Anda di halaman 1dari 5

Dinamika Budaya yang ada di Kalimantan Utara

A. Latar Belakang
Provinsi Kalimantan Utara merupakan salah satu Provinsi yang ke-34 yang ada di Indonesia.
Kalimantan Utara merupakan salah satu Provinsi yang ada di Indonesia yang terletak dibagian
utara Pulau Kalimantan yang telah terpisah dari provinsi Kalimantan Timur.
Pusat pemerintahan Kalimantan Utara saat ini berada di Kota Tanjung Selor, bersama dengan
pusat pemerintahan Kabupaten Bulungan.
Provinsi ini berbatasan dengan Negara bagian Serawak dan Sabah, Malaysia Timur. Pelebaran
dari sebuah provinsi baru ini yang telah terpisah dari Kalimantan Timur mengalami proses yang
sangat panjang mulai tahun 2000.
Kemudian hingga pada akhirnya pada 25 oktober 2012 dalam rapat paripurna DPR mengesahkan
pembentukan provinsi baru Kalimantan Utara sebagai provinsi yang ke-34 di Indonesia
berdasarkan UU No.20 Tahun 2012.
Hampir 30% penduduk Kalimantan Utara adalah suku Jawa melalui program transmigrasi yang
merupakan kelompok terbesar, di susul penduduk asal Sulawesi Selatan, sisanya merupakan
penduduk asli Kalimantan Utara yaitu Dayak, Banjar, Bulungan,Tidung, dan suku Kutai. Sebagai
manusia yang bersuku Dayak, Tidung dan bulungan adalah sebuah keanekaragaman yang sangat
membanggakan bagi bangsa Indonesia karena pada suku tersebut memiliki sebuah sejarah yang
sangat penting dalam bersatunya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
B. Tujuan
Adapun tujuan pembuatan jurnal ini:
1. Agar dapat mengetahui perbedaan dari adat Tidung, Dayak dan Bulungan yang ada di
Kalimantan Utara.
2. Untuk mendeskripsikan budaya adat Tidung, Dayak dan Bulungan
C. Metode
Adapun metode yang penulis gunakan untuk menganalisis fenomena ini dengan menggunakan
pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif ini menggunakan data berupa angka-angka, gambar,
dan kata-kata. Meskipun nantinya ada data yang seperti gambar yang tidak ada.
A. Suku Tidung:

Adat suku Tidung

1.Upacara Iraw Tengku

Iraw tengkayu yang berarti pesta rakyat adalah tradisi upacara adat suku tidung yang bertujuan
untuk mengungkapkan rasa sukur atas hasil panen yang diperole Upacara ini dilakukan semenjak
suku tidung belum mengenal islam hingga sekarang. Dalam proses perjalanannya upacara adat
iraw tengkayu mengalami penyesuaian terhadap agama islam hal ini dikarenakan islam
merupakan agama kepercayaan dari suku tidung. Dalam acara tersebut terdapat sebuah perahu
yang disebut padaw tujuh dulung yang berarti perahu tujuh haluan.

2. Upacara Perkawinan

Suku tidung memiliki tradisi adat perkawinan. Tradisi ini telah berjalan pada setiap generasi dari
suku tidung. Prosesi dari adat perkawinan suku tidung memiliki beberapa tahap diantaranya:

a. Ginisinis

Merupakan tahapan pertama ketika seseorang yang ingin menikah. Tahapan ini merupakan
perjodohan dimana seorang pria yang dicarikan wanita yang nanti akan dijadikan istri. Pria
tersebut tidak pernah melihat wanita yang dimaksud sampai nanti akan dipernalkan kepada
dirinya. Peran ginisinis sangat menentukan terhadap kecocokan seorang pria dan wanita dan
ketika didapatkan kecocokan maka akan berlanjut pada tahap selanjutnya.

b. Berseruan

Setelah mendapatkan kecocokan antara pria dan wanita maka tahapan selanjut adalah beseruan
yaitu prosesi lamaran yang dilakukan oleh pihak pria kepada wanita dengan cara pihak dari
keluarga pria mendatangi keluarga pihak wanita dan sebelum membicarakan inti dari lamaran
maka terlebih dahulu pihak pria memberikan cindra mata yang biasanya bentuk perhiasaan
cincin. Pemberian cintra mata ini dinamakan buka sungut. Ketika pemberian tersebut telah
diterimah barulah pembicaraan dimulai. Selama pembicaraan tuan rumah tidak akan memberikan
hidangan kepada keluarga pria kemudian ketika mendapatkan kata sepakat barulah hidangan
akan diberikan kepada keluarga pria yang menandakan lamaran diterima.

c. Ganton de Pulut

Ganton de pulut yang berarti mengantar mas kawin. Mas kawin merupakan hasil kesepatan pada
saat beseruan yang menjadi kewajiban untuk di penuhi oleh calon mempelai pria untuk diantar
kerumah calon mempelai wanita.

d. Kawin Suru
Kawin suru merupakan rangkaian acara lanjutan dari nganton de pulut dimana dalam acara ini
merupakan akad nikah atau peresmian pernikahan. Di dalam acara kawin suru atau akad nikah
sebelum mempelai pria masuk kedalam rumah ia akan melakukan tradisi dimana mempelai pria
diberikan dua wadah atau tempat yang satunya berisi beras berwarna kuning yang bermakna
rezeki dan yang wadah satunya berisi air yang bermakna kesejukan dalam berumah tangga.
Wadah yang berisi beras berwarnah kuning akan diambil segengam oleh mempelai pria untuk
dicium dan memasukannya ke dalam wadah yang berisi air.

e. Bepupur

Bepupur yang dilakukan di malam hari. Acara ini dilaksanakan di rumah masing-masing akan
tetapi jika salah satu dari pihak mempelai berbeda kampung maka akan dilaksanakan secara
bersama-sama. Acara bepupur yaitu diamana mempelai wanita dan mempelai pria di berikan
pupur dingin yang dibuat oleh masing-masing keluarga yang nantinya akan saling bertukar antar
kedua keluarga mempelai. Dalam prosesi acara bepupur akan diiringi dengan kesenian hadra

f. Selanggo

Selanggo yaitu acara ini masing mempelai di pakaikan pewarnah kuku yang berwarnah merah
yang berasal dari daun-daunan.

g. Kiwon Talulando

Kiwon talulando yang berarti malam ketiga merupakan acara lanjutan dari prosesi perkawinan.
Acara ini dilakukan pada malam hari dimana akan dihadiri undangan yang kemudian di isi oleh
ajara hiburan jepin sejenis tarian. Setalah undangan pulang maka akan dilanjutkan dengan acara
menyayikan lagi bebalon yang dilakukan hingga pagi hari. Sementara acara menyayikan lagu
bebalon barulah kedua mempelai masuk kedalam kamar dan dapat melakukan hubungan suami
istri. Dalam acara kiwon telulando diadakan pula acara sedulang sebagai rangkaian di dalamnya
yaitu peralatan makan akan di bersihkan dan dibagikan pada kerabat keluarga.
h. Beniuk

beniuk ialah acara diamana pada subuh hari mempelai wanita akan dimandikan oleh beberapa
orang tua yang diringi dengan music hadra. Setelah acara beniuk selesai maka dilanjutkan
dengan aca betemot pada pagi hari yaitu acara ini mempelai pria akan menamatkan bacaan Al-
Quran. Acara betemot tidak menjadi wajib ketika mempelai pria telah melaksanakan acara
betemot Al-Quran sebelum ia menikah.

B. Suku Dayak:
Tradisi Kebiasaan Suku Dayak

Upacara Tiwah

Upacara Tiwah ini merupakan salah satu ritual adat untuk mengantarkan tulang belulang orang
yang sudah meninggal ke sebuah rumah kecil yang secara istimewa mereka buat sebagai tempat
peristirahatan terakhir orang tersebut.

Tradisi Tiwah ini diiringi dengan berbagai macam ritual berupa tari-tarian, pukulan gong yang
berirama, hingga berbagai macam hiburan sebagai perayaan terakhir untuk sang pemilik tulang
belulang. Rumah kecil tempat peristirahatan terakhir itu dalam bahasa Dayak disebut Sandung.
Upacara Tiwah terdiri dari serangkaian acara yang dilaksanakan dalam waktu beberapa hari dan
memakan biaya yang tidak sedikit.
Upacara Tiwah hanya dilakukan oleh warga Dayak Kalimantan Tengah. Upacara ini merupakan
upacara kematian yang sudah dilaksanakan selama ratusan tahun. Upacara ini merupakan salah
satu ritual kepercayaan masyarakat Dayak.

Seseorang yang meninggal akan dikuburkan sampai batas waktu tertentu (sampai kira-kira hanya
tersisa tulang belulangnya). Lantas kuburan tersebut digali kembali untuk memindahkan tulang
belulang tersebut ke tempat peristirahatan terakhirnya. Secara filosofis, upacara Tiwah
merupakan bentuk prosesi untuk mengantarkan roh leluhur ke alam baka. Prosesi ini juga
dipercaya dapat membuang sial bagi keluarga yang ditinggalkan.

Manajah Antang

Suku Dayak terkenal dengan keahlian dalam dunia mistiknya yang sangat kuat dan hebat
sehingga tidak salah jika masyarakat kita saat ini pun masih sangat segan jika berhadapan dengan
suku Dayak. Salah satu ilmu yang sangat terkenal adalah Manajah Antang.
Manajah Antang biasanya digunakan oleh suku Dayak untuk mencari seseorang yang menjadi
musuh mereka. Walaupun si musuh itu bersembunyi di daerah yang tersembunyi sekalipun di
mana orang awam tak bisa menemukan, namun orang suku Dayak akan dengan mudah
menemukannya. Biasanya yang mereka gunakan untuk menemukan musuh ini adalah dengan
memanggil arwah para leluhur dengan perantaraan burung Antang. Burung itulah yang akhirnya
menunjukkan tempat persembunyian si musuh.
Mungkin jika pemerintah meminta tolong kepada suku Dayak untuk mencari para koruptor kelas
kakap yang menghilang, maka para koruptor itu juga akan segera dapat ditemukan dengan
mudah melalui tradisi suku Dayak yang satu ini. Sayangnya, orang suku Dayak ini adalah orang-
orang yang cinta damai sehingga hanya orang-orang yang benar-benar dianggap membahayakan
suku merek i7a sajalah yang mereka anggap sebagai musuh.

C. Suku Bulungan:
Upacara Adat Bulungan
Suku Bulungan masih melakukan beberapa upacara tradisi pendahulu mereka. Beberapa di
antaranya sebagai berikut:
1. Birau
Dalam bahasa Bulungan, "birau" artinya "pesta besar". Pesta ini memang dirayakan dengan sangat
meriah oleh semua rakyat. Meskipun pada awalnya, Perayaan Birau hanya dilaksanakan pada
masa Kesultanan Bulungan dalam rangka syukuran khitanan anak-anak raja.
Namun demi melestarikan adat istiadat dan menciptakan daya tarik pariwisata, Upacara Birau
diselenggarakan secara rutin, bahkan menjadi agenda resmi pemerintah Kabupaten Bulungan.
Biasanya, pelaksanaannya setiap 12 Oktober, bersamaan dengan peringatan HUT Kota Tanjung
Selor dan Kabupaten Bulungan. Walaupun dari tahun ke tahun, pesta ini terus menunjukkan gejala
sepi peminat, karena keterbatasan dana dari pemerintah daerah. Banyak pihak khawatir, pesta
budaya ini akan dilupakan masyarakat Bulungan, serta suku-suku pendatang yang berada di sana,
seperti Dayak, Bugis, dan Jawa.
2. Lampi' Sapot
Upacara adat ini juga dikenal sebagai "naik ayun". Diadakannya ketika anak berusia sekitar satu
bulan hingga mampu membalik badannya sendiri. Naik ayun dibuat berdasarkan ajaran Islam,
yaitu ibadah aqiqah.
Tradisi ini sebenarnya juga dimiliki oleh suku-suku lain di Kalimantan. Namun dalam tradisi
Bulungan, bahan-bahan yang harus disediakan cukup khas. Seperti nasi rasul dua buah (karena
mengikuti sunah nabi berkaitan dengan perjalanan Shofa dan Marwah), satu buah kelapa biasa
yang dibungkus dengan kain kuning, kelapa gading, sebuah lilin, bantal bayi kuning untuk anak
bangsawan dan putih untuk orang biasa, dan 33 busak balai (bendera bermotif ukiran) yang
diletakkan di dua tiang besar.
Teknis acaranya, anak dimasukkan secara simbolik ke dalam sapot oleh para tetua laki-laki, lalu
tetua perempuan. Setelah itu, ada tari-tarian jepen. Namun sekarang, tari jepen ini jarang
ditampilkan dalam Ritual Lampi' Sapot. Kemudian nasi rasul dibagi-bagikan kepada
undangan.Lamanya upacara sekitar empat jam, biasanya dari pukul 8 pagi hingga pukul 12 siang.

Anda mungkin juga menyukai