sebuah
desa yang setiap kali warganya keluar rumah, hamparan sawah langsung menyambut. Di sini
pula matahari terbit dengan mudah dilihat sebagai bola merah yang perlahan beranjak naik
menjangkau langit. Lalu saat siang tiba barisan perbukitan Gunung Kidul menjadi latar yang
jelas bagi persawahan.

Jalan di dekat rumah kakek & paman di desa Tanjungan, Klaten, Jawa Tengah
Di desa ini warga akan menyapa ramah siapapun yang ditemuinya di jalan meski tak dikenal
sekalipun. Pengendara sepeda motor atau sepeda kumbang tua jika berpapasan pun pasti akan
menitipkan salam monggo. Di sini saya merasa semua orang mengenal saya meski hampir
tak ada satupun dari mereka yang saya tahu namanya. Yang saya tahu mereka adalah para
tetangga keluarga kakek dan paman saya yang hari itu akan menggelar syukuran.
Memasuki rumah paman, saya menuju ke dapur dan halaman belakang. Di sana ada banyak
wanita beragam usia dari yang muda sampai beberapa orang simbah berpakaian Jawa duduk
beralas tikar. Suasananya sangat ramai. Di antara mereka hanya satu atau dua orang yang
mengenali sebagai salah satu anggota keluarga besar yang sedang menggelar hajat. Sayapun
demikian, hanya sedikit dari mereka yang saya kenal sebagai tetangga dekat keluarga simbah
dan paman.
Ada banyak kegiatan di dalam dapur dan halaman belakang rumah. Para tetangga wanita itu
membersihkan sayuran, memotong buah, memasak nasi hingga menggoreng peyek kacang.
Hari itu mereka melakukan apa yang oleh masyarakat Jawa disebut Rewang atau di
beberapa daerah lain dikenal juga dengan Sambatan yaitu kegiatan membantu tetangga

yang sedang memiliki hajat. Kegiatan sukarela ini dikerjakan secara bersama-sama tanpa
imbalan.
Sedari pagi mereka sudah berdatangan dan hampir semua makanan untuk upacara syukuran
dibuat sendiri dan dikerjakan langsung oleh mereka. Keluarga paman dan kakak-kakak
sepupu saya sendiri lebih banyak mempersiapkan keperluan di halaman depan tempat acara
akan dilaksanakan. Sesekali mereka ke belakang untuk menanyakan jika ada bahan-bahan
masakan yang kurang atau belum terbeli. Selebihnya acara memasak dan menata hidangan di
dapur dikerjakan secara bersama-sama oleh para tetangga.
Sepanjang pula itu saya menatap bentuk persaudaraan yang kuat di antara mereka. Padahal
sebagian besar dari mereka tak memiliki ikatan darah dengan keluarga paman. Gelak tawa
dan obrolan dalam bahasa Jawa yang sebagian besar masih saya pahami membuat saya ikut
tersenyum menyaksikan kehangatan dan semangat gotong royong mereka. Hal yang
belakangan sudah sangat jarang saya jumpai di tempat kelahiran saya di mana setiap ada
hajatan kegiatan rewang memang masih terjadi, namun umumnya hanya anggota keluarga
atau kerabat dekat yang melaksanakannya.
Lewat tengah siang semakin banyak orang yang datang dan bergabung di belakang. Rupanya
sudah menjadi kebiasaan di antara mereka jika ada tetangga yang menggelar hajatan, dapur
atau halaman belakang adalah tempat tujuan mereka. Rumah keluarga Jawa di pedesaan yang
umumya berhalaman luas baik di depan maupun belakang akan selalu ramai dengan aktivitas
memasak setiap kali ada acara seperti ini.

Saat "rewang" para tetangga memasak dan menata makanan secara bersama-sama.
Mendekati sore hari hampir semua masakan sudah selesai dibuat. Beberapa makanan kecil
pun sudah siap. Kegiatan selanjutnya adalah menatanya ke dalam ratusan piring dan wadahwadah kecil. Lagi-lagi kegiatan ini dilakukan oleh para tetangga. Dan ketika para tamu mulai
berdatangan hingga akhirnya syukuran dimulai, giliran belasan remaja dan beberapa pria
masuk ke dalam rumah. Jumlahnya yang banyak dan sebagian di antaranya berseragam batik
membuat saya bertanya-tanya siapa mereka dan apa keperluannya. Rasa takjub saya
bertambah saat rombongan pria tersebut mengambil alih pekerjaan para ibu-ibu sebelumnya.
Diam-diam saya bertanya kepada salah satu ibu di belakang. Ternyata belasan remaja pria itu
banyak di antaranya adalah anak-anak dari para tetangga yang membantu memasak sedari
pagi. Mereka sedang nyinom alias membantu melayani menyiapkan dan menghantarkan
hidangan kepada para tamu.

Belasan pria anak tetangga mempersiapkan makanan untuk mereka hantar kepada para tamu.
Kegiatan ini disebut "nyinom"
Bagaikan event organizer yang bekerja dengan sangat rapi, para remaja yang nyinom
terlihat cekatan memindahkan dan mengangkat sejumlah piring berisi nasi, sayur dan
berbagai makanan kecil dengan menggunakan nampan kayu. Selama hampir satu jam mereka
hilir mudik mengantarkan makanan dan membawa kembali piring-piring kosong dengan cara
seperti itu. Saya sempat mencoba mengangkatnya dan ternyata itu tidak mudah. Daripada
merusak kerapian kerja mereka, saya memilih untuk tetap berada di dalam menyaksikan
semua hal menakjubkan dari para tetangga ini. Mereka bergotong royong untuk sebuah hal
yang oleh banyak orang saat ini diserahkan kepada jasa catering dan event organizer modern.
Hal yang luar biasa dikerjakan para tetangga paman karena mereka membantu dan
mengerjakan semuanya dari pagi hingga acara usai malam harinya. Tak ada uang di balik itu
semua, mereka yang pulang usai rewang hanya membungkus makanan-makanan untuk
keluarga mereka di rumah. Sementara para remaja yang nyinom sudah cukup senang
dipersilakan menikmati hidangan yang sama dengan yang mereka hantarkan sebelumnya
kepada para tamu.

Para tetangga menata makanan ke dalam piring-piring yang akan dihantarkan kepada tamu.
Kegiatan "rewang" bisa berlangsung dari pagi hingga malam.
Ada banyak makna dan pelajaran di balik rewang dan nyinom hari itu. Selain
menunjukkan betapa kuatnya ikatan kekeluargaan mereka, para tetangga itu juga
menunjukkan bagaimana semestinya gotong royong dirawat sebagai bagian budaya bangsa
Indonesia. Dalam kesederhanaan, mereka meninggalkan pekerjaan di sawah dan pasar untuk
meluangkan satu hari bersilaturahmi dan berbagi. Tak hanya merawat gotong royong, para
tetangga ini pun mengajarkan bentuk toleransi yang paling hakiki dan tak sebatas teori.
Banyak di antara tetangga yang membantu hari itu memiliki keyakinan berbeda dengan kami.
Hanya belasan meter dari rumah paman juga berdiri sebuah gereja yang tiap minggu ramai
jemaat. Tapi bagi mereka berbagi tak pernah mengenal status dan agama.

Hendra Wardhana
/wardhanahendra
TERVERIFIKASI (BIRU)
soulmateKAHITNA | menyukai Anggrek Alam Indonesia | tidak suka rokok & masakan pedas
| @_hendrawardhana | wardhanahendra.blogspot.com
Selengkapnya...
Follow

Nyinom ternyata berasal dari bahasa perancis yang artinya melayani. Secara sederhana,
nyinom berarti Muda-mudi (biasanya dari organisasi pemuda kampung) yang membantu
pelaksanaan suatu hajatan, biasanya membantu dalam hal melayani atau mengantar makanan
dan minuman kepada seluruh tamu-tamu yang datang. Namun sebenarnya tidak hanya itu
saja, sebelum maupun sesudah acara, para muda-mudi petugas nyinom itu membantu hal-hal
lain yang berkaitan dengan hajatan tersebut, misalnya menata kursi dan perlengkapan hajatan
lainnya. Selesai acara hajatan, mereka juga membantu bersih-bersih tempat hajatan.
Lalu bagaimana proses nyinom?. Mari kita ambil salah satu contoh, yaitu acara pernikahan.
Sebelum acara pernikahan, jauh-jauh hari telah diadakan pertemuan antara pihak keluarga,
sesepuh/bapak-bapak kampung, dan tentunya Muda-mudi Mertosanan Kulon. Nah, dirapat itu
ditentukan tanggung jawab apa saja yang diberikan pihak keluarga (yang mempunyai hajatan)
kepada muda-mudi. Biasanya antara lain : atur-atur dan nyinom. Atur-atur adalah seorang
pemuda (dari muda-mudi ) yang diutus pihak keluarga (yang punya hajatan) untuk
menyampaikan undangan (secara lisan) kepada warga atau pihak-pihak lain atas permintaan
keluarga (yang punya hajatan). Untuk lebih jelasnya, InsyaAllah nanti akan ada pembahasan
tersendiri mengenai atur-atur di Kampung Mertosanan kulon.
Kembali lagi ke Nyinom. Sebelum hajatan dimulai, muda-mudi sudah siap, biasanya mereka
berkumpul di dekat tempat penyiapan air minum dan makanan. Disana muda-mudi sudah
siap dengan senjatanya, yaitu baki atau nampan (tempat untuk membawa gelas untuk diantar
ke tamu).

Seorang pemuda sedang menata Gelas dan Snack pada Baki


Lalu mereka menata minuman atau makanan diletakkan pada baki. Gelas yang sudah diisi air
minum (biasanya teh manis hangat) ditata sedemikian rupa sehingga terlihat menarik (Seperti
foto dibawah ini).

Gelas dan Snack(makanan kecil) pada baki


Setelah semua siap dan waktu minuman dan makan keluar tiba maka muda-mudi bergegas
membawa baki berisi minuman dan makanan untuk diantar ke tamu. Tugas pemuda adalah
membawa baki, sedangkan pemudi bertugas menyampaikan (memberikan) minuman dan
makanan kepada pemudi. Pemuda hilir mudik mengambil baki di tempat penataan tadi,
sedangkan pemudi tetap berada di pos-pos (tempat duduk tamu) tamu. Nah, Agar proses
keluarnya minuman dan makanan hingga sampai ke tamu dapat berjalan lancar, maka
dibutuhkan seorang sabet, orang yang bertugas mengatur muda-mudi kemana mengantarkan
minuman dan makanan tadi ke tamu yang duduk di sebelah mana.
Untuk proses keluarnya makanan, biasanya dibagi kedalam dua sesi, sesi pertama yang
diantar ke tamu adalah minuman dan snack, kemudian sesi kedua adalah makanan berat.
Setelah selesai mengantar minuman dan makanan, kemudian seluruh muda-mudi berkumpul
ketempat semula, lalu saatnya muda-mudi makan.
Acara Hajatan selesai, waktunya muda-mudi kembali bergerak membantu membersihkan
tempat hajatan. Ada catatan buat kawan bila suatu saat nanti menjadi tamu.
Jangan sia-siakan makanan!., Bila anda makan ya habiskan. Kalau kawan tidak suka atau
makanan tadi merupakan makanan pantangan (misal emping bagi orang yang asam urat),
maka sekalian saja jangan dibuka bungkusnya atau mencuil makanan tadi, karena setelah
acara selesai, muda-mudi kampung juga akan menyortir makanan yang masih utuh untuk
diambil lagi, dikumpulkan lagi sehingga tidak terbuang begitu saja.
Tidak lupa, di acara resepsi pernikahan, muda-mudi yang nyinom berfoto bersama kedua
mempelai diselingi gelak canda tawa antar pemuda-pemudi disertai haru dan pertanyaan,
kapan ya aku bisa kaya mereka berdua (mempelai ^-^),. -D Romadhoni.

Anda mungkin juga menyukai