Anda di halaman 1dari 2

Kebiasaan Gotong Royong Menyambut Acara Pernikahan atau Perkawinan

Di Desa Sirih, Kecamatan Kalumpang, Kabupaten HSS

Oleh Marny Rustina

Di masyarakat Indonesia kebiasaan gotong royong memang sudah berakar. Walau di daerah
perkotaan kebiasaan ini sudah mulai terkikis. Pada setiap wilayah Indonesia terdapat kebiasaan
gotong royong untuk berbagai kegiatan dan memiliki keunikan masing-masing. Kali ini saya kan
mengulas tentang kebiasaan gotong royong dalam rangka persiapan pernikahan atau perkawinan di
Desa Sirih Kecamatan Kalumpang Kabupaten Hulu Sungai Selatan.

Kegiatan gotong royong untuk menyambut pesta pernikahan atau perkawinan biasanya
dimulai tiga hari sebelum hari dilangsungkannya pesta. Para tetangga dan warga desa yang terdiri dari
laki-laki dan perempuan memulai kegiatan mereka. Para lelaki biasanya mulai menyiapkan lahan
untuk mendirikan tenda tamu. Tenda tersebut biasanya terbagi dua. Ada tenda untuk tamu laki-laki
dan tenda untuk tamu perempuan. Untuk tuan rumah yang penghasilannya pas-pasan biasanya tenda
hanya menggunakan terpal sebagai atapnya. Tiang-tiang penyangganya menggunakan batang bambu.
Sedangkan untuk menutup sisinya atau sebagai dinding biasanya menggunakan kain-kain bekas
spanduk yang sudah tidak digunakan lagi. Pintu gerbang tenda dihiasi dengan pelepah dan daun
kelapa melengkung.

Para lelaki juga mulai menyiapkan kayu bakar berupa kayu dari pohon kelapa yang sudah
dikeringkan berbulan-bulan oleh tuan rumah. Kayu bakar itu akan digunakan untuk memasak berbagai
masakan untuk hidangan saat pesta.

Kaum Wanita biasanya mulai sibuk membuat bumbu. Juru masaknya adalah ibu-ibu tua di
desa yang punya pengalaman memasak dalam jumlah banyak. Sedangkan yang lainnya membantu
menyiapkan bahan-bahan bumbu. Tugas paling ringan yang biasa dilakukan para remaja putri adalah
mengupas bawang dan menghaluskan bumbu. Sedangkan untuk membersihkan ayam biasanya
dikerjakan oleh ibu yang sudah berpengalaman.

Selama dua hari menjelang pesta para wanita menyiapkan dua konsumsi. Pertama adalah
konsumsi untuk warga yang sedang bergotong royong, kedua adalah konsumsi untuk hari perayaan.
Setiap warga yang ikut gotong royong, makan siang mereka dan keluarganya akan ditanggung tuan
rumah. Tetapi biasanya para warga yang datang juga membawa bahan pokok untuk menyumbang
kepada tuan rumah berupa beras, telur, gula pasir, gula merah, teh, kopi, dan lainnya. Semua
sumbangan berupa bahan pokok bisanya dimasukkan ke dalam bakul purun. Ketika acara usai bakul
purun itu diisi dengan nasi dan lauk oleh tuan rumah sebagai “ barakat” dan dikembalikan kepada
pemilik bakul-bakul tersebut.

Pada hari perayaan pernikahan atau perkawinan, yang memasak nasi adalah laki-laki. Mereka
dikenal dengan istilah “ Pangawahan”. Para Wanita hanya menyiapkan lauk dan menyajikannya.

Demikianlah kebiasaan gotong royong yang masih dilakukan masyarakat Desa Sirih dari
dahulu hingga saat ini. Kebiasaan tersebut tetap dilakukan karena sebagian besar warga desa memang
masih memiliki hubungan darah. Karena hubungan kekeluargan tersebut membuat mereka lebih erat
dan mudah saling menolong pada setiap kegiatan.
Bakul purun = sejenis keranjang dari anyaman purun (nama tumbuhan)

Baraakat = oleh-oleh

Pangawahan = juru masak khusus nasi

Anda mungkin juga menyukai