Anda di halaman 1dari 6

Virginia Alouisia

XI IPS 2 / 40

Desa Kalibago, Kediri

1
Nafas Kehidupan di Desa Kalibago

Bersyukurlah setiap hari untuk nafas, kesehatan, makanan, kehidupan, keluarga, kerabat dan
semua yang anda miliki sampai hari ini. Karena mungkin apa yang anda miliki hari ini adalah
mimpi dari orang lain yang belum seberuntung anda. Sudahkah kalian untuk bersyukur hari ini?

Imersi, bukanlah kata yang asing lagi di telinga para siswa SMAK St. Louis 1 Surabaya.
Siap tidak siap, memang kegiatan ini perlu diikuti karena merupakan bagian dari rangkaian
kegiatan tahunan yang akan diikuti siswa-siswi kelas XI. Mencoba untuk hidup di suatu daerah
yang tidak biasa kita temui, ataupun belum pernah kita lihat sebelumnya. Ditambah dengan tema
yang sungguh menyentuh yaitu “Love is Affective and Effective” menyadarkan bahwa cinta
yang diberikan itu tidak hanya dari perasaan, namun dengan perbuatan yang akan kita berikan
nanti dalam kegiatan Imersi. Semua itu harus dilakukan dengan tulus, sebagai suatu bentuk
penerapan dari lima dasar keutamaan Vinsensian yang selalu diajarkan sekolah kepada seluruh
siswa-siswi.

Kalibago, merupakan nama desa yang akan saya tempati selama saya Imersi ini.
Mencoba untuk tinggal di Desa Kalibago selama kurang dari satu minggu bukanlah hal yang
mudah bagi saya. Setelah enam belas tahun hidup di kota dan hanya untuk lima hari saja saya
harus mencoba, merasakan bagaiman kondisi kehidupan di desa. Desa yang saya pikirkan
semalam sebelum keberangkatan merupakan desa yang menyeramkan, dimana saya akan
merasakan ketakutan untuk tinggal disana. Namun, saya harus tetap teguh kuat menjalani
kegiatan ini dengan sungguh-sungguh agar saya memperoleh nilai-nilai yang dapat berguna bagi
kehidupan saya. Untuk memasuki desa itu tidak bisa menggunakan bus, melainkan kita
menggunakan truk. Ini kali pertama saya menaiki truk seperti ini, sungguh unik! Kita akan
merasakan begitu sejuknya angin dengan awan-awan yang cerah dan udara yang begitu segar di
desa.

Datang ke Desa dengan membawa oleh-oleh kepada sang induk semang disambut
dengan hangat oleh keluarga Bapak Didik dan Ibu Tusi beserta dua anaknya, Aka dan Ara yang
merupakan keluarga kecil di lingkungan Desa Kalibago. Rumahnya beratapkan langsung
dengan atap-atap dan banyak dengan celah-celah yang masih berlubang. Saya bisa merasakan
sesuatu yang berbeda sejak meninggali di Desa ini dengan keluarga yang sangat baik kepada

2
saya. Makanan-makanan yang disediakan pula sangat sederhana. Hanya lauk-pauk dengan sayur
yang jarang saya temui di Kota Surabaya. Untuk minum pula berbeda dari yang saya lakukan
biasanya. Ketika saya di Desa, saya meminum dari kendi dimana saya pun tidak pernah
melakukan nya ketika saya berada di Surabaya.

Perasaan yang campur-aduk ketika saya berada di sana. Namun saya tetap mencoba
untuk tetap mensyukurinya walaupun kondisi rumah dimana saya tinggali berbeda dari teman
tetangga saya. Bermain dengan anak-anak di Desa membuat saya melihat keceriaan di Desa
yang dipenuhi dengan anak-anak kecil yang begitu semagat untuk memperjuangkan mimpi-
mimpinya. Banyak anak di Desa namun ada yang berbeda dari yang lainnya. Namanya Adven,
sama dengan masa yang sedang kita rayakan di gereja sebelum menyambut hari natal. Dia begitu
perhatian dengan saya, walaupun saya bukan anak dari induk semangnya, namun karena rumah
di Desa itu berdekatan mungkin hanya berjarak 3 langkah saja sudah sampai ke tetangga maka
kami sangat dekat dengan tetangga-tetangga disana. Adven seorang anak laki-laki berusia
sebelas tahun, berada di bangku kelas lima SD. Setiap pagi ia ke sekolah dan saat siang kembali
pulang diantarkan oleh ayahnya. Ia sangat sering bermain ke rumah saya dengan anak dari induk
semang di rumah saya. Kami sering bermain bersama, menggambar dan mewarnai dengan anak-
anak itu, termasuk Adven. Ia bercita-cita menjadi seorang koki agar mampu membahagiakan
orangtuanya, sungguh cita-cita yang luar biasa. Dia berbeda, karena anak-anak lain yang saya
temui di Desa banyak yang menghabiskan waktunya untuk bermain bola, berbicara yang kurang
baik, dan lainnya. Namun Adven ini sangat sopan, ia selalu menemani saya dan teman saya
untuk jalan-jalan melihat isi Desa Kalibago. Adven juga membuatkan kartu ucapan selamat
natal yang diberikan kepada saya dan teman-teman yang tinggal di dekat rumahnya.

Keceriaan dari anak-anak di Desa mengingatkan saya terhadap anak di kota, yang hanya
bersosialisasi melalui gadget. Namun ini sangatlah berbeda ketika di desa. Saya semakin bersatu
dengan alam di desa ini. Hidup di desa selama lima hari itu juga membuat saya untuk jauh dari
gadget yang biasanya saya setiap hari, setiap menit ataupun setiap detik selalu menyentuhnya
karena anak jaman sekarang yang tidak bisa jauh dari gadget. Semakin saya disana saya semakin
tidak ingin kembali, namun waktu pun semakin lama terasa semakin cepat bagi saya. Baru saja
saya datang namun tidak terasa esok sudah pulang, mungkin karena saya menikmati kehidupan
disana.

3
Setiap hari saya selalu membantu sang induk semang untuk mengurus anaknya. Mulai
dari memasak, mencuci piring, mencuci baju, menjemurkan baju, lalu membantu memandikan
anaknya, menyuapin ketika mereka makan. Setiap pagi juga saya diajak untuk belanja sayur-
sayuran di tetangga sebelah yang sungguh berbeda. Harga di desa pun juga sangat murah,
berbeda dengan di kota. Sekarang saya pun juga sudah tau harga-harga dimana saya
mempelajarinya ketika imersi ini.

Saya dan rombongan teman-teman juga diajak untuk mengajar anak-anak di TK Bhakti
Luhur. Melihat anak-anak yang jalan kaki ke sekolah, dengan diantar orang tua nya diwarnai
dengan keceriaan pada muka anak-anak itu untuk bersekolah. Mereka begitu semangat untuk
memulai hari di sekolahnya. Hal ini tidak pernah juga saya lakukan sebelumnya jadi mungkin
awalnya agak sulit bagi saya untuk akrab dengan anak-anak di TK. Namun seiring berjalannya
waktu di pagi itu, kami semakin dekat dengan anak-anak di TK. Bernyanyi bersama, bermain
tebak-tebakan, bersyair sungguh hal yang luar biasa. Mengunjungi Panti Asuhan di Bhakti
Luhur disana membuat saya tersentuh untuk kembali datang kesana dengan orangtua saya.
Disana saya sedih melihat kondisi anak-anak yang difabel, yang cacat mental maupun fisik.
Saya bersyukur atas apa yang Tuhan berikan kepada saya dimana kondisi fisik saya sempurna
adanya. Saya semakin belajar untuk selalu bersyukur atas apa yang Tuhan berikan kepada saya
dan tidak mudah mengeluh. Anak-anak yang cacat saja saya lihat mereka tidak mengeluh namun
saya yang kondisinya seperti ini sering kali mengeluh. Saya semakin belajar untuk bersyukur
tiada hentinya kepada Tuhan.

Kehidupan di Desa sangatlah rukun, aman, tenteram dan damai, yang dikatakan oleh
induk semang saya. Mereka bersatu dengan seluruh anggota desa dan saling membantu ketika
ada yang mengalami kesusahan. Disitu saya melihat sungguh kehidupan yang luar biasa.
Walaupun mungkin kehidupan mereka jauh dibawah kita, namun kebahagiaan itu saya lihat jauh
diatas kita yang tinggal di kota. Mereka saling bertegur-sapa satu dengan yang lainnya ketika
bertemu, padahal bila kita lihat saja di kota orang hanya asik dengan dunianya sendiri, jadi
mereka pastinya tidak memperdulikan lingkungan sekitarnya.

“Nde omahku gak enek setan, onok’e Tuhan Yesus. Tuhan Yesus iku nglindungi arek-
arek cilik yo. Yato bu!” kata Aka. “Lha ndi Tuhan Yesus?”, Tanya Junior. Jawab Aka “Iku lo

4
Tuhan Yesus (sambil menunjuk ke gambar Tuhan Yesus).” Percakapan yang saya dengarkan
dari dua anak kecil yang sedang bermain di rumah. Saya sungguh tersentuh ketika mendengar
anak berusia lima tahun yang sungguh menyentuh hati saya. Anak kecil saja bisa berbicara
seperti itu dari ajaran orang tuanya yang menurut saya sungguh ajaran yang sangat baik dan
mendidik. Kita saja sebagai anak muda jaman sekarang mungkin tidak pernah mengatakan hal
itu, mungkin kita akan takut setelah nonton horror jadi kita akan takut untuk tidur padahal yang
dikatakan anak kecil itu memang sangatlah benar.

Saya sangat bersyukur atas kegiatan Imersi ini. Saya belajar sangat banyak dari
kehidupan di Desa. Mungkin awalnya agak sulit bagi saya untuk tidur di kasur yang terletak
langsung di lantai, hidup selama lima hari tanpa pendingin ruangan padahal musim disana juga
sangat panas apabila malam hari dengan ventilasi yang kecil pula. Namun saya belajar banyak
dari kegiatan Imersi ini. Kegiatan ini menambah pengalaman yang sangat berharga bagi
kehidupan saya. Pelajaran yang saya dapatkan ini akan saya berbagi cerita dengan orangtua,
teman-teman saya.

Tak hanya pengalaman yang akan saya bagikan, namun oleh-oleh dari induk semang
saya yang sungguh baik memberikan saya mangga dari hasil kebun ibunya yang amat banyak.
Saya tak henti-hentinya mengucapkan banyak terima kasih kepada keluarga ini yang sangat baik
kepada saya. Saya selama ini terkadang membuang makanan apabila saya tidak habis namun
dari Imersi ini saya melihat dimana kita tidak boleh membuang maknanan begitu saja,
melainkan harus selalu bersyukur. Karena banyak orang diluar sana yang mungkin belum
seberuntung kita yang bisa makan kenyang tanpa henti. Terima kasih atas kegiatan Imersi yang
luar biasa pengalaman nya bagi hidup saya. Terima kasih, Desa Kalibago.

Ini merupakan foto saya dengan induk semang nya

5
Ini foto kami sedang membantu tetangga mengupas kacang untuk hari natal nanti

Anda mungkin juga menyukai