Anda di halaman 1dari 26

BAB I

PENDAHULUAN
 1.1 Latar belakang
Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala yang
berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu maupun janin.
(sarwono,1)
Kala II persalinan adalah proses pengeluaran buah kehamilan sebagai hasil
pengenalan dan piñata laksanaan kala pembukaan, batasan kala II dimulai ketika
pembukaan servik sudah lengkap (10 cm) dan berakhir dengan kelahiran bayi, kala II
juga disebut sebagai pengeluaran bayi. (Depkes RI  hal 79)
Kelahiran bayi merupakan peristiwa penting bagi kehidupan seorang pasien dan
keluarganya ,sangat penting untuk di ingat bahwa persalian adalah proses yang normal
dan merupakan kejadian yang sehat. Namun demikian, potensi terjadinya komplikasi
yang mengancam nyawa selalu ada sehingga bidan harus mengamati dengan ketat
pasien dan bayi sepanjang proses melahirkan. Dukungan terus menerus dan
penatalaksanaan yang terampil dari bidan dapat menyumbangkan suatu pengalaman
melahirkan yang menyenangkan dengan hasil persalinan yang sehat dan memuaskan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud persalinan kala II?
2. Bagaimana perubahan fisiologi pada persalinan kala II?
3. Bagaimana perubahan psikologi ibu bersalin?
4. Bagaimanakah perawatan ibu bersalin selama kala II?
5. Bagaimana 7 langkah menejemen varney?
6. Bagaimanakah asuhan kala II?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui tentang persalinan kala II.
2. Mengetahui tentang perubahan fisiologi persalinan kala II.
3. Mengetahui tentang perubahan psikologi ibu bersalin.
4. Mengetahui dan memahami perawatan ibu bersalin selama kala II.
5. Memahami 7 langkah menejemen varney.
6. Mengetahui tentang asuhan kala II.

1
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Persalinan Kala II

Kala II persalinan adalah kala pengeluaran bayi ,di mulai dari pembukaan lengkap
sampai bayi lahir Uterus dengan kekuatan hisnya di tambah kekuatan meneran akan
mendorong bayi hingga lahir .Proses ini biasanya berlangsung 2 Jam pada primigravida
dan 1 jam pada multigravida. Diagnosi prsalina kala II ditegakkan dengan melakukan
pemeriksaan dalam untuk memastikan pembukaan sudah lengkap dan kepala janinsudah
tampak pada vulva.

Kala dua persalinan dimulai ketika pembukaan serviks sudah lengkap (10 cm) dan
berakhir dengan lahirnya bayi. Kala dua juga disebut sebagai kala pengeluaran
bayi. Kontraksi selama kala dua adalah sering, kuat dan sedikit lebih lama yaitu kira-
kira 2 menit yang berlangsung 60-90 detik dengan interaksi tinggi dan semakin
ekspulsif sifatnya.

2.2 Perubahan Fisiologis Pada Persalinan Kala II


A.    Kontraksi, Dorongan Otot-Otot Persalinan
Kontraksi uterus pada persalinan mempunyai sifatnya tersendiri. Kontraksi 
menimbulkan nyeri, merupakan kontraksi satu-satunya kontraksi normal muskulus.
Kontraksi ini dikendalikan oleh syaraf intrinsic, tidak disadari, tidak dapat diatur oleh
ibu bersalin, baik frekuensi maupun lama kontraksi.
Sifat Khas :
a.       Rasa sakit dari fundus merata ke seluruh uterus sampai berlanjut ke punggung
bawah.
b.      Penyebab rasa sakit belum diketahui secara pasti.
Beberapa dugaan penyebab antara lain :
1)      Pada saat kontraksi terjadi kekurangan O₂  pada meometrium.
2)      Penekanan ganglion syaraf di serviks dan uterus bagian bawah.
3)      Peregangan servik akibat dari pelebaran serviks.

2
4)      Peregangan peritoneum sebagai organ yang menyelimuti uterus.
Pada waktu selang kontraksi periode relaksasi diantara kontraksi memberikan dampak
berfungsinya system-sistem dalam tubuh, yaitu :
1.      Memberikan kesempatan pada jaringan otot-otot uterine untuk beristirahat agar
tidak memberikan menurunkan fungsinya oleh karena kontraksi yang kuat secara terus-
menerus.
2.      Memberikan kesempatan kepada ibu untuk istirahat, karena rasa sakit selama
kontraksi.
3.      Menjaga kesehatan janin karena pada saat kontraksi  uterus mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah placenta sehinggah bila secara terus menerus berkontraksi,
maka akan menyebabkan hipoksia, anoksia dan kematian janin.
Pada awal persalinan kontraksi uterus selama 15-20 detik. Pada saat memasuki fase
aktif, kontraksi terjadi selama 45-90 detik rata-rata 60 detik. Dalam satu kali kontraksi
selama 3 fase, yaitu fase naik, puncak dan turun. Pada saat fase naik lamanya 2 kali fase
lainnya.
Pemeriksaan kontraksi uterus meliputi, frekuensi, durasi lama, intensitas kuat
/lemah. Frekuensi dihitung dari awal timbulnya kontraksi sampai muncul kontraksi
berikutnya. Pada saat memeriksa durasi/ lama kontraksi, perlu diperhatikan bahwa cara
pemeriksaan kontraksi uterus dilakukan dengan palpasi pada perut. Karena bila
berpedoman pada rasa sakit yang dirasakan ibu bersalin saja kurang akurat.
Ambang rasa nyeri tiap individu berbeda. Pada ibu bersalin yang belum siap
menghadapi persalinan, kurang matang psikologis, tidak mengerti proses persalinan
yang ia hadapi akan bereaksi serius dengan berteriak keras saat kontraksi walaupun
kontraksinya lemah. Sebaliknya ibu bersalin yang sudah siap menghadapi persalinan,
matang psikologis, mengerti tentang proses persalinan, mempunyai ketabahan,
kesabaran yang kuat, pernah melahirkan, didampingi keluarga dan didukung oleh
penolong persalinan yang professional, dapat menggunakan teknik pernafasan untuk
relaksasi,maka selama kontraksi yang kuat tidak akan berteriak.
Intensitas dapat diperiksa dengan cara jari-jari tangan ditekan pada perut, bisa atau
tidak uterus ditekan. Pada kontraksi yang lemah akan mudah dilakukan, tetapi pada
kontraksi yang kuat tidak mudah dilakukan. Bila dipantau dengan monitor janin,

3
kontraksi uteru yang paling kuat pada fase kontraksi puncak tidak akan melebihi 40
mmHg.
B.      Uterus
Perubahan Bentuk uterus menjadi oval yang disebabkan adanya pergerakan tubuh janin
yang semula membungkuk menjadi tegap, sehingga uterus bertambah panjang 5-10 .
Terjadi perbedaan pada bagian uterus :
a.       Segmen atas : bagian yang berkontraksi, bila dilakukan palpasi akan teraba keras
saat kontraksi.
b.      Segmen bawah : terdiri atas uterus dan serviks, merupakan daerah yang teregang,
bersifat pasif. Hal ini mengakibatkan pemendekan segmen bawah uterus.
c.       Batas antara segmen atas dan segmen bawah uterus membentuk lingkaran cincin
retraksi fisiologis. Pada keadaan kontraksi uterus inkoordinasi akan membentuk
cincin retraksi patologis yang dinamakan cincin bandl.
2.3 PERUBAHAN PSIKOLOGIS IBU BERSALIN

Bagian Perubahan
Sifat kontraksi otot rahim  Setelah kontraksi, otot rahim tidak relaksasi
kembali seperti keadaan sebelum kontraksi,
tetapi menjadi sedikit lebih pendek walaupun
tonus nya seperti sebelum kontraksi, yang
disebut retraksi. Dengan retraksi, ukuran
rongga rahim akan mengecil dan janin secara
perlahan akan berangsur didorong ke bawah
dan tidak naik lagi ke atas setelah his hilang.
Retaraksi ini mengakibatkan SAR makin tebal
dengan majunya persalinan terutama setelah
bayi lahir
 Kontraksi tidak sama kuatnya, tetapi paling
kuat di daerah fundus uteri dan berangsur
berkurang ke bawah dan paling lemah pada
segmen bawah rahim. Sebagian dari isi rahim

4
yang keluar dari SAR diterima oleh SBR
sehingga SAR makin mengecil, sedangkan
SBR makin teregang dan makin tipis, dan isi
rahim pindah ke SBR sedikit demi sedikit
Perubahan bentuk rahim Adanya kontraksi mengakibatkan sumbu
panjang rahim bertambah panjang, sedangkan
ukuran melintang maupun ukuran muka
belakang berkurang : perngaruh perubahan
bentuk rahim yaitu ukuran melintang
berkurang, rahim bertambah panjang. Hal ini
merupakan salah satu sebab dari pembukaan
serviks.
Ligamentum rotondum Mengandung otot-otot polos dan jika uterus
berkontraksi otot-otot ini ikut berkontraksi
sehingga ligamentum rotondum menjadi
pendek
Perubahan pada serviks Agar janin dapat keluar dari rahim, maka perlu
terjadi pembukaan dari serviks. Permukaan
serviks biasanya didahului oleh pendataran
dari serviks.
Pendataran dari serviks. pemendekan dari
canalis cervicalis, yang semula berupa saluran
yang panjangnya satu sampai dua centimeter
menjadi suatu lubang dengan pinggir yang
tipis
Pembukaan dari serviks. Pembesaran dari
ostium externum yang ada awalnya hanya
berupa suatu lubang dengan diameter
beberapa millimeter menjadi lubang yang
berdiameter kira-kira 10cm, sehingga dapat

5
dilalui janin
Factor yang menyebabkan pembukaan
serviks :
 Otot-otot serviks menarik pada pinggir
ostium
 Walau kontraksi semen bawah rahim
dan serviks teregang oleh isi rahim
terutama oleh air ketuban dan ini
menyebabkan tarikan pada serviks
 Waktu kontraksi bagian dari selaput
yang terdapat di atas canalis cervicalis
ialah yang disebut ketuban
Perubahan pada vagina dan  Pada kala I, ketuban ikut meregangkan bagian
dasar panggul atas vagina
 Setelah ketuban pecah, segala perubahan
terutama pada dasar panggul ditimbulkan oleh
bagian depan anak. Oleh bagian depan yang
maju tersebut, dasar panggul teregang menjadi
saluran dengan dinding-dinding yang tipis.
Pada saat kepala sampai di vulva, lubang
vulva mengahadap ke depan atas
 Dari luar, peregangan oleh bagian depan
tampak pada perineum yang menonjol dan
menjadi tipis, sedangkan anus menjadi terbuka

2.4 PERAWATAN IBU BERSALIN SELAMA KALA II

 Latar belakang fisiologis

Selama kala II persalinan, yaitu kala muara janin, proses oksigenasi janin secara
perlahan akan berkurang akibat adanya retraksi uterus dan penurunan dalam sirkulasi

6
plasenta. Kontraksi yang kuat dan dorongan yang hebat dapat semakin mengurangi
sirkulasi uteroplasenta. Penurunan oksigenasi dapat terjadi disertasi adanya asidosis.
Namun, pada setiap individu terdapat perbedaan dalam tingkat dan keseriusan proses
ini, oleh karena itu, pemberiperawatan harus memantau kondisi janin dengan cermat.

 Awitan Kala II

Tanda-tanda permulaan kala II dapat diketahui melalui gejala berikut ini :

1. Wanita merasakan desakan untuk mengejan karena kantung amnion atau bagian
terendah janin terdorong ke depan melalui serviks yang berdilatasi dan menekan
rectum.
2. Sering kali ketuban pecah secara spontan
3. Biasanya dilatasi serviks lengkap, tetapi kadang wanita merasakan desakan
untuk mengejan pada tahap dilatasi dini. Jika pinggiran serviks berada disebelah
kiri, maka akan didorong ke sebelah kanan oleh bagian terendah janin.

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat dikatakan bahwa sering kalai awitan kala II tidak
diketahui dengan tepat. Wanita mungkin merasakan desakan untuk mengejan sebelum
dilatasi lengkap atau belum merasakannya pada saat dilatasi lengkap di diagnosis. Pada
saat dilatasi lengkap didiagnosis dengan pemeriksaan vagina, hal ini tetap belum
menjelaskan berapa lama kondisi ini telah ada sebelumnya

 Awitan mengejan selama kala II

Pemeberi perawatan sering memutuskan awitan kala II dengan menganjurkan wanita


untuk mengejan, baik saat dilatasi lengkap telah didiagnosis atau bahkan lebih awal.
Pendekatan fisiologis ialah menunggu hingga wanita merasa desakan mengejan dengan
sendirinya. Terkadang desakan untuk mengejan belum juga muncul walaupun dilatasi
telah lengkap dan dengan menunggu 10 atau 20 menit, vase pengeluaran dapat
berlangsung secara spontan. Tidak ada uji coba terkontrol mengenai mengejan lebih
awal dibandingkan dengan menunda mengejan dalam persalinan normal, tetapi
beberapa uji coba telah dilakukan dengan analgesic epidural. Oleh karena refleks
mengejan ditekan, lebih mudah untuk menunda upaya mengajan sampai puncak kepala

7
(verteks) tampak dalam introitus. Prosedur ini telah dibandingkan dengan mengejan
segera setelah dilatasi lengkap didiagnosis (Macqueen dan mylrea, 1997; Maresh @all.,
1983 : buxtun et al., 1998) menunda mengejan tidak menunjukkan efek yang berbahaya
bagi janin atau hasil akhir neonatal. Pada kelompok yang mengejan lebih awal,
persalinan dengan forcep secara signifikan lebih banyak. Meskipun hasil tersebut
diperoleh dari para wanita yang mendapat analgesia epidural, hasil tersebut sesuai
dengan pengalaman klinis bidan, yang menunda untuk mengejan sampai refleks
mengejan muncul secara spontan. Praktik ini lebih mudah untuk wanita dan cenderung
memendekkan fase mengejan. Pada saat sebelum mulai mengejan, kadang kala
dianjurkan untuk mengosongkan kandung kemih secara rutin dengan kateterisasi, tetapi
praktik ini tidak diperlukan karena dapat menyebabkan infeksi pada saluran kemih

 Prosedur mengejan selama kala II

Praktik yang mendukung instruksi upaya mengejan yang ditahan selam kala II
persalinan dianjurkan secara luas di banyak bangsal persalinan. Pilihan lain adalah
mendukung spontan wanita dalam upaya pengeluaran. Dua praktik ini telah
dibandingkan dalam beberapa uji coba. Mengejan spontan menghasilkan 3-5 upaya
mengejan yang relatif singkat (4-6 detik) setiap kontraksi, dibandingkan dengan durasi
10-30 detik upaya mengejan yang ditahan disertai dengan menahan nafas. Metode
terakhir membuat kala II persalinan menjadi lebih singkat, tetapi menyebabkan
pernapasan menginduksi perubahan denyut jantung dan curah jantung. Ibu tidak boleh
berbaring telentang dalam waktu lama, hal ini mungkin dihubungkan dengan kompresi
aorta dan penurunan aliran darah ke uterus.

 Durasi Kala II

Pada tahun 1930, De snuu menetapkan durasi kala II persalinan pada 628 wanita
primipara dengan janin pada presentasi vertex. Hal yang didapatkan yaitu rata-rata
durasi kala II persalinan adalah sekitar satu seperempat jam dengan nilai median 1 jam.
Nilai ini dipengaruhi dengan kuat oleh peristiwa beberapa periode yang sangat penjang
(10-14 jam). Sejak saat itu, rata-rata durasi kala II telah ditetapkan secara luas dengan
terminasi persalinan artificial setelah periode maksimum dpenuhi oleh pemberi

8
perawatan. Pada wanita primipara, saat ini rata0rata durasi kala II yang sering
dilaporkan adalah 45 menit. Hubungan antara kala II yang memanjang dengan hipoksia
dan asidosis janin adalah dorongan untuk membatasu kala II persalinan, bahkan dengan
tidak adanya masalah ibu atau janin yang jelas. Terminasi persalinan setelah kala II
tanpa komplikasi mengarah pada nilai pH arteri umbilikus yang lebih tinggi secara
signifikan, tanpa bukti lain apa pun apakah kebijakan ini mempunyai efek yang
bermanfaat bagi bayi. Trauma ibu dan kadang-kadang trauma janin terjadi akibat
peningkatan campur tangan pembedahan yang melibatkan kebijakan yang hampir tidak
dapat dibenarkan. Jika kondisi ibu dan janin ibu dan janin baik, serta terdapat kemajuan
persalinan, maka durasi kala II sebaiknya tidak dijadikan standar, misalnya 1 jam.

Keputusan tentang pembatasan kala II persalinan harus berdasarkan surveilan kondisi


ibu dan janin, serta pada kemajuan persalinan. Jika terdapat tanda gawat janin atau jika
bagian terendah janin gagal untuk turun, ada alasan yang baik untuk mengakhiri
persalinan, tetapi jika kondisi ibu baik, janin dalam kondisi baik, dan ada bukti
kemajuan dalam pernurunan kepala janin, maka tidak ada alasan untuk intervensi.
Namun setelah kala II lebih dari 2 jam pada wanita multipara dan lebih dari 1 jam pada
multipara, besarnya kesempatan untuk persalinan yang spontan dalam waktu yang wajar
akan berkurang, oleh karena itu tindakan terminasi harus dipertimbangkan.

 Posisi Ibu Selama Kala II

Sejumlah uji coba menduga bahwa posisi tegak lurus ()vertikal atau miring lateral
selama kala II persalinan menunjukkan keuntungan yang lebih banyak daripada posisi
dorsal. Posisi tegak lurus saat bersalin akan memberikan ketidaknyamanan, lebih sedikit
kesulitan dalam melahirkan, dan nyeri persalinan yang lebih sedikit. Pada satu uji coba,
durasi kala yang lebih singkat didapatkan pada posisi tegak lurus. Dengan
memperhatikan hasil akhir janin, pada beberapa percobaan nilai APGAR di bawah 7
lebigh sedikit ditemukan pada posisi tegak lurus.

Posisi tegak lurus atau vertikal, dengan atau tanpa penggunaan kursi persalinan dapat
menyebabkan lebih banyak robekan pada labia. Hasil dari beberapa proses persalinan
menunjukkan peningkatan robekan derajat ke-3, meskipun jumlah yang tersedia untuk

9
analisis sangat kecil. Peningkatan persentase perdarahan pascapartum ditemukan pada
wanita yang memakai posisi vertikal. Penyebabnya belum ditentukan. Pengukuran
kehilangan darah pada posisi vertikal akan memberikan hasil yang lebih akurat, tetapi
perbedaan juga dapat terjadi karena peningkatan tekanan pada pelvis dan vena vulva
(Liddell and Fisher, 1985; Gardosi et al., 1989; Crowley et al., 1991). Pada satu uji
coba, tingkat hemoglobin lebih rendah pada hari keempat setelah melahirkan, meskipun
perbedaannya tidak signifikan.

Posisi ibu selama kala II persalinan mempengaruhi kondisi janin, sama halnya pada
kala I. Penelitian menunjukkan pola denyut jantung abnormal lebih rendah pada posisi
tegak lurus, menyebabkan sedikit nyeri, dan sedikit nyeri punggung. Sementara itu,
posisi litotomi dengan kaki pemijak kaki dirasakan kurang nyaman dan lebih
menyakitkan, serta membatasi pergerakan. Wanita yang pernah melahirkan pada posisi
tersebut akan lebih menyukai pilihan pada posisi yang bervariasi karena dapat membuat
perbedaan pada saat persalinan nantinya.

Sebagai kesimpulan, untuk kala I dan II, wanita dapat memakai posisi apapun yang
mereka suka. Selama ini, posisi yang lebih disukai adalah menghindari berbaring supine
untuk waktu yang lama. Wanita harus didorong untuk bereksperimen dengan apa yang
dirasakan lebih nyaman dan harus didukung dalam pilihan mereka. Penolong persalinan
membutuhkan pelatihan dalam memimpin dan melakukan persalinan pada posisi selain
supine, dengan tujuan agar tidak menjadi faktor penghambat dalam pemilihan posisi.

 Perawatan perineum

Robekan perineum adalah salah satu trauma yang paling sering diderita oleh wanita
saat melahirkan, bahkan saat proses persalinan yang dianggap normal. Beberapa teknik
dan praktik yang diarahkan untuk mengurangi kerusakan atau modifikasi ke proporsi
yang dapat diatur.

“Menjaga Perineum” selama melahirkan

Banyak buku ajar menjelaskan praktik menjaga perineum selama melahirkan kepala
janin yaitu jari-jari satu tangan (biasanya yang kanan) menyangga perineum, sementara

10
tangan yang kiri melakukan tekanan pada kepala janin untuk mengendalikan kecepatan
crowning (ketika segmen besar dari kepala bayi terlihat di orifisium vagina, perineum
meregang), dengan demikian mencoba untuk mencegah atau mengurangi kerusakan
pada jaringan parineal. Kemungkinan dengan manuver tersebut, robeknya parineal
dapat dicegah, tetapi ada kemungkinan juga bahwa tekanan pada kepala janin
menghalangi perluasan pergerakan kepala dan mengalihkannya dari lengkung pubis ke
perineum sehingga meningkatkan kemungkinan kerusakan perineal. Oleh karena belum
ada evaluasi formal mengenai strategi ini atau sebaliknya (tidak menyentuh perineum
atau kepala selama fase melahirkan), maka tidak mungkin untuk memutuskan strategi
mana yang dipilih. Praktik menjaga perineum dengan tangan ahli obstetri dapat
diterapkan dengan lebih mudah untuk wanita pada posisi supine. jika ibu posisi tegak
lurus, penolong persalinan tidak dapat menyokong perineum atau dipaksa untuk
mengikuti stategi “tanpa sentuhan”.

Teknik lain yang bertujuan untuk mengurangi trauma pada perineum ialah memijat
perineum selama kala II persalinan, jadi mencoba untuk meregangkan jaringan. Teknik
tersebut tidak pernah dievaluasi secara tepat, tetapi ada keraguan mengenai keuntungan
memijat jaringan terus-menerus yang memiliki vaskularisasi yang banyak dan edema.

Manuver lain, yang efektivitasnya belum cukup terbukti adalah metode yang
bervariasi untuk melahirkan bahu dan perut bayi setelah kelahiran kepala. Tidak jelas
apakah manuver ini selalu diperlukan dan apakah tepat. Data penelitian tentang masalah
ini tidak tersedia. Namun, National Perinatal Epidemiology Unit di Oxford, baru-baru
ini mengadakan uji coba terkontrol acak tentang “perawatan perineumsaat melahirkan-
menyerah atau siap (hand on or poised)”, atau disebut juga studi “HOOP” yang
memberikan data mengenai efek pendekatan yang berbeda untuk melahirkan kepala dan
bahu janin pada perineum (McCandlish, 1996).

 Robekan perineal dan episiotomi

Tindakan episiotomi sering dilakukan dengan insiden yang berbeda-beda. Alasan


yang baik untuk melakukan episiotomi selama persalinan normal hingga kini dapat

11
berupa tanda-tanda gawat janin, kemajuan persalinan yang tidak ckup, dan ancaman
robekan derajat III (termasuk pada robekan derajat III di persalinan sebelumnya).

Pada literatur terdapat beberapa alasan lain selain yang telah disebut diatas dalam
pemberian tindakan episiotomi. Hal ini termasuk argumen bahwa episiotomi
menggantikan irisan pembedahan yang lurus dan rapi untuk laserasi yang tidak
beraturan, lebih mudah diperbaiki, dan sembuh lebih baik dari robekan. Penggunaan
episiotomi pada semua kasus mencegah trauma perinetal yang serius, mencegah trauma
pada kepala janin, dan mencegah pada trauma otot dasar panggul sehingga mencegah
stress urinarius yang inkontinen.

Pemberi perawatan yang melakukan episiotomi harus mampu melakukan episiotomi


secara tepat dan menjahit robekan. Oleh karena itu, seorang pemberi perawatan harus
dilatih untuk hal tersebut. Episiotomi harus mampu dilakukan dan dijahit di bawah
pengaruh anastesi lokal, dengan tindakan pencegahan yang tepat untuk mencegah
infeksi HIV dan hepatitis. Kesimpulannya, tidak ada bukti yang dapat dipercaya bahwa
penggunaan episiotomi pada semua kasus atau episiotomi yang rutin mempunyai efek
yang bermanfaat, tetapi sebaliknya terdapat bukti yang jelas bahwa hal ini dapat
membahayakan.

 Perawatan robekan perineum

Derajat robekan Tindakan


Derajat I Tidak perlu untuk dijahit
Derajat II Dapat dijahit dengan mudah di bawah pengaruh analgesia
lokal.
Dapat sembuh tanpa komplikasi.
Derajat III Dapat mempunyai akibat yang lebih serius dan di manapun,
bila memungkinkan harus dijahit oleh obstetri, di rumah sakit
dengan peralatan lengkap, dengan tujuan untuk mencegah
inkontinensia fekal dan fistula fekal.

12
 Keinginan dasar ibu

Empat keinginan dasar ibu dalam melahirkan menurut perawat penelita Lesser &
Keane adalah sebagai berikut :

1. Ditemani orang lain


2. Mendapatkan penurun rasa sakit
3. Mendapat jaminan tujuan yang aman baik bagi dirinya maupun bagi bayinya.
4. Mendapatkan perhatian yang menerima sikap pribadinya dan perilakunya selama
masa persalinan.
 Peran orang terdekat

Suami atau orang terdekat memiliki peranan penting bagi wanita yang sedang
melahirkan. Bila orang terdekat menghadiri kelas prenatal bersama dengan ibu, maka
orang tersebut dapat memberikan informasi yang membantu. Orang terdekat dapat
menggosok punggungnya, memberikan waktu padanya untuk istirahat antara kontraksi,
dan mengingatkan ibu mengenai teknik bernapas. Orang yang memberikan dukungan
dapat memegang tangannya dan memberikan perhatian yang tidak terbagi.

Bidan harus mengingat bahwa mereka bertanggung jawab terhadap ibu dan bayinya
bahkan saat pengetahuan orang yang memberikan dukungan cukup memadai. Mereka
membuat laporan tentang kemajuan ibu dan secara terus-menerus memonitor kemajuan
persalinan.

 Mengajarkan dan memandu

Ketakutan karena ketidaktahuan berpengaruh besar pada rasa nyeri saat melahirkan.
Tindakan untuk mengajarkan pada pasien seluruh proses fisik dari persalinan dan
melahirkan selama beberapa jam saat pasien dalam proses persalinan akan
membahayakan. Hal tersebut tidak dapat dilakukan mendetail, tetapi aspek tertentu yang
penting dapat dijelaskan dengan sederhana dan singkat. Penjelasan yang dilakukan ini
harus sesuai dengan tahap persalinan yang sedang dihadapi oleh pasien.

13
 Makanan dan cairan

Proses pencernaan menjadi sangat lambat dalam persalinan. Makanan padat tidak
boleh diberikan selama persalinan aktif karena akan lebih lama tinggal dalam lambung
dibandingkan cairan. Pada saat bersamaan, stress persalinan, kontraksi, dan obat-obatan
tertentu juga mungkin dapat menyebabkan mual. Lambung yang penuh dan mual dapat
menyebabkan muntah, yang beresiko aspirasi dari partikel-partikel makanan ke dalam
paru-paru.

 Eliminasi

Kandung kemih harus dikosongkan secara berkala selama proses persalinan, paling
tidak setiap 2 jam. Jumlah dan waktu berkrmih juga harus didokumentasikan secara
jelas. Untuk pasien tidak mampu berkemih dan kandung kemihnya menjadi distensi,
turunnya kepala bayi ke pelvis dapat terganggu. Kandung kemih yang penuh dapat
diperiksa secara palpasi tepat dibawah pubis. Hal ini amat menyakitkan dan
meningkatkan rasa tidak nyaman, tetapi karena kontraksi, mungkin pasien tidak dapat
mengenali sumber dari rasa nyerinya. Bidan harus memeriksa dengan cermat mengenai
hal ini.

Bila pasien telah menjalani enema ketika pertama kali dirawat, usus bawahnya akan
kosong. Oleh karena itu, bila pasien mengatakan ingin buang air besar lagi, maka bidan
harus melihat pada perineum dengan cermat. Keadaan ini mungkin saja merupakan
tanda bayi akan segera lahir. Tekanan kepala pada perineum akan merangsang refleks
saraf dan menyebabkan keinginan buang air besar.

 Positioning dan aktivitas

Beberapa orang mempunyai keyakinan, bila ibu jongkok atau berjalan, serviks akan
berdilatasi dan pendataran akan lebih cepat. Terdapat bukti bila pasien dapat benar-
benar merelaksasikan otot-otot abdomennya, maka persalinan dapat berlanjut dengan
lebih mudah. Sangatlah penting untuk melakukan segala tindakan yang dapat
meningkatkan rasa nyaman.

14
Kemungkinan posisi yang paling nyaman bagi ibu adalah posisi yang dilakukan
bila ia tidur. Meletakkan bantal dibawah abdomen dan diantara lutut dapat juga
membantu. Menggosok punggung dan mengusap keringat yang memenuhi wajah pasien
juga merupakan hal yang dapat memberikan rasa nyaman.

 Kontrol rasa nyeri

Tingkat toleransi terhadap rasa nyeri sangat bervariasi pada setiap individu. Beberapa
pasien hanya merasa nyeri selama lahirnya kepala bayi. Sementara yang lainnya
merasakan amat kesakitan pada awal persalinan. Rasa sakit selama melahirkan dan
persalinan disebabkan oleh ketegangan emosional, tekanan pada ujung saraf, regangan
pada jaringan persendian, serta hipoksia otot uterus selama dan setelah kontraksi yang
panjang.

2.5 Pengertian Manajemen Asuhan Kebidanan

Standar asuhan kebidanan adalah acuan dalam proses pengambilan keputusan dan 
tindakan yang dilakukan oleh bidan sesuai dengan wewenang dan ruang lingkup
praktiknya berdasarkan ilmu dan kiat kebidanan. Mulai dari pengkajian, perumusan
diagnose dan atau masalah kebidanan, perencanaan, implementasi, evaluasi dan
pencatatan asuhan kebidanan (Saleha, 2009).

Manajemen kebidanan adalah proses pemecahan masalah yang digunakan sebagai


metode untuk menorganisasikan pikiran dan tindakan berdasarkan toeri ilmiah,
penemuan-penemuan, keterampilan dalam rangkaian tahapan logis untuk pengambilan
keputusan yang berfokus pada klien (Vamey, 2012).

Manajemen Asuhan Kebidanan Rujuk langkah menurut Hellen Verney

Proses manajemen kebidanan yang diselenggarakan untuk memberikan pelayanan


yang berkualitas melalui tahapan-tahapan dan langkah-langkah yang disusun secara
sistematis untuk mendapatkan data menurut Verney ada 7 (tujuh) langka mulai dari
pengkajian, interprestasi data, diagnosis potensial, tindakan segeraa, rencana tindakan,
implementasi dan evaluasi (Verney, 2012).

15
Pengkajian

Pengakajian adalah pengumpulan data dasar untuk menevaluasi keadaan pasien, data ini
termasuk riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik. Data yang dikumpulkan meliputi
data subjektif dan objektif serta data penunjang (Verney, 2012).

Data Subjektif

Data subjektif adalah data yang didapat dari klien sebagai sebagai suatu pendapat
terhadap  situasi dan kejadian, informasi tersebut tidak dapat ditentukan oleh tenaga
kesehatan secara independen tetapi melalui suatu system interaksi atau komunikasi data
yang diperoleh yaitu sebaagi berikut:

Biodata

a.    Identitas bayi: nama, jenis kelamin, tanggal lahir dan jam, anak yang keberapa,

b.    Nama ibu: untuk menegenal dan mengetahui pasien, Nama harus jelas dan lengkap
agar tidak keliru dalam memberikan pelayanan.

c.    Umur-umur dicatat dalam tahun untuk mengetahui risiko, seprti alat-alat reproduksi
belum matang dan pikirannya belum siap.

d.   Suku: untuk mengetahui factor bawaan atau ras serta pengaruh adat istiadat atau
kebiasaan sehari-hari.

e.    Pendidikan perlu dinyatakan karena tingkat pendidikan berpengaruh pada


pengetahuan sehingga bidan dapat memberikan konseling sesuai dengan pendidinkanya.

f.     Pekerjaan: untuk mengetahui status ekonomi keluarga, karena dapat mempengaruhi


pemenuhan gizi pasien tersebut.

g.    Alamat: untuk mengetahui tempet tinggal serta mempermudah pemantauan bila


diperlukan.

Keluhan Utama

16
Keluhan utama yaitu keluhan atau gejala yang menyebabkan pasienn dibawah
berobat. Pada bayi dengan ikterus dapat terlihat dari warna kulit disebabkannya
(Nurijal, 2009).

Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas yang lalu

a.    Kehamilan: untuk mengetahui berapa umur kehamilan ibu dan hasil pemeriksaan
kehamilan (Wijaknjosastro, 2009).

b.    Persalinan untuk mengenai proses persalinan spontan atau buatan lahir aterm atau
premature ada perdarahan atau tidak, waktu persalinan di tolong oleh siapa, dimana
tempat melahirkan (Wiknjosastro, 2009).

c.    Nifas: untuk mengetahui perdarahan  pada masa nifas, jenis locbeaa, tinggi TFU,
kontraksi keras atau tidak (Sulistyawati, 2012).

Kebiasaan sehari-hari

a.    Nutrisi: untuk mengetahui intake nutrisi yang tidak adekuat serta kurangnya asupan
Zn dan asam folat (Sudiyatyawati, 2012),

b.    Eliminasi: berapa kali bayi BAK dan BAB, ada kaitanya dengan ostipasii atau tidak
(Marsaba, 2010)

c.    Istirahat dan aktivitas: dikaji tidur siang malam, serta keadaan bayi (tenang/gelisah).

Data Objektif

Data objektif adalah data yang sesunggunhya dapat dobservasi dan dilihat oleh
tenaga kesehatan. Data objektif meliputi:

Status Generalis

a.    Keadaan umum: tingkat kesadaran baik gerakan yang ekstrim dan ketergantungan
otot (Ngastyah, 2009).

b.    Kesadaran: untuk mengetahui tingkat kesadaran pasien (Varney,2012)

17
c.    Tanda-tanda vital: meliputi suhu, nadi, pernapasan (Ngastiyah, 2009)

d.   Panjang badan: panjang badan relative normal, sesuai dengan usia bayi (Ngastiyah,
2009),

e.    Berat badan: pada umumnya pasien ikterus mengalami penurunan berat badan


karena kurangnya reflex mengisap (Ngastiyah, 2009)

f.     Lingkar kepal: untuk mengetahui pertumbuhan otak (Ngastiah, 2009)

  Pemeriksaan Sistematis

a.    Kepala: bentuk kepala ada kelainan atau tidak, pada bayi ikterus terlihat permukaan
kulit berwarna kuning. (Maryunani, 2010).

b.    Muka: Tidak ada kelainan dan pada bayi ikterus berwarna kuning (Maryunani,


2010).

c.    Telinga: Bentuk simetris, tidak ada kelaianan, pada permukaan kulit terlihat kuning
(Maryunani, 2010).

d.   Mulut: Tidak ada kelainan, reflek hisap (+) (Maryunani, 2010).

e.    Hidung: Bentuk simteris, tidak ada cuping hidung, pada permukaan kulit terlihat
kuning, pada permukaan kulit terlihat kuning (Maryunani, 2010).

f.     Leher: Tidak ada pembekakan ataupun berjalan, pada permukaanb kulit terlihat
kuning (Maryunani, 2010).

g.    Dada: Bentuk simetris tidak ada wheering atau runchi dan irama jantung regular
(Maryunani, 2010).

h.    Tali Pusat: Tidak ada kelainan dan tidak terdapat tanda-tanda infeksi (Maryunani,
2010)

i.      Punggung: Posisi tulang belakang normal, tidak ada pembengkakan ataupun


tonjolan (Maryunani, 2010).

18
j. Anus: Terdapat lubang anus, lubang Vagina (+), tidak ada kelainan (Maryunani,
2010)

k. Refleks: mencari (rotting), mengisap (sucking), menelan (swalowing), reflek kaki


(stapping), menggenggam (grapping), reflek morro (Maryunani, 2010).

l. Antropometri: Lingkar kepala, lingkar dada, lingkar lengan atas, panjang badan, berat
badan (Maryunani, 2010)

m. Pemeriksaan penunjang: pemeriksaan.

Identifikasi  Diagnosa/Masalah Aktual

Pada langkah ini dilakukan  identifikasi  yang benar terhadap diagnosa atau masalah
dan kebutuhan klien berdasarkan interpretasi yang bener atau data-data yang
dikumpulkan  data dasar yang salah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga ditemukan
masalah atau diagnosa yang spesifik.. Kata masalah dan diagnosis keduanya digunakan
karena seberapa masalah tidak dapat diselesaikan seperti diagnosa, tetapi sungguh
membutuhkan penanganan yang dituangkan kedalam sebuah rencana asuhan terhadap
klien. Masalah yang sering berkaitan dengan wanita yang diidentifikasi oleh bidan
sesuai dengan masalah ini sering menyertai diagnosis (Varney, 2012).

Data dasar yang sudah dikumpulkan diinterpretasikan sehingga dapat merumuskan


diagnosa dan masalah yang spesifik. Rumus dan diagnosa tujuannya digunakan karena
masalah tidak dapat didefinisikan seperti diagnosa tetapi membutuhkan penanganan
(Varney, 2012).

Diagnosa

Diagnosa kebidanan adalah diagnosa yang ditegakkan dalam lingkup praktek kebidanan
(Varney, 2012).

Masalah

Masalah pada umumnya yang normal pada bayi ikterus (Varney, 2012).

Kebutuhan

19
Kebutuhan merupakan hal-hal yang dibutuhkan pasien dan belum terindetifikasi dalam
diagnose dan masalah yang didapatkan dengan analsis data (Verney, 2012).

Diagnosa Potensial 

Pada langkah ini mengklasifikasikan masalah atas diagnose potensial berdasarkan


dignosa masalah yang salah diklasifikasi. Langkah ini meberikan antisipasi bila
kemungkinan dilakukan pencegahan sambil mengamati Ujian bidan diharapakn dapat
bersiap-siap bila diagnose dan masalah potensial ini benar-benar terjadi(Varney, 2012).

Tindakan Segera

Menunjukan bahwa bidan dalam melakukan tindakan baru sesuai dengan prioritas
masalah akan kebutuhan dihapai kliennya. Setelah bidan merumuskan tindakan yang
dilakukan untuk mengantisipasi dengan masalah potensial pada step sebelumnya, bidan
juga harus merumuskan tindakan mengenai segera.

Dalam rumusan ini termasuk tindakan segera yang dilakukan secara mandiri, secara
kolaborasi atau bersifat rujukan, (Varney, 2012).

Rencana Tindakan

Pada langkah ini direncanakan yang untuk dilakukan oleh langkah sebelumnya langkah
ini merupakan kebijakan terhadap diagnose atas masalah yang telah diidentifikasi serta
antisipasi., (Varney, 2012).

Pelaksanaan

Pada langkah ini rencana asuahan yang menyeluruh seperti yang telah dilakukan pada
langkah V dilaksanakan secara efisisen. Perencanaan ini dilakukan seluruhnya oleh
bidan atau sebgaian dilakukan oleh bidan sebagian oleh klien, atau anggota tim
kesehatan lainnya. Jika bidan tidka melakukan sendiri ia tetap memikul tanggungjawab
untuk mengarahkan pelaksanaanya (memastikan agar langkah-langkah tersebut betul-
betul dilaksanakan, (Varney, 2012).

Evaluasi

20
Pada langkah 7 ini dilaksanakan evaluasi dari asuhan yang sudah diberikan meliputi
pemenuhan kebutuhan  , apakah benar-benar terpenuhi sesuai dengan kebutuhan
sebagaimana telah diidentifikasi didalam masalh dan diagnosa. Rencana tersebut dapat
dianggap efektif jika memang benar efektif dalam pelaksanaanya (Varney, 2012).

Menurut Varney (2012), pendokumentasian data perkembangan asuhan kebidana yang


telah dilaksanakan menggunakan SOAP yaitu:

1.    Subjektif

Menggambarkan pendokumentasian hanya pengumpulan data klien. Tanda gejala


subjektif yang diperoleh dari hasil bertanya dari keluarga pasien (Identitas umum,
riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit keturunan, dan lain-lain. Apa yang
dikatakan oleh klien merupakan hasil dari langkah atau dalam proses manajemen
asuhan kebidanan.

2.    Objektif

Menggambarkankan pendokumentasian hasil analisa dan fisik klien. Hasil


laboratorium dan atau diagnose lain yang dilaksanakan dalam data khusus untuk
mendukung assessment.

3.    Assesment

Masalah atau diagnose yang ditegakkan berdasarkan data atau informasi subjektif
maupun objektif yang dikumpulkan atau disimpulkan. Karena keadaan pasien terus
berubah dan selalu ada informasi baru baik subjektif maupun objektif, dan sering
diungkapkan secara terpisah-pisah, maka proses pengkajian adalah suatu proses yang
dinamik.

4.    Plannning (P)

Apa yang dilakukan berdasarkan hasil kesimpulan dan evaluasi terhadap keputusan
yang diambil dalam mengatasi masalah klien/memenuhi kebutuhan klien.

21
2.6 ASUHAN KALA II

 Pemantauan ibu

Tanda-tanda dan gejala kala II adalah sebagai berikut :

1. Ibu merasakan ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi


2. Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rectum dan atau vagina
3. Perineum terlihat menonjol
4. Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka
5. Peningkatan pengeluaran

Tindakan yang dilakukan untuk mengevaluasi kesejahteraan ibu adalah sebagai berikut :

1. Tanda-tanda vital : tekanan darah (setiap 30 menit), suhu, nadi (setiap 30 menit),
pernapasan
2. Kandung kemih
3. Urin : protein dan keton
4. Hidrasi : cairan, mual, muntah
5. Kondisi umum : kelemahan dan keletihan fisik, tingkah laku, dan respons
terhadap persalinan, serta nyeri dan kemampuan koping.
6. Upaya ibu meneran
7. Kontraksi setiap 30 menit
 Kemajuan persalinan

Jika terjadi penurunan janin selama kala I fase aktif dan memasuki fase
pengeluaran, maka dapat dikatakan kemajuan persalinan cukup baik. Menurut
Friedmann, durasi waktu untuk kala II rata-rata adalah 1 jam untuk primigravida dan 15
menit untuk multipara. Pada kala II yang berlangsung lebih dari 2 jam pada
primigravida atau 1 jam bagi multipara, dianggap belum abnormal, tetapi saat ini hal
tersebut tidak mengindikasikan perlunya melahirkan bayi dengan forcep atau vacum
ekstraksi. Karakteristik kontraksi selama kala II adalah sering, kuat dan sedikit lebih
lama, yaitu kira-kira 2 menit, yang berlangsung 60-90 detik dengan interaksi tinggi dan
sifatnya semakin ekspulsif.

22
 Pemantauan janin

Beberapa hal dari janin yang harus selalu diperhatikan adalah :

1. Denyut jantung janin (DJJ)


 Denyut normal 120-160 kali/menit
 Perubahan DJJ, pantau setiap 15 menit
 Variasi DJJ dari DJJ dasar
 Pemeriksaan auskultasi DJJ setiap 30 menit
2. Adanya air ketuban dan karakteristiknya (jernih, keruh, kehijauan/tercampur
mekonium).
3. Penyusupan kepala janin

Sebelum penatalaksanaan kala II, terdapat kemungkinan munculnya kondisi-kondisi


yang harus segera diatasi, yaitu sebagai berikut :

1. Syok
2. Dehidrasi
3. Infeksi
4. Pre-eklamsia/eklamsia
5. Inersia uteri
6. Gawat janin
7. Penurunan kepala terhenti
8. Adanya gejala dan tanda distosia bahu
9. Pewarnaan mekonium pada cairan ketuban
10. Kehamilan ganda (kembar/gemeli)
11. Tali pusat menumbung/lilitan tali pusat
 Asuhan dukungan

Beberapa asuhan dan dukungan yang dapat diberikan adalah sebagai berikut :

1. Pemberian rasa aman, dukungan, dan keyakinan kepada ibu bahwa ibu mampu
bersalin
2. Membantu pernapasan

23
3. Membantu teknik meneran
4. Ikut sertakan dan hormati keluarga yang menemani
5. Berikan tindakan yang menyenangkan
6. Penuhi kebutuhan hidrasi
7. Penerapan pencegahan infeksi (PI)
8. Pastikan kandung kemih kosong

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan
 Persalinan normal adalah proses pengeluaran janin yang terjadi pada kehamilan
cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan presentasi belakang kepala
yang berlangsung tidak lebih dari 18 jam tanpa komplikasi baik bagi ibu
maupun janin.

 Selama kala II persalinan, yaitu kala muara janin, proses oksigenasi janin secara
perlahan akan berkurang akibat adanya retraksi uterus dan penurunan dalam
sirkulasi plasenta. Kontraksi yang kuat dan dorongan yang hebat dapat semakin
mengurangi sirkulasi uteroplasenta. Penurunan oksigenasi dapat terjadi disertasi
adanya asidosis. Namun, pada setiap individu terdapat perbedaan dalam tingkat
dan keseriusan proses ini, oleh karena itu, pemberiperawatan harus memantau
kondisi janin dengan cermat.

 Posisi ibu selama kala II persalinan mempengaruhi kondisi janin, sama halnya
pada kala I. Penelitian menunjukkan pola denyut jantung abnormal lebih rendah
pada posisi tegak lurus, menyebabkan sedikit nyeri, dan sedikit nyeri punggung.
Sementara itu, posisi litotomi dengan kaki pemijak kaki dirasakan kurang
nyaman dan lebih menyakitkan, serta membatasi pergerakan. Wanita yang
pernah melahirkan pada posisi tersebut akan lebih menyukai pilihan pada posisi
yang bervariasi karena dapat membuat perbedaan pada saat persalinan nantinya.

3.2 Saran

Agar mahasiswa dapat melaksanakan asuhan kebidanan sesuai dengan


teori dan prrosedur yang benar yang mendasari setiap praktek sehingga terhindar
dari kesalahan.

25
DAFTAR PUSTAKA

Sulistiawati,ari,dkk.2013.Asuhan Kebidanan pada Ibu Bersalin.Jakarta:Salemba


Medika
Standart Asuhan kebidanan bagi Bidan di Rumah Sakit dan
Puskesmas.2013.Depkes RI Jakarta

26

Anda mungkin juga menyukai