Disusun Oleh:
Ruth M Sitohang (2305091010)
Natasya M Aritonang (2305091074)
Nurcahyani Purba (2305091062)
Evi N Butar-Butar (2305091022)
Kelas : AB-1B
Dosen Pengampu : Annalisa Sonaria HasibuanS.Pd.,M.Pd
Puji dan Syukur tim penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan Karunia-Nya tim penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
tugas ini. Tidak lupa tim penulis ucapkan terima kasih kepada dosen Etika dan
Budaya Sumut yaitu Ibu Annalisa Sonaria Hasibuan S.Pd.,M.Pd dan teman-teman
yang telah memberi dukungan untuk penyelesaian makalah ini.
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
Upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih
dianggap memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat.
Sadangkan Upacara pemakaman adalah sebuah upacara yang berhubungan dengan
penguburan atau peringatan dari jenazah orang mati. Kegiatan upacara pemakaman
terdiri dari kepercayaan dan praktik yang digunakan oleh sebuah budaya untuk
mengenang dan menghormati orang mati melalui berbagai monumen, doa dan ritual.
Selain sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah para leluhur,
juga merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri secara
aktif terhadap alam atau lingkungannya dalam arti luas.
Salah satu masyarakat yang masih setia mempertahankan tradisi dan ritual
nenek moyang mereka adalah masyarakat Batak Toba, yang terdapat di wilayah
Sumatera Utara. Masyarakat Batak Toba ini masih tetap melastarikan ritual-ritual
adat sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, meskipun pola hidup modern
telah mulai merambah kawasan ini dan mengancam tradisi-tradisi leluhur mereka.
Pemakaman seringkali memiliki aspek keagamaan yang ditujukan untuk membantu
jiwa almarhum mencapai kehidupan setelah kematian. Pemakaman biasanya meliputi
sebuah ritual yang diberikan kepada jenazah almarhum, tergantung pada budaya dan
agamanya.
Upacara adat pemakaman saur matua merupakan salah satu kegiatan yang
dilaksanakan untuk orang batak khususnya pada suku Batak Toba. Saur matua yang
artinya sampai tua atau sahat matua adalah tradisi adat batak toba yang di
langsungkan ketika orang batak meninggal di usia yang telah mencapai usia yang
sangat tua serta anak-anaknya laki-laki dan perempuan sudah menikah dan
mempunyai cucu dari anak-anaknya barulah upacara adat pemakaman saur matua ini
dilaksanakan.
Saur Matua
Orang yang mate saur matua itulah yang kedudukannya paling tinggi dalam
upacara adat Batak karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga.
Kematian ini dianggap ideal karena tidak memiliki tanggungan anak lagi. Saur
matua disebut juga kematian yang sempurna. Ketika orang Batak mati saur matua,
pihak kerabat secepatnya bermusyawarah (martonggo raja) membahas persiapan
upacara, meliputi waktu upacara, lokasi pemakaman, acara adat pasca penguburan,
dan keperluan teknis upacara.
Martonggo raja digelar di halaman rumah duka dari sore sampai selesai.
Pihak dongan sahuta (masyarakat setempat) turut hadir sebagai pendengar dan
biasanya mereka ikut membantu pelaksanaan upacara saur matua.
Di hari yang telah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang
hari di ruang terbuka, misalnya halaman rumah duka. Jenazah yang telah
dimasukkan ke dalam peti, diletakkan di tengah-tengah anak dan cucu. Bagian kaki
peti mengarah ke pintu keluar rumah. Sebelah kanan peti ialah anak laki-laki
dengan para istri dan anak, sedangkan di sebelah kiri adalah anak perempuan
beserta suami dan anaknya.
Jambar terdiri dari empat jenis, yakni juhut (daging), hepeng (uang), tor-
tor (tarian), dan hata (berbicara). Pembagian jambar hepeng tidak wajib karena
sudah digantikan oleh jambar juhut. Hanya orang terpandang yang tetap
memberikan hepeng.
Jambar juhut biasanya berupa daging kerbau atau kuda. Daging dipotong
oleh parhobas. Potongan daging dibagikan sesuai kedudukan seseorang. Kepala
(ulu) untuk para raja adat, kalau sekarang pembawa acara.Leher (rungkung) untuk
pihak boru, paha dan kaki (soit) untuk dongan sabutuha, punggung dan rusuk
untuk hula-hula, bagian belakang (ihur-ihur) untuk hasuhuton (anak tuan rumah).
Pada saat menari tor-tor atau manortor, para tulang menyelimutkan ulos
ragi iduk langsung ke badan mayat, sementara bona tulang dan bona ni
ari memberikan ulos sibolang. Ulos itu dibentangkan di atas peti mati sebagai
tanda kasih saya terakhir. Lalu, pihak hula-hula memakaikan ulos kepada boru
dan hela (menantu) sebagai simbol pasu-pasu (berkat).
Pihak hula-hula meletakkan ulos sibolang sebagai ulos simpetua di bahu
istri atau suami yang ditinggalkan. Kemudian, hula-
hula dan tulang memberikan ulos panggabei kepada semua keturunan si mayat,
dari yang tertua sampai paling bungsu. Setelah itu, semua perempuan dari
rombongan tulang menari tor-tor sambil menjunjung boras sipiritondi (beras
tepung tawar) untuk memberi berkat dan memperkuat tondi (roh).
Setelah semua ritus selesai, upacara adat ditutup dengan ibadah singkat
sebelum penguburan yang dipimpin pihak gereja. Mulai dari nyanyian rohani
pembuka, khotbah, nyanyian rohani penutup, dan doa penutup.
Sari Matua
Upacara pemakaman sari matua adalah tradisi pemakaman yang dilakukan
oleh suku batak toba di Sumatera Utara. Sari matua sendiri merupakan istilah dalam
bahas batak yang berarti “orang yang meninggal”. Pemakaman sari matua biasa
dilakukan dengan prosesi yang cukuo rumit dan melibatkan banyakn orang, terutama
anggota keluarga dan kerabat dekat. Dalam upacara ini, terdapat beberapa persiapan
yang harus di lakukan oleh pihak kerabat, seperti menentukan waktu upacara, lokasi
pemakaman, acara adat paska penguburan, dan keperluan teknis upacara. Pihak
kerabat terdiri dari dalihan natolu, sistem hubungan sosial masyarakat batak yang
berasal dari 3 kelompok unsur kkerabatan, yakni hula-hula (keluarga marga pihak
istri), dongan tubu (teman atau saudara semarga), dan boru (keluarga perempuan
pihak ayah/suami).
Dalam upacara pemakaman sari matua, terdapat 2 istilah yang dipakai untuk
menandakan status dari almahrum yaitu sari matua. Sari matua adalah istilah yang
dipakai jika si almahrum sudah memiliki cucu namun masih meninggalkan anak yang
belum menikah, maka di dalam peti posisi tangan akan dilipat diatas perut.
Status
Status orang yang saur matua adalah sudah menikah dan memperoleh cucu
beserta seluruh anak nya telah menikah. Sedangkan pada sari matua, status
almarhumah sudah menikah dan memiliki cucu namun anak-anak nya masih ada
yang belum menikah.
Kesimpulan
Keberagaman budaya di Indonesia, menjadikan Indonesia menjadi negara
yang penuh akan Keanekaragaman. Tentu setiap daerah pasti memiliki adat
istiadat dan kebiasaan masing-masing yang menjadikan penciri khas budaya
tersebut. Sama hal nya pada budaya pemakaman suku Batak Toba memiliki ciri
khas tersendiri yang membedakan setiap pemakaman orang Batak Toba sesuai
dengan status orang tersebut.
Pemakaman dengan tradisi dan susunan kegiatan khusus dapat dilihat pada
acara pemakaman Saur matua dan Sari matua Batak Toba. Iringan musik yang
mengalun pada setiap acara demi acara memiliki makna tersendiri yang
menambah kesan kekentalan budaya yang terpancar pada acara Saur matua dan
Sari matua Batak Toba.
DAFTAR PUSTAKA