Anda di halaman 1dari 11

PERBEDAAN PEMAKAMAN BATAK TOBA

SAUR MATUA DAN SARI MATUA

Disusun Oleh:
Ruth M Sitohang (2305091010)
Natasya M Aritonang (2305091074)
Nurcahyani Purba (2305091062)
Evi N Butar-Butar (2305091022)
Kelas : AB-1B
Dosen Pengampu : Annalisa Sonaria HasibuanS.Pd.,M.Pd

PRODI D-III ADMINISTRASI BISNIS


JURUSAN ADMINISTRASI NIAGA
POLITEKNIK NEGERI MEDAN
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur tim penulis ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas
berkat dan Karunia-Nya tim penulis masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan
tugas ini. Tidak lupa tim penulis ucapkan terima kasih kepada dosen Etika dan
Budaya Sumut yaitu Ibu Annalisa Sonaria Hasibuan S.Pd.,M.Pd dan teman-teman
yang telah memberi dukungan untuk penyelesaian makalah ini.

Adapun judul dari makalah ini adalah “PERBEDAAN PEMAKAMAN


BATAK TOBA SAUR MATUA DAN SARI MATUA”. Tim penulis menyadari
bahwa dalam penulisan makalah ini masih ada kekurangan, untuk itu kami sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga dengan selesainya
tugas ini, dapat bermanfaat bagi pembacanya serta menjadi pendukung nilai dari nilai
Mata Kuliah Etika dan Budaya Sumut.

Medan, Oktober 2023

Penyusun
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Upacara adat adalah salah satu tradisi masyarakat tradisional yang masih
dianggap memiliki nilai-nilai yang masih cukup relevan bagi kebutuhan masyarakat.
Sadangkan Upacara pemakaman adalah sebuah upacara yang berhubungan dengan
penguburan atau peringatan dari jenazah orang mati. Kegiatan upacara pemakaman
terdiri dari kepercayaan dan praktik yang digunakan oleh sebuah budaya untuk
mengenang dan menghormati orang mati melalui berbagai monumen, doa dan ritual.
Selain sebagai usaha manusia untuk dapat berhubungan dengan arwah para leluhur,
juga merupakan perwujudan kemampuan manusia untuk menyesuaikan diri secara
aktif terhadap alam atau lingkungannya dalam arti luas.

Salah satu masyarakat yang masih setia mempertahankan tradisi dan ritual
nenek moyang mereka adalah masyarakat Batak Toba, yang terdapat di wilayah
Sumatera Utara. Masyarakat Batak Toba ini masih tetap melastarikan ritual-ritual
adat sebagai bagian dari kehidupan mereka sehari-hari, meskipun pola hidup modern
telah mulai merambah kawasan ini dan mengancam tradisi-tradisi leluhur mereka.
Pemakaman seringkali memiliki aspek keagamaan yang ditujukan untuk membantu
jiwa almarhum mencapai kehidupan setelah kematian. Pemakaman biasanya meliputi
sebuah ritual yang diberikan kepada jenazah almarhum, tergantung pada budaya dan
agamanya.

Upacara adat pemakaman saur matua merupakan salah satu kegiatan yang
dilaksanakan untuk orang batak khususnya pada suku Batak Toba. Saur matua yang
artinya sampai tua atau sahat matua adalah tradisi adat batak toba yang di
langsungkan ketika orang batak meninggal di usia yang telah mencapai usia yang
sangat tua serta anak-anaknya laki-laki dan perempuan sudah menikah dan
mempunyai cucu dari anak-anaknya barulah upacara adat pemakaman saur matua ini
dilaksanakan.

Sedangkan Upacara kematian sari matua merupakan upacara adat yang


dilakukan sebagai bentuk penghormatan terakhir kepada seorang suami atau istri,
yang telah dikarunia cucu dari anak-anaknya walaupun masih ada anak yang belum
menikah dalam budaya batak toba. Upacara ini masih memiliki makna dan peranan
penting dari setiap elemen masyarakat khususnya tokoh ada dan masyarakat yang
semarga.

Masalah yang dihadapi masyarakat dalam pelaksanaan upacara ini dibutuhkan


materi yang cukup besar untuk mempersiapkan pelaksaan acara sehingga masyarakat
tidak melakukan upacara ini sebagaimana mestinya. Perlunya bahu membahu agar
nilai budaya dan kekeluargaan dalam adat batak toba tetap terjaga.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian saur matua?
2. Apa pengertian sari matua?
3. Apa perbedaan upacara adat pemakaman saur matua dan sari matua?

1.3 Tujuan Makalah


 Untuk memperdalam pengetahuan mengenai budaya yang ada di Sumatera
Utara.
 Untuk mengetahui beberapa macam upacara adat pemakaman suku Batak
Toba.
 Untuk memenuhi nilai semester satu mata kuliah Etika dan Budaya Sumut.
BAB 2
PEMBAHASAN

Saur Matua
Orang yang mate saur matua itulah yang kedudukannya paling tinggi dalam
upacara adat Batak karena mati saat semua anaknya telah berumah tangga.
Kematian ini dianggap ideal karena tidak memiliki tanggungan anak lagi. Saur
matua disebut juga kematian yang sempurna. Ketika orang Batak mati saur matua,
pihak kerabat secepatnya bermusyawarah (martonggo raja) membahas persiapan
upacara, meliputi waktu upacara, lokasi pemakaman, acara adat pasca penguburan,
dan keperluan teknis upacara.

Pihak kerabat terdiri dari dalihan natolu, sistem hubungan sosial


masyarakat Batak yang berasal dari tiga kelompok unsur kekerabatan, yakni hula-
hula (keluarga marga pihak istri), dongan tabu (teman atau saudara semarga),
dan boru (keluarga perempuan pihak ayah atau suami).

Keperluan teknis yang dimaksud biasanya terkait penyediaan peralatan


upacara, misalnya peti mati, alat musik beserta pemain, peralatan makan, dan
hidangan yang akan disuguhkan untuk para pelayat.

Martonggo raja digelar di halaman rumah duka dari sore sampai selesai.
Pihak dongan sahuta (masyarakat setempat) turut hadir sebagai pendengar dan
biasanya mereka ikut membantu pelaksanaan upacara saur matua.

Penyelenggaraan upacara saur matua tergantung kapan mayat akan


disemayamkan. Umumnya upacara ini baru dimulai ketika semua anaknya beserta
pihak hula-hula sudah datang. Tak jarang, pelaksanaanya ditunda hingga lebih dari
seminggu demi menunggu kedatangan semua anggota keluarga. Sambil menunggu,
biasanya dilakukan acara non adat, yakni menyambut kedatangan para pelayat
setiap hari sampai upacara saur matua digelar.

Di hari yang telah ditentukan, upacara saur matua dilaksanakan pada siang
hari di ruang terbuka, misalnya halaman rumah duka. Jenazah yang telah
dimasukkan ke dalam peti, diletakkan di tengah-tengah anak dan cucu. Bagian kaki
peti mengarah ke pintu keluar rumah. Sebelah kanan peti ialah anak laki-laki
dengan para istri dan anak, sedangkan di sebelah kiri adalah anak perempuan
beserta suami dan anaknya.

Upacara dimulai dengan menghidangkan jamuan makan siang. Pihak


penyelenggara biasanya menyajikan nasi dengan lauk hewan kurban (sapi atau
babi) yang telah dimasak oleh parhobas (juru masak pesta). Setelah makan selesai,
acara dilanjutkan dengan ritual pembagian jambar kepada seluruh dalihan
natolu sesuai ketentuan adat.

Jambar terdiri dari empat jenis, yakni juhut (daging), hepeng (uang), tor-
tor (tarian), dan hata (berbicara). Pembagian jambar hepeng tidak wajib karena
sudah digantikan oleh jambar juhut. Hanya orang terpandang yang tetap
memberikan hepeng.

Jambar juhut biasanya berupa daging kerbau atau kuda. Daging dipotong
oleh parhobas. Potongan daging dibagikan sesuai kedudukan seseorang. Kepala
(ulu) untuk para raja adat, kalau sekarang pembawa acara.Leher (rungkung) untuk
pihak boru, paha dan kaki (soit) untuk dongan sabutuha, punggung dan rusuk
untuk hula-hula, bagian belakang (ihur-ihur) untuk hasuhuton (anak tuan rumah).

Setelah pembagian jambar, acara dilanjutkan dengan pelaksanaan jambar


hata. Masing-masing pihak memberikan kata penghiburan untuk anak-anak yang
ditinggalkan si mati. Jambar taha dimulai dari hula-hula, dongan sahuta, boru,
dan terakhir dongan sabutuha. Setiap pergantian pemberi kata penghiburan,
diselingi jambar tor-tor. Semua orang menari tor-tor diiringi musik gondang
sabangunan, orkes tradisional Batak.

Pada saat menari tor-tor atau manortor, para tulang menyelimutkan ulos
ragi iduk langsung ke badan mayat, sementara bona tulang dan bona ni
ari memberikan ulos sibolang. Ulos itu dibentangkan di atas peti mati sebagai
tanda kasih saya terakhir. Lalu, pihak hula-hula memakaikan ulos kepada boru
dan hela (menantu) sebagai simbol pasu-pasu (berkat).
Pihak hula-hula meletakkan ulos sibolang sebagai ulos simpetua di bahu
istri atau suami yang ditinggalkan. Kemudian, hula-
hula dan tulang memberikan ulos panggabei kepada semua keturunan si mayat,
dari yang tertua sampai paling bungsu. Setelah itu, semua perempuan dari
rombongan tulang menari tor-tor sambil menjunjung boras sipiritondi (beras
tepung tawar) untuk memberi berkat dan memperkuat tondi (roh).

Setelah jambar tor-tor selesai, pihak hasuhuton secara bergantian


menyampaikan balasan kepada pihak-pihak yang memberikan jambar hata. Sambil
manortor, mereka mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu
pelaksanaan upacara.

Setelah semua ritus selesai, upacara adat ditutup dengan ibadah singkat
sebelum penguburan yang dipimpin pihak gereja. Mulai dari nyanyian rohani
pembuka, khotbah, nyanyian rohani penutup, dan doa penutup.

Kemudian, jenazah bersama peti mati pun dikuburkan. Sepulang


penguburan, pihak keluarga melakukan ritual adat ungkap hombing, yaitu
memberikan sebagian harta mendiang kepada pihak hula-hula.

Sari Matua
Upacara pemakaman sari matua adalah tradisi pemakaman yang dilakukan
oleh suku batak toba di Sumatera Utara. Sari matua sendiri merupakan istilah dalam
bahas batak yang berarti “orang yang meninggal”. Pemakaman sari matua biasa
dilakukan dengan prosesi yang cukuo rumit dan melibatkan banyakn orang, terutama
anggota keluarga dan kerabat dekat. Dalam upacara ini, terdapat beberapa persiapan
yang harus di lakukan oleh pihak kerabat, seperti menentukan waktu upacara, lokasi
pemakaman, acara adat paska penguburan, dan keperluan teknis upacara. Pihak
kerabat terdiri dari dalihan natolu, sistem hubungan sosial masyarakat batak yang
berasal dari 3 kelompok unsur kkerabatan, yakni hula-hula (keluarga marga pihak
istri), dongan tubu (teman atau saudara semarga), dan boru (keluarga perempuan
pihak ayah/suami).

Dalam upacara pemakaman sari matua, terdapat 2 istilah yang dipakai untuk
menandakan status dari almahrum yaitu sari matua. Sari matua adalah istilah yang
dipakai jika si almahrum sudah memiliki cucu namun masih meninggalkan anak yang
belum menikah, maka di dalam peti posisi tangan akan dilipat diatas perut.

Perbedaan Sari Matua dan Saor Matua


 Posisi Tangan
Pada saur matua, posisi tangan di dalam peti di letakkan disamping badannya. Hal
ini memiliki makna bahwa almarhum telah lepas semua beban atau tanggung
jawabnya sebagai orangtua selama dia hidup di dunia.Sedangkan pada sari
matua, posisi tangan di dalam peti akan dilipat diatas perut. Hal ini bermakna
bahwa almarhum masih ada tanggungan atau beban yang ditinggalkannya di
dunia.

 Status
Status orang yang saur matua adalah sudah menikah dan memperoleh cucu
beserta seluruh anak nya telah menikah. Sedangkan pada sari matua, status
almarhumah sudah menikah dan memiliki cucu namun anak-anak nya masih ada
yang belum menikah.

 Upacara adat kematian


Upacara adat kematian untuk Saur Matua biasanya bisa berlangsung sekitar satu
minggu. Sedangkan Sari Matua sendiri, upacara pemakamannya hanya
berlangsung selama satu hari saja dan pada hari itu juga jenazah sudah dapat
dikebumikan.
BAB 3
PENUTUP

Kesimpulan
Keberagaman budaya di Indonesia, menjadikan Indonesia menjadi negara
yang penuh akan Keanekaragaman. Tentu setiap daerah pasti memiliki adat
istiadat dan kebiasaan masing-masing yang menjadikan penciri khas budaya
tersebut. Sama hal nya pada budaya pemakaman suku Batak Toba memiliki ciri
khas tersendiri yang membedakan setiap pemakaman orang Batak Toba sesuai
dengan status orang tersebut.
Pemakaman dengan tradisi dan susunan kegiatan khusus dapat dilihat pada
acara pemakaman Saur matua dan Sari matua Batak Toba. Iringan musik yang
mengalun pada setiap acara demi acara memiliki makna tersendiri yang
menambah kesan kekentalan budaya yang terpancar pada acara Saur matua dan
Sari matua Batak Toba.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai