Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH ANTROPOLOGI KESEHATAN

“SUKU TORAJA’’

DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

Femmy Kinanti P-2101043

Remi Fidelia P-2101060

Yusran Mauludi P-2101058


KATA PENGANTAR

Puji syukur kita ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas berkat
rahmat dan karunianya sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Makalah ini berisi tentang bagaimana kebudayaan dari suku Toraja. Makalah ini
dapat membantu kita untuk mengetahui bagaimana kehidupan dari suku Toraja. Semoga
makalah ini bermanfaat bagi pembaca.

Akhirnya, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah


membantu dalam penyelesaian makalah ini. Kami mengharapkan saran dan kritik yang
membangun demi kesempurnaan makalah ini. Jika ada kekurangan, kami mohon maaf.

Makassar,21 Februari
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

1.2 RUMUSAN MASALAH

1.3 TUJUAN PENULISAN

BAB II PEMBAHASAN

2.1 PERALATAN DAN PERLENGKAPAN

2.2 SISTEM MATA PENCAHARIAN

2.3 SISTEM KEKERABATAN DAN ORGANISASI

2.4 BAHASA

2.5 KESENIAN

2.6 SISTEM KEPERCAYAAN

2.7 TRADISI ATAU ADAT ISTIADAT

2.8 PERILAKU YANG TIDAK SESUAI DALAM BIDANG


KESEHATAN

BAB III PENUTUP


3.1KESIMPULAN

3.2 SARAN
DAFTARPUSTAKA
BAB I

PENDAHULUAN

1.1LATARBELAKANG

Kebudayaan tradisional adalah salah satu aset nasional yang sangat besar
artinya dan perlu di lestarikan karena mempunyai nilai budaya yang tinggi.Di
samping itu, dapat menjadi masukan dan memberi wawasan yang lebih luas
kepada masyarakat. Salah satu diantara kebudayaan tradisional yang ada di
Indonesia adalah Kebudayaan tradisional adat Toraja.Kebudayaan tradisional adat
Toraja ini meliputi segala aspek yang berhubungan dengan masyarakat, ukiran
kayu, rumah adat, upacara pemakaman, musik/tarian, agama, bahasa, dan
ekonomi.

1.2.RUMUSANMASALAH

1.Apa peralatan dan perlengkapan hidup suku Toraja?

2.Apa sistem mata pencarian suku Toraja?

3.Bagaimana sistem kekerabatan dan organisasi sosial suku Toraja?

4.Bahasa apa yang digunakan suku Toraja?

5.Apa saja bentuk kesenian suku Toraja?

6.Apa sistem kerpercayaan suku Toraja?

7.Apa saja tradisi dari suku Toraja?

8.Apa saja perilaku yang sesuai dengan bidang kesehatan dari masyarakat suku
Toraja?

1.3.TUJUANPENULISAN

1.Mengidentifikasi gambaran umum tentang kebudayaan Tana Toraja


2.Mengkaji perkembangan sejarah kebudayaan suku bangsa Tana Toraja

3.Mengkaji sistem kekerabatan, sistem perkampungan/organisasisosial


BAB II

PEMBAHASAN

Toraja adalah suku yang menetap di pegunungan utara sulawesi selatan


Indonesia Populasinya diperkirakan sekitar 1 juta jiwa, dengan 500.000
diantaranya masih tinggal di Kabupaten Tana Toraja, Kabupaten Toraja Utara,
dan Kabupaten Mamasa. Mayoritas suku Toraja memeluk agama Kristen
sementara sebagian menganut Islam dan kepercayaan animisme yang di kenal
sebagai Aluk To Dolo. Pemerintah Indonesia telah mengakui Kepercayaan ini
sebagai bagian dari agama hindu Dharma. kata toraja berasal dari Bugis,
toriaja ,yang berarti "orang yang berdiam dinegeri atas".

Pemerintah kolonial Belanda memasuki suku Toraja pada tahun 1909.


Suku Toraja terkenal akan ritual pemakaman, rumah adat tongkonan dan ukiran
kayunya. Ritual pemakaman Toraja merupakan peristiwa sosial yang penting,
biasanya di hadiri oleh ratusan orang dan berlangsung selama beberapa hari.
Sebelum abad ke-20, suku Toraja tinggal di desa-desa otonom. Mereka masih
menganut animisme dan belum tersentuh oleh dunia luar.Pada awal tahun 1900-
an, komisionaris Belanda datang dan menyebarkan agamabKristen. Setelah
semakin terbuka kepada dunia luar pada tahun 1970-an, kabupaten Tana Toraja
menjadi lambang pariwisata Indonesia.

Tana Toraja dimanfaatkan oleh pengembang pariwisata dan di pelajari


oleh antropologi.Masyarakat Toraja sejak tahun 1990-an mengalami
transformasi budaya dari masyarakat berkepercayaan tradisional dan agrarismen
jadi masyarakat yang mayoritas beragama Kristen dan mengandalkan sektor
pariwisata yang terus meningkat. Suku Toraja memiliki sedikit gagasan secara
jelas mengenai diri mereka sebagai sebuah kelompok etnis sebelum abad ke-20.
Sebelum penjajahan Belanda dan masa pengkristenan, suku Toraja, yang tinggal
di daerah dataran tinggi dikenali berdasarkan desa mereka dan tidak
beranggapan sebagai kelompok yang sama. Meskipun ritual-ritual menciptakan
hubungan diantara desa-desa ada banyak keragaman dalam dialek, hierarki
sosial, dan berbagai praktik ritual dikawasan dataran tinggi Sulawesi. "Toraja"
(daribahasa pesisir ke, yang berarti orang, dan Riaja, dataran tinggi) pertama kali
digunakan sebagai sebutan penduduk dataran rendah untuk penduduk dataran
tinggi. Akibatnya, pada awalnya" Toraja" lebih banyak memiliki hubungan
perdagangan dengan orang luar seperti suku Bugis dan suku Makassar yang
menghuni sebagian besar dataran rendah di Sulawesi dari pada dengan sesama
suku di dataran tinggi.

Kehadiran misionaris Belanda di dataran tinggi Toraja memunculkan


kesadaran etnis Toraja diwilayah Sa'dan Toraja dan identitas bersama ini tumbuh
dengan bangkitnya pariwisata di Tana Toraja. Sejak itu, Sulawesi Selatan memiliki
empat kelompok etnis utama, yaitu suku Bugis (kaum mayoritas, meliputi
pembuat kapal dan pelaut), suku Makassar (pedagangdanpelaut), suku Mandar
(pedagang dan nelayan), dan suku Toraja (petani di dataran tinggi).

2.1 PERALATAN DAN PERLENGKAPAN HIDUP

• Pakaian

Baju adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita dan seppa tallung buku
untuk laki-laki. Baju Pokko' berupa baju dengan lengan yang pendek. Sedangkan
seppa tallung buku berupa celana yang panjangnya sampai dilutut.Pakaian ini
masih dilengkapi dengan asesoris lain, seperti kandaure, lipa', gayang dan
sebagainya.
• Perumahan

Tongkonan adalah rumah tradisional Toraja yang berdiri di atas tumpukan


kayu dan dihiasi dengan ukiran berwarna merah, hitam, dan kuning. Kata
"tongkonan" berasal dari bahasa Toraja tongkon yang berarti "duduk"

Tongkonan merupakan pusat kehidupan sosial suku Toraja. Ritual yang


berhubungan dengan tongkonan sangatlah penting dalam kehidupan spiritual suku
Toraja oleh karena itu semua anggota keluarga diharuskan ikut serta karena
Tongkonan melambangan hubungan mereka dengan leluhur mereka. Menurut
cerita rakyat Toraja, tongkonan pertama dibangun di surga dengan empat tiang.
Ketika leluhur suku Toraja turun ke bumi, dia meniru rumah tersebut dan
menggelar upacara yang besar.

Pembangunan tongkonan adalah pekerjaan yang melelahkan dan biasanya


dilakukan dengan bantuan keluarga besar. Ada tiga jenis tongkonan. Tongkonan
layuk adalah tempat kekuasaan tertinggi, yang digunakan sebagai pusat
"pemerintahan". Tongkonan pekamberan adalah milik anggota keluarga yang
memiliki wewenang tertentu dalam adat dan tradisi lokal sedangkan anggota
keluarga biasa tinggal di tongkonan batu. Eksklusifitas kaum bangsawan atas
tongkonan semakin berkurang seiring banyaknya rakyat biasa yang mencari
pekerjaan yang menguntungkan di daerah lain di Indonesia. Setelah memperoleh
cukup uang, orang biasa pun mampu membangun tongkonan yang besar.

2.3 SISTEM MATA PENCAHARIAN

Sebelum masa Orde Baru, ekonomi Toraja bergantung pada pertanian


dengan adanya terasering di lereng-lereng gunung dan bahan makanan
pendukungnya adalah singkong dan jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan
suku Toraja untuk berternak kerbau, babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama
untuk upacara pengorbanan dan sebagai makanan.[11] Satu-satunya industri
pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang, Kopi Toraja.

Dengan dimulainya Orde Baru pada tahun 1965, ekonomi Indonesia mulai
berkembang dan membuka diri pada investasi asing. Banyak perusahaan minyak
dan pertambangan Multinasional membuka usaha baru di Indonesia. Masyarakat
Toraja, khususnya generasi muda, banyak yang berpindah untuk bekerja di
perusahaan asing. Mereka pergi ke Kalimantan untuk kayu dan minyak, ke Papua
untuk menambang, dan ke kota-kota di Sulawesi dan Jawa. Perpindahan ini terjadi
sampai tahun 1985.[2]

Ekonomi Toraja secara bertahap beralih menjadi pariwisata berawal pada


tahun 1984. Antara tahun 1984 dan 1997, masyarakat Toraja memperoleh
pendapatan dengan bekerja di hotel, menjadi pemandu wisata, atau menjual
cinderamata. Timbulnya ketidakstabilan politik dan ekonomi Indonesia pada akhir
1990-an (termasuk berbagai konflik agama di Sulawesi) telah menyebabkan
pariwisata Toraja menurun secara drastis. Toraja lalu dkenal sebagai tempat asal
dari kopi Indonesia. Kopi Arabika ini terutama dijalankan oleh pengusaha kecil.

2.4 SISTEM KEKERABATAN DAN ORGANISASI

Keluarga adalah kelompok sosial dan politik utama dalam suku Toraja.
Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap tongkonan memiliki nama yang
dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut memelihara persatuan desa.
Pernikahan dengan sepupu jauh (sepupu keempat dan seterusnya) adalah praktek
umum yang memperkuat hubungan kekerabatan.

Suku Toraja melarang pernikahan dengan sepupu dekat (sampai dengan


sepupu ketiga) kecuali untuk bangsawan, untuk mencegah penyebaran harta.
Nama anak diberikan atas dasar kekerabatan, dan biasanya dipilih berdasarkan
nama kerabat yang telah meninggal.
Sebelum adanya pemerintahan resmi oleh pemerintah kabupaten Tana
Toraja, masing-masing desa melakukan pemerintahannya sendiri. Dalam situasi
tertentu, ketika satu keluarga Toraja tidak bisa menangani masalah mereka
sendiri, beberapa desa biasanya membentuk kelompok; kadang-kadang, beberapa
desa akan bersatu melawan desa-desa lain.

Hubungan antara keluarga diungkapkan melalui darah, perkawinan, dan


berbagi rumah leluhur (tongkonan), secara praktis ditandai oleh pertukaran kerbau
dan babi dalam ritual. Pertukaran tersebut tidak hanya membangun hubungan
politik dan budaya antar keluarga tetapi juga menempatkan masing-masing orang
dalam hierarki sosial: siapa yang menuangkan tuak, siapa yang membungkus
mayat dan menyiapkan persembahan, tempat setiap orang boleh atau tidak boleh
duduk, piring apa yang harus digunakan atau dihindari, dan bahkan potongan
daging yang diperbolehkan untuk masing-masing orang.

2.5 BAHASA

Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan
Toraja sebagai dialek bahasa yang utama. Bahasa Indonesia sebagai bahasa
nasional adalah bahasa resmi dan digunakan oleh masyarakat, akan tetapi bahasa
Toraja pun diajarkan di semua sekolah dasar di Tana Toraja.

Ragam bahasa di Toraja antara lain Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' ,


Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia
dari bahasa Austronesia. Pada mulanya, sifat geografis Tana Toraja yang terisolasi
membentuk banyak dialek dalam bahasa Toraja itu sendiri. Setelah adanya
pemerintahan resmi di Tana Toraja, beberapa dialek Toraja menjadi terpengaruh
oleh bahasa lain melalui proses transmigrasi, yang diperkenalkan sejak masa
penjajahan. Hal itu adalah penyebab utama dari keragaman dalam bahasa Toraja.

2.6 KESENIAN
a. seni tari

Suku Toraja melakukan tarian dalam beberapa acara, kebanyakan dalam


upacara penguburan. Mereka menari untuk menunjukkan rasa duka cita, dan
untuk menghormati sekaligus menyemangati arwah almarhum karena sang arwah
akan menjalani perjalanan panjang menuju akhirat. Pertama-tama, sekelompok
pria membentuk lingkaran dan menyanyikan lagu sepanjang malam untuk
menghormati almarhum (ritual terseebut disebut Ma'badong). Ritual tersebut
dianggap sebagai komponen terpenting dalam upacara pemakaman. Pada hari
kedua pemakaman, tarian prajurit Ma'randing ditampilkan untuk memuji
keberanian almarhum semasa hidupnya. Beberapa orang pria melakukan tarian
dengan pedang, prisai besar dari kulit kerbau, helm tanduk kerbau, dan berbagai
ornamen lainnya. Tarian Ma'randing mengawali prosesi ketika jenazah dibawa
dari lumbung padi menuju rante, tempat upacara pemakaman. Selama upacara,
para perempuan dewasa melakukan tarian Ma'katia sambil bernyanyi dan
mengenakan kostum baju berbulu. Tarian Ma'akatia bertujuan untuk
mengingatkan hadirin pada kemurahan hati dan kesetiaan almarhum. Setelah
penyembelihan kerbau dan babi, sekelompok anak lelaki dan perempuan bertepuk
tangan sambil melakukan tarian ceria yang disebut Ma'dandan.

Tarian lainnya adalah:

• Tari Ma'BugI Dilakukan untuk merayakan Hari Pengucapan Syukur ketika


musim panen tiba

• Tari Ma'gandangi Ditampilkan ketika suku Toraja sedang menumbuk beras

• Tari Ma'bua Tari ini hanya dilakukan 12 tahun sekali. Ma'bua adalah upacara
Toraja yang penting ketika pemuka agama mengenakan kepala kerbau dan
menari di sekeliling pohon suci

• Tari perang Di Toraja ada beberapa tarian perang, misalnya Tari Manimbong
yang dilakukan oleh pria dan tari Ma'dandan oleh perempuan
• Tarian pa'pangngan Tarian ini dilakukan oleh gadis-gadis cantik memakai baju
hitam atau gelap. Tari Pa'Pangngan dilakukan untuk menyambut tamu-tamu
kehormatan.

b. Seni musik

Alat musik tradisional Toraja adalah suling bambu yang disebut Pa'suling.
Suling berlubang enam ini dimainkan pada banyak tarian, seperti pada tarian
Ma'bondensan, ketika alat ini dimainkan bersama sekelompok pria yang menari
dengan tidak berbaju dan berkuku jari panjang. Suku Toraja juga mempunyai alat
musik lainnya, misalnya Pa'pelle yang dibuat dari daun palem dan dimainkan pada
waktu panen dan ketika upacara pembukaan rumah.

c. seni rupa

• Ukiran Kayu

Untuk menunjukkan kosep keagamaan dan sosial, suku Toraja membuat


ukiran kayu dan menyebutnya Pa'ssura (atau "tulisan"). Oleh karena itu, ukiran
kayu merupakan perwujudan budaya Toraja.

Setiap ukiran memiliki nama khusus. Motifnya biasanya adalah hewan dan
tanaman yang melambangkan kebajikan, contohnya tanaman air seperti gulma air
dan hewan seperti kepiting dan kecebong yang melambangkan kesuburan. Ukiran
kayu Toraja, terdiri atas 15 panel persegi. Panel tengah bawah melambangkan
kerbau atau kekayaan, sebagai harapan agar suatu keluarga memperoleh banyak
kerbau.

Panel tengah melambangkan simpul dan kotak, sebuah harapan agar


semua keturunan keluarga akan bahagia dan hidup dalam kedamaian, seperti
barang-barang yang tersimpan dalam sebuah kotak. Kotak bagian kiri atas dan
kanan atas melambangkan hewan air, menunjukkan kebutuhan untuk bergerak
cepat dan bekerja keras, seperti hewan yang bergerak di permukaan air.
Keteraturan dan ketertiban merupakan ciri umum dalam ukiran kayu Toraja,
selain itu ukiran kayu Toraja juga abstrak dan geometris. Alam sering digunakan
sebagai dasar dari ornamen Toraja, karena alam penuh dengan abstraksi dan
geometri yang teratur.

2.7 SISTEM KEPERCAYAAN

Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme


politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai
"hukum"). Dalam mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan
menggunakan tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara
berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut aluk,
dibagi menjadi dunia atas (Surga) dunia manusia (bumi), dan dunia bawah. Pada
awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan, pemisah, dan
kemudian muncul cahaya. Hewan tinggal di dunia bawah yang dilambangkan
dengan tempat berbentuk persegi panjang yang dibatasi oleh empat pilar, bumi
adalah tempat bagi umat manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap
berbetuk pelana. Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (dewa
bumi), Indo' Ongon-Ongon (dewi gempa bumi), Pong Lalondong (dewa
kematian), Indo' Belo Tumbang (dewi pengobatan), dan lainnya.

Kekuasaan di bumi yang kata-kata dan tindakannya harus dipegang baik


dalam kehidupan pertanian maupun dalam upacara pemakaman, disebut to
minaa (seorang pendeta aluk). Aluk bukan hanya sistem kepercayaan, tetapi juga
merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk mengatur
kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara
Aluk bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang
umum adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan.
Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah jika
pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual tersebut sama
pentingnya. Ketika ada para misionaris dari Belanda, orang Kristen Toraja tidak
diperbolehkan menghadiri atau menjalankan ritual kehidupan, tetapi diizinkan
melakukan ritual kematian. Akibatnya, ritual kematian masih sering dilakukan
hingga saat ini, tetapi ritual kehidupan sudah mulai jarang dilaksanakan

2.9 PERILAKU YANG TIDAK SESUAI DALAM BIDANG KESEHATAN

Tongkongan yang digunakan sebagai tempat menyimpan mayat


sebelum upacara rambusolo dilaksanakan juga ditempati oleh anggota keluarga
lainnya yang masih sehat. Dalamtongkongan tidak hanya dihuni oleh orang
dewasa, tetapi juga anak-anak, ibu hamil bahkan bayi.Telah diuraikan bahwa
bakteri dalam pembusukan dari mayat yang tinggal beserta anggotakeluarga
lain yang sehat dapat menimbulkan berbagai masalah kesehatanseperti
lemahnya sistem pertahanan tubuhatau imunitasImunitas atau kekebalan tubuh
adalah sistem mekanisme pada organisme yangmelindungi tubuh terhadap
pengaruh biologis luar dengan mengidentifikasi dan membunuh patogen serta
sel tumor. Sistem ini mendeteksi berbagai macam pengaruh biologis luar
yangluas, organisme akan melindungi tubuh dari infeksi, bakteri, virus sampai
cacing parasit, sertamenghancurkan zat-zat asing lain dan memusnahkan
mereka dari sel organisme yang sehat dan jaringan agar tetap dapat berfungsi
seperti biasa. Deteksi sistem ini sulit karena adaptasi patogendan memiliki cara
baru agar dapat menginfeksi organisme. Menggunakan APD (Alat
PelindungDiri) pada saat beraktivitas didalam rumah, selain itu pisahkan pula
kamar antara kamar yangtelah meninggal (keadaan sakit) dengan yang masih
sehat. Karena tanpa melakukan itu tidakmenutup kemungkinan orang yang
sehat bisa ikut terinfeksi oleh bakteri yang menyebabkan pembusukan pada
mayat, sehingga pertahanan tubuh tidak terganggu. Rambu Solo adalahupacara
pemakaman yang berada di Tana Toraja. Upacara ini merupakan adat istiadat
yang telahdiwarisi oleh masyarakat Toraja secara turun-temurun ini
mewajibkan keluarga yang ditinggalmati membuat pesta besar sebagai
penghormatan terakhir kepada mendiang yang telah pergi.Dibalik kemegahan
pesta pemakaman berdampak tidak langsung dari beban keuangansaat
melakukan upacara rambu solo. Dalam menghadapi beban keuangan rambu
solo’ sebagai

stresor, Strategi coping, cenderung mengalami penurunan secara


bertahap dari coping berfokus pada masalah kemudian beralih pada coping
berfokus pada emosi dan dari coping adaptif beralih pada coping maladaptive,
dampak psikologis yang ditemukan: stres, ketakutan (kecemasan),depresi
ringan.

Dalam mengatasi strategi coping yang menurun diperlukan


kepercayaan dalam dirisendiri serta support dari orang dekat untuk meyakinkan
bahwa semua masalah pasti ada jalankeluarnya apabila kita mau berusaha.
Dengan begitu pelaku Rambu Solo tidak akan merasasendiri, sehingga dia akan
lebih yakin dapat mengatasi masalahnya tersebut. Pelaku upacararambu solo
sangat kompleks, sebagai pilihan dari proses internal, beban keuangan rambu
solodinilai subjek sebagai konsekuensi dan untuk itu mereka berupaya mencari
kebutuhan-kebutuhanyang sama atau berbeda yang adekuat atas deprivasi
kebutuhan dasar dalam dirinya.Untuk asuhan keperawatan dari kasus rambu
solo kami mengangkat sebuah kasus adat pada suku toraja (sulawesi selatan)
dimana dalam proses asuhan keperawatannya kamimenggunakan teori.

Respon terhadap teknologi kesehatan : keluarga Ny.N mendaptkan


keluarga yangmasih kurang memahami teknologi sehingga tidak dapat
mengakses teknologitersebut dan tidakdapat mencar informasi merawat
kulit dermatitis atau alergi yang baik dan benar. Hal ini juga
mempengaruhi pada informasi yang didapat olehkeluarga Ny. N kurang
uptodate atau informasi terbaru . Ny. N tidak memiliki alat komunikasi
seperti handphone ataupun telepon

Faktor agama dan Falsafah hidup

Agama yang di anut Ny. N ialah kristen namun sebelum menikah


Ny. N menganutanimisme (percaya pada roh/ghoib )Keyakinan Ny. N
bahwa apa yang ia rasakan merupakan balasan/kutukan karena Ny. N
tidakbecus merawat suami nya yang dianggap nya sedang sakit.

Upaya yang dilakukan keluarga nya untuk mengobati Ny. N ialah


membawanya kegereja. Tetapi Ny. Selalu menolak dan tetp
mempertahankan ajaran nenekmoyangnya.

Faktor sosial dan keterikatan keluarga

Hubungan kekeluargaan Ny. N terbilang meregang sejak banyak


keluarganya yang pindah agama kristen secara keseluruhan dan tidak lagi
menganut paham animisme. Meskipundemikian anak-anak dan cucu-
cucunya tetap menemani Ny. N dirumah. Suku torajabiasamenikah dengan
sepupu jauh, termasuk NY. N yang menikah dengan sepupu dari cucu
adiknenek nya. Saat suaminya meninggal, Ny. N dislahkanoleh keluarga
dekat suami nya. setalah 2tahun suami nya meninggal, Ny. N tidak pernah
pergi keladang atau keluar rumah.

Faktor nilai-nilai budaya dan gaya hidup

Bahasayan digunakan Ny. N ialah bahasa toraja dalam adat toraja


keluarga yangditinggalkan wajib menggelar pesta sebagai tanda
penghormatan terakhir kepada yang telahmeninggal. Bagi masyarakat
toraja, orang yang sudah meninggal tidak dengan sendirinyamendapatkan
gelar orang mati. Bagi mereka sebelum terjadi nya upacara rambu solo
maka orangyang meninggal itu dianggap sebagai orang sakit. Karena
statusnya masih sakit maka orang yangsudah meninggal tadi harus dirawat
dan diperlakukan layaknya orang masih hidup sepertimenemani nya ,
menyediakan makanan , minuman, dan rokok atau sirih.

Faktor kebijakan dan peraturan yang berlaku

sebelum penjajahan belanda dan masa pengkristenan, suku toraja,


yangtinggal didaerah dataran tinggi, dikenal berdasarkan desa mereka dan
tidak beranggapan sebagai kelompok yang sama. Meskipun ritual-
ritualmenciptakan hubungan di antar desa-desa , ada banyak keragaman
dalamdialek, hierarki sosial dan berbagai praktik ritual dikawasan dataran
tinggisulawesi. Kehadiran misionaris belanda didataran tinggi toraja
memunculkan kesadaranetnis toraja diwilayah sa’dan toraja dan identitas
bersama ini tumbuh dengan bangkitnya pariwisata ditana toraja. Sejak saat
itu sulawesi selatan memilikiempat kelompok etnis utama suku
bugis(kaum mayoritas meliputi pembuatankapal dan pelaut) suku
makassar (pedagang dan pelaut ), suku mandar(pedagang dan nelayan),
dan suku toraja (petani didataran tinggi).
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Peralatan yang sering digunakan oleh masyarakat Suku Toraja yaitu : Baju
adat Toraja disebut Baju Pokko' untuk wanita dan seppa tallung buku untuk laki-
laki.

Ekonomi Toraja bergantung pada pertanian dengan adanya terasering di


lereng-lereng gunung dan bahan makanan pendukungnya adalah singkong dan
jagung. Banyak waktu dan tenaga dihabiskan suku Toraja untuk berternak kerbau,
babi, dan ayam yang dibutuhkan terutama untuk upacara pengorbanan dan sebagai
makanan.Satu-satunya industri pertanian di Toraja adalah pabrik kopi Jepang,
Kopi Toraja.

Sistem kemasyarakatan toraja yaitu Keluarga adalah kelompok sosial dan


politik utama dalam suku Toraja. Setiap desa adalah suatu keluarga besar. Setiap
tongkonan memiliki nama yang dijadikan sebagai nama desa. Keluarga ikut
memelihara persatuan desa.

Bahasa Toraja adalah bahasa yang dominan di Tana Toraja, dengan Sa'dan
Toraja sebagai dialek bahasa yang utama.Ragam bahasa di Toraja antara lain
Kalumpang, Mamasa, Tae' , Talondo' , Toala' , dan Toraja-Sa'dan, dan termasuk
dalam rumpun bahasa Melayu-Polinesia dari bahasa Austronesia.

Adapun bentuk kesenian dari masyarakat Suku Toraja yaitu : tari ma’bugi,
tari ma’gadangi,tari ma’bua dan tari perang. Alat musik suku toraja adalah suling
bambu yang di sebut pa’suling. Seni rupanya yaitu ukiran kayu.

Sistem kepercayaan tradisional suku Toraja adalah kepercayaan animisme


politeistik yang disebut aluk, atau "jalan" (kadang diterjemahkan sebagai
"hukum").
3.2 SARAN

Setelah kita membaca materi di atas, kita sebagai mahasiswa ataupun


tenaga kesehatan diharapkan tetap semangat dalam melayani maupun melakukan
promosi keperawatan bagi masyarakat yang belum sepenuhnya mengerti
bagaimana sebenarnya standar sehat menurut UU no. 23 Kes. 1992 dan UU no. 36
Kes. 2009.

Kita sebagai mahasisawa maupun tenaga kesehatan diharapkan memiliki


pengetahuan lebih tentang kesehatan agar ketika kita dihadapkan dengan berbagai
permasalahan di atas, kita dapat memaparkannya dengan baik, sehingga ,
masyarakat akan dengan mudah kita yakinkan bahwa beberapa kebiasaan mereka
itu tidak sesuai dengan standar kesehatan.

Yang terakhir diharapkan bagi mahasiswa ataupun tenaga medis agar lebih
sabar dalam melayani masyarakat yang mempertahankan adat dan kebiasaan
mereka yang masih bertentangan dengan dunia kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA

-http://www.kidnesia.com/Kidnesia2014/Indonesiaku/Jalan-Jalan/Tau-
TauBoneka-Kayu-Mirip-Manusia

-http://id.wikipedia.org/wiki/Suku_Toraja -
http://yobeltoraja.blogspot.co.id/2010/08/alat-musik-toraja.html

-http://www.slideshare.net/coryditapratiwi/toraja-presentasi -
http://kebudayaanindonesia.net/kebudayaan/1724/lumbung-padi-ala-tanatoraja -
http://www.gocelebes.com/pemakaman-khas-toraja-upacara-rambu-solo/

- http://otak-online.blogspot.co.id/2015/03/upacara-kelahiran-sukusumbawa.html

Anda mungkin juga menyukai