Anda di halaman 1dari 18

Nama : Gungun Juita Sinaga

Mula P Lumbantoruan

Rocxy Hezyekel Sitanggang

Tingkat/Jurusan : III-C/Theologi

Mata Kuliah : Sejarah Gereja Indonesia I (SGI)

Dosen : Bethalyna Br Tarigan (Perbaikan)

Khatolik Di Nusantara/Indonesi pada Portugis abad-XVI samapai awal abad-XVII

Komptensi: Mahasiswa mengetahui dan menjelaskan tentang pertumbuhan dan


perkembangan Khatolik pada abad ke-XVI, Tokoh-tokoh serta metode-metode pekabaran
Injil yang dilakukan

I. Pendahuluan
Indonesia atau nusantara merupakan salah satu negara dengan penghasilan
rempah-rempah dan juga negara yang mempunyai kekayaan alam yang melimpah.
Dan rempah-rempah dari Indonesia merupakan suatu komoditas bernilai tinggi di
Negara-negara Eropa yang menjadi salah satu daya tarik untuk orang Eropa
sehingga banyak orang-orang Eropa yang melakukan perdagangan dengan orang-
orang Indonesia. Melalui jalur perdagangan inilah negara Eropa mengkabarkan
Injil dan membawa agama Kristen ke tengah-tengah Indonesia. Salah satu Negara
Eropa yang berhasil adalah Portugis dan Spanyol. Sajian ini akan mencoba
menjelaskan bagaimana sebenarnya kekristenan (Katolik) masuk ke Indonesia,
siapa saja tokoh yang berpengaruh dalam penyebaran agama Katolik dan
bagaimana metode yang mereka lakukan dalam penyebaran ajaran tersebut hingga
perkembangan agama Katolik pada abad ke XVI.
II. Pembahasan
II.1. Letak Geografis Nusantara/Indonesia
Nusantara adalah Istilah yang dipakai untuk menggambarkan
kepulauan yang membentang dari Sumatera sampai ke Papua, yang sekarang
sebagaian besar merupakan wilayah negara Indonesia.1 Indonesia terletak
1
Justus M. Van der Kroef, The Term Indonesia: Its Origin and Usage, (America, Journal of the
American Oriental Society, 1951), 166-171.
anatara 6oLU-11oLS dan 95oBT-141oBT.. Wilayah Indonesia paling barat
adalah Sabang, yaitu diujung barat dari Pulau Sumtera (6 LU), sedangkan
paling timur adalah Pulau Merauke (141)BT.2 Berdasarkan Data
Kependudukan Semester I 2020 itu, jumlah total penduduk Indonesia per 30
Juni sebanyak 268.583.016 jiwa. Dilansir dari siaran pers Dukcapil
Kemendagri, dari jumlah itu sebanyak 135.821.768 orang adalah penduduk
laki-laki.3
II.2. Konteks Nusantara abad ke XVI
II.2.1. Konteks Politik
Dari segi politik, sebelum kedatangan Portugis dan Spanyol
wilayah Maluku Utara sudah dikuasai oleh penguasa-penguasa
lokal dalam bentuk kesultanan Islam. Mereka adalah Bacan, Jailolo
Ternate dan Tidore. Keempat kerajaan tersebut saling bersaing
untuk berusaha menjadi penguasa tunggal di daerah ini. Sejak
kapan permusuhan ini dimulai tidak dapat diketahui dengan pasti.
Namun dari keempat nama tersebut Ternate dan Tidore merupakan
kerajaan yang persaingannya sangat nampak. Bentuk persaingan ini
terlihat saat pasukan Portugis yang dipimpin Serrao datang ke
Maluku Tengah dan membantu Hitu menghalau tentara dari Pulau
Seram pada tahun 1512.
Serrao dalam berperang dengan menggunakan hal-hal yang
baru seperti senjata, baju pelindung dan meriam membuat Ternate
dan Tidore langsung mengirim juangga untuk menjemput Serrao
dan anak buahnya. Keunggulan Ternate yang berhasil
mendatangkan Portugis untuk bekerjasama tidak selamanya
berjalan mulus karena pada 1521 Tidore berhasil menjalin
kemitraan dengan Spanyol yang juga merupakan musuh Portugis.
Adapun kerajaan yang lebih kecil seperti Moro, Obi, dan Loloda
tidak memiliki kekuasaan besar dan belakangan punah karena
dianeksasi oleh kerajan-kerajaan di atas.4
II.2.2. Konteks Ekonomi
2
Sugiharyanto, Geografi dan Sosiologi, ( Jakarta: Yudhistira Ghalia Indonesia, 2007), 3.
3
Densus Penduduk Republik Indonesia 30 Juni 2020.
4
Leirissa R.Z, G.A. Ohorella, dan Djuariah Latuconsina, Sejarah Kebudayaan Maluku, (Jakarta: CV.
Ilham Bangun Perkasa,1999),9-10.
Sejak abad-abad pertama tarikh Masehi, Indonesia mempunyai
hubungan perdagangan dengan wilayah-wilayah Asia lainya. Ada
jalan dagang dari Tiongkok melalui kepulauan Nusantara ke India,
Persia, Mesir dan Eropa, dan sebaliknya. Barang dagang yang
dihasilkan Indonesia ialah rempah-rempah yang terutama berasal
dari Maluku. Kota-kota pelabuhan sempat menjadi kaya raya
berkat perdaganagn itu. Di sini dapat disimpulkan bahwa mayoritas
pencarian pada masa itu adalah dengan cara melakukan
perdagangan asing dengan komuditas utama yang diperdagangkan
adalah rempah-rempah kerena memiliki nilai ekonomis yang
tinggi.5
II.2.3. Konteks Agama
Sebelum agama Kristen mulai masuk ke Indonesia, agama di
Negeri ini sudah melalui sejarah yang panjang dan yang berbelit-
belit. Orang biasa membedakan agama Indonesia asli dan agama-
agama yang datang kemudian (Hindu, Budha, Islam, Kristen).
Agama Indonesia asli dibawa serta suku-suku yang pada zaman
dahulu kala memasuki Indonesia. Dan agama-agama suku itu
semua mempunyai suatu corak bersama.
Sebutan “agama suku” tepat sekali, sebab agama-agama itu
masing-masing terikat kepada salah satu suku. Suku itu
mempunyai ceritera-ceritera, atau mitos, yang menyatakan asal
suku, yaitu silsilahnya yang melalui nenek moyang sampai ke
dewa-dewa. Misyoe memberikan aturan hidup, atau adat, yang
diberikan oleh dewa-dewa dan nenek moyang. Anggota suku turut
dalam ibadah terhadap dewa-dewa dan nenek moyang tersebut.6
II.2.4. Konteks sosial budaya
Konteks sosial budaya dapat dijelaskan dengan menggunakan
pohon sebagai kiasan. Pohon dalam keselueuhan adalah
masyarakat suku. Pohon itu mempunyai batang (permulaan silsilah
suku itu), yang membagi diri menjadi dahan-dahan (klan-klan,
marga-marga dan sebagainya). Dahan-dahan itu mengeluarkan

5
Th. Van den End, Ragi Cerita 1, (BPK Gunung Mulia, 2019), 19.
6
Ibid, 13.
cabang-cabang (sub-klan, sa-ompu dan sebagainya) dan cabang-
cabang itu akhirnya mempunyai ranting-ranting (keluarga). Semua
anggota masyarakat ini terikat yang satu kepala yang lain oleh
ikatan kekerabatan, sebab mereka sedarah, se-nenek, sama seperti
semua ranting dan cabang pohon mempunyai satu batang dan satu
akar.
Mereka tolong menolong dalam kehidupan sehari-hari
(keluarga)atau pada upaca-upacara besar dan dalam perang (klan,
suku). Dalam keseluruhan itu setiap anggota mempunyai temapt
sendiri, yang memberi dia hak-hak dan kewajiban-kewajiban
tertentu terhadap orang-orang lain. Dengan kata lain: setiap
menuruti adat sesuai dengan tempatnya sendiri. Kedaan ini
mengurangi ruang gerak orang-orang perorangan (individu). Orang
tidak mengambil sendiri suatu keputusan yang penting, tetapi
persoalanya harus dibicarakan oleh semua anggota kelompok
samapai ada kesepakatan. Berhubungan dengan itu tata masyarakat
suku dikatakan bersifat “kolektif” (bahasa latin “collectum”
terkumpul).7
II.3. Sejarah dan Perkembangan masuknya Khatolik di Indonesia
Kekristen masuk ke Indonesia pada abad ke-7, yaitu di Barus, sebuah
kota pelabuhan di Pantai Barat Sumtera Utara, yang cukup besar pada waktu
itu. Yang membawanya adalah pedagang-pedagang Kristen Nestorian.
Sayangnya Gereja itu punah sejak ± abad ke-11, karena tidak ada penduduk
asli yang menerimanya, sejak abad ke-16 sampai abad ke-17 kekristenan
masuk kembali, dibawa oleh orang-orang Barat yang datang untuk membeli
rempah-rempah dari Indonesia.8
Pada tahun 1453 Konstantinopel jatuh ke tangan Turki dan kekaisaran
Romawi Timur Runtuh. Pedagang-pedagang Eropa, yang antar lain
berpangkalan di Venetia-Italia, tidak bisa lagi membeli rempah-rempah yang
sangat mereka butuhkan, baik untuk bumbu dapur maupun untuk obat-obatan
dan kosmetik di Konstantinopel (Istambul). Mereka harus membeli dangan

7
Th. Van den End, Ragi Cerita 1, (BPK Gunung Mulia, 2019), 14-15.
8
Tumpal M. S.S P. Marbun, Buku Katekisasi Gereja Kristen Protestan Indonesia, (Pematangsiantar,
Kolportase GKPI Pematangsiantar, 2013), 179.
harga dari pedagang Islam di Mesir. Harga yang tinggi itu tentu bukan
terutama, melainkan karena komuditas itu harus melalui jalan yang panjang
dan penuh bahaya, serta prosedur yang rumit (termasuk pembayaran pajak di
negeri yang disinggahi dan yang memperdagangkanya).
Bangsa-bangsa Eropa berupaya untuk menyaingi, bahkan kalau dapat
mematahkan dominasi jaingan perdagangan Islam itu dan hal itu yang
mendorong mereka untuk mencari jalan menuju kawasan sumber-sumber
rempah-rempah itu, yaitu Maluku. Upaya mereka didukung oleh ilmu
penemuan teori tentang bumi dan perkembangan pengetahuan dan
keterampilan dibidang pelayaran. Spanyol berhasil mencapai Benua Asia,
dalam hal ini India, dari arah barat pada tahun 1498 dan keberhasilan Spanyol
mencapainya dalam hal ini Filipina.9 Dan pada akhir abad ke-XV orang
Portugis telah mendapat jalan laut ke Timur: Vasko da Gama tiba dipantai
India pada tahun 1498.10 Pada tahun 1510 berhasil menguasai Goa di India
serta mendirikan pangkalan dagang dan militer maupun pusat misinya di sana.
Tahun berikutnya Portugis melakukan hal yang sama di Malaka. Armada
dagang Portugis yang pertama ke Nusantara, yang terdiri dari beberapa kapal
dan berangkat dari Malaka ada bulan November 1511.11
Beberapa tahun kemudian (1512), kapal-kapal Portugis mengunjungi
kepulauan rempah-rempah, Maluku, untuk pertama kali.12 Kedua negara
Katholik yang datang dari arah berlawanan bertemu di kawasan timur
Nusantara, dalam hal ini Maluku Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara
Timur, dan kepulauan Sangir-Talaud mulai tahun 1521.13
Dari sana mereka menuju Ternate setelah sempat singgah di Pulau
Ambon yang sebagian penduduknya juga sudah Islam.14 Pada tahun 1512
Sultan Ternate, Abu Lis mengundang Portugis yang kala itu sedang
terdamapar di Ambon sekembalinya dari membeli pala di Banda untuk
mendirikan benteng di Ternate dan berjanji hanya menjual cengkeh hanya
kepada portugis. Bagi sang sultan, aliansi dengan portugis selain menjanjikan

9
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, (BPK Gunung Mulia, 2018), 19-
20.
10
H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jaakarta: BPK Gunung Mulia, 1658), 235.
11
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, (BPK Gunung Mulia, 2018), 24.
12
H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jaakarta: BPK Gunung Mulia, 1658), 235.
13
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, (BPK Gunung Mulia, 2018), 20
14
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, (BPK Gunung Mulia, 2018), 24.
keuntungan dan kekeyaan yang lebih besar, karena portugis bersedia membeli
dengan harga yang lebih tinggi sekaligus akan memperkuat posisinya dengan
bersaing dengan penguasa pribumi lainya.15
Pada tahun 24 Juni 1522 peletakan batu pertama benteng Portugis
(yang kemudian diberi benteng Sao Pulo)dirayakan di Ternate, lengkap
dengan upacara keagamaan Katolik. Lalu setelah Sultan Abu Lais wafat pada
itu juga, terjadi cekcok dengan perebutan tahta di kalangan istana. Personel
Portugis campur tangan, yang malah memperkeruh kedaan melalui berbagai
tindakan tercela, yang pada giliranya merusak hubungan di antara kedua
pihak.16
Dan sejak tahun 1522 mereka tinggal tetap di Ternate, Ambon, Banda
dan lain-lain tempat untuk berdagang. Ketika paus membagi dunia baru antara
Spanyol dan Portugis maka salah satu syaratnya ialah bahwa raja-raja harus
memajukan misi Khatolik Roma di daerah-daerah yang telah diserahkan
kepada mereka., maka salah satu syaratnya adalah tuntutan memang sesuai
dengan pertalian rapat antara Negara dan Gereja pada zaman itu, dan raja-
rahja dengan rela hati melayani kepentingan gereja.misionari yang pertama-
tama menginjakan kakinya di pulau-pulau Maluku, ialah beberapa rahib
Franciskan yang mendarat di Ternate pada tahun 1522, tetapi oleh kerena
rupa-rupa perselisihan di antara orang Portugis sendiri, mereka segera terpaksa
berangkat pulang.17
Salah satu pertahanan atau sistem yang digunakan oleh portugi adalah
Padroardo. Padroado (dalam bahasa Portugis berarti "pelindung" atau
"penyokong") adalah sebuah sistem yang dikembangkan oleh bangsa Portugis
dan Spanyol mulai sekitar abad ke-16 dalam memperluas daerah jajahan
sekaligus melakukan penginjilan di waktu yang bersamaan. Sistem ini dimulai
ketika Paus Alexander VI mempercayakan tugas penyebaran agama Kristen di
negara-negara yang baru ditemukan dalam ekspedisi-ekspedisi yang dilakukan
oleh negara-negara Eropa pada saat itu kepada raja Spanyol dan raja Portugis.
Kedua raja tersebut diberi hak untuk mengusulkan calon uskup, mengutus
misionaris, dan mengurus organisasi gereja di daerahnya masing-masing.

15
Ibid, 25.
16
Ibid, 24.
17
H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jaakarta: BPK Gunung Mulia, 1658), 235.
Penginjilan, pembangunan, dan pembiayaan gereja ditanggung oleh raja
sendiri. Dengan demikian, raja menjadi sponsor gereja-gereja tersebut.
Beberapa ordo yang ikut terlibat dalam sistem ini adalah Ordo Fransiskan
yang ikut berlayar bersama dengan ekspedisi yang dilakukan Ferdinand
Magellan dengan tujuan melakukan penginjilan di negara-negara yang jauh.
Ordo Dominikan juga terlibat dalam sistem ini.18
Tetapi justru pada kurun waktu yang rumit pada masa pemerintahan
Sultan Tabarija (1523-1535) itulah terjadi baptisan pertama, yaitu atas sangaji
atau kolano (kepala suku) Mamuya dan Tolo berikut rakyatnya dari daerah
Moro, Halmahera, tahun 1534.
Lalu mereka mulai bekerja di Halmahera pada tahun 1534, tetapi oleh
kebengisan pembesar Portugis, rakyat bermufakat untuk mengusir semua
orang yang berkulit putih dan memaksa orang yang sudah masuk Kristen
untuk murtad lagi. Simon Vaz, seorang pater Vranciscan, mati dibunuh selaku
syahid pertama di Maluku (1536). Perlawan ini ditindas, dan kemudian pater
lain berusaha lagi untuk menanamkan bibit agama Roma di Halmahera. Pun di
Ambon sebagian rakyat dibaptiskan, karena ingin mendapat pertolongan
Portugis terhadap orang Islam.19
Kembali ke Ternate, pada tahun 1535 panglima Portugis Tristao de
Ateyde yang terkenal bejat itu, mencopot sultan Tabarija yang dulunya
berkhianat dan mengirimnya ke Goa (India) untuk diadili oleh gubenur
Portugis di sana. Selanjutnya de Atayde berperan mendudukan Hairun saudara
tirinya sekaligus pesaing Tabarija ditahta kesultanan Ternate.
Pada awal masa pemerintahan Sultan Hairun yang panjang itu (1535-
1570), yaitu sekitar tahun 1535 hingga 1543, hubungan Portugis dengan
Ternate cukup baik. Khusus terhadap agama Kristen, sultan Hairun pada masa
itu tidak memperlihatkan sikap antipati, kendati ia tahu bahwa Galvao sangat
bersemangat mendukung penginjilan dan pertumbuhan Gereja. Bahkan Hairun
mengijinkan salah seorang anaknya mengikuti pendidikan di sekolah Yesuit di
Goa (India).20

18
https://id.wikipedia.org/wiki/Padroado, diakses pada tanggal 6 September 2020, pukul 20:45.
19
H. Berkhof, Sejarah Gereja, (Jaakarta: BPK Gunung Mulia, 1658), 235.
20
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, 28-29.
Xaverius berusaha, supaya dari Goa di pantai barat India, yang menjadi
pusat pekerjaan Misi Yesuit di Timur-Jauh, diutus sejumlah misionari juga.
Banyak di antara mereka bekerja dengan rajin, meskipun tugas mereka tidak
mudah. Ada yang diracuni, ada yang pulang karena usahanya tidak berbuah.
Iklim buruk dan makanan kurang. Kaum Muslim tidak putus-putusnya
menggangu kaum-kaum muda, dan kehidupan buruk laskar dan saudagar
Portugis menghalangi pekerjaan misi. Sampai tahun 1570 pengaruh misi
berkembang dengan memuaskan. Agama Khatolik Roma sudah terdapat di
Ambon-Laese, Bacan, Halmahera-Moratai, Ternate, Tidore, Banggai,
Menado, dan Sangir.
Pada tahun 1570, Misi Khatolik di Maluku ditimpa bencana yang
hebat. Sultan Hairun dan Ternate dibunuh dalam benteng Portugis dengan
penghianatan yang keji.21 Penghianatan dilakukan oleh Laksamana Lopez de
Mesquita. Pada bulan Februari 1570, de Mesquita mengundang Sultan Hairun
ke benteng Sao Paulo untuk mengikat perjanjian damai. Tanggal 27 Februari
1570 perjanjian damai ditandatangani dan diikrarkan. 22Akibatnya ialah
banyaknya kampung Kristen dibakar oleh orang Islam, Bacan dikalahkan oleh
Ternate, sehingga hilang bagi misi, dan di mana-mana serangan Islam
terhadap jemaat Kristen bertambah-tambah berbahaya, sehingga banyak
orang murtad. Kedudukan misi makin hari makin sukar, orang Portugis
dibenci, kehidupan rohani banyak mundur, bilangan orang Kristen berkurang,
kebanyakan mereka Kristen hanya secara nama saja, jumlah misionari yang
tinggal cuman sedikit dan mereka berani tinggal, menderita pelbagai sengsara.
Makin surut kuasa Portugis, makin lenyaplah pula pengaruh misi.
Demikianlah keadaan kekristenan di Maluku, ketika pemerintah Portugis di
Indonesia mulai diserang oleh Belanda.23
Sultan Baabulah, putra Sultan Hairun, bersumpah untuk membalaskan
kematian ayahnya dengan melakukan pertumpahan darah. Dengan bantuan
sejumlah pemimpin Islam lainnya, benteng Portugis di Ternate yang sekaligus
menjadi pusat misi diserang. Setelah lima tahun dikepung, tahun 1575 benteng
Portugis di Ternate jatuh. Sejak tahun 1576 Sultan Baabulah berhasil

21
H. Berkhof dan I. H. Inklaar, Sejarah Gereja, (BPK Gunung Mulia, 1990), 236.
22
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, 38.
23
H. Berkhof dan I. H. Inklaar, Sejarah Gereja, (BPK Gunung Mulia, 1990), 236-237.
memulihkan kekuasaannya atas banyak daerah di Maluku, bahkan meluaskan
kerajaannya hingga Sulawesi Utara dan Nusa Tenggara. Portugis yang sejak
tahun 1580 sudah bersatu dengan Spanyol mencoba merebut kembali benteng
Ternate, tetapi gagal karena Ternate dibantu oleh tentara Turki dan armada
dari Jawa. Setelah Baabulah wafat pada tahun 1583, posisinya digantikan oleh
Sultan Said Barkat, yang kemudian memilih berkoalisi dengan VOC.24
Penduduk dipaksa memilih masuk Islam atau dibunuh. Raja Bacan dan
rakyatnya yang saat itu sudah Kristen sehingga dianggap sebagai pendukung
Portugis, diserang juga dan dipaksa menyangkal imanya. Setelah lima tahun
terkepung, pada tahun 1575 benteng Portugis di Ternate jatuh. Sisa personil
Portugis beserta keluarga mereka menyingkir ke Tidore, Ambon ataupun ke
Malak. Tetapi di Ambon pumereka diserang Baabulah secara bergelombang
hingga tahun 1580. Jumlah orang Kristen menurut dengan hebat, karena
banyak yang diislamkan oleh sultan ternate yang baru itu.
Pada tahun 1606 Portugis dapat merebut kembali benteng di Ternate
itu setelah mendapat bantuan dari Spanyol, dan setelah itu selama sekitar enam
dasawarsa (1606-1666) karya misi dapat kembali dijalankan, kendati dengan
susah payah, baik di Ternate, Tidore, maupun di Halmahera. Tetapi segera
setelah itu karya misi Katolik terhenti di Maluku Utara hingga abad ke-19,
karena Belanda mengalahkan Portugis dalam melakukan penginjilan atau
pengkritenan, terutama kepada penganut Islam. Ia malah lebih banyak
berkolusi dengan para penguasa Islam.25
Akibatnya ialah banyak kampung Kristen yang dibakar oleh orang
Islam, kedudukan misi semakin sukar, orang Portugis dibenci, kehidupan
rohani banyak yang mundur, bilangan orang Kristen berkurang, jumlah
misionaris yang tinggal cuman sedikit dan mereka yang berani tinggal,
menderita pelbagai sengsara. Kian menyurutnya kuasa Portugis, semakin
lenyaplah pengaruh Misi.26
II.4. Tokoh-tokoh
1. Franciscus Xaverius (1506-1552)

24
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, 39-40.
25
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen dan Islam di Indonesia, 38-39.
26
H. Berkhof & I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, 236.
Fransiskus Xaverius adalah seorang mahasisawa periang di Pris, yang
kebetulan hidup sekamar dengan teman senegerinya Ignatius. 27 Santo
Fransiskus Xaverius lahir 7 April 1506 – meninggal 2 Desember 1552
(pada umur 46 tahun), adalah seorang pionir misionaris Kristen dan salah
seorang pendiri Serikat Yesus (Ordo Yesuit). Nama komunitas Xaverian
Brothers diambil nama dirinya. Gereja Katolik menganggap dia telah
mengkristenkan lebih banyak orang dibanding siapapun semenjak Santo
Paulus.28
Fransiskus Xaverius lahir di Puri Xavier di tengah keluarga bangsawan
Kerajaan Navarra yang saleh. Di Puri tempat ia tinggal memiliki sebuah
kapel keluarga; salibnya sebesar ukuran manusia. Sering digambarkan
bahwa St.Fransiskus Xaverius sejak kecil selalu terkesan akan patung
Kristus yang tersalib itu; luka-lukanya yang dicat merah menyala, tulang-
tulang rusuk yang menonjol, kepala tertunduk, mata tertutup, mulut yang
terbuka dan mahkota yang durinya yang panjang-panjang. Di hadapan
Kristus yang tersalib itu pula lah keluarga Xavier memperoleh kekuatan
saat mengalami ketakutan dan kesedihan pada masa-masa perang. Lagi
pula, keluarga Xavier memiliki ciri kesalehan utama berupa devosi kepada
Bunda Maria dan para Kudus.
Tidak banyak diceritakan tentang kehidupan rohani St.Fransiskus
Xaverius semasa ia kuliah sampai menjadi dosen. Bisa saja kesibukan dan
rutinitas yang ia jalani sebagai mahasiswa dan dosen filsafat banyak
menyurutkan kehidupan rohaninya, ditambah lagi ia belum memiliki
seorang “bapa rohani”. Hingga pada suatu saat St.Fransiskus Xaverius
berjumpa dan tinggal bersama St.Ignasius yang mengambil peran besar
bagi pertobatannya. Dikalangan para Yesuit pertama percaya bahwa
St.Ignasius berhasil mematahkan perlawanan yang berkecamuk di hati
Fransiskus Xaverius untuk menyerahkan diri sepenuhnya kepada Kristus
dengan mengulang kata-kata Injil yang terkenal ini: “Apa untungnya bagi
seseorang bila ia memperoleh seluruh dunia tetapi kehilangan jiwanya

27
Thomas Van Den End, Harta Dalam Bejana, (BPK Gunung Mulia, 2018), 207.
28
https://id.wikipedia.org/wiki/Fransiskus_Xaverius, diunduh pada tanggal 31 Agustus 2020, pukul
19:19 WIB.
sendiri?.” Bagi St.Fransiskus, St.Ignaisus merupakan “bapa kekasih
jiwaku”.
Di dalam perjalanan selanjutnya, “para Sarjana dari Paris”- julukan
bagi kelompok yang beranggotakan St.Fransiskus Xaverius, St.Ignasius,
Petrus Faber, Yakobus Lainez, Alfonso Salmeron, Nikolaus Babadilla dan
Simon Rodrigues- selalu menyediakan waktu senggangnya untuk
menyanyikan Mazmur dan berdoa. Salah seorang dari mereka yang
menjadi imam wajib mempersembahkan misa setiap hari dan yang lain
menerima komuni. Tak jarang juga St.Fransiskus Xaverius mengalami
trans atau ekstase saat melakukan doa pribadi atau saat merayakan misa.
Misalnya saja ketika ia bersama Bobadilla mengadakan misa di tengah
umat di Bologna pada Misa Salib Suci ia mendapat ekstase yang
berlangsung satu jam lebih pada saat mendoakan “Anamnesis” dalam Doa
Syukur Agung.
Tanpa disadarinya, St.Fransiskus sebenarnya sudah disiapkan secara
istimewa oleh Allah untuk menjadi misionaris. Seperti yang pernah
diungkapkan oleh bapa-bapa gereja KV II,”Para misionaris merupakan
orang-orang yang dikhususkan oleh Allah untuk melaksanakan karya misi
dengan cakap berkat kurnia-kurnia serta bakat pembawaan.”Salah satu
rahmat yang dimiliki oleh St.Fransiskus Xaverius adalah kemampuan
untuk dapat menyesuaikan diri dengan berbagai bangsa dan watak bangsa
yang berbeda-beda. Oleh karena itu, bukan persoalan yang berarti baginya
untuk menjalani kehidupan misioner di negeri yang beraneka ragam dan di
antara bangsa-bangsa yang lebih asing lagi baginya. “Saya bersedia!”,
jawab Fransiskus dengan cepat dan gembira tatkala mendengar tugas
perutusan yang diberikan St.Ignasius untuk pergi ke India. Kiranya seruan
yang terkesan spontan ini menunjukkan betapa ia telah merindu untuk
diutus bagi keselamatan jiwa-jiwa; suatu kerinduan yang muncul dari
desakan Kasih Kristus di dalam hatinya. Memang benar bahwa tidak ada
yang mampu untuk menghambat desakan Kasih Kristus ini, bahkan di
hadapan bahaya-bahaya, penganiayaan, penderitaan, cuaca buruk, penyakit
fisik dan moral semakin meningkatkan semangat dan ketekunannya dalam
karya pewartaan Injil.
Berikut ini adalah beberapa hal yang mungkin sempat
menggoncangkan namun tidak menyurutkan apalagi menghentikan
kobaran api pewartaan Injil dalam hati St.Fransiskus Xaverius. Pertama,
dalam perjalanannya melalui laut dengan kapal tak jarang St.Fransiskus
menghadapi bahaya-bahaya yang mengantarnya pada iman akan Tuhan.
Misalnya, dalam kisah perjalanan yang ia lakukan menuju Ambon, tiba-
tiba saja badai mengamuk. Fransiskus mengambil salib yang tergantung di
lehernya, mencelupkannya ke air dan berdoa kepada Allah agar
menolongnya. Akan tetapi, tali salib itu putus dan salib pun jatuh ke dasar
laut. Badai yang terus mengamuk selama dua puluh empat jam lebih itu
pun menghempaskan kapal Fransiskus ke pantai Pulau Seram. Untunglah
mereka semua selamat. Selain selamat dari bahaya, St.Fransiskus
mendapat mukjizat yang lain, yakni salib yang jatuh ke laut itu
dikembalikan oleh kepiting dengan sapitnya. Sambil memeluk hartanya
yang baru ia temukan kembali itu, ia berlutut selama tiga puluh menit
untuk bersyukur kepada Allah karena mukjizat yang besar itu. Kedua,
nyatanya ada banyak orang yang risih dan terganggu dengan karya
pewartaan Injil. Dari percakapannya dengan tentara-tentara dan imam-
imam Spanyol di Ambon, Fransiskus mendengar bahwa orang-orang
Kristen di Kepulauan Moro menjadi korban penganiayaan pemeluk agama
lain, dan dua orang dari imam-imam yang ada di sana dibunuh oleh
mereka.
Pada minggu terakhir bulan Agustus, di akhir musim hujan, Fransiskus
memutuskan untuk pergi ke kepulauan Moro. Walaupun mendapat
halangan dari para sahabatnya yang membujuk ia untuk pergi ke sana, ia
tetap siap pergi ke kepulauan Moro sekalipun harus berenang sendirian
menempuh jarak sejauh itu. Dalam sepucuk surat yang ia tulis satu tahun
kemudian, dari Cochin, tanggal 20 Januari 1548, Fransiskus memberi
kesaksian akan sukacita (penghiburan rohani) yang ia alami dalam karya
pewartaannya,”…sebab semua bahaya dan penderitaan ini, jika ditanggung
dengan rela hati demi cinta yang murni serta demi pengabdian kepada
Allah Tuhan kita, kepulauan ini sangat mungkin menyebabkan orang
kehilangan pengelihatan matanya berkat banyaknya air mata yang
dicucurkan karena sukacita. Saya tidak ingat apakah saya pernah
mengalami hiburan rohani yang begitu besar dan terus-menerus seperti
yang saya alami di kepulauan ini, dan begitu sedikit kesulitan jasmani.
Semuanya itu karena saya terus menjelajahi kepulauan yang dikelilingi
musuh-musuh dan dihuni oleh sahabat-sahabat yang penuh keraguan,
dengan tidak adanya obat untuk penyakit jasmani dan tidak adanya
bantuan yang diperlukan untuk mewujudkan suatu kehidupan yang sehat.
Kiranya, nama yang lebih tepat untuk menyebut kepulauan itu adalah
‘Kepulauan Kepercayaan kepada Allah,’ bukan “Kepulauan Moro”.
Lagi pula, St.Fransiskus Xaverius merupakan sosok yang tegas dalam
hal melawan nilai-nilai atau budaya yang berlawanan dengan nilai-nilai
Injili. Misalnya saja saat ia menjalankan misinya di Jepang, ia banyak
bergaul dengan para rahib Buddha; mengunjungi biara-biara Buddha,
berdiskusi dan mengkritik cara hidup para rahib yang kurang baik, yang
melawan nilai-nilai Injil. Memang cara pewartaan yang frontal seperti ini
tidak lagi berlaku di zaman sekarang, namun semangat St.Fransiskus yang
berkobar untuk mewartakan Injil tetap perlu diteruskan.29
2. Simon Vaz (1534-1536)
Simon Vaz adalah seorang rahib Fransiskan. Karena kegiatanya yang
besar dan teladan hidupnya, berhasil menarik sejumlah besar orang di
mamuya dan di kampung-kampung lain menjadi Krsiten. Pekerjaan yang
begitu meluas sehingga seorang imam lain yang harus didatangkan. Juga
pedagang-pedagan Portugis lebih banyak lagi berdatangan. Perluasan
perdagangan dan perluasan iman bergandeng tangan. Disetiap kampung
yang telah masuk Krissten didirikan sebuah salib yang besar. Yang juga
gedung Gereja yang sederhana. Di sana dilayankan Misa, tetapi sementara
waktu yang berkomuni (menerima roti dan anggur) hanya imam.
Untuk orang Kristen yang baru itu masih dianggap perlu pendidikan
lebih lanjut. Pendidikan tersebut tidak diberikan dalam bahasa daerah,
tetapi semacam bahasa campuran Melayu Portugis, yang kemudian
diterjemahkan oleh jurubahasa kedalam bahasa daerah. Orang harus
menghafal rumusan-rumusan pokok iman Kristen seperti Doa Bapa Kami,
Kedua belas pasal Rasul Iman, Salam Maria, dan lain-lain, entah dalam
bahasa Portugis entah dalam bahasa Melayu. Pada tahun 1535/1536 Simon
Vaz terbunuh.30
3. Antonio Galvao (1536-1540)

29
Albert Jou SJ, Santo Fransiskus Xaverius, (Jakarta: Serikat Misionaris Xaverian), 55.
30
Th. Van den End, Ragi Cerita 1, (BPK Gunung Mulia, 2019), 40-41.
Ia adalah panglima Portugis yang ditugaskan di Ternate. Galvao
adalah seorang yang bijaksana dan selama masa pemerintahannya misi
mendapat angin kembali.31 Beruntung pada tahun 1536, Kapten Portugis
terbaik Antoni Galvao (1536-1540) memimpin. Galvao menginginkan
jalan perdamaian untuk mempromosikan perdagangan dan komunitas
Katolik sebanyak mungkin.32 Keadaan di Halmahera di utara dipulihkan.
Bahkan beberapa tokoh masyarakat Ternate sendiri masuk Kristen karena
tertarik oleh pribadi panglima ini. Ada juga pemerintahan dari Sulawesi
Selatan untuk mengirim imam-imam kesana. Untuk sementara waktu di
Ternate di buka suatu sekolah, di mana anak-anak Indo-Portugis dan anak-
anak Kristen Pribumi belajar membaca dan menulis, dan menghafal
katekismus Katolik Roma. tetapi beberapa tahun kemudian sekolah ini
harus ditutup lagi, karena baik panglima yang mengganti Galvao maupun
pastor di Ternate terlalu sibuk dengan urusan-urusan dagang. Pekerjaan
misi di Maluku utara merosot lagi. Hal ini untuk sebagian disebabkan
tindakan-tindakan Portugis yang sewenang-wenang terhadap orang
Kristen sendiri.33
Pada masa pemerintahan Galvao, mulai juga pekerjaan misi di Ambon.
Disitu agama Islam sudah masuk dari Jawa. Dan disitu pula misi mulai
terlibat dalam pertikaian antar kampung-kampun. Pada tahun 1538, orang-
orang poryugis mengalahkan suatu armada besar dari jawa yang akan
membawa bantuan senjata kepada kampung-kampung Islam di Hitu.
Sukses itu membawa beberapa kampung yang masih menganut agama
nenek moyang kepada keputusan untuk menerima agama Kristen.34
II.5. Metode-metode Pengkabaran Injil
II.5.1. Simon Vaz (1534-1536)
Metode penakabaran Injil yang dilakukan oleh Simon Vaz
dalam mengabarkan dan mengenalkan Injil yaitu disetiap kampung
yang telah masuk Kristen didirikan sebuah salib yang besar.
Membangun juga suatu gedung Gereja yang sederhana. Dan juga
melakukan pelayanan komuni. Kemudian orang juga menghafal
31
Th.van den End, Ragi Cerita 1, 41.
32
Jan Sihar Aritonang & Steenbrink, Ed., A History of Christianity in Indonesia (Boston: Brill, 2008), 27.
33
Th.van den End, Ragi Cerita 1, 41-42.
34
Ibid, 41-42.
rumusan-rumusan pokok iman Kristen, seperti Doa Bapa Kami,
Kedua belas Pasal Iman, Salam Maria, dan lain-lain, entah dalam
bahasa Portugis entah dalam bahasa Melayu. 35
II.5.2. Franciscus Xaverius (1506-1552)
Metode Pekabaran Injil yang digunakan oleh Fransiskus
Xaverius adalah ia menyuruh seorang juru bahasa dalam
menerjemahkan Pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami, Ave
Maria, dan kesepuluh perintah (dasatitah) ke dalam bahasa
setempat. Fransiskus lalu berkeliling ke kampung-kampung dengan
membawa lonceng di tangan sambil membunyikan lonceng. Bila
orang sudah berkumpul, ia mengajarkan kepada mereka apa yang
dihafalnya. Dan ketika mereka sudah menghafal Pengakuan Iman,
dan doa-doa mereka kemudian dibaptiskan. Yang membuat metode
Xaverius berhasil adalah orang terpengaruh terhadap keramahan
Xaverius sendiri sehingga mempengaruhi orang untuk menerima
ajaran Katolik. Ia juga lebih sering memihak kepada penduduk-
penduduk setempat.36
Di Ternate Xaverius setiap hari dua jam menyelengarakan
pelajaran agama Kristen untuk anak-anak dan orang-orang dewasa.
Untuk ia mempunyai metode yang berikut, rumusan-rumusan
pokok Kristen, seperti pengakuan Iman Rasuli, Doa Bapa Kami,
Salam Maria, Kesepuluh Perintah dan lain-alin dikaji didepan
orang yang telah berkumpul. Kalau pendengarannya adalah orang
Indonesia, Xaverius memakai terjemaahan rumusan-rumusan
tersebut, ke dalam bahasa Melayu, yang sudah dipersiapakan di
Malaka. Para pendengar mengulangi naskah-naskah itu sampai
hafal. Teks-teks tersebut diberi lagu-lagu, dan bahwa orang
menyanyikan dijalan umum maupun diladang dan dalam rumah-
rumaah mereka. Pada malam hari Fransiskus keliling kota smabil
memegang sebuah lonceng kecil, dan ia pergi dari rumah ke rumah
untuk mengajak orang-orang mendoakan jiwa-jiwa di api

35
Ibid, 140.
36
Thomas van den End, Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, (Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2015), 208.
penyucian dan sekalian orang yang hidup dalam dosa bereat dan
yang tidak mau bertobat sehingga akan binasa kelak.
Di Ternate Frsnsiskus juga menyusun semacam katekismus,
dalam bentuk suatu syair yang mengandung penjelasan tentang
Pengakuan Iman Rasuli. Dengan bahasa portugi, tetapi disalin juga
kedalam bahasa Melayu yang kemudian dipakai di Maluku. Syaris
ini dimulai dengan kata-kata “Besukacitalah kalian umat Kristen ,
mendengar dan mengetahui bahwa Allah membuat segala barang
ciptaanya untuk kepentingan manusia”. Isinya terdiri dari 39 pasal,
yang susunannya sedikit banyak mengikuti urutan Kedua belas
Pasal Iman. Maksud Xaverius ialah supaya setiap hari diajarkan
beberapa kalimat, sehingga setelah habis satu tahun mereka sudah
menghapalnya. Dengan demikian kata Xaverius “ di dalam mereka
diletakan dasar yang kokoh, sehingga mereka benar-benar dan
sungguh-sungguh percaya kepada Yesus Kristus dan tidak percaya
lagi kepada berhala sia-sia. Sewaktu di Ternate, Xaverius juga
bergaul dengan orang Islam.37
II.6. Faktor Penghamabat dan Pendukung masuknya Khatolik ke
Indonesia
II.6.1. Faktor Pendukung
Faktor pendukungnya sebagai berikut:
1. Berhasilnya Portugis mendirikan bentengnya di Malaka.38
2. Malaka merupakan bandar dagang utama pada jalur
perdagangan Kepulauan Maluku.39
3. Keberhasilan dalam membuat lawan-lawan menjadi sahabat.40
II.6.2. Faktor penghambat
Adapun faktor penghambat Khatolik masuk ke Indonesia yaitu:
1. Banyaknya daerah yang sudah dikuasai oleh kerajaan Islam.41
2. Terlibat persaingan dengan raja-raja Maluku.42

37
Th.van den End, Ragi Cerita 1,49.
38
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, (BPK Gunung Mulia, 2018), 25.
39
Zakaria J. Ngelow, Kekristenan dan Nasionalisme (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2011), 12.
40
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, (BPK Gunung Mulia, 2018), 29.
41
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, (BPK Gunung Mulia, 2018), 25.
42
Th.van den End, Ragi Cerita 1,41-42.
3. Pada saat pemerintahan Galvao bahwa misi terlibat dalam
pertiakaian antar kampun-kampung.43
4. Para pemimpin Islam melarang semua orang untuk masuk
Kristen dan memberi hukuman kepada yang melaggar.44
5. Ada yang diracuni, ada yang pulang karena usahanya tidak
berbuah. Iklim buruk dan makanan kurang. Kaum muslim tidak
putus-putusnya menggangu kaum-kaum muda, dan kehidupan
buruk laskar dan saudagar Portugis.45
III. Kesimpulan
Kekristen masuk ke Indonesia pada abad ke-7, yaitu di Barus, sebuah kota
pelabuhan di Pantai Barat Sumtera Utara, yang cukup besar pada waktu itu. Yang
membawanya adalah pedagang-pedagang Kristen Nestorian. Sayangnya Gereja itu
punah sejak ± abad ke-11, karena tidak ada penduduk asli yang menerimanya,
sejak abad ke-16 sampai abad ke-17 kekristenan masuk kembali, dibawa oleh
orang-orang Barat yang datang untuk membeli rempah-rempah dari Indonesia.
Orang-orang yang mengkabarkan Injil ke Indonesia yaitu sebagai berikut: Simon
Vaz, Franciscus Xaverius, dan Antonio Galvao. Portugis pertama kali
mengunjungi kepulauan rempah-rempah, yaitu, Maluku. Kedua negara Katholik
yang datang dari arah berlawanan bertemu di kawasan timur Nusantara, dalam hal
ini Maluku Utara, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Timur, dan kepulauan Sangir-
Talaud. Hambatan dan rintangan yang di alami olehy para pekabar Injil
diakibatkan karena adanya Agama atau kepercayaan pada rakyat Indonesia.
Namun meskipun begitu, pekabaran Injil yang dilakukan oleh tokoh-tokoh
Portugis dapat dikatakan berhasil karena adanya beberapa orang yang
memutuskan untuk masuk dalam agama Kristen.
IV. Daftar Pustaka
Aritonang Jan S., Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2018.
Aritonang Jan Sihar & Steenbrink, Ed., A History of Christianity in Indonesia,
Boston: Brill, 2008.
Berkhof H. dan I. H. Inklaar, Sejarah Gereja, Jakrta: BPK Gunung Mulia, 1990.

43
Ibid, 41-42.
44
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumaan Kristen dan Islam di Indonesia, 30.
45
H. Berkhof dan I. H. Inklaar, Sejarah Gereja, (BPK Gunung Mulia, 1990), 236.
Berkhof,H. Sejarah Gereja, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1658.
End Th. Van den, Ragi Cerita 1, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2019.
End Thomas van den, Harta dalam Bejana: Sejarah Gereja Ringkas, Jakarta:
BPK Gunung Mulia, 2015.
End,Thomas Van Den, Harta Dalam Bejana, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2018.
Kroef,Justus M. Van der The Term Indonesia: Its Origin and Usage, America,
Journal of the American Oriental Society, 1951.
Marbun Tumpal M. S.S P., Buku Katekisasi Gereja Kristen Protestan Indonesia,
Pematangsiantar, Kolportase GKPI Pematangsiantar, 2013.
Ngelow Zakaria J., Kekristenan dan Nasionalisme, Jakarta: BPK Gunung Mulia,
2011.
Ohorella,Leirissa R.Z, G.A. dan Djuariah Latuconsina, Sejarah Kebudayaan
Maluku, Jakarta: CV. Ilham Bangun Perkasa,1999.
SJ Albert Jou, Santo Fransiskus Xaverius, Jakarta: Serikat Misionaris Xaverian.
Sugiharyanto, Geografi dan Sosiologi, Jakarta: Yudhistira Ghalia Indonesia,
2007.

Sumber lain:
Densus Penduduk Republik Indonesia 30 Juni 2020.
https://id.wikipedia.org/wiki/Fransiskus_Xaverius, diunduh pada tanggal 31
Agustus 2020, pukul 19:19 WIB.

Anda mungkin juga menyukai