Anda di halaman 1dari 6

TUGAS ETNOBIOLOGI

Nama : Gilang Panji Kusuma

NPM 061119007

Suku Toraja merupakan suku yang menetap di pegunungan bagian utara Sulawesi
Selatan, Indonesia. Daerah Tana Toraja berbatasan dengan Kabupaten Luwu di
sebelah Timur, Kabupaten Enrekang bagian Selatan, sebelah barat berbatasan dengan
Kabupaten Polewali, dan bagian utara berbetasan Propinsi Sulawesi Tengah. Secara
administratif mereka bermukim di daerah Kabupaten Endrekang, daerah Suppiran di
kabupaten Pinrang, Mamasa di kabupaten Polewali-Mamasa, daerah galumpang dan
Makki di kabupaten Mamuju sedangkan daerah inti pemukiman mereka adalah
Kabupaten Tana Toraja.. Mayoritas masyarakat suku Toraja memeluk agama
Kristen, sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang
dikenal sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui kepercayaan ini
sebagai bagian dari Agama Hindu Dharma.

Kata Toraja berasal dari bahasa Bugis, “To Riaja”, yang berarti "orang yang berdiam
di negeri atas". Pemerintah kolonial Belanda menamai suku ini Toraja pada tahun
1909. Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan
ukiran kayunya. Ritual pemakaman Suku Toraja merupakan peristiwa sosial yang
penting, biasanya dihadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.
Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih
menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar. Pada awal tahun 1900-an,
misionaris Belanda datang dan menyebarkan agama Kristen. Setelah semakin
terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja menjadi
lambang pariwisata Indonesia. Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang
pariwisata dan dipelajari oleh antropolog. Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an
mengalami transformasi budaya, dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan
agraris, menjadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan
sektor pariwisata yang terus meningkat.

Masyarakat Toraja hidup dengan mengamalkan falsafah kehidupan leluhur mereka


yang disebut ‘tallu lolona’. Tallu lolona memiliki arti tiga kehidupan, yakni
kehidupan manusia, kehidupan hewan, dan kehidupan lingkungan. Sistem
pengetahuan dan cara berfikir suku toraja selalu dilandaskan pada falsafah tallu
lolona ini. Suku Toraja mengembangkan hubungan harmonis antara sesama makhluk
(lolo tau, lolo patuan dan lolo tananan) serta hubungan dengan yang kuasa
didasarkan pada nilai keutuhan yang saling menghidupkan. Oleh sebab itu, bagi
masyarakat Toraja, kehidupan yang saling memberikan keuntungan antara manusia,
hewan dan lingkungan merupakan bentuk kehidupan yang ideal. Kehidupan yang
saling memberi dan menguntungkan terhadap sesama makhluk akan menciptakan
bentuk kehidupan yang indah dan damai. Prinsip hidup ini membentuk jati diri
kepribadian orang suku Toraja yang selalu hidup bersanding dengan alam secara
harmonis dan tidak dapat dilepaskan dari unsur alam.

Mata pencaharian masyarkat ini pada dasarnya ialah bercocok tanam padi disawah
dan sedikit di ladang. Selain padi mereka juga menanam jagung, Sayur-sayuran,
singkong, ubi jalar, kopi, cengkeh, kelapa dan markisa. Pada masa lalu daerah Toraja
terkenal sebagai penghasil kopi yang bagus. Peternakan khususnya kerbau dan babi
yang diperlukan untuk melengkapi upacara-upacara keagamaan mereka, untuk
makanan sehari-hari mereka memelihara ikan di kolam berternak ayam dan itik. Ciri-
ciri dari suku toraja adalah sebagai berikut :

1.Suku Toraja adalah penduduk menetap. Interaksi dengan alam lingkungannya


sangat menentukan pola hubungan sosial dalam kaitannya dengan adat dan budaya.
Ciri tersebut mempengaruhi bentuk komunitas yang bernuansa kebersamaan dan
demokratis

.2.Oleh proses sejarah yang panjang dan dituntut sampai sekarang, maka budaya
hidup berkelompok dalam satu komunitas di atas wilayah yang tetap merupakan ciri
khusus masyarakat suku Toraja.

3.Kombongan sebagai wadah musyawarah merupakan lembaga yang tertinggi.


Segala sesuatu aturan yang menyangkut publik harus diputuskan melalui
Kombongan. Pengambilankeputusan tanpa musyawarah atau otoriter baik oleh
pemerintah ataupun oleh Pemangku Adat tidak pernah ditaati atau dilaksanakan oleh
masyarakat. Istilah To Makada Misa (otoriter) tidak pernah diterima oleh masyarakat
Toraja.
4.Faktor sejarah dan silsilah Lembang tempat asalnya merupakan kebanggaan
masing-masing masyarakatnya.

5.Faktor hubungan keluarga yang legitimasi melalui sejarah dan silsilah merupakan
tali pengikat yang dapat merupakan salah satu sarana penyelesaian konflik.

Berbicara tentang suku Toraja, maka yang terbayang adalah rumah adat Tongkonan,
pesta rambu solo atau tengkorak di kuburan batu. Padahal, dalam bidang agriculture,
Toraja juga punya potensi yang besar nan indah. Mulai dari hutan-hutan lebat yang
masih perawan, ragam buah sayuran, tanaman pangan, juga perkebunan. Jadi selain
wisata budaya, juga bisa beragrowisata. Mari kita turun ke sawah. Lahan pertanian di
Toraja terbilang cukup unik, dari kondisi geografisnya yang berbukit bergunung,
membuat tata letak persawahan bertingkattingkat atau terasering, yang khalayak
umum kenal dengan kata sengkedan. Sangat berbeda dengan lahan sawah di
Sulawesi Selatan kebanyakan yang terhampar luas. Dengan kondisi berbukit
bergunung, sulit membangun saluran irigasi, tak ada pengairan teknis. Namun bukan
masalah, menadah air hujan pun dilakukan, alam telah menyiapkan segalanya.
Sedikit melangkah, entah di pinggir, sudut atau di tengah sawah, ada lingkaran atau
segiempat kecil yang tak ditanami padi. Itulah mina padi. Mina padi adalah teknik
budidaya padi dan ikan yang dilakukan bersama di sawah. Kenapa mina padi? karena
wilayah Toraja berada di ketinggian yang dikelilingi pegunungan dan jauh dari laut.
Maka membudidayakan ikan di sawah menjadi pilihan. Jenis ikan yang
dibudidayakan di sini adalah ikan mas, tapi jika intensitas hujan tinggi maka
terkadang dijumpai ikan gabus. Kolam yang dalam bahasa setempat disebut
kurungan berjumlah dua sampai empat per hektar, berdiameter 1 sampai 2 meter,
dengan kedalaman lebih kurang semeter. Bibit ikan mulai dimasukkan ke kurungan
sekira 15-30 HST (hari setelah tanam). Ketika bibit ikan turun di kurungan maka
akan tampak mengambang karena pada saat dipindah tidak menggunakan air.

Suku toraja adalah etnis Nusantara yang dikenal dengan menjalankan tradisi rutin
terkait kematian. Mereka mengadakan upacara rambu solo’ bagi seseorang yang
telah meninggal dunia. Rambu solo’ bukanlah acara pemakaman biasa. Suku Toraja
juga wajib mengadakan pesta sebagai bentuk penghormatan terakhir pada mereka
yang telah berpulang. Pestanya pun diadakan besar-besaran, bahkan dikenal sebagai
upacara kematian termahal di dunia. Biaya yang dibutuhkan untuk mengadakan
rambu solo’ bisa mencapai puluhan miliar rupiah, mengingat keluarga harus
menyiapkan banyak hal termasuk babi dan kerbau untuk disembelih. Salah satu acara
dalam upacara rambu solo’ rupanya begitu menarik perhatian wisatawan. Namanya
disebut ma’pasilaga tedong atau dikenal juga dengan sebutan tedong silaga. Acara
tersebut rutin dilakukan pada penyelenggaraan rambu solo’ dan kegiatannya berupa
adu kerbau. Sebelum acara Rambo Solo berlangsung tedong atau kerbau tersebut
dilibatkan dalam adu kerbau yang disebut Mapasilaga Tedong demi menghibur
keluarga yang sedang berduka.

Mapasilaga Tedong, sebuah tradisi unik khas Tana Toraja yang biasa digelar pada
saat berlangsung upacara pemakaman yang disebut Rambo Solo .Orang Tana Toraja
memiliki kebiasaan menjadikan kerbau sebagai jagoan tarung atau dalam adat Tana
Toraja yang dinamakan Ma'pasilaga Tedong yang artinya pertarungan kerbau
.Menariknya kerbau atau tedong yang dilombakan dalam adu tarung dalam
Mapasilaga Tedong tersebut ditempatkan pada sekitar arena aduan biar tedong
sebutan kerbau oleh masyarakat Tana Toraja terbiasa dengan bau tanah di arena
.Selain itu, tujuannya agar kerbau tersebut mengira arena adalah rumah mereka.

Sebelum acara Mapasilaga Tedong dimulai diawali puluhan kerbau yang akan diadu
berbaris di lapangan tempat upacara digelar. Kerbau- kerbau tersebut diarak yang
didahului oleh tim pengusung gong ,pembawa umbul- umbul,dan sejumlah wanita
dari keluarga yang berduka ke lapangan tempat pemakaman di Rantepao. Pada saat
barisan kerbau meninggalkan lokasi musik pengiring tradisional dibunyikan berasal
dari sejumlah wanita yang menumbuk padi pada lesung secara bergantian. Hal tak
kalah menarik dalam prosesi Mapasilaga Tedong tersebut pihak keluarga yang
mengadakan ritual harus menyediakan daging babi bakar,rokok hingga tuak kepada
pemandu kerbau dan para tamu yang datang.

Adu kerbau yang dinamakan Mapasilaga Tedong ini digelar sebelum upacara
pemakaman dimulai . Kerbau yang diadu dalam Mapasilaga Tedong bukan kerbau
sembarangan, Kerbau yang akan dikorbankan juga memiliki tipe/jenis tertentu yang
menentukan nilai tingkatan/kasta masing-masing kerbau, hal tersebut dapat kita lihat
pada ukuran, bentuk, tanduk serta perpaduan warnanya. Berikut jenis kerbau yang
terdapat di tana toraja :
1. Tedong saleko, ciri khusus dari kerbau ini adalah warna kulitnya yakni
perpaduan antara warna dasar putih serta belang hitam, dengan tanduk kuning
gading serta bola mata berwarna putih.
2. Tedong bonga, Ciri fisik Tedong Bonga juga tidak jauh berbada dengan
Tedong Saleko, perbedaan yang mendasar antara Saleko dan Bonga terletak
hanya pada warna dasar kerbau, dimana Tedong Bonga berwarna dasar hitam
dengan belang putih.
3. Lotong boko,  ciri mendasar dari kerbau ini terletak pada corak/belang hitam
yang menutupi punggungnya dengan tubuh berwarna dasar putih.
4. Tedong ballian, ciri utama dari kerbau ini terletak pada tanduk yang rentang
panjangnya bisa mencapai 2 meter, dengan badan gempal, serta corak warna
hitam ke abu-abuan, kebanyakan kerbau ini dikebiri.
5. Tedong pudu, ciri khas bentuk tubuh yang kekar serta kulit yang dominasi
warna hitam. Salah satu variannya adalah Pudu' Gara' yakni Tedong Pudu'
yang bola matanya berwarna putih. Selain sebagai kerbau sembelihan, karena
bentuk tubuhnya yang kekar tersebut jenis kerbau ini biasanya dijadikan
sebagai kerbau petarung.

Selain terkenal oleh adat istiadatnya yang unik, suku toraja juga terkenal dengan biji
kopinya yang khas karena Tana Toraja memiliki iklim tropis basah dan curah hujan
sedang-tinggi sehingga kondisi tersebut sangat baik bagi tanaman kopi.. Kopi Toraja,
merupakan salah satu varian kopi yang paling populer dan memiliki kualitas terbaik
yang dimiliki oleh Indonesia. Di samping kopi Gayo dan Luwak, kopi yang memiliki
nama latin Celeber Kalosi ini juga dikenal oleh para pecinta kopi dari seluruh dunia.
Selain memiliki rasa yang khas kopi ini juga memiliki karakteristik yang unik.
keberadaan biji kopi ini sudah ditemukan bahkan saat Belanda berada di Indonesia di
daerah Sapan. Sapan adalah lokasi pengumpulan kopi Toraja yang berasal dari
wilayah di sekitar Tana Toraja

Karakteristik kopi Toraja asli sangat khas, oleh karena itu jenis kopi ini bisa menjadi
salah satu kopi terbaik yang dimiliki Indonesia. Dimulai dari bentuk, jenis kopi
Toraja asli memiliki warna cokelat tua dengan bentuk biji yang tidak beraturan
sehingga kamu pasti akan mengenali biji jenis kopi bila disejajarkan dengan biji kopi
lain. Selain itu, yang unik dari kopi Toraja asli adalah rasanya yang tidak terlalu
pahit. Kopi ini memiliki rasa buah dan setelah rasa atau rasa setelah dikonsumsi yang
tidak terlalu pahit. Sehingga hal tersebut menjadikan kopi ini berbeda dari varian
kopi Indonesia lainnya. Tidak hanya itu, kopi Toraja asli juga memiliki aroma yang
sangat khas dan harum bahkan saat kamu baru membuka kemasannya. Hal ini
disebabkan oleh tanaman kopi Toraja yang ditanam dengan tanaman rempah
sehingga menghasilkan aroma yang sangat harum dan nikmat.

DAFTAR PUSTAKA

http://blogerbugis.blogspot.com/2013/05/adat-istiadat-dan-sejarah-suku-
toraja.html#ixzz2vYyOPOeg

Tresna Nurhayati Manurung. Rotua, Upacara Kematian di Tana Toraja. (Medan:


Dalam Kertas Karya Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, 2009)

Darol Afia. Neng Dra. (ED), Tradisi dan kepercayaan lokal pada beberapa suku di
Indonesia (Jakarat: badan litbang agama DEPAG RI, 1999)

Anda mungkin juga menyukai