Anda di halaman 1dari 7

UPACARA ADAT LARUNG SESAJI 1 SURO

Larung sesaji 1 suro


adalah ritual setiap 1 suro
yang
bertujuan
untuk
melestarikan budaya adat
Jawa.
Ritual
ini
juga
sebagai wujud rasa syukur
nelayan atas melimpahnya
tangkapan ikan dan sebagai
doa tolak bala agar nelayan
terhindar
dari
segala
bahaya.Ritual ini hanya di
adakan pada tanggal 1
suro,
kalau
di
Blitar
biasanya di selenggarakan
di Pantai Serang dan Pantai
Tambakrejo.Biasanya acara ini di awali dengan tarian-tarian yang bertujuan untuk
menyambut para tamu yang hadir seprti bapak Bupati Blitar serta dari Dinas Impopar
dan juga segenap pejabat Pemda.Ritual ini di selenggarakan setiap tahun nya untuk
memperingati tahun baru Islam (1 Muharam).
Upacara Larung ini juga bisa menarik wisatawan karena masih kental dengan adat
dan budaya Jawa.Upacara Larung Sesaji ini sangat sakral dan di percaya oleh warga
Desa Serang dan sekitarnya sebagai warisan budaya leluhur.Semua pengikut dan
undangan setiap pelaksanaan Larung Sesaji di Pantai Serang di laksanakan
berdasarkan adat jawa dengan memakai pakaian khas orang Jawa atau
Kejawen.Sedangkan pelaksanaan Larung Sesaji di lengkapi dengan Tumpeng Agung
setinggi 1,5 meter.Tumpeng Agung juga di hiasi dengan buah-buahan dan hasil bumi
warga Desa Serang contohnya ubi,ketela pohong,jagung,kacang tanah, pepaya, dan
pisang yang di rakit dan di tempatkan di atas alas dari anyaman bambu seluas 7
meter2. Berbagai sesaji juga dibawa sebagai kelengkapan ritual termasuk kepala
sapi/lembu .Sebelum di berangkatkan para sesepuh desa melaksanakan selamatan
yang di ujubkan oleh pawang desa di tempat yang sudah di tentukan sejak jaman
dahulu dari nenek moyang abdolnya di depan joglo.Selesai selamatan bisa disusun
persiapan pemberangkatan Upacara Larung.Di urutan pertama arak-arakan para
sesepuh desa membawa sesaji dan tabur bunga di belakangnya terdapat Tumpeng
Agung.Di belakang Tumpeng Agung ada para ibu-ibu petani yang membawa ranjang
berisi sayur-sayuran dan hasil bumi lainnya serta siap untuk di larung.Kemudian
belakangnya dari kesenian jaranan turonggo samudro dari Desa Serang Kecamatan
Panggungrejo Kabupaten Blitar yang memiliki pemeran barongan yang indah dan
menyeramkan dengan tubuh yang hitam kekar.Di belakangnya para sesepuh dan
pejabat desa serta Pak Camat, semua perangkatnya,kemudian Bapak Bupati Blitar dan
juga semua pejabat Pemda tak kalah pentingnya juga para pejabat impopar yang selalu
memandu jalannya ritual larung sesaji yang dilaksanakan di Pantai Serang setiap 1
Suro.

Arak-arakan
sangatlah
ramai
karena jarak dari tempat sesaji dan laut
membutuhkan waktu 20 menit sudah
sampai di pinggiran pantai.Sesampainya
di pinggiran pantai sesepuh desa berdoa
agar Tumpeng Agung di terima oleh Yang
kuasa. Selesai doa Tumpeng Agung
langsung di terima oleh pasukan nelayan
yang siap melarungkan Tumpeng Agung
dengan
jumlah
8
orang
nelayan.Tumpeng
Agung
telah
di
letakkan di perahu dan melaju ke tengah
laut di sertai lemparan hasil bumi yang di
bawa oleh ibu-ibu petani.Setelah para nelayan sampai di tengah laut Tumpeng Agung
langsung di lepas oleh para nelayan dan di bawa ombak ke samudra luas itu
membuktikan Tumpeng Agung telah di terima oleh Yang Kuasa. Selesailah sudah
Upacara Ritual Larung Sesaji yang di laksanakan setiap 1 suro di Pantai Serang. Ritual
larung sesaji menjadi tontonan menarik bagi ribuan warga yang datang tidak hanya
berasal dari Blitar saja.

PERNIKAHAN ADAT BATAK TOBA


Pernikahan adat Batak Toba adalah salah satu upacara ritual adat Batak Toba. Dalam
adat Batak Toba, penyatuan dua orang dari anggota masyarakat melalui perkawinan tak bisa
dilepaskan dari kepentingan kelompok masyarakat bersangkutan.
Dalam adat ini, upacara perkawinan
didahului dengan upacara pertunangan. Upacara
ini bersifat khusus dan otonom; diakhiri dengan
tata cara yang menjamin, baik awal penyatuan
kedua calon pengantin ke dalam lingkungan baru,
maupun perpisahan dan peralihan dari masa
peralihan tetap, sebagaimana akan diteguhkan
dalam upacara perkawinan. Dengan demikian,
tata upacara perkawinan terdiri dari tata cara
penyatuan tetap atau permanen ke dalam
lingkungan (sosial) baru, dan tata cara penyatuan
yang bersifat personal.
Dalam adat Batak Toba, upacara pernikahannya memiliki tahapan-tahapan yang
berbeda dai pernikahan lainnya, yaitu :
1. Paranakkon Hata - Paranakkon hata artinya menyampaikan pinangan oleh paranak (pihak
laki-laki) kepada parboru (pihak perempuan). Pihak perempuan langsung memberi jawaban
kepada suruhan pihak laki-laki pada hari itu juga dan pihak yang disuruh paranak panakkok
hata masing-masing satu orang dongan tubu, boru, dan dongan sahuta.
2.

Marhusip - Marhusip artinya membicarakan prosedur yang harus dilaksanakan oleh


pihak paranak sesuai dengan ketentuan adat setempat (ruhut adat di huta i) dan sesuai
dengan keinginan parboru (pihak perempuan). Pada tahap ini tidak pernah dibicarakan
maskawin (sinamot). Yang dibicarakan hanyalah hal-hal yang berhubungan dengan marhata
sinamot dan ketentuan lainnya. Pihak yang disuruh marhusip ialah masing-masing satu
orang dongan-tubu,boru-tubu, dan dongan-sahuta.

3.

Marhata Sinamot - Pihak yang ikut marhata sinamot adalah masing-masing 2-3 orang
dari dongan-tubu, boru dandongan-sahuta. Mereka tidak membawa makanan apa-apa,
kecuali makanan ringan dan minuman. Yang dibicarakan hanya mengenai sinamot dan jambar
sinamot.

4.

Marpudun Saut - Dalam Marpudun saut sudah diputuskan: ketentuan yang pasti
mengenai sinamot, ketentuan jambar sinamot kepada si jalo todoan, ketentuan sinamot
kepada parjambar na gok, ketentuan sinamot kepada parjambar sinamot, parjuhut, jambar
juhut, tempat upacara, tanggal upacara, ketentuan mengenai ulos yang akan digunakan,
ketentuan mengenai ulos-ulos kepada pihak paranak, dan ketentuan tentang
adat. Tahapannya sebagai berikut: [1] Marpudun saut artinya merealisasikan apa yang
dikatakan dalam Paranak Hata, Marhusip, dan marhata sinamot. [2] Semua yang dibicarakan
pada ketiga tingkat pembicaraan sebelumnya dipudun (disimpulkan, dirangkum) menjadi satu
untuk selanjutnya disahkan oleh tua-tua adat. Itulah yang dimaksud dengan dipudun saut. [3]
Setelah semua itu diputuskan dan disahkan oleh pihak paranak dan parboru, maka tahap
selanjutnya adalah menyerahkan bohi ni sinamot (uang muka maskawin) kepada parboru
sesuai dengan yang dibicarakan. Setelah bohi ni sinamot sampai kepada parboru, barulah
diadakan makan bersama dan padalan jambar (pembagian jambar). [4]Dalam marpudun saut
tidak ada pembicaraan tawar-menawar sinamot, karena langsung diberitahukan kepada
hadirin, kemudian parsinabung parboru mengambil alih pembicaraan. Pariban adalah pihak
pertama yang diberi kesempatan untuk berbicara, disusul oleh simandokkon, pamarai, dan
terkahir oleh Tulang. Setelah selesai pembicaraan dengan si jalo todoan maka
keputusan parboru sudah selesai; selanjutnya keputusan itu disampaikan kepada paranak
untuk melaksanakan penyerahan bohi ni sinamot dan bohi ni sijalo todoan. Sisanya akan
diserahkan pada puncak acara, yakni pada saat upacara perkawinan nanti.).

5.

Unjuk - Semua upacara perkawinan (ulaon unjuk) harus dilakukan di halaman pihak
perempuan (alaman ni parboru), di mana pun upacara dilangsungkan, berikut adalah tata
geraknya: [1] Memanggil liat ni Tulang ni boru muli dilanjutkan dengan menentukan tempat
duduk. Mengenai tempat duduk di dalam upacara perkawinan diuraikan dalam Dalihan Na
Tolu. [2] Mempersiapkan makanan: (a) Paranak memberikan Na Margoar Ni
Sipanganon dariparjuhut horbo. (b) Parboru menyampaikan dengke (ikan, biasanya ikan mas)

6.

Doa makan

7.

Membagikan Jambar

8.

Marhata adat yang terdiri dari tanggapan oleh parsinabung ni paranak; dilanjutkan
oleh parsinabung ni parboru;tanggapan parsinabung ni paranak, dan tanggapan parsinabung
ni parboru.

9.

Pasahat sinamot dan todoan,

10.

Mangulosi dan Padalan Olopolop.

11.

Tangiang Parujungan - Doa penutup pertanda selesainya upacara perkawinan adat


Batak Toba.

UPACARA PEMAKAMAN RAMBU SOLO


Dalam suku Toraja, Sulawesi
Selatan, upacara pemakaman merupakan
ritual yang paling penting dan berbiaya
mahal. Semakin kaya dan berkuasa
seseorang,
maka
biaya
upacara
pemakamannya akan semakin mahal.
Upacara kematian ini disebut Rambu
Solo.
Rambu Solo merupakan acara
tradisi yang sangat meriah di Tana Toraja,
karena memakan waktu berhari-hari untuk
merayakannya. Upacara ini biasanya dilaksanakan pada siang hari, saat matahari mulai
condong ke barat dan biasanya membutuhkan waktu 2-3 hari. Bahkan bisa sampai dua minggu
untuk kalangan bangsawan. Kuburannya sendiri dibuat di bagian atas tebing di ketinggian bukit
batu. Karena menurut kepercayaan Aluk To Dolo (kepercayaan masyarakat Tana Toraja dulu,
sebelum masuknya agama Nasrani dan Islam) di kalangan orang Tana Toraja, semakin tinggi
tempat jenazah tersebut diletakkan, maka semakin cepat pula rohnya sampai ke nirwana.
Dalam agama aluk, hanya keluarga bangsawan yang berhak menggelar pesta
pemakaman yang besar. Pesta pemakaman seorang bangsawan biasanya dihadiri oleh ribuan
orang dan berlangsung selama beberapa hari. Sebuah tempat prosesi pemakaman yang
disebut rante biasanya disiapkan pada sebuah padang rumput yang luas, selain sebagai tempat
pelayat yang hadir, juga sebagai tempat lumbung padi, dan berbagai perangkat pemakaman
lainnya yang dibuat oleh keluarga yang ditinggalkan. Musik suling, nyanyian, lagu dan puisi,
tangisan dan ratapan merupakan ekspresi duka cita yang dilakukan oleh suku Toraja tetapi
semua itu tidak berlaku untuk pemakaman anak-anak, orang miskin, dan orang kelas rendah.
Upacara pemakaman ini kadang-kadang baru digelar setelah berminggu-minggu,
berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun sejak kematian yang bersangkutan, dengan tujuan agar
keluarga yang ditinggalkan dapat mengumpulkan cukup uang untuk menutupi

biaya pemakaman.Suku Toraja percaya


bahwa kematian bukanlah sesuatu yang
datang
dengan
tiba-tiba
tetapi
merupakan
sebuah
proses
yang
bertahap menuju Puya (dunia arwah,
atau akhirat). Dalam masa penungguan
itu, jenazah dibungkus dengan beberapa
helai kain dan disimpan di bawah
tongkonan. Arwah orang mati dipercaya
tetap tinggal di desa sampai upacara
pemakaman selesai, setelah itu arwah
akan melakukan perjalanan ke Puya.
Bagian lain dari pemakaman adalah penyembelihan kerbau. Semakin berkuasa
seseorang maka semakin banyak kerbau yang disembelih. Penyembelihan dilakukan dengan
menggunakan golok. Suku Toraja percaya bahwa arwah membutuhkan kerbau untuk
melakukan perjalanannya dan akan lebih cepat sampai di Puya jika ada banyak kerbau.
Penyembelihan puluhan kerbau dan ratusan babi merupakan puncak upacara pemakaman
yang diringi musik dan tarian para pemuda yang menangkap darah yang muncrat dengan
bambu panjang. Sebagian daging tersebut diberikan kepada para tamu dan dicatat karena hal
itu akan dianggap sebagai utang pada keluarga almarhum.

Nama
No. Absen

: Daffa Dary Oktaviano


: 06

Kelas

: XI IPS 2

Anda mungkin juga menyukai