Inke Malahayati
Prodi Kebidanan Pematangsiantar
2022
KEGIATAN BELAJAR …… (pertemuan 10)
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN KALA II
A. Pendahuluan
Salam sehat…. Sampai bertemu lagi rekan-rekan mahasiswa…Pada kegiatan belajar
ini, kalian akan mempelajari tentang Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala II. Topik ini
berguna untuk dipelajari karena berkenaan dengan cara melakukan pertolongan persalinan.
Sebagaimana yang telah saudara ketahui, setelah melewati kala I maka ibu bersalin akan
memasuki kala II persalinan. Pada fase ini terjadi proses kelahiran bayi. Selama fase ini
juga terjadi berbagai perubahan fisiologi pada ibu bersalin yang memfasilitasi persiapan
kelahiran bayi. Kemampuan saudara memberikan pertolongan persalinan kala II akan
menentukan kesejahteraan ibu dan bayi selanjutnya. Untuk itu, mari pelajari materi berikut
dengan baik.
Topik materi:
1. Perubahan fisiologi kala II persalinan
2. Asuhan sayang ibu dan posisi meneran
3. Mekanisme persalinan normal
B. Uraian Materi
Perubahan fisiologis secara umum yang terjadi pada persalinan kala II:
1. His menjadi lebih kuat dan lebih sering
2. Timbul tenaga untuk meneran
3. Perubahan dalam dasar panggul
4. Lahirnya fetus
Perubahan Fisiologis Kala II Persalinan
Kontraksi Uterus /His
Pada kala II kontraksi ini bersifat nyeri yang disebabkan oleh anoxia dari sel-sel otot
tekanan pada ganglia dalan serviks dan Segmen Bawah Rahim (SBR), regangan dari
serviks, regangan dari tarikan pada peritoneum, itu semua terjadi pada saat kontraksi.
Selama persalinan, uterus berubah bentuk menjadi dua bagian yang berbeda. Segmen
atas yang berkontraksi secara aktif menjadi lebih tebal ketika persalinan berlangsung.
Bagian bawah, relative pasif dibanding dengan segmen atas, dan bagian ini berkembang
menjadi jalan lahir yang berdinding jauh lebih tipis. Segmen bawah uterus analog dengan
ismus uterus yang melebar dan menipis pada perempuan yang tidak hamil, segmen bawah
secara bertahap berbentuk ketika kehamilan bertambah tua dan menipis sekali pada saat
persalinan.
Segmen atas uterus cukup kencang atau keras, sedangkan konsistensi segmen bawah
uterus jauh kurang kencang. Segmen atas berkontraksi, mengalami retraksi, dan
mendorong janin keluar; sebagai respons terhadap gaya dorong kontraksi segmen atas;
sedangkan segmen bawah uterus dan serviks akan semakin lunak berdilatasi dan dengan
demikian membentuk suatu saluran muscular dan fibromuskular yang menipis sehingga
janin dapat menonjol keluar. Bagian atas uterus atau segmen aktif, berkontraksi ke bawah
meski pada saat isinya berkurang, sehingga tegangan miometrium tetap konstan. Efek
akhirnya adalah mengencangkan yang kendur, dengan mempertahankan kondisi
menguntungkan yang diperoleh dari ekspulsi janin dan mempertahankan otot uterus tetap
menempel erat pada isi uterus.
Posisi meneran
Persalinan merupakan suatu peristiwa fisiologis tanpa disadari dan terus
berlangsung/progresif. Bidan dapat membantu ibu agar tetap tenang dan rileks, maka bidan
sebaiknya tidak mengatur posisi meneran ibu. Bidan harus memfasilitasi ibu dalam
memilih sendiri posisi meneran dan menjelaskan alternatif-alternatif posisi meneran bila
posisi yang dipilih ibu tidak efektif. Bidan harus memahami posisi-posisi melahirkan,
bertujuan untuk menjaga agar proses kelahiran bayi dapat berjalan senormal mungkin,
menghindari intervensi meningkatkan persalinan normal (semakin normal proses
kelahiran, semakin aman kelahiran bayi itu sendiri).
Berdasarkan posisi meneran di atas, maka secara umum posisi melahirkan dibagi
menjadi 2, yaitu posisi tegak lurus dan posisi berbaring. Secara anatomi, posisi tegak lurus
(berdiri, jongkok, duduk) merupakan posisi yang paling sesuai untuk melahirkan, kerena
sumbu panggul dan posisi janin berada pada arah gravitasi.
Adapun keuntungan dari posisi tegak lurus adalah:
a. Kekuatan daya tarik meningkatkan efektivitas kontraksi dan tekanan pada leher
rahim, dan mengurangi lamanya proses persalinan.
Pada Kala 1
- Kontraksi dengan berdiri, uterus terangkat berdiri pada sumbu aksis pintu
masuk panggul dan kepala mendorong cerviks, sehingga intensitas kontraksi
meningkat.
- Pada posisi tegak tidak ada hambatan dari gerakan uterus.
- Sedangkan pada posisi berbaring otot uterus lebih banyak bekerja dan
proses persalinan berlangsung lebih lama.
Pada Kala 2
- Posisi tegak lurus mengakibatkan kepala menekan dengan kekuatan yang
lebih besar, sehingga keinginan untuk mendorong lebih kuat dan
mempersingkat kala 2.
- Posisi tegak lurus dengan berjongkok, mengakibatkan lebih banyak ruang di
sekitar otot dasar panggul untuk menarik syaraf penerima dasar panggul
yang ditekan, sehingga kadar oksitosin meningkat.
- Posisi tegak lurus pada kala 2 dapat mendorong janin sesuai dengan anatomi
dasar panggul, sehingga mengurangi hambatan dalam meneran.
- Sedangkan pada posisi berbaring, leher rahim menekuk ke atas, sehingga
meningkatkan hambatan dalam meneran.
b. Meningkatkan dimensi panggul
- Perubahan hormone kehamilan menjadikan struktur panggul
dinamis/fleksibel
- Pergantian posisi meningkatkan derajat mobilitas panggul
- Posisi jongkok sudut arkus pubis melebar, mengakibatkan pintu atas
panggul sedikit melebar, sehingga memudahkan rotasi kepala janin.
- Sendi sakroiliaka meningkatkan fleksibilitas sacrum (bergerak ke
belakang)
- Pintu bawah panggul menjadi lentur maksimum
- Pada posisi tegak, sacrum bergerak ke dapan, mangakibatkan tulang ekor
tertarik ke belakang
- Sedangkan pada posisi berbaring, tulang ekor tidak bergerak ke belakang
tetapi ke depan (tekanan yang berlawanan).
c. Gambaran jantung janin abnormal lebih sedikit dengan kecilnya tekanan pada
pembuluh vena cava inferior
- Pada posisi berbaring, berat uterus/ cairan amnion/ janin mengakibatkan
adanya tekanan pada vena cava inferior, dan dapat menurunkan tekanan
darah ibu. Serta perbaikan aliran darah berkurang setelah adanya kontraksi.
- Pada posisi tegak, aliran darah tidak terganggu, sehingga aliran oksigen ke
janin lebih baik.
d. Kesejahteraan secara psikologis
- Pada posisi berbaring ibu/klien menjadi lebih pasif dan menjadi kurang
kooperatif, ibu lebih banyak mengeluarkan tenaga pada posisi ini.
- Pada posisi tegak ibu/klien secara fisik menjadi lebih aktif, meneran
lebih alami, menjadi lebih fleksibel untuk segera dilakukan bounding
(setelah bayi lahir dapat langsung dilihat, dipegang ibu, dan disusui).
Ada tujuh gerakan bayi yang memungkinkan untuk menyesuaikan diri dengan
pelvis ibu: engagement/penempatan, penurunan, fleksi, rotasi dalam, ekstensi, rotasi luar,
dan pengeluaran. Gerakan ini dibahas untuk posisi oksipitoanterior dan oksipitoposterior
pada engagement yaitu peristiwa ketika diameter biparetal melewati pintu atas panggul
dengan sutura sagitalis melintang atau oblik didalam jalan lahir dan sedikit fleksi.
1. Engangement
Engangement pada primigravida terjadi pada bulan terakhir kehamilan, sedangkan
pada multigravida dapat terjadi pada awal persalinan. Masuknya kepala akan mengalami
kesulitan bila saat masuk ke dalam panggul dengan sutura sagitalis dalam anteroposterior.
Jika kapala masuk ke dalam pintu atas panggul dengan sutura sagitalis melintang di jalan
lahir, tulang parietal kanan dan kiri sama tinggi, maka keadaan ini disebut sinklitismus.
Kepala pada saat melewati pintu atas panggul dapat juga dalam keadaan dimana sutura
sagitalis lebih dekat ke promontorium atau ke sympisis maka hal ini di sebut
Asinklitismus.
Ada dua macam asinklitismus yaitu asinklitismus posterior dan asinklitismus anterior:
a. Asinklitismus Posterior --- yaitu keadaan bila sutura sagitalis mendekati symfisis
dan tulang parietal belakang lebih rendah dari pada tulang parietal depan. Terjadi
karena tulang parietal depan tertahan oleh simfisis pubis sedangkan tulang parietal
belakang dapat turun dengan mudah karena adanya lengkung sakrum yang luas.
b. Asinklitismus Anterior --- yaitu keadaan bila sutura sagitalis mendekati
promontorium dan tulang parietal depan lebih rendah dari pada tulang parietal
belakang.
2. Penurunan
Penurunan diakibatkan oleh kekuatan kontraksi rahim, kekuatan mengejan dari ibu,
dan gaya berat kalau pasien dalam posisi tegak. Berbagai tingkat penurunan janin terjadi
sebelum permulaan persalinan pada primigravida dan selama Kala I pada primigravida dan
multigravida. Penurunan semakin berlanjut sampai janin dilahirkan, gerakan yang lain
akan membantunya.
3. Fleksi
Fleksi sebagian terjadi sebelum persalinan sebagai akibat tonus otot alami janin.
Selama penurunan, tahanan dari serviks, dinding pelvis, dan lantai pelvis menyebabkan
fleksi lebih jauh pada tulang leher bayi sehingga dagu bayi mendekati dadanya. Pada posisi
oksipitoanterior, efek fleksi adalah untuk mengubah presentasi diameter dari
oksipitofrontal menjadi suboksipitoposterior yang lebih kecil. Pada posisi
oksipitoposterior, fleksi lengkap mengkin tidak terjadi, mengakibatkan presentasi diameter
yang lebih besar, yang dapat menimbulkan persalinan yang lebih lama.
4. Putaran Paksi Dalam
Pada posisi oksipitoanterior, kapala janin, yang memasuki pelvis dalam diameter
melintang atau miring, berputar, sehingga oksipito kembali ke anterior ke arah simfisis
pubis. Putaran paksi dalam mungkin terjadi karena kepala janin bertemu penyangga otot
pada dasar pelvis. Ini sering tidak tercapai sebelum bagian yang berpresentasi telah
tercapai sebelum bagian yang berpresentasi telah mencapai tingkat spina iskhiadika
sehingga terjadilah engagement. Pada posisi oksipitoposterior, kepala janin dapat memutar
ke posterior sehingga oksiput berbalik ke arah lubang sakrum. Pilihan lainnya, kepala janin
dapat memutar lebih dari 90 derajat menempatkan oksiput di bawah simfisis pelvis
sehingga berubah ke posisi oksipitoanterior. Sekitar 75% dari janin yang memulai
persalinan pada posisi oksipitoposterior memutar ke posisi oksipitoanterior selama fleksi
dan penurunan. Bagaimanapun, sutura sagital biasanya berorientasi pada poros
anteriorposterior dari pelvis.
5. Ekstensi
Kepala yang difleksikan pada posisi oksipitoanterior terus menurun di dalam
pelvis. Karena pintu bawah vagina mengarah ke atas dan ke depan, ekstensi harus terjadi
sebelum kepala dapat melintasinya. Sementara kepala melanjutkan penurunannya, terdapat
penonjolan pada perineum yang diikuti dengan keluarnya puncak kepala. Puncak kepala
terjadi bila diameter terbesar dari kepala janin dikelilingi oleh cincin vulva. Suatu insisi
pada perineum (episotomi) dapat membantu mengurangi tegangan perineum disamping
untuk mencegah perebakan dan perentangan jaringan perineum. Kepala dilahirkan dengan
ekstensi yang cepat sambil oksiput, sinsiput, hidung, mulut, dan dagu melewati
perineum.
Pada posisi oksipitoposterior, kepala dilahirkan oleh kombinasi ekstensi dan fleksi.
Pada saat munculnya puncak kepala, pelvis tulang posterior dan penyangga otot
diusahakan berfleksi lebih jauh. Dahi, sinsiput, dan oksiput dilahirkan semantara janin
mendekati dada. Sesudah itu, oksiput jatuh kembali saat kepala berekstensi, sementara
hidung, mulut, dan dagu dilahirkan.
6. Putaran Paksi Luar
Pada posisi oksipitoanterior dan oksipitoposterior, kepala yang dilahirkan sekarang
kembali ke posisi semula pada saat engagement untuk menyebariskan dengan punggung
dan bahu janin. Putaran paksi kepala lebih jauh dapat terjadi sementara bahu menjalani
putaran paksi dalam untuk menyebariskan bahu itu di bagian anteriorposterior di dalam
pelvis.
7. Ekspulsi (Pengeluaran)
Setelah putaran paksi luar dari kepala, bahu anterior lahir dibawah simfisis pubis,
diikuti oleh bahu posterior di atas tubuh perineum, kemudian seluruh tubuh anak.
C. Rangkuman
Perubahan fisiologis secara umum yang terjadi pada persalinan kala II adalah his
menjadi lebih kuat dan lebih sering, timbul tenaga untuk meneran, perubahan dalam dasar
panggul, dan lahirnya fetus. Asuhan sayang ibu pada kala 2 persalinan meliputi
pendampingan oleh keluarga, melibatkan keluarga dalam asuhan, KIE proses persalinan,
dukungan psikologis, membantu ibu memilih posisi persalinan, pemberian nutrisi (makan
dan minum), dan bimbinagan cara meneran/mengejan. Posisi meneran/melahirkan secara
umum yang disarankan adalah duduk, setengah duduk, jongkok, berdiri, miring ke kiri,
atau merangkak. Posisi yang tidka dianjurkan adalah berabring telentang. Ada tujuh
gerakan bayi yang memungkinkan untuk menyesuaikan diri dengan pelvis ibu:
engagement/penempatan, penurunan, fleksi, rotasi dalam, ekstensi, rotasi luar, dan
pengeluaran.
D. Latihan
1. Jelaskan perubahan fisiologi kala II pada: a) uterus; b) vagina dan dasar panggul!
2. Sebutkan bentuk-bentuk asuhan sayang ibu kala dua persalinan!
3. Jelaskan keuntungan dan kerugian posisi meneran berbaring dan tegak lurus!
4. Jelaskan secara anatomi fisiologi, kenapa pada posisi persalinan berbaring pada
kala dua sebaiknya tidak telentang (dianjurkan miring kanan/kiri)? Jelaskan
masing-masing posisi!
5. Jelaskan cara mengejan yang benar!
6. Jelaskan efek psikologis menarik nafas dan mengejan yang berkepanjangan pada
ibu inpartu, dan efek mengejan dan menahan nafas yang berkepanjangan pada
janin!
7. Mengapa terjadi putaran paksi dalam?
E. Daftar Pustaka
Winkjosastro. 2002. Ilmu Kebidanan, Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Cunningham et al. 2016. Obstetric Williams. Jakarta. EGC
IBG Manuaba dkk. Pengantar Kuliah Obstetri. EGC. Jakarta;2006
Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas, edisi 4. Jakarta. EGC.
Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14.
Jakarta. EGC
JNPK-KR. 2012. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta. JNPK-KR Depkes RI
Mean. 2003. Video Pembelajaran : Proses Kelahiran dan Kekuatan Alami Melalui
Pelepasan Hormone dan Posisi Melahirkan, Disampaikan pada seminar
Frisian Flag-IBI di Jakarta.
Simkin, Ancheta. 2005. Buku Saku Persalinan. Jakarta. EGC.
KEGIATAN BELAJAR ……(pertemuan 11)
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN KALA II
A. Pendahuluan
Salam sehat…. Sampai bertemu lagi rekan-rekan mahasiswa…Pada kegiatan belajar
ini, kalian akan mempelajari tentang Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala II. Topik ini
berguna untuk dipelajari karena berkenaan dengan cara melakukan pertolongan persalinan.
Sebagaimana yang telah saudara ketahui, setelah melewati kala I maka ibu bersalin akan
memasuki kala II persalinan. Pada fase ini terjadi proses kelahiran bayi. Selama fase ini
juga terjadi berbagai perubahan fisiologi pada ibu bersalin yang memfasilitasi persiapan
kelahiran bayi. Kemampuan saudara memberikan pertolongan persalinan kala II akan
menentukan kesejahteraan ibu dan bayi selanjutnya. Untuk itu, mari pelajari materi berikut
dengan baik.
Topik materi:
1. Asuhan kala II persalinan
2. Asuhan persalinan normal
3. Amniotomi
4. Episiotomi
B. Uraian Materi
ASUHAN KALA II
Kala 2 persalinan terdiri dari 3 fase, fase-fase ini ditandai dengan perilaku verbal dan non
verbal ibu, kondisi aktivitas uterus, keinginan untuk mengedan, dan penurunan janin.
- Fase pertama:
dimulai ketika ibu menyatakan bahwa ia ingin mengedan biasanya pada puncak
kontraksi, ibu mungkin mengeluhkan peningkatan nyeri, tetapi diantara waktu
kontraksi ia tenang dan seringkali memejamkan mata.
- Fase kedua:
ibu semakin ingin mengedan dan seringkali mengubah posisi untuk mencari posisi
mengedan yang lebih nyaman, usaha mengedan menjadi lebih ritmik, dan ibu
seringkali memberi tahu saat awal kontraksi dan semakin bersuara sewaktu mengedan.
- Fase ketiga:
bagian presentasi sudah berada di perineum dan usaha mengedan menjadi paling
efektif untuk melahirkan, ibu akan lebih banyak mengungkapkan nyeri yang dirasakan
secara verbal dengan menjerit atau bertindak di luar kendali (Ibu perlu didorong untuk
memperhatikan tubuhnya seiring ia masuk ke kala 2 persalinan).
Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala 2:
1. Asuhan keseluruhan yang diperlukan selama kala 2:
a. Meningkatkan perasaan aman pada ibu/klien, dengan memberikan dukungan dan
memupuk rasa kepercayaan dan keyakinan pada diri ibu bahwa dia mampu untuk
melahirkan
b. Membimbing pernafasan yang adekuat
c. Membantu posisi meneran yang sesuai dengan pilihan ibu
d. Meningkatkan peran serta keluarga, menghargai anggota keluarga atau teman yang
mendampingi
e. Melakukan tindakan-tindakan yang membuat nyaman, seperti mengusap dahi dan
memijat pinggang (libatkan keluarga)
f. Memperhatikan masukan nutrisi dan cairan ibu (dengan memberi makan dan
minum yang cukup)
g. Melaksanakan prinsip pencegahan infeksi dengan benar Mengusahakan kandung
kencing kosong dengan cara membantu dan memacu ibu mengosongkan kandung
kemih secara teratur.
2. Pemantauan terhadap kesejahteraan ibu:
a. Mengevaluasi kontraksi uterus/his (frekuensi, durasi, intensitas), dan kaitannya
dengan kemajuan persalinan
b. Mengevaluasi keadaan kandung kemih (anamnesis dan palpasi)
c. Mengevaluasi upaya meneran ibu
d. Pengeluaran pervagina, dan penilaian kemajuan persalinan (effacement, dilatasi,
penurunan kepala), dan warna air ketuban (warna, bau, volume).
e. Pemeriksaan nadi ibu setiap 30 menit (frekuensi, irama, intensitas).
3. Pemantauan kesejahteraan janin
a. Denyut jantung janin, setiap selesai meneran/mengejan (kira-kira setiap 5 menit) :
durasi, intensitas, ritme.
b. Presentasi, sikap, dan putar paksi
c. Mengobservasi keadaan kepala janin (moulase, caput).
LANGKAH-LANGKAH ASUHAN PERSALINAN NORMAL
AMNIOTOMI
Pengertian
Amniotomi adalah tindakan untuk membuka selaput amnion dengan jalan membuat
robekan kecil yang kemudian akan melebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan
adanya tekanan di dalam rongga amnion dilakukan pada saat pembukaan lengkap atau
hampir lengkap.
Gambar. Amniotomi
Indikasi amniotomi
1. Induksi persalinan
2. Persalinan dengan tindakan
3. Untuk pemantauan internal
frekuensi denyut jantung janin
secara elektronik apabila
diantisipasi terdapat gangguan pada janin.
4. Untuk melakukan penilaian kontraksi intra uterus apabila persalinan kurang
memuaskan
5. Amniotomi dilakukan jika ketuban belum pecah dan serviks telah membuka
sepenuhnya.
Teknik Amniotomi
1. Bahas tindakan dan prosedur bersama keluarga
2. Dengar DJJ dan catat pada Partograf
3. Cuci tangan
4. Gunakan handscoon DTT
5. Diantara kontraksi, lakukan Pemeriksaan Dalam (PD), Jari telunjuk dan jari tengah
tangan kanan di masukkan kedalam jalan lahir sampai sedalam kanalis servikalis,
sentuh ketuban yang menonjol, pastikan kepala telah engaged dan tidak teraba
adanya tali pusat atau bagian-bagian kecil lainnya (bila tali pusat dan bagian-bagian
yang kecil dari bayi teraba, jangan pecahkan selaput ketuban dan rujuk segera).
6. Pegang 1/2 klem kocher/kelly memakai tangan yang lain, dan memasukkan
kedalam vagina dengan perlindungan 2 jari tangan kanan yang mengenakan sarung
tangan hingga menyentuh selaput ketuban dengan hati-hati. Setelah kedua jari
berada dalam kanalis servikalis, maka posisi jari diubah sedemikian rupa, sehingga
telapak tangan menghadap kearah atas.
7. Saat kekuatan his sedang berkurang tangan kiri kemudian memasukan pengait
khusus kedalam jalan lahir dengan tuntunan kedua jari yang telah ada didalam.
Tangan yang diluar kemudian memanipulasi pengait khusus tersebut untuk dapat
menusuk dan merobek selaput ketuban 1-2 cm hingga pecah (dengan menggunakan
separuh klem Kocher (ujung bergigi tajam, steril, diasukkan kekanalis servikalis
dengan perlindungan jari tangan.)
8. Biarkan cairan ketuban membasahi jari tangan yang digunakan untuk pemeriksaan
9. Tarik keluar dengan tangan kiri 1/2 klem kocher/kelly dan rendam dalamlarutan
klorin 0,5%. Tetap pertahankan jari2 tangan kanan anda di dalam vagina untuk
merasakan turunnya kepala janin dan memastikan tetap tidak teraba adanya tali
pusat, setelah yakin bahwa kepala turun dan tidak teraba talipusat, keluarkan jari
tangan kanan dari vagina secara perlahan.
10. Evaluasi warna cairan ketuban, periksa apakah ada mekonium atau darah keluarnya
mekonium atau air ketuban yang bercampur mekonium pervaginam pada presentasi
kepala merupakan gejala gawat janin (fetal distress
11. Celupkan tangan yang masih menggunakan sarung tangan kedalam larutan klorin
0,5% lalu lepaskan sarung tangan dalam kondisi terbalik dan biarkan terendam
dalam larutan klorin 0,5% selama 10 menit.
12. Cuci kedua tangan.
13. Periksa kembali Denyut Jantung Janin.
14. Catat pada partograf waktu dilakukan pemecahan selaput ketuban, warna air
ketuban dan DJJ
Gambar. Langkah-langkah amniotomi
EPISIOTOMI
Pengertian
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,
otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. Episiotomi dilakukan untuk
memperluas jalan lahir sehingga bayi lebih mudah untuk dilahirkan. Selain itu episiotomi
juga dilakukan pada primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku dan atas
indikasi lain.
Tujuan Episiotomi
Saat ini terdapat banyak kontroversi terhadap tindakan tersebut. Sejumlah
penelitian observasi dan uji coba secara acak menunjukkan bahwa episiotomi rutin
menyebabkan peningkatan insiden robekan sfingter ani dan rektrum. Selain itu penelitian-
penelitian lain juga menunjukkan adanya peningkatan inkontinensia platus, inkontinensia
alvi, bahkan inkontinensia awal jangka panjang. Eason dan Feldman menyimpulkan bahwa
episiotomi tidak boleh dilakukan secara rutin. Prosedur harus diaplikasikan secara selektif
untuk indikasi yang tepat, beberapa diantaranya termasuk indikasi janin seperti distosia
bahu dan lahir sungsang; ekstraksi forseps atau vakum, dan pada keadaan apabila
episiotomi tidak dilakukan kemungkinan besar terjadi ruptur prenium. Bila episiotomi akan
dilakukan, terdapat variabel penting yang meliputi waktu insisi dilakukan, jenis insisi, dan
teknik perbaikan.
Waktu Episiotomi
Lazimnya episiotomi dilakukan saat kepala terlihat selama kontraksi sampai diameter 3-4
cm dan bila perineum telah menipis serta kepala janin tidak masuk kembali ke dalam
vagina.
Indikasi
1) Indikasi janin
- Sewaktu melahirkan janin prematur, tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin.
- Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, melahirkan janin dengan cunam,
ekstraksi vakum, dan janin besar.
2) Indikasi ibu
Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan sehingga ditakuti akan terjadi
robekan perineum, umpama pada primipara, persalinan sungsang, persalinan
dengan cunam, ekstraksi vakum, dan anak besar.
Jenis-jenis episiotomi :
1. Episiotomi mediana dikerjakan pada garis tengah
2. Episiotomi mediolateral dikerjakan pada garis tengah yang dekat muskulus
sfingter ani dan diperluas ke sisi
3. Episiotomi lateral dikerjakan miring kesisi kanan atau kiri.
Persiapan episiotomi :
1. Pertimbangkan indikasi-indikasi untuk melakukan episiotomi dan pastikan bahwa
episiotomi tersebut penting untuk keselamatan dan kenyamanan ibu dan atau bayi.
2. Pastikan bahwa semua perlengkapan dan bahan-bahan yang diperlukan sudah
tersedia dan dalam keadaan DTT atau steril.
3. Gunakan teknik aseptic setiap saat. Cuci tangan dan pakai sarung tangan DTT atau
steril.
4. Jelaskan pada ibu mengapa ia memerlukan episiotomi dan diskusikan prosedurnya
dengan ib. Beri alasan rasional pada ibu.
Teknik Episiotomi
1) Episiotomi mediana
Pada teknik ini insisi dimulai dari ujung terbawah introitus vagina sampai batas atas
otot-otot sfingter ani. Cara anestesi yang dipakai adalah cara anestesi infiltrasi
antara lain dengan larutan procaine 1%-2%; atau larutan lidonest 1%-2%; atau
larutan Xylocaine 1%-2%. Setelah pemberian anestesi, dilakukan insisi dengan
mempergunakan gunting episiotomi dimulai dari bagian terbawah introitus hingga
kepala dapat dilahirkan.
2) Episiotomi mediolateral
Pada teknik ini insisi dimulai dari bagian belakang introitus vagina menuju ke arah
belakang dan samping. Arah insisi ini dapat dilakukan ke arah kanan ataupun kiri,
tergantung pada kebiasaan orang yang melakukannya. Panjang insisi kira-kira 4
cm. Insisi ini dapat dipilih untul melindungi sfingter ani dan rektum dari laserasi
derajat tiga atau empat, terutama apabila perineum pendek, arkus subpubik sempit
atau diantisipasi suatu kelahiran yang sulit.
3) Episiotomi lateralis
Pada teknik ini insisi dilakukan ke arah lateral mulai dari kira-kira pada jam 3 atau
9 menurut arah jarum jam. Teknik ini sekarang tidak dilakukan lagi oleh karena
banyak menimbulkan komplikasi. Luka insisi ini dapat melebar ke arah dimana
terdapat pembuluh darah pundendal interna, sehingga dapat menimbulkan
perdarahan yang banyak. Selain itu parut yang terjadi dapat menimbulkan rasa
nyeri yang menganggu penderita.
C. Rangkuman
Kala 2 persalinan terdiri dari 3 fase, fase-fase ini ditandai dengan perilaku verbal dan
non verbal ibu, kondisi aktivitas uterus, keinginan untuk mengedan, dan penurunan janin.
Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala 2 adalah asuhan keseluruhan yang diperlukan
selama kala 2, pemantauan terhadap kesejahteraan ibu, dan pemantauan kesejahteraan
janin. Ada 58 langkah asuhan persalinan normal (APN). Amniotomi adalah tindakan untuk
membuka selaput amnion dengan jalan membuat robekan kecil yang kemudian akan
melebar secara spontan akibat gaya berat cairan dan adanya tekanan di dalam rongga
amnion yang dilakukan pada saat pembukaan lengkap atau hampir lengkap. Indikasi
amniotomi adalah induksi persalinan, persalinan dengan tindakan, untuk pemantauan
internal frekuensi denyut jantung janin secara elektronik apabila diantisipasi terdapat
gangguan pada janin, untuk melakukan penilaian kontraksi intra uterus apabila persalinan
kurang memuaskan. Amniotomi dilakukan jika ketuban belum pecah dan serviks telah
membuka sepenuhna.
Episiotomi adalah suatu tindakan insisi pada perineum yang menyebabkan
terpotongnya selaput lendir vagina, cincin selaput dara, jaringan pada septum rektovaginal,
otot-otot dan fasia perineum dan kulit sebelah depan perineum. Episiotomi dilakukan untuk
memperluas jalan lahir sehingga bayi lebih mudah untuk dilahirkan. Selain itu episiotomi
juga dilakukan pada primigravida atau pada wanita dengan perineum yang kaku dan atas
indikasi lain. Lazimnya episiotomi dilakukan saat kepala terlihat selama kontraksi sampai
diameter 3-4 cm dan bila perineum telah menipis serta kepala janin tidak masuk kembali
ke dalam vagina. Jenis-jenis episiotomi adalah episiotomi mediana (dikerjakan pada garis
tengah perineum), episiotomi mediolateral (dikerjakan pada garis tengah yang dekat
muskulus sfingter ani dan diperluas ke sisi), dan episiotomi lateral (dikerjakan miring ke
sisi kanan atau kiri).
D. Latihan
1. Sebutkan tanda-tanda subjektif dan objektif kala dua persalinan!
2. Sebutkan asuhan kebidanan apa sajakah yang dibutuhkan ibu pada kala dua
persalinan?
3. Jelaskan langkah-lengkah menolong kelahiran kepala janin!
4. Jelaskan cara melakukan amniotomi!
5. Jelaskan cara melakukan episiotomi!
E. Daftar Pustaka
Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14.
EGC, Jakarta.
JNPK-KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR Depkes RI, Jakarta.
Mean. 2003. Video Pembelajaran : Proses Kelahiran dan Kekuatan Alami Melalui
Pelepasan Hormone dan Posisi Melahirkan, Disampaikan pada seminar Frisian Flag-
IBI di Jakarta.
Simkin, Ancheta. 2005. Buku Saku Persalinan. EGC, Jakarta.
Sumarah, Widyastuti, Wiyati. 2008. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan pada Ibu
Bersalin). Fitramaya, Yogyakarta.
KEGIATAN BELAJAR ……(pertemuan 13)
ASUHAN KEBIDANAN PADA IBU BERSALIN KALA III
A. Pendahuluan
Salam sehat…. Sampai bertemu lagi rekan-rekan mahasiswa…Pada kegiatan belajar
ini, kalian akan mempelajari tentang Asuhan kebidanan pada ibu bersalin kala III. Topik
ini berguna untuk dipelajari karena berkenaan dengan cara melakukan pertolongan
kelahiran plasenta. Sebagaimana yang telah saudara ketahui, setelah melewati kala II maka
ibu bersalin akan memasuki kala III persalinan. Pada fase ini terjadi proses pengeluaran
plasenta. Selama fase ini juga terjadi perubahan fisiologi pada uterus. Kemampuan saudara
memberikan pertolongan persalinan kala III akan menentukan kesejahteraan ibu
selanjutnya. Untuk itu, mari pelajari materi berikut dengan baik.
Topik materi:
1. Perubahan fisiologi kala III persalinan
2. Manajemen aktif kala III
3. Pemeriksaan plasenta, selaput ketuban, dan tali pusat
4. Pemantauan kala III
5. Kebutuhan ibu kala III
B. Uraian Materi
FISIOLOGI KALA III PERSALINAN
Persalinan kala tiga dimulai setelah lahirnya bayi dan berakhir dengan lahirnya
plasenta dan selaput ketuban. Kala III penting perlu diingat bahwa tiga puluh persen
penyebab kematian ibu di Indonesia adalah perdarahan pasca persalinan. Dua pertiga dari
perdarahan pasca persalinan disebabkan oleh atonia uteri. Penyebab terpisahnya plasenta
dari dinding uterus adalah kontraksi uterus (spontan atau dengan stimulus) setelah kala dua
selesai. Berat plasenta mempermudah terlepasnya selaput ketuban, yang terkelupas dan
dikeluarkan. Tempat perlekatan plasenta menentukan kecepatan pemisahan dan metode
ekspulsi plasenta. Selaput ketuban dikeluarkan dengan penonjolan bagian ibu atau bagian
janin.
Pada kala III, otot uterus berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus
setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perekatan
plasenta. Karena tempat perekatan plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukurang
plasenta tidak akan berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah terlepas plasenta akan turun menuju bagian bawah uterus lalu ke
dalam vagina. Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan
kaum uteri dan kontraksi lanjut sehingga plasenta dilepaskan dari perekatannya dan
pengumplana darah pada ruang utero – plasenta akan mendorong plasenta untuk keluar.
Manajemen aktifkala III sangat penting dilakukan pada setiap asuhan persalinan
normal dengan tujuan untuk menurunkan angka kematian ibu. Saat ini, manajemen aktif
kala III telah menjadi prosedur tetap pada asuhan persalinan normal dan menjadi salah satu
kompetensi dasar yang harus dimiliki setiap tenaga kesehatan penolong persalinan.
C. Rangkuman
Pada kala III, otot uterus berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus
setelah lahirnya bayi. Penyusutan ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perekatan
plasenta. Karena tempat perekatan plasenta menjadi semakin kecil, sedangkan ukurang
plasenta tidak akan berubah maka plasenta akan terlipat, menebal, dan kemudian lepas dari
dinding uterus. Setelah terlepas plasenta akan turun menuju bagian bawah uterus lalu ke
dalam vagina. Tempat implantasi plasenta mengalami pengerutan akibat pengosongan
kaum uteri dan kontraksi lanjut sehingga plasenta dilepaskan dari perekatannya dan
pengumplana darah pada ruang utero – plasenta akan mendorong plasenta untuk keluar.
Tanda – tanda pelepasan plasenta adalah perubahan bentuk uterus menjadi globuler
atau berbentuk seperti buah alpukat, semburan darah tiba tiba, dan tali pusat memanjang.
Mekanisme pelepasan plasenta ada dua yaitu mekanisme Schultz dan Duncan. Langkah
utama manajemen aktif kala III ada tiga langkah yaitu pemberian suntikan oksitosin,
penegangan tali pusat terkendali, dan masase fundus uterus. Pemeriksaan kala III meliputi
pemeriksaan selaput ketuban, plasenta, dan pengawasan perdarahan.
D. Latihan
1. Jelaskan perubahan fisiologi kala III persalinan!
2. Jelaskan langkah-langkah manajemen aktif kala III persalinan!
3. Sebutkan pemeriksaan kala III persalinan!
4. Sebutkan kebutuhan kala III persalinan!
E. Daftar Pustaka
Bobak, Lowdermilk, Jensen (Alih bahasa: Wijayarini, Anugerah). 2005. Buku Ajar
Keperawatan Maternitas, edisi 4. EGC, Jakarta.
Fraser, Cooper (Alih bahasa: Rahayu, et.al.). 2009. Myles, Buku Ajar Bidan, edisi 14.
EGC, Jakarta.
JNPK-KR. 2008. Asuhan Persalinan Normal. JNPK-KR Depkes RI, Jakarta.
Mean. 2003. Video Pembelajaran : Proses Kelahiran dan Kekuatan Alami Melalui
Pelepasan Hormone dan Posisi Melahirkan, Disampaikan pada seminar Frisian Flag-
IBI di Jakarta.
Simkin, Ancheta. 2005. Buku Saku Persalinan. EGC, Jakarta.
Sumarah, Widyastuti, Wiyati. 2008. Perawatan Ibu Bersalin (Asuhan Kebidanan pada Ibu
Bersalin). Fitramaya, Yogyakarta.