Anda di halaman 1dari 4

Berikut ini adalah berbagai kesenian adat budaya Belitung :

1. Maras Taon. Pada saat panen tiba, dukun kampung akan kembali berperan sebagai orang
pertama yang melakukan pemotongan padi, sebab dibutuhkan mantera mantera khusu untuk
mengusir roh-roh jahat dari lingkungan pemukiman. setelah selesai panen diadakan selamatan
secara bersama sama yang disebut dengan upacara Maras Taon, upacara ini biasanya akan
melibatkan beberapa kelompok sekaligus. Upacara itu sampai sekarang masih dilakukan
diberbagai daerah belitung, seperti kecamatan Membalong dan tanjungpandan.
2. Beripat Beregong. Beripat merupakan jenis kesenian pertunjukan, dan beregong yang diambil
dari kata "Gong" adalah nama alat musiknya. kedua kesenian ini tidak dapat dipisahkan satu
dengan yang lain. beregong tanpa beripat tidak komplit dan sebaliknya. Beripat itu bisa
dikatakan jenis olahraga bela diri dengan menggunakan senjata rotan bagi sepasang pemain.
3. Berinai. Kesenian Berinai atau disebut Begubang dilakukan pada hari perkawinan atau maras
taon. Apabila pertunjukan dilakukan pada saat upacara perkawinan, penarinya berada
disamping pengantin. Alat musik yang digunakan berupa gendang dan piul. Pemainnya terdiri
dari dua atau tiga wanita menabuh gendang dan memainkan piul sambil melantunkan pantun
bersahut.
4. Betiong. Adalah kesenian adat budaya Belitung yang berupa kesenian instrument dan vocal
(nyanyian bersambut pantun). Peralatan instrument yang digunakan dalam kesenian adat
betiong ini adalah: tawak-tawak, gendang panjang sebanyak 3 buah, kelinang dan pelaksanaan
betiong ini biasanya dilakukan pada malam menyambut pengantin bersanding dan dilakukan
dengan posisi duduk.
5. Campak atau Becampak. Merupakan kesenian adat budaya Belitung dimana bintang utamanya
adalah satu atau beberapa orang penari wanita yang menari diatas panggung atau pentas
terbuka yang diiringi dengan bunyi instrument yang berupa Gambus, biola, gendang serta
tawak-tawak. Penari wanita tersebut bernyanyi sambil berpantun dimana selanjutnya adalah
para laki-laki ikut menari dan disudahi penari laki-laki tersebut memabayar sejumlah uang.
6. Dulmuluk merupakan sandiwara/ drama tradisional yang berisi kisah-kisah atau riwayat
kerajaan dan dapat juga dikatakan berisi cerita folklore.
7. Besepen atau Japen, merupakan jenis tari-tarian untuk menyambut tamu agung. Jumlah
penarinya cukup banyak yang biasanya diperankan oleh gadis-gadis remaja.
8. Begubang. Hampir sama dengan Becampak diatas, akan tetapi para penari wanitanya memakai
kain sarung atau selendang dan kebaya, dimana selendang tersebut digunakan untuk mencari
pasangan laki-laki dan tempat pelaksanaannya adalah di pentas atau panggung
terbukaBedenggu merupakan kesenian adat budaya yang berupa rebana atau hadra
tradisional Belitong yang terdiri dari empat gendang digunakan untuk arak-arakan pengantin.
9. Begambus ialah kesenian tradisional belitong yang dipetik dan dibuat dari kayu lempung dan
senar atau dawainya menggunakan nilon. Bentuk gambus belitong ini sangat ramping. Gambus
digunakan sebagi instrument pengiring nanyian vocal.
10. Begasing ialah jenis kesenian olah raga, merupakan permainan yang sering dipertandingkan.
Terbuat dari kayu dan dirangkai dengan tali.
11. Besya’er (Bersyair) merupakan seni baca tulis huruf arab gundul. Berisikan cerita yang
bernafaskan Agama Islam.
12. Berzanji (Barzanji), merupakan seni baca huruf arab yang berisi riwayat Nabi Muhammad
SAW dan dibaca pada saat selamatan anak dan berbagai hal lainnya.

Begawai, Adat Pernikahan Masyarakat Melayu Belitong

Pernikahan adalah suatu momen yang sakral, dimana penyatuan dua


insan ini juga harus mendapat pengakuan dari masyarakat. Begawai, begitulah istilah
yang dipakai oleh masyarakat Belitong untuk menyebut pesta perkawinan. Beragam
ritual ataupun kegiatan dilakukan secara turun temurun oleh para tokoh adat dan
dipercayai oleh masyarakat untuk dipatuhi, jika tidak, mereka percaya sesuatu yang
buruk akan terjadi nantinya. Maka tak berlebihan jika kemudian Pesta pernikahan
dua manusia ini menjadi pesta seluruh kampung.
Acara dimulai dengan penyampaian niat secara lisan oleh calon pengantin laki-laki
kepada kedua orang tua calon pengantin wanita. barulah beberapa hari, rombongan
keluarga wanita mendatangi keluarga laki-laki dengan membawa beberap makanan
khas sebagai wujud silaturahmi dan perkenalan Acara ini pada dasarnya
mengkonfirmasi, apakah benar niat si calon penganten laki-laki akan bersungguh-
sungguh untuk menikahi anak gadis mereka. Kemudian barulah keluarga laki-laki
melakukan kunjungan balasan kepada pihak keluarga perempuan untuk melakukan
lamaran. Kegiatan ini kemudian dikenal dengan istilah " Ngantar Jajak Gede ", karena
memang dibarengi dengan seserahan berupa bergam kue dan makanan.
Jauh hari sebelum begawai, keluarga harus nempa (memesan) "penghulu gawai" .
Penghulu Gawai adalah tokoh masyarakat yang telah dipercaya masyarakat sebagai
orang yang berpengalaman di bidang per"gawai"an ini. Penghulu Gawai lah yang
kemudian bertindak sebagi koordinator dan menghubungi pihak-pihak yang dianggap
berkompeten dalam mensukseskan gawai nantinya. Seperti Dukun Kampong, Tukang
Tanak, Tukang Ngundang, Mak Panggong, Mak Inang,Tukang Bebasun, dll.
Seminggu sebelum pelaksanaan resepsi, Penghulu gawai sudah mengundang
seluruh warga yang dianggap berkompeten tadi untuk membentuk panitia kecil.
Sebelum pembentukan panitia dimulai, biasanya tuan rumah "menyerahkan" secara
simbolis kepada penghulu gawai dengan berjabat tangan segala urusan yang
menyangkut kesuksesan acara nantinya. Panitia inilah nantinya yang akan bekerja
satu minggu ke depan. Pada pembentukan acara ini dibahas banyak hal, seperti
susunan acara, pinjam-meminjam peralatan dapur yang akan digunakan nanti hingga
alur datang dan keluar tamu. Setelah pembentukan panitia, acara kemudian
dilanjutkan dengan makan-makan dan silaturahmi sesama masyarakat kampong.
Esok hari, sebagian panitia laki-laki berkumpul untuk bergotong royong
membangun semacam "panggong" dari kayu sebagai tiangnya dan terpal plastik
sebagai atapnya (dulu menggunakan atap daun ), biasanya terbagi menjadi 5 bagian.
Yaitu Panggong penganten, Panggong tamu, Panggong Hiburan, Panggong Bemasak,
dan Panggong Bebasun. Panggong inilah yang kemudian akan disulap menjadi
pelaminan bagi penganten. Sedangkan kaun hawa yang berdekatan rumah biasanya
membantu tuan rumah untuk menyiapkan konsumsi warga yang sedang bergotong
royong.
Beberapa hari menjelang hari H, aktivitas begawai semakin meningkat. Pada siang
hari, dapat kita temui beberapa kaum hawa sibuk bercengkrama di panggong
bemasak sembari menyiapkan bumbu-bumbu yang akan digunakan pada masakan gawai
nantinya. Ada satu kebiasaan unik, biasanya para wanita di Belitung selalu membawa
pisau dari rumah dan kemudian berkembang menjadi sebuah tradisi. Aktivitas ini
dikenal dengan istilah " Ngembumbu". Sedangkan kaum adam justru meramaikan
suasana di malam hari, sembari terus berkomunikasi dan berkonsultasi mengenai
segala kekurangan dari apa yang telah direncanakan, mereka menghabiskan malam
dengan bermain kartu "gaple", mendengarkan hiburan yang disediakan tuan rumah,
atau hanya berbicara semata. hingga larut malam.
Satu hari menjelang acara resepsi, aktivitas pun semakin tinggi. Dipagi hari,
mempelai wanita melakukan "betamat ", istilah khataman Al-Quran yang dipakai
masyarakat Belitung sebagai salah satu syarat sebelum melangsungkan pernikahan.
Pengantin wanita harus mencicil mengaji jauh-jauh hari sebelumnya, sehingga pada
acara betamat, hanya beberapa surah terakhir saja yang dibaca.
Selesai acara betamat, Mak Inang sibuk menghias panggong penganten dengan
kain berwarna cerah khas melayu bercorak kuning , hijau dan merah. Mak inang ini
haruslah seorang perempuan, karena di akan dituntut untuk selalu dalam keadaan
suci (berwudhu) ketika menyentuh atau mendandani penganten. Bahkan banyak sekali
pantangan yang harus dijalani oleh "Mak Inang " ini. salah satunya yang unik adalah
tidak boleh mandi hingga acara resepsi selesai , jika dilanggar, konon resepsi
pernikahan akan diguyur hujan. Sebagian lagi sibuk membuat hiasan dari batang
pisang yang kemudian dihiasai dengan daun kelapa muda atau yang sering kita sebut
dengan janur, hiasan ini kemudian dibagi menjadi 3 bagian, bagian yang
melambangkan pengantin pria, pengantin wanita dan satu lagi untuk di gantung di
persimpangan rumah sebagai lambang bahwa sedang dilaksanakan acara pernikahan
di sekitar daerah tersebut. Tukang Tanak pun tak kalah sibuknya, menyiapkan kuali
dan dandang yang besar untuk menanak nasi yang berkarung-karung.Tukang tanak ini
sangat ditunggu-tunggu oleh sebagian masyarakat kampung, karena kerak nasi yang
melekat di kuali sangat nikmat disantap dengan kuah rendang.
"Urang Dapor", istilah yang digunakan untuk panitia di dapur, mulai memasak satu
hari sejak sore sehari sebelum hari H. Disini kemudian ada sebuah tradisi unik,
dimana dukun kampong harus menjadi orang yang pertama kali mencicipi seluruh
masakan, jika ini dilanggar, masyarakat percaya bahwa akan ada kejadian dimana
seluruh masakan akan menjadi basi dihari resepsi nanti. Peran dukun kampong dalam
acara begawai cukup kuat, bahkan sebelum acara bemasak dimulai pun, "aik kesalan"
atau air jampi sudah dipercikkan ke segala penjuru untuk menghindari gangguan
makhluk gaib, dan tidak lupa memasang penangkal hujan dari tusukan sate bumbu
dapur yang dihunjamkan ke tanah. Bahkan jauh hari sebelum acara, Penghulu gawai
sudah "berpamitan" dengan sang dukun yang menjadi penguasa lokal.

Pernikahan secara agama dan negara biasanya dilakukan


secara bersamaan, pada malam hari menjelang atau di pagi hari di hari resepsi. Acara dimulai
dengan tabuhan rebana dari kelompok hadra yang menyanyikan shalawat kepada para Nabi as
dan Rasulullah SAW yang dlanjutkan dengan arak-arakan menuju kediaman mempelai wanita.
Tiba di lokasi, rombongan ini kemudian disambut oleh penghulu gawai dan acara seserahan pun
dimulai. Dimana pemimpin rombongan dari penganten pria menyerahkan "antaran" untuk
diserahkan kepada penganten wanita sebagai hadiah melalui penghulu gawai. Kemudian
"antaran" ini diumumkan dan dihitung satu persatu sebagai wujud transparansi penghulu
gawai di depan semua undangan dan tuan rumah. Acara selanjutnya adalah "nyire", mencicipi
sirih antaran sebagai wujud menerima antaran dari pihak laki-laki. Apabila antaran sudah
diterima, maka penganten pria boleh masuk untuk segera melangsungkan pernikahan.
Penganten pria dan wanita di dekatkan dalam sebuah kerudung tetapi tidak boleh
bersentuhan. Setelah ijab kabul, barulah keduanya didekatkan sebagai suami istri. acara
kemudian dilanjutkan dengan pembacaan do'a dan makan-makan.
Pernikahan selesai, sekarang tinggal acara resepsi. Rombongan penganten pria
pun datang dengan dibarengi oleh kelompok hadra. Memasuki halaman rumah
penganten wanita, rombongan penganten pria dihadang oleh beberapa tokoh
setempat dengan seutas tali atau selendang. Kemudian terjadilah semacam
perdebatan menggunakan pantun atau "beradu pantun" hingga unjuk jurus silat
hingga pertarungan, bila tuan rumah masih juga belum mengijinkan penganten pria
masuk. Walaupun ini hanya sebuah sandiwara yang dikenal dengan istilah "berebut
lawang", namun ini adalah acara yang paling ditungu-tungu masyarakat, dimana
terdapat pesan moral bahwa segala sesuatunya butuh perjuangan dan senantiasa
untuk menghormati orang tua setempat dengan selalu meminta ijin. Biasanya
terdapat 3 gerbang hingga ke depan kamar penganten, bila berebut lawang cukup
sengit, biasanya rombongan harus menunggu hingga 30 menit untuk bisa sampai ke
depan pintu kamar. Eitss tunggu dulu, di depan pintu kamar, selendang kembali
terbentang. Mak Inang pun unjuk kekuasaan dari balik selendang untuk kembali
beradu pantun melawan kepala rombongan penganten pria. Kemudian barulah
penganten pria masuk ke dalam kamar penganten untuk bertemu sang permaisuri.
Acara kemudian dilanjutkan dengan pembacaan doa dan "makan bedulang" orang
kampung. Dimana seluruh undangan duduk bersama menyantap makanan yang sudah
disediakan tuan rumah di atas sebuah sulang yang ditutup dengan tudung saji khas
melayu. Orang tua dipersilahkan terlebih dahulu, sebelum yang lebih muda ikut
makan, sembari dihibur oleh penampilan kelompok musik melayu, campak ataupun
hadra.Bagi keluarga yang mempunyai harta berlebih, acara hiburan ini kadang
berlanjut hingga tujuh malam berturut-turut setelah hari resepsi untuk menghibur
orang sekampong hingga pembubaran pembubaran panitia nantinya.

Demikian, sekilas gambaran adat perkawinan masyarakat melayu Belitong. Walaupun


tidak begitu lengkap, tetapi kami yakin bahwa semua itu cukup untuk menggambarkan
kepada semua orang bahwa kita memiliki kekayaan yang luar biada dalam bidang
budaya. Kami berharap ini menjadi pemicu munculnya pemerhati-pemerhati budaya
untuk lebih menggali budaya dan adat istiadat yang mulai tergerus dengan kemajuan
jaman sekaligus mengingatkan bahwa kita pernah menjadi bangsa yang beradab dan
berbudaya luhur.(dan)

Anda mungkin juga menyukai