Disusun oleh:
Grace Eka
145120307111033
145120307111052
145120307111031
Aluk Todolo
Kebudayaan sangat mempengaruhi segenap tingkah laku dan perkembangan proses
mental bagi masyarakat yang termasuk dalam kelompok atau suku yang menganut
kebudayaan tertentu. Maka dari itu, erat kaitannya bagaimana cabang ilmu psikologi
dapat mengkaji beberapa fenomena yang dianut oleh beberapa kelompok masyarakat.
Dalam makalah ini menguak kebudayaan adat dari suku Toraja, Sulawesi Selatan. Dengan
kekentalan adat yang menonjol sebagai bentuk aliran Aluk Todolo (kepercayaan nenek
moyang). Suku Toraja sangat terkenal dengan adatnya yang kental dan mistis, membuat
sejarah yang fenomenal dari bumi belahan Sulawesi. Terletak di Kabupaten Tana Toraja,
sekitar 7-8 jam jalur darat dari ibukota Sulawesi Selatan yaitu Makassar. Diadopsi dari
bahasa Bugis, Toraja yang berarti orang yang berdiam di negri atas (Nooy-Palm. 1975).
Suku Toraja menganut aliran Aluk Todolo, yang merupakan kepercayaan yang kini
disebut Aluk Todolo ( Aluk = Agama atau Aturan, Todolo = Leluhur) artinya Agama
Leluhur atau Agama purba.
Secara garis besar upacara pemakaman terbagi kedalam 2 prosesi, yaitu Prosesi
Pemakaman (Rante) dan Pertunjukan Kesenian. Prosesi-prosesi tersebut tidak
dilangsungkan secara terpisah, namun saling melengkapi dalam keseluruhan upacara
pemakaman. Prosesi Pemakaman atau Rante tersusun dari acara-acara yang berurutan.
Prosesi Pemakaman (Rante) ini diadakan di lapangan yang terletak di tengah kompleks
Rumah Adat Tongkonan, antara lain:
1
2
benang perak.
MaPopengkalo Alang, yaitu proses perarakan jasad yang telah dibungkus ke sebuah
Proses menghias
peti jenazah (Ma
Prosesi yang kedua adalah Pertunjukan Kesenian. Prosesi ini dilaksanakan tidak
hanya untuk memeriahkan tetapi juga sebagai bentuk penghormatan dan doa bagi orang
yang sudah meninggal. Dalam Prosesi Pertunjukan kesenian dapat disaksikan pula antara
lain:
1
2
3
4
5
6
Setiap tiga tahun sekali kuburan leluhur mereka sengaja dibuka dan
dikeluarkan dari peti, untuk didandani. Uniknya, jasad mayat ini masih tetap utuh.
Menurut kepercayaan setempat, arwah para leluhur mereka masih hidup dan
mengawasi keturunannya dari tempat yang lain. Sebelum dibuka dan di angkat dari
peti, para tetua yang biasa dikenal dengan nama Tominaa, membacakan doa-doa
dalam bahasa Toraja Kuno. Setelah itu, mayat tersebut diangkat dan mulai dibersihkan
dari atas kepala hingga ujung kaki dengan menggunakan kuas atau kain bersih.
Setelah itu, barulah mayat tersebut dipakaikan baju yang baru dan kemudian kembali
dibaringkan di dalam peti tadi. Dalam ritual tersebut, mayat yang telah dikeluarkan
dari peti akan dibersihkan dan didandani layaknya pergi ke sebuah pesta meriah.
Jenazah dibaringkan di peti jenazah setelah dibersihkan dan dipakaikan pakaian yang baru.
Seorang anggota keluarga yang hendak mengeluarkan jenazah leluhurnya untuk dibersihkan
dan dipakaikan pakaian baru.
Makanan Khas
Selain memiliki budaya yang khas, Tana Minang (Toraja) juga memiliki makanan
khas yang hanya ada pada saat upacara- upacara adat, baik itu pernikahan maupun upacara
kematian di Toraja. Makanan khas tersebut dikenal dengan nama papiong. Papiong adalah
makanan sejenis lemang, yaitu makanan yang dibakar menggunakan bambu. Papiong
dimasak dengan mengunakan bambu biasa menggunakan sayur bulunangko (mayana) dan
bisa juga menggunakan Burak (pohon pisang) yang masih muda. Makanan ini terbungkus
bambu dengan bahan dasar beras dan daging. Bambu yang digunakan berukuran kecil,
dengan panjang 40 sampai 50 centimeter, dan jika bambu agak besar panjangnya hanya 35
sampai 45 centimeter.
Cara pembuatan makanan Papiong adalah dibakar selama 45 menit sampai satu jam.
Beras yang digunakan adalah beras ketan dicampur santan. Keharuman Papiong bisa
ditambah dengan jahe. Papiong biasanya disajikan di acara adat Rambu Tuka', Rambu
Solo', dan syukuran rumah atau Ma'rara Banua. Pada saat pesta panen pun pa'piong adalah
makanan paling banyak disediakan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Upacara adat bagi masyarakat yang masih kental menjunjung tinggi adat istiadat,
sangat mematuhi tradisi masyarakat setempat yang telah dianut secara turun-temurun.
Dengan demikian, adanya kecondongan masyarakat untuk menemukan berbagai cara untuk
tetap melestarikan budaya mereka. Dengan tidak mengenyampingkan perkembangan global,
masyarakat suku asli Toraja tetap pada pendirian mereka untuk melestarikan apa yang
menjadi potensi besar untuk memajukkan dan mempopulerkan tradisi turun-temurun. Dengan
kepercayaan akan tradisi yang kuat, upacara-upacara yang dilakukansebagai jembatan untuk
mengapresiasikan budaya leluhur.
Adanya beberapa elemen yang terkait dalam budaya ini. Elemen tradisionalitas
mampu bertahan karena dalam praktik kepercayaan, ada komponen konformitas. Perilaku
individu dapat diatur dengan menggunakan tolok ukur lingkungan sekitarnya. Ini sejalan
dengan teori vicarious conditioning oleh Albert Bandura (1977), yang menyatakan melalui
penelitian bahwa pengaturan perilaku individu akan tercapai dengan lebih efektif dan efisien
dengan menggunakan conditioning pada model. Dengan masyarakat yang merasa
mendapatkan reward secara spiritual saat menjalankan kepercayaan mereka, ditambah faktor
social appropriateness dalam pelaksanaan budaya tersebut. Elemen kolektivitas, upacaraupacra dilakukan dengan mengundang masyarakat sekitar dan dengan memperhatikan
keguyuban yang menjadi tolak ukur adat Aluk Todolo. elemen stigmatis dalam teknis upacara
juga terkait dengan adanya konformitas, karena kegagalan dalam teknis upacara akan dapat
dinilai sebagai perilaku nonkonformis (terhadap budaya yang ada) dan menimbulkan reaksi
negatif dari masyarakat.
Dengan anggapan akan jatuhnya harkat dan martabat kasta paling tinggi menjadikan
tolak ukur atau punishment keluarga besar, maka dari itu masyarakat suku Toraja masih tetap
menyelenggarakan upacara-upacara adat seperti Rambu Solo dan Rambu Tuka . Upacaraupacara adat pun harus dilakukan sesuai kasta keluarga agar tidak mengakibatkan
kesalahpahaman.
DAFTAR PUSTAKA
Universitas
Hassanudin:
journal.unhas.ac.id/index.php/pbic/article/download/981/854,
Makassar.
diunduh
pada
hari