Anda di halaman 1dari 64

5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

I. PERSALINAN
A. Pengertian
Persalinan dan kelahiran normal adalah proses pengeluaran janin yang
terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-42 minggu), lahir spontan dengan
presentasi belakang kepala yang berlangsung dalam 18 jam, tanpa komplikasi
baik pada ibu maupun pada janin (Prawirohardjo, 2013).
Persalinan adalah proses pengeluaran hasil konsepsi (janin dan plasenta)
yang telah cukup bulan atau dapat hidup di luar kandungan melalui jalan lahir
atau melalui jalan lain, dengan bantuan atau tanpabantuan (kekuatan sendiri).
Proses ini dimulai dengan adanya kontraksi persalinan sejati, yang ditandai
dengan perubahan serviks secara progresif dan diakhiri dengan kelahiran
plasenta. ( sulistyowati.2012). Persalinan dibagi menjdi 3 yaitu :
a) Persalinan spontan
Bila persalinan ini berlangsung dengan kekuatan ibu sendiri dan melalui
jalan lahir.
b) Persalinan buatan
Bila persalinan dibantu tenaga dari luar misalnya ekstraksi dengan forceps,
atau dilakukan operasi caesarea.
c) Persalinan anjuran
Pada umumnya persalinan terjadi bila bayi sudah cukup besar untuk hidup
diluar, tetapi tidak sedemikian besarnya sehingga menimbulkan kesulitan
dalam persalinan. Kadang-kadang persalinan tidak mulai dengan sendirinya
tetapi baru berlangsung setelah pemecahan ketuban, pemberian phytocin
atau prostaglandin.
Beberapa jam terakhir kehamilan ditandai dengan adanya kontraksi uterus
yang menyebabkan penipisan, dilatasi serviks, dan mendorong janin keluar
melalui jalan lahir. Banyak energi yang dikeluarkan pada waktu ini. Oleh karena
6

itu, penggunaan istilah ini labor (kerja keras) di maksudkan untuk


menggambarkan proses ini. Kontraksi miometrium pada persalinan terasa nyeri
sehingga istilah nyeri persalinan digunakan untuk mendeskripsikan proses ini.

B. Sebab Mulainya Persalinan


Perlu diketahui bahwa selama kehamilan di tubuh wanita terdapat dua
hormon yang dominan.
1. Estrogen
Berfungsi untuk meningkatkan sensitifitas otot rahim serta memudahkan
penerimaan rangsangan dari luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin,
dan mekanis.
2. Progesteron
Berfungsi untuk menurunkan sensitifitas otot rahim ; menghambat rangsangan
dai luar seperti rangsangan oksitosin, prostaglandin dan mekanis, serta
menyebabkan otot rahim dan otot polos relaksasi.
Estrogen dan progesteron harus dalam komposisi kesembangan, sehingga
kehamilan dapat dipertahankan. Perubahan keseimbangan antara progesteron dan
estrogen memicu oksitosin dikeluarkan oleh hipofisis posterior, hal tersebut
menyebabkan kontraksi yang disebut braxton hicks. Kontraksi braxton hicks
akan menjadi kekuatan dominan saat mulinya proses persalinan sesungguhnya,
oleh karena itu makin matang usia kehamilan makan kontraksi ini akan semakin
sering. Oksitosin diduga bekerjasama dengan prostaglandin, yang kadarn.ya
makin meingkat mulai dari usia kehamilan minggu ke 15.

C. Tanda Persalinan Sudah Dekat


1. Lightening
Menjelang minggu e 36 pada primigravida, terjadi penurunan fundus uterus
karena kepala bayi sudah masuk ke rongga panggul. Penyebab dari proses
ini adalah :
7

a. Kontraksi braxton hicks.


b. Ketegangan dinding perut.
c. Ketegangan ligamentum rotundum.
d. Gaya berat janin, kepala ke arah bawah uterus masuknya kepala janin
kedalam panggul dapat dirasakan oleh wanita hamil dengan tanda-tanda
sebagai berikut:
1) Terasa ringan dibagian atas dan rasa sesak berkurang.
2) Dibagian bawah terasa penuh dan mengganjal.
3) Kesulitan saat berjalan.
4) Sering berkemih.
2. Terjadinya his permulaan
Pada saat hamil muda sering terjadi braxton hicks yang kadang di rasakan
sebagai keluhan karena rasa sakit yang ditimbulkan. Biasanya pasien
mengeluh adanya rasa sakit di pinggang dan terasa sangat mengganggu. His
permulaan ini sering diistilahkan sebagai his palsu dengan ciri-ciri sebagai
berikut:

a. Rasa nyeri ringan dibagian bawah.


b. Datang tidak teratur.
c. Tidak ada perubahan pada serviks atau tidak ada tanda-tanda pada
persalinan.
d. Durasi pendek.
e. Tidak bertambah bila beraktifitas.

D. Tanda Masuk Dalam Persalinan


1. Terjadinya his persalinan
Karakter dari his persalinan :
a. Pinggang terasa sakit menjalar ke depan
b. Sifat his teratur, interval makin pendek, dan kekuatan makin besar.
c. Terjadi perubahan pada serviks.
d. Jika pasien menambah aktifitasnya, misalnya dengan berjalan, maka
kekuatannya bertambah
2. Pengeluaran lendir dan darah (penanda persalinan)
Dengan adanya his persalinan, terjadi perubahan pada serviks yang
menimbulkan.
1. Pendataran dan pembukaan.
8

2. Pembukaan menyebabkan selaput lendir yang terdpat pada kanalis


servikalis terlepas.
3. Terjadi perdarahan karena kapiler pembuluh darah pecah.
3. Pengeluaran cairan
Sebagian pasien mengeluarkan air ketuban akibat pecahnya selaput ketuban.
Jika ketuban sudah pecah, maka persalinan dapat berlangsung dalam 24 jam.
Namun jika ternyata tidak tercapai maka persalinan diakhiri dengan tindakan
tertentu, misalnya ekstraksi vakum, atau sectio caesarea.

E. Perubahan Fisiologis Kala 1


1. Uterus
Saat mulai persalinan, jaringan dari miometrium berkontraksi dan
berelaksasi seperti otot pada umumnya. Pada saat otot retraksi, ia tidak akan
kembali keukuran semual tapi berubah ke ukuran yang lebih pendek secara
progresif. Dengan perubahan bentuk otot uterus pada proses kontrak.si,
retraksi, dan relaksasi; maka kavum .uterus lama-kelamaan maka menjadi
semakin kecil. Proses ini adalah salah satu yang menyebabkan janin turun ke
pelvik. Kontraksi uterus mulai dari fundus dan terus melebar .sampai ke
bawah abdomen dengan dominasi tarikan kearah fundus (fundal dominan).
Kontakri uterus berakhir dengan masa yang terpanjang dan sangat kuat pada
fundus.

2. Serviks
Sebelum onset perslinan, serviks mempersiapkan kelahiran dengan
berubah menjadi lembut. Saat persalinan mendekat, serviks mulai enipis dan
mulai membuka. Gambaran prosesnya adalah sebagai berikut:
a. Penipisan serviks (effacement)
Berhubungan dengan kemajuan pendekatan dan penipisan serviks.
Seiring dengan bertambah efektifnya kontraksi, serviks mengalami
perubahan bentuk menjadi lebih tipis. Hal ini disebabkan oleh kontraksi
yang bersifat fundal dominan sehingga seolah-olah serviks tertarik keatas
dan lama-kelamaan menjadi tipis. Batas antara segmen atas dan bawah
9

rahim (retrakcion ring) mengikuti arah tarikan keatas, sehingga seolah-olah


batas ini bergeser keatas, panjangnya serviks pada akhir kehamilan
berubah-ubah (dari beberapa mm - 3 cm). dengan dimulainya persalinan,
panjang serviks berkurang teratur sampai menjadi sangat pendek (hanya
beberapa mm). Serviks yang sangat tipis ini disebut dengan menipis penuh.

b. Dilatasi
Proses ini merupakan kelanjutan dari effacement. Setelah serviks
dalam kondisi menipis, makan tahap berikutnya adalah pembukaan.
Serviks membuka disebabkan daya tarikan otot uterus keatas secara terus-
menerus saat uterus berkontraksi.
Dilatasi dan diameter serviks dapat diketahui melalui pemeriksaan
intavagina. Berdasarkan diameter serviks, fase ini terbagi dalam dua fase,
yaitu :
1) Fase laten
Berlangsung kurang lebih 8 jam pembukaan terjadi sangat lambat
sampai mencapai diameter 3 cm.
2) Fase aktif
Dibagi dalam 3 fase:
a) Fase aktif akselerasi .dalam waktu du jam pembukaan 3cm-4cm.
b) Fase aktif dilatasi maksimal, dalam waktu 2 jam pembukaan
berlangsung sangat cepat dari 4cm-9cm
c) Fase aktif deselerasi.
Pembukaan melambat kembali, dalam 2 jam pembukaan dari 9cm
menjadi lengkap . pembukaan lengkap berarti bibir serviks tak
teraba dan lubang serviks 10cm. Fase diatas dijumpai pada
primigravida. Pada multigravida tahapannya sama namun
waktunya lebih singkat. Kala 1 selesai apabila pembukaan serviks
telah lengkap. Pada primigravida kira-kira 13 jam. Sedangkan
pada multigravida kira-kira 7 jam.

c. Lendir darah
Pendataran dan dilatasi serviks melonggarkan membran dari daerah
internal os dengan sedikit perdarahan dan menyebabkan lendir bebas dari
10

sumbatan atau overculum. Terbebasnya lendir dari sumbatan ini


menyebabkan tonjolan selaput ketuban yang teraba saat dilakukan
pemeriksaan intravagina. Pengeluaran lendir dan darah ini disebut sebagai
“show” atau “bloody show” yang menindikasikan telah dimulainya proses
persalinan.

3. Ketuban
Ketuban akan pecah dengan sendirinya ketika pembukaan hampir atau sudah
lengkap. Tidak jarang ketuban harus dipecahkan ketika pembukaan sudah
lengkap. Bila ketuban telah pecah sebelum pembukaan 5cm, disebut ketuban
pecah dini (KPD).

4. Tekanan darah
a. Tekanan darah akan meningkat selama kontraksi, disertai peningkatan
sistol rata-rata 15-20 mmHg dan diastol rata-rata 5-10 mmHg.
b. Pada waktu-waktu tertentu diantara kontraksi, tekanan darah kembali ke
tingkat sebelum persalinan. Untuk memastikan tekanan darah yang
sebenarnya pastikan untuk melakukan cek tekanan darahselama interval
kontraksi.
c. Dengan mengubah posisi pasien dari telentang ke posisi miring kiri
perubahan tekanan darah selama persalinan dapat dihindari.
d. Nyeri, rasa takut, dan kekhawatiran dapat semakin meningkatkan tekanan
darah.
e. Apabila pasien merasa sangat takut atau khawatir, pertimbnagkan
kemungkinan rasa takutnya menyebabkan peningkatan tekanan darah
(bukan preeklampsi). Cek parameter lain untuk menyingkirkan
kemungkinan preeklampsi berikan perawatan dan obat-obat penunjang
yang dapat merelaksasi pasien sebelum menegakkan diagnosis akhir, jika
preeklampsi tidak terbukti.

5. Metabolisme
11

a. Selama persalinan, metabolisme karbohidrat baik aerob maupun an-aerob


meningkat dengan kecepatan tetap. Peningkatan ini terutama diakibatkan
oleh kecemasan dan aktifitas otot rangka.
b. Peningkatan aktifitas metabolik, terlihat dari peningkatan suhu tubuh,
denyut nadi, pernafasan, curah jantung, dan ca.iran yang hilang.

6. Suhu tubuh
a. Suhu tubuh meningkat selama persalinan, tertinggi selama dan segera
setelah melahirkan.
b. Peningkatan suhu yang tidak lebih dari 0,5-1°C dianggap normal, nilai
tersebut mengalami peningkatan metabolisme selama persalinan.
c. Peningkatan suhu tubuh sedikit adalah normal dalam persalinan, namun
bila persalinan lebih lama peningkatan suhu tubuh dapat mengindikasikan
dehidrasi, sehingga parameter lain harus dicek. Begitu pula pada kasus
ketuban pecah dini, peningkatan suhu dapat mengindikasikan infeksi dan
tidak dapat dianggap normal pada keadaan ini.

7. Detak jantung
a. Perubahan yang mencolok selama kontraksi disertai peningkatan selama
fase peningkatan, penurunan selama titik puncak sampai frekuensi yang
lebih rendah dari pada frekuensi diantara kontraksi dan peningkatan selama
penuruan hingga mencapai frekuensi lazim diantara kontraksi.
b. Penurunan yang mencolok selama puncak kontraksi tidak terjadi pada
wanita yang berada pada psisi miring bukan telentang.
c. Frekuensi denyut nadi diantara kontraksi sedikit lebih tinggi dibanding
selama periode menjelang persalinan. Hal ini mencerminkan peningkatan
metabolisme yang terjadi selama persalinan.
d. Sedikit oeningkatan denyut jantung dianggap normal, maka diperlukan
pengecekan paremeter lain untuk menyingkirkan kemungkinan proses
infeksi.

8. Pernafasan.
12

a. Sedikit peningktan frekuensi pernafasan dianggap normal selama


persalinan, hal tersebut mencerminkan peningkatan metabolisme.
Meskipun sulit untuk memperoleh temuan yang akurat mengenai frekuensi
pernafasan, karena sangat dipengaruhi oleh rasa senang, nyeri, takur, dan
penggunaan tekni pernafasan.
b. Hiperventilasi yang memnjang adalah temuan abnormal yang dapat
menyebabkan alkalosis. Amati pernafasan pasien dan bantu ia
mengendalikannya untuk menhindari hiperventilasi berkelanjutan yang
ditandai oleh rasa kesemutan pada ekstremitas dan perasaan pusing.

9. Perubahan renal (berkaitan dengan ginjal)


a. Poliuri sering terjadi selama persalinan.
Kondisi ini dapat diakibatkan karena peningkatan lebih lanjut curah
jantung selama persalinan dan kemungkinan peningkatan laju filtrasi
glomerulus dan aliran plasma ginjal. Poliuri menjadi kurang jelas pada
posisi telentang. Karena posisi inimembuat aliran urin berkurang selama
kehamilan.
b. Kandung kemih harus sering dievaluasi ( setiap 2 jam) untuk mengetahui
adanya distensi, juga harus dikosongkat untuk menghindari obstruksi
persalinan akibat kandung kemih yang penuh, yang akan mencegah
penurunan bagian presentasi janin; dan trauma pada kandung kemih akibat
penekanan yang lama, yang akan menyebabkan hipotonia kandung kemih
dan retensio urine selama periode pasca persalinan.
c. Sedikit proteurinaria (+1), umum ditemukan pada sepertiga sampai
setengah jumlah ibu bersalin. Lebih sering terjadi pada primipara, pasien
yang mengalami anemia, atau yang persalinannya lama.
d. Proteinuria yang nilainya (+2) atau lebih adalah data yang abnormal. Hal
ini mengindikasikan preeklampsi.

10. Gastrointestinal
a. Motilitas dan absorbsi lambung terdapat makanan padat jauh yang
berkurang apabila kondisi ini diperburuk oleh penurunan lenih lanjut
13

sekresi asal lambung selama persalinan, maka saluran cerna berkerja


dengan lambat sehingga waktu pengosongan lambung menjadi lebih lama.
b. Lambung yang penuh dapat menimbulkan rasa ketidaknyamanan selama
transisi . oleh karena itu, pasien dianjurkan untuk tidak makan dalam porsi
besar atau minum berlebihan, tetapi makan dan minum ketika keinginan
timbul, guna mempertahankan energi dan hidrasi.
c. Mual dan muntah umum terjadi selama fase transisi yang menandai akhir
fase pertama persalinan. Pemberian obat-obatan oral tidak efektif selam
persalinan. Perubahan saluran cerna kemungkinan timbul sebagai respon
terhadap salah satu kombinasi antara faktor-faktor seperti kontraksi uterus,
nyeri, rasa takut, khawatir, obat atau komplikasi.

11. Hematologi
a. Hemoglobin meningkat rata-rata 1,2 mg% selama persalinan dan kembali
ke kadar sebelum persalinan pada hari pertama pascapersalinan jika tidak
ada kehilangan darah yang abnormal.
b. Tes darah yang menunjukkan kadar darah. Berada dalam batas normal
membuat kita terkecoh mengabaikan peningkatan resiko pada pasien
anemia selama masa persalinan.
c. Selama persalinan, waktu koagulasi berkurang dan terdapat peningkatan
fibrinogen plasma lebih lanjut. Perubahan ini menurunkan resiko
perdarahan pasca persalinan pada pasien normal.
d. Hitung sel darah putih secara progresif meningkat selama kala I sebesar
kurang lebih 5 rib/ul hingga jumlahrata-rata 15ribu/ul pada saat pembukaan
lengkap, tidak ada peningkatan lebih lanjut setelah ini.
e. Gula darah menurun selama proses persalinan, dan menurun drastis pada
persalinan yang lama dan sulit hal tersebut kemungkinan akibat
peningkatan aktifitas otot uterus dan rangka.
(sulistyawati.2012)
F. Tahapan Persalinan
1. Kala I Pembukaan
Pasien dikatakan dalam tahap persalinan kala I, jika sudah terjadi
pembukaan serviks dan kontraksi terjadi teratur minimal dua kali dalam 10
14

menit, selama 40 detik. Kala I adalah kala pembukaan 0-10 cm (pembukaan


lengkap). Proses ini terbagi menjadi dua fase, yaitu fase laten (8jam) dimana
serviks membuka sampai 3cm dan fase aktif (7 jam) dimana serviks
membuka dari 3-10 cm. kontraksi lebih kuat dan sering terjadi selama fase
aktif pada permulaan his, kala pembukaan berlangsung tidak begitu kuat
sehingga parturient (ibu yang sedang bersalin) masih dapat berjalan-jalan.
Lamanya kala I untuk primigravida berlangsung 12 jam sedangkan
pada multigravida sekitar 8 jam berdasarkan kurve friedman, diperhitungkan
pembukaan primigravidan 1cm per jam dan pembukaan multigravida 2cm
per jam. Dengan perhitungan tersebut maka waktu pembukaan lengkap dapat
diperkirakan.

2. Kala II Pengeluaran Bayi


Proses ini biasanya berlangsung dua jam pada primigravida dan satu
jam pada multigravida, diagnosis persalinan kala II ditegakkan dengan
melakukan pemeriksaan dalam ntuk memastikan pembukaan sudah lengkap
dan kepala janin sudah tampak di vulva dengan diameter 5-6 cm. Gejala
utama kala II adalah sebagai berikut :
a. His semakin kuat dengan interval 2-3 menit, dengan durasi 50-100 detik
b. Menjelang akhir kala I, ketuban pecah ditandai dengan pengeluaran
cairan secara mendadak.
c. Ketuban pecah dengan mendekati pembukaan lengkap diikuti keinginan
meneran karena tertekannya fleksus frankenhouser.
d. Dua kekuatan, yaitu his dan meneran akan mendorong kepala bayi
sehingga kepala membuka pintu; subocsiput bertindak sebagai
hipomochlion, berturut-turut lahir ubun2 besar, dahi, hidung dan muka,
serta kepala seluruhnya.
e. Kepala lahir seluruhnya dan diikuti putaran paksi luar, yaitu
penyesuaian kepala pada punggung.
f. Setelah putaran paksi luar berlangsung, maka persalinan bayi ditolong
dengan jalan berikut.
15

1) Pegang kepala pada tulang ocsiput dan bagian bawah dagu, kemudian
ditarik curam kebawah untuk melahirkan bahu depan dan cunam
keatas untuk lahirkan bahu belakang.
2) Setelah kedua bahu bayi lahir, ketiak dikait untuk melahirkan sisa
badan bayi.
3) Bayi lahir diikuti oleh sisa air ketuban.
g. Lamanya kala II untu primigravida 50 menit dan multigravida 30 menit.
1) Tanda dan gejala kala II
a) His semakin kuat, dengan interval 2 sampai 3 menit
b) Ibu merasa ingin meneran bersamaan dengan terjadinya kontraksi
c) Ibu merasakan makin meningkatnya tekanan pada rektum dan/atau
vagina
d) Perineum terlihat menonjol
e) Vulva-vagina dan sfingter ani terlihat membuka
f) Peningkatan pengeluaran lendir dan darah
2) Diagnosis kala II ditegakkan atas dasar pemeriksaan dalam yang
menunjukkan :
a) Pembukaan serviks telah lengkap.
b) Terlihat bagian kepala bayi pada introitus vagina.
3) Penatalaksanan fisiologis kala II
Proses fisiologis kala II persalinan diartikan sebagai
serangkaian peristiwa alamiah yang terjadi sepanjang periode
tersebut dan diakhiri dengan lahirnya bayi secara normal (dengan
kekuatan ibu sendiri). Setelah pembukaan lengkap, beritahu pada ibu
bahwa hanya dorongan alamiahnya yang mengisyaratkan ia untuk
meneran dan kemudian beristirahat di antara kontraksi. Ibu dapat
memilih posisi yang nyaman, baik berdiri, duduk, jongkok atau
miring yang dapat mempersingkat kala II.
4) Membimbing ibu untuk meneran
Bila tanda pasti kala II telah diperoleh, tunggu sampai ibu
merasakan adanya dorongan spontan untuk meneran dan teruskan
pemantauan kondisi ibu dan bayi.
a) Mulai Mengejan
16

Jika sudah didapatkan tanda pasti kala dua tunggu ibu sampai
merasakan adanya dorongan spontan untuk meneran.
Meneruskan pemantauan ibu dan bayi.
b) Memantau selama penataksanaan kala dua persalinan
Melanjutkan penilaian kondisi ibu dan janin serta kemajuan
persalinan selama kala dua persalinan secara berkala.
c) Memeriksa dan mencatat nadi ibu setiap 30 menit, frekuensi dan
lama kontraksi selama 30 menit, denyut jantung janin setiap
selesai meneran, penurunan kepala bayi melalui pemeriksaan
abdomen, warna cairan ketuban, apakah ada presentasi majemuk,
putaran paksi luar, adanya kehamilan kembar dan semua
pemeriksaan dan intervensi yang dilakukan pada catatan
persalinan.
d) Posisi Ibu saat Meneran
Membantu ibu untuk memperoleh posisi yang paling nyaman
baginya. Ibu dapat berganti posisi secara teratur selama kala dua
persalinan karena hal ini sering kali mempercepat kemajuan
persalinan. Mencari posisi meneran yang paling efektif dan
menjaga sirulasi utero plasenter tetap baik.
e) Posisi duduk atau setengah duduk
Dapat memberikan rasa nyaman bagi ibu dan memberikan
kemudahan baginya untuk beristirahat diantara kontraksi.
Keuntungan dari kedua posisi ini adalah gaya gravitasi untuk
membantu ibu melahirkan bayinya.
f) Jongkok atau berdiri
Dapat membantu mempercepat kemajuan kala II persalinan dan
mengurangi rasa nyeri.
g) Merangkak atau berbaring miring kiri
Membuat mereka lebih nyaman dan efektif untuk meneran.
Kedua posisi ini juga akan membantu perbaikan posisi oksiput
yang melintang untuk berputar menjadi posisi oksiput anterior.
Posisi merangkak seringkali membantu ibu mengurangi rasa
17

nyeri punggung saat ersalinan. Posisi berbaring miring kiri


memudahkan ibu untuk beristirahat di antara kontraksi jika ia
mengalami kelelahan dan juga dapat mengurangi resiko
terjadinya laserasi perineum.
5) Cara meneran yang efektif dan efisien
a) Anjurkan ibu untuk meneran mengikuti dorongan alamiahnya
selama kontraksi,
b) Beritahukan untuk tidak menahan nafas saat meneran
c) Minta untuk berhenti meneran dan beristirahat di antara kontraksi
d) Jika ibu berbaring miring atau setengah duduk , ia akan lebih
mudah untuk meneran jika lutut ditarik ke arah dada dan dagu
ditempelkan ke dada
e) Minta ibu untuk tidak mengangkat bokong saat meneran
f) Tidak diperbolehkan untuk mendorong fundus untuk membantu
kelahiran bayi, karena menyebabkan resiko distosia bahu dan
ruptur uteri.
6) Menolong kelahiran bayi
a) Posisi ibu saat meneran
Ibu dapat melahirkan bayinya pada posisi apapun kecuali
pada posisi berbaring terlentang (supine position). Jika ibu
berbaring terlentang maka berat uterus dan isinya (janin, cairan
ketuban, plasenta dll) menekan vena cava inferior ibu. Hal ini
akan mengurangi pasokan oksigen melalui sirkulasi utero
plasenter sehingga akan menyebabkan hipoksia pada bayi.
Berbaring terlentang juga akan mengganggu kemajuan persalinan
dan menyulitkan ibu untuk meneran secara efektif.
Apapun posisi yang dipilih oleh ibu, pastikan ersedia alas
kain atau sarung bersih di bawah ibu dan kemudahann untuk
menjangkau semua peralatan dan bahan-bahan yang diperlukan
untuk membantu kelahiran bayi. Tempatkan juga kain atau handuk
bersih di atas perut ibu sebagai alas tempat meletakkan bayi baru
lahir.
b) Pencegahan laserasi
18

Laserasi spontan pada vagna atau perineum dapat terjadi


saat kepala dan bahu dilahirkan. Kejadian laserasi akan meningkat
jika bayi dilahirkan terlalu cepat dan tidak terkendali. Jalin
kerjasama dengan ibu dan gunakan perasat manual yang tepat,
kerjasama akan sangat bermanfaat saat kepala bayi pada diameter
5-6 cm tengah membuka vulva (crowning) karena pengendalian
kecepatan dan pengaturan diameter kepala saat melewati introitus
dan perineum dapat mengurangi kemungkinan terjadinya robekan.
Bimbing ibu untuk meneran dan beristirahat atau bernafas dengan
cepat pada waktunya.
c) Melahirkan Kepala
Bimbing ibu untuk meneran. Saat kepala janin terlihat pada vulva
dengan diameter 5 – 6 cm, memasang handuk bersih untuk
mengeringkan janin pada perut ibu. Saat sub occiput tampak
dibawah simfisis, tangan kanan melindungi perineum dengan
dialas lipatan kain dibawah bokong ibu, sementara tangan kiri
menahan puncat kepala agar tidak terjadi defleksi yang terlalu
cepat saat kepala lahir, Mengusapkan kasa/kain bersih untuk
membersihkan muka janin dari lendir dan darah.
d) Memeriksa Tali Pusat
Setelah kepala bayi lahir, minta ibu untuk berhenti meneran dan
bernapas cepat. Raba leher bayi, apakah ada leletan tali pusat. Jika
ada lilitan longgar lepaskan melewati kepala bayi.
e) Melahirkan Bahu
Setelah menyeka mulut dan hidung bayi hingga bersih dan
memeriksa tali pusat, tunggu hingga terjadi kontraksi berikutnya
dan awasi rotasi spontan kepala bayi. Setelah rotasi eksternal,
letakan satu tangan pada setiap sisi kepala bayi dan beritahukan
pada ibu untuk meneran pada kontraksi berikutnya. Lakukan
tarikan perlahan kearah bawah dan luar secara lembut (Kearah
tulang punggung ibu hingga bahu bawah tampak dibawah arkus
19

pubis. Angkat kepala bayi kearah atas dan luar (mengarah ke


langit-langit) untuk melahirkan bahu posterior bayi.
f) Melahirkan Sisa Tubuh Bayi
Setelah bahu lahir, tangan kanan menyangga kepala, leher dan
bahu janin bagian posterior dengan ibu jari pada leher (bagian
bawah kepala) dan keempat jari pada bahu dan dada/punggung
janin, sementara tangan kiri memegang lengan dan bahu janin
bagian anterior saat badan dan lengan lahi. Setelah badan dan
lengan lahir, tangan kiri menyusuri punggung kearah bokong dan
tungkai bawah janin untuk memegang tungkai bawah (selipkan ari
telinjuk tangan kiri diantara kedua lutut janin). Setelah seluruh
badan bayi lahir pegang bayi bertumpu pada lengan kanan
sedemikian rupa hingga bayi menghadap kearah penolong. Nilai
bayi, kemudian letakan bayi diatas perut ibu dengan posisi kepala
lebih rendah dari badan (bila tali pusat terlalu pendek, letakan bayi
di tempat yang memungkinkan.
g) Memotong tali pusat
Segera mengeringkan bayi, membungkus kepala dan badan bayi
kecuali tali pusat. Menjepit tali pusat menggunakan klem kira-kira
3 cm dari umbilikus bayi. Melakukan urutan pada tali pusat kearah
ibu dan memasang klem kedua 2 cm dari klem pertama.
Memegang tali pusat diantara 2 klem menggunakan tangan kiri,
dengan perlindungan jari tangan kiri, memotong tali pusat diantara
kedua klem.
3. Kala III (Pelepasan Plasenta)
Setelah kala ke II yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit,
kontraksi uterus berhenti sekitar 5-10 menit. Dengan lahirnya bayi dan
proses retraksi uteru, maka plasenta lepas dari lapisan nittabusch. Lepasnya
plasenta sudah dapat diperkirakan dengan memperhatikan tnada-tanda
sebagai beriktu:
a. Uterus menjadi berbentuk bundar.
20

b. Uterus terdorong keatas, karena plasenta dilepas kesegmen bawah


rahim.
c. Tali pusat bertambah panjang.
d. Terjadi perdarahan.
Sebab-sebab terlepasnya plasenta:
a. Saat bayi dilahirkan, rahim sangat mengecil dan setelah bayi lahir uterus
merupakan organ dengan dinding yang tebal dan rongganya hampir
tidak ada. Posisi fundus uterus turun sedikit dibawah pusat karena
terjadi pengecilan uterus, maka tempat perlekatan plasenta juga sangat
mengecil.
b. Ditempat pelepasan plasenta yaitu antara plasenta dan desidua basalin
mengalami perdarahan,karena hemotoma ini membesar maka seolah-
olah plasenta terangkat dari dasarnya oleh hematoma tersebut sehingga
daerah pelapasan meluas.

4. Kala Ke IV (Observasi)
Kala ke IV mulai dari lahirnya plasenta selama 1-2 jam. Pada kal IV
dilakukan observasi terhadap perdarahan pasca persalinan, paling sering
terjadi pada dua jam pertama. Observasi yang dilakukan adalah sebagai
berikut.
a. Tingkat kesadaran pasien
b. Pemeriksaan TTV : tekanan darah, nadi, dan pernafasan.
c. Kontraksi uterus.
d. Terjadinya perdarahan. Perdarahan dianggap masih norml bila jumlahnya
tidak melebihi 400-500 cc.

G. Mekanisme Persalinan
1. Engagement (penguncian)
Engagement adalah terkuncinya kepala janin setelah melewati PAP,
terjadi jika diameter tersebut bagian terendah kepala janin telah melewati
PAP. Pada presentasi kepala terjadi pada diameter biparientalis. Pada
primigravida, engagement terjadi pada 2-3 minggu sebelum cukup bulan,
sedangkan pada multi gravida engagement dapat terjadi sesaat setelah
persalinan dimulai. Keadaan bagian terendah janin yang seluruhnya masih
21

berada diatas PAP di sebut floating sedangkan bagian terendah kepala janin
sudah melewati PAP tetapi engagement belum terjadi disebut dipping.
2. Engagement pada synclitismus
Apabila diameter biparietal kepala janin sejajar dengan bidang-
bidang panggul, maka kepala dalam keadaan synclitismus. Suturasa.gitalis
berada ditengah-tengah antara bagian depan dan belakang panggul. Kalau
keadaanyya tidak demikian dinamakan asynclitismus.
3. Asynclitismus posterior
Asynclitismus posterior adalah keadaan pada waktu kepala
mendekati panggul os parietalis belakang, letaknya lebih rendah dari
os.paritalis depan, sutura sagitalis berada lebih dekat ke arah simfisis
daripada kearah promontorium, dan diameter biparientalis miring terhadap
PAP.
Pada waktu kepala masuk kedalam panggul, os parietalis belakang
menjadi bagian terendah dan tuberparietalis belakang turun melewati
promotorium. Tuberparietalis depan masih ada di atas simfisis pubis dan
belum masuk panggul. Kontraksi uterus mendorong kepala kebawah dan
menyebabkan gerakan fleksi kearah lateral. Os.parietalis berputar terhadap
promontorium sutura sagitalis bergerak kearah belakang kearah sacrum, dan
tuberparietalis turun melewati simfisis dan masuk kedalam panggul hal ini
membawa sutura sagitalis kepertengahan antara bagian depan dan belakang
panggul, dan sekarang kepala berada dalam syhncliticmus.
4. Mekanisme Persalinan Normal
Mekanisme persalinan normal terbagi dalam beberapa tahan gerakan
kepala janin terhadap panggul yang diikuti dengan lahirnya seluruh anggota
bdan bayi.
a. Penurunan Kepala
Terjadi selama proses persalinan karena daya dorong dari kontraksi uterus
yang efektif, posisi, serta kekuatan meneran dari pasien.

b. Penguncian (engagement)
22

Tahap penurunan pada waktu diameter biparietal dari kepala janin telah
melalui lubang masuk panggul pasien.
c. Fleksi
Dalam proses masuknya kepala janin kedalam panggul, fleksi menjadi hal
yang sangat penting, karena dengan fleksi diameter kepala janin terkecil
dapat bergerak melalui panggul dan terus bergerak menuju dasar panggul.
d. Putaran Paksi Dalam
Putaran internal dari kepala janin akan membuat diameter anteroposterior
yang lebih panjang dari kepala menyesuaikan diri dengan diameter
anteroposterior dari panggul pasien.
e. Lahirnya Kepala Dengan Cara Ekstensi
Cara kelahiran ini untuk kepala dengan posisi ocsiput posterior. Proses ini
terjadi karena daya tahanandari dasar panggul dimana gaya tersebut
membentuk lengkungan carus yang mengarahkan kepala ke atas menuju
lorong vulva, bagian leher belakang dibawah ocsiput akan bergeser
kebawah simfisis pubis dan bekerja sebagai poros (hipomoklion).
f. Restitusi
Restitusi ialah perputaran kepala sebesar 45° baik kekanan atau kekiri,
bergantung kepada arah dimana ia mengikuti perputaran menuju posisi
ocsiput anterior.
g. Putaran Paksi Luar
Putaaran ini terjadi secara bersamaan, dengan putaran internal dari bahu.
Pada saat kepala janin mencapai dasar panggul, bahu akan mengalami
perputaran dalam arah yang sama dengan kepal janin agar terletak dalam
diameter yang besar dari rongga panggul. Bahu anterior akan terlihat pada
lubang vulva-vaginal, dimana ia akan bergeser dibawah symfisis pubis.
h. Lahirnya Bahu Dan Seluruh Anggota Badan Bayi
Bahu posterior akan menggembungkan perineum dan kemudian
dilahirkan dengan cara fleksilateral. Setelah bahu dilahirkan, seluruh
tubuh janin lainnya akan mengikuti sumbu carus.

H. Pemeriksaan Dalam Vaginal Touch


Pemeriksaan dalam adalah pemeriksaan genetalian bagian dalam mulai
dari vagina sampai serviks menggunakan dua jari, yang salah satu tekhniknya
23

adalah dengan menggunakan skala ukuran jari ( lebar satu jari berarti satu cm)
untuk menentukan diameter dilatasi serviks (pembukaan serviks/portio).
Pemeriksaan dalam dilakukan untuk menilai :
1. Vagina ( terutama dindingnya), apakah ada bagian yang menyempit;
2. Keadaan serta pembukaan seviks;
3. Kapasitas panggul;
4. Ada atau tidaknya tumor pada jalan lahir;
5. Sifat fluor abus dan apakah ada alat yang sakit, seperti bartholinitis
6. Pecah tidaknya selaput ketuban;
7. Presentasi janin;
8. Turunnya kepala dalam janin;
9. Penilaian besarnya kepala terhadap panggul;
10. Apakah proses persalinan sudan dimulai dan kemajuan persalinan.

I. Partograf
Partograf merupakan alat bantu yang digunakan untuk memantau
kemajuan persalinan kala I dan informasi untuk membuat keputusan klinik.
1. Fungsi partograf
a. Mengamati dan mencatat informasi kemajuan persalinan dengan
memeriksa dilatasi serviks selama pemeriksaan dalam.
b. Mendeteksi secarar dini terhadap kemungkinan adanya penyulit
persalinan sehingga bidan dapat membuat keputusan tidakan dengan
tepat.
c. Sebagai alat komunikasi yang unik namun praktis antara bidan dengan
dokter mengenai perjalanan persalinan pasien.
d. Alat dokumentasi riwayat persalinan pasien beserta data pemberian
medikamntosa yang diberikan selama proses persalinan.
Sebelum memutuskan untuk menggunakan partograf, bidan harus dapat
mengidentifikasi keadan pasien apakah memenuhi kriteria untuk dipantau
menggunakan partograf atau tidak. Kriteria pasien yang dapat dipantau
menggunakan partograf :
a. Persalinan diperkirakan spontan.
b. Janin tunggal.
c. Usia kehamilan 36-42 minggu.
d. Presentasi kepala
e. Tidak ada penyulit persalinan.
f. Persalinan sudah masuk dalam kala I aktif
24

Kriteria pasien yang tidak perlu dipantau menggunakan partograf:


a. Tinggi badan pasien kurang dari 145 cm.
b. Ada perdarahan antepartum.
c. Mengalami preekslampsi atau eklampsi.
d. Anemia.
e. Adanya kelainan letak janin.
f. Persalinan prematur.
g. Adanya induksi persalinan.
h. Gemeli.
i. Adanya rencana persalinan SC misalkan sudah diketahui adanya
panggul sempit atau DKP.
Bagian-bagian partograf merupakan grafik yang diisi berdasarkan hasil
pemeriksaan yang dilakukan selama Kala I persalinan, meliputi :
1) Kemajuan persalinan;
a) Pembukaan serviks,
b) Penurunan kepala janin,
c) Kontraksi uterus.
2) Keadaan janin;
a) DJJ,
b) Warna dan jumlah ir ketuban,
c) Moulage tulang kepala janin.
3) Keadaan ibu;
a) Nadi,Tekanan darah,suhu,
b) Urin : volume dan protein
c) Obat-obatan dan cairan IV
2. Cara Pengisian Partograf
Halaman depan
a. Bagian identitas pasien dan keterangan waktu.
1) Diisi berdasarkan informasi yang dibutuhkan.
2) Meliputi nomor registrasi, nomor puskesmas, nama pasien, tanggal
datang, jam datang, usia, dan paritas pasien.
b. Baris untuk menuliskan waktu.
Cara mengisi baris ini adalah dengan menuliskan jam dilakukannya
pemeriksaan dalam pertama kli, kemudin kotk berikutnya diisi dengan
penambahan 1 jam berikutnya.
c. Grafik DJJ
25

1) Hasil pemeriksaan DJJ yang dihitung selama satu menit penuh


dituliskan dalam grafik ini dalam bentuk noktah atau titik yang agk
besar.
2) Penulisan noktaf disesuaikan dengan skala dalam grafik dan jam
pemeriksaan.
3) Catat hasil pemeriksaan DJJ setiap 1 jam.
4) Antar noktah satu dengan yang lain dihubungkan dengan garis tegas
yang tidak terputus.
5) Kisaran normal DJJ terpapar pada partograf diantara garis tebal pada
angka 180 dan 100. Penolong harus waspada jika frekuensi DJJ
mengarah hingga 120 atau diatas 160.
d. Baris hasil pemeriksaan air ketuban.
1) Setiap melakukan pemeriksaan, hasil apapun yang berkaitan dengan
ketuban harus selalu dituliskan
2) Cara menuliskannya adalah sebagai berikut :
a) U : kulit ketuban masih utuh.
b) J : selaput ketuban pecah dan air ketuban jernih
c) M : air ketuban bercampur mekonium
d) D : air ketuban bernoda darah
e) K : tidak ada cairan ketuban atau kering
3) Hasil dituliskan sesuai kolom dengan jam pemeriksaan.
e. Baris hasil pemeriksaan untuk moulage kepala janin atau penyusupan
1) Moulage adalah indikator penting tentang seberapa jauh kepla janin
dapat menyesuaikan diri dapat bagian keras (tulang) panggul. Semakin
besar derajat penyusupan kepala janin atau semakin tumpang tindih
antar tulang kepala janin mka ini semakin menunjukkan resiko adanya
disporporsi kepala panggul (CPD).
2) Setiap melakukan pemeriksaan dalam, ada atau tidaknya moulase
harus dilaporkan melalui garis ini.
3) Cara menuliskannya menggunakan lambang-lambang berikut
a) 0 : sutura terpisah.
b) 1 : sutura (pertemuan dua tulang tengkorak) bersesuaian
c) 2 : sutura tumpang tindih tapi dapat diperbaiki
d) 3 : sutura tumpang tindih dan tidak dapat diperbaiki.
f. Garis waspada dan garis bertindak
26

1) Garis waspada dimulai pada pembukaan 4 cm, dan berakhir pada titik
dimana pembukaan lengkap diharapkan terjadi jika laju pembukaan
serviks 1cm per jam. Jika pembukaan servik mengarah ke sebelah
kanan garis waspada pembukaan kurang dari 1cm perjam maka harus
dipertimbangkan kemungkinan adanya penyulit persalinan, misalnya
fase aktif yang memanjang; serviks kaku; inersia uteri hipotonik; dan
lain-lain. Pada kondisi ini pertimbangkan untuk tindakan rujukan.
2) Garis bertindak terletak sejajar dan disebelah kanan ( berjarak 4 jam)
garis waspada. Jika pembukaan serviks melampaui dan berada
disebelah kanan garis tindakan, maka hal ini menunjukkan perlu
dilakukan tindakan untuk menyelesaikan persalinan. Sebaiknya pasien
sudah berada di fasilitas pelayanan rujukan sebelum gari bertindak
terlampaui.
g. Grafik hasil pemeriksaan dalam
1) Setiap melakukan pemeriksaan dalam harus selalu dituliskan dalam
grafik ini, karena indikator normal atau tidknya persalinan mulai
pemantauan partograf adalah kemajuan pembukaan serviks.
2) Cara menuliskannya dengan memberikannya tanda silang tepat diatas
garis waspada ( jika pembukaan tepat 4cm) atau berada di perpotongn
garis waspada dan skala pembukaan yang ada di sisi paling pinggir
grafik (skala 1-10), dilanjutkan dengan menuliskan kapan dan jam
berapa dilakukan pemeriksaan pada baris waktu dibawahnya.
3) Hasil pemeriksaan berikutnya diisi menyesuaikan dengan waktu
pemeriksaan dan dibuat garis penghubung antara tanda silang
sebelumnya dan tanda silang selanjutnya.
4) Perlu diingat, hasil pemeriksaan dalam yang dituliskan dalam pertograf
adalah jika pembukaan sudah lebih dari 3 cm atau sudah dalam fase
aktif.
5) Jika hasil pembukaan mendekati garis bertindk, maka bidan harus
merujuk pasien karena mengindikasikan adanya persalinan lama.
h. Grafik hasil pemeriksaan penurunan kepala.
27

1) Mengacu kepada bagian kepala (dibagi 5 bagian) yang teraba pada


pemeriksaan abdomen luar diatas simfisis pubis.
2) Cara menuliskannya dengan menggunakan simbol huruf O yang
dituliskan di skala 0-5 dengan pembagian per lima untuk setiap
penurunan kepala. Contohnya, jika teraba 3/5 bagian kepala maka
dituliskan di skala angka 3; jika teraba 4/5 bagian kepala maka
dituliskan di skala 4.
3) Jika kepala sudah turun dan pembukaan lengkap yaitu O/5, maka
dituliskan dalam skala 0.
i. Grafik hasil observasi kontraksi.
1) Kontraksi diperiksa setiap 30 menit dengan mengidentifikasi kualitas
kontraksi dalam 10 menit. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
kontraksi diperiksa tiap 30 menit sekali selama 10 menit.
2) Cara menuliskannya dengan melakukan arsiran dengan bentuk tertentu
(sesuai dengan durasi kontraksi) di kotak-kotak yang ada dalam skala.
Skala dalam grafik 1-5, dimaksudkan untuk menggambarkan jumlah
kontraksi dalam 10 menit serta bagaimana kualitasnya. Misalnya
dalam 10 menit terdeteksi 2 kontraksi dengan durasi 20-40 detik, maka
yang di arsir adalah dua kotak dengan arsiran sesuai dengan durasi 20-
40 detik.
j. Baris keterangan pemberian oksitosin
1) Data yang dituliskan adalah berapa unit oksitosin yang diberikan
dibaris pertama.
2) Jumlah tetesan permenit dalam baris kedua.
k. Baris keterangan pemberian cairan IV dan obat. Tulis jenis cairan infus
dan jenis obat yang diberikan.
l. Grafik hasil pemeriksaan tekanan darah dan nadi.
1) Tekanan darah diperiksa minimal 4 jam, yang dituliskan sesuai dengan
skala. Skala dalam grafik ini adalah 60-180 .
2) Nadi diperiksa setiap 30 menit berpedoman dengan skala yang sama
dengan skala pada tekanan darah.
3) Cara menuliskan hasil pemeriksaan.
28

a) Tekanan darah: sistol dilambangkan dengan anak panah kearah atas


yang dituliskan sesuai dengan skala pada grafik, sedangkan diastol
dilambangkan dengan arh panah kebawah. Selanjutnya tarik garis
kebawah dari panah sistol dan diastol.
b) Nadi : hasil pemeriksaan nadi juga sama dengan penempatan
penulisannya dengan tekanan darah, yang membedakan adalah
simbolnya. Untuk nadi dituliskan dalam bentuk noktah
menyesuaikan dengan skala yang ada. Catat setiap 30-60 menit.
m. Baris hasil pemeriksaan suhu.
1) Hasil pemeriksaan suhu dituliskan dalam baris hasil pemeriksaan
suhu dengan angka nominal sesuai hasil yang didapat.
2) Lakukan pencatatan setiap dua jam
n. Baris hasil pemeriksaan urin.
1) Setiap melakukan pemeriksaan urin, hasil harus selalu dituliskan dalam
baris ini.
2) Keterangan kandungan protein dan aseton dalam urine, cukup
dilambangkn dengan tanda +/-.
3) Volume dituliskan dengan angka nominal sesuai dengan data yang ada,
catat setiap kali pasien berkemih.
(sulistyawati,2012)
Halaman Belakang Partograf
Halaman belakang partograf merupakan bagian untuk mencatat hal-hal yang
terjadi selama proses persalinan dan kelahiran, serta tindakan-tindakan yang
dilakukan sejak persalinan kala I hingga kala IV (termasuk bayi baru lahir).
Itulah sebabnya bagian ini disebut sebagai

Catatan Persalinan
Catatan persalinan adalah terdiri atas unsur-unsur berikut:
1) Data dasar
2) Kala I
3) Kala II
4) Kala III
29

5) Bayi baru lahir


6) Kala IV

Cara pengisian lembar belakang partograf berbeda dengan halaman depan


yang harus diisi pada akhir setiap pemeriksaan, lembar belakang partograf
ini diisi setelah seluruh proses persalinan selesai.
(Prawirohardjo, 2013).

II. BAYI BARU LAHIR


A. Definisi
Bayi baru lahir adalah bayi yang berumur 0 hari sampai 28 hari. Bayi
baru lahir digolongkan menjadi 2 yaitu :
1. BBL Normal
Yaitu BBL dengan berat badan lahir antara 2500 – 4000 gr dengan usia
kehamilan 37 – 40 minggu
2. BBL resiko tinggi, yaitu
a. BBL dari kehamilan resiko tinggi
b. BBL BB < 2500 gr - > 4000 gr
c. BBL kehamilan < 37 minggu - > 42 minggu
d. BBL yang BB lahir kurang dari BB menurut usia kehamilan (IOER)
e. Nilai APGAR < 7
f. BBL dengan infeksi intra partum, trauma persalinan atau kelainan
kongenital
g. BBL yang berasal dari keluarga problem sosial

B. Gambaran Klinis
Bayi baru lahir mengalami perubahan fisiologi antara lain :
1. Pernafasan dan peredaran darah
30

Pernafasan BBL pertama kali terjadi setiap 30 detik sesuai kelahirannya


pernafasan ini terjadi sebagai akibat normal dari SSP dari perifer yang
dibantu beberapa rangsangan lain seperti hypoxia, sentuhan dan perbedaan
suhu dari dalam rahim dan diluar rahim hingga menyebabkan perangsangan
pernafasan diotak yang diteruskan untuk mengarahkan diafragma serta alat
pernafasan lainnya.
2. Faeses
Faeses akan mulai keluar dalam waktu 24 jam. Faeces pada BBL disebut
melanikum yang akan terus keluar sampai hari ke 2 atau ke 3. Bila mendapat
ASI, feaces akan berwarna kuning dan setengah padat.
3. Kulit
Kulit BBL diliputi vernik caseosa. BBL cukup bulan kulitnya akan halus dan
lembut serta padat dengan sedikit desauamasi pada telapak tangan, kaki dan
selangkangan. Warna kulit BBL aterm yaitu jernih.
4. Tali pusat
Tali pusat terdiri dari 2 arteri 1 vena, bila tidak ada dicurigai kelainan
kongenital lainnya.

5. Berat Badan
Pada hari ke 2 dan 3 akan mengalami penurunan berat badan + 7% tidak
boleh lebih dari 10% karena pemasukan cairan dan pengeluaran belum
seimbang pada hari ke 10 berat badan akan mencapai berat badan lahir.
6. Panas Tubuh
Pusat pengatur panas mulai berkembang pada bulan terakhir dalam masa
featus. Ketika lahir pusat pengatur panas ini belum stabil hingga belum dapat
mempertahankan keseimbangan produksi panas dan pengeluaran panas dari
tubuh.
7. Refleks
Refleks primitive dari bayi yang baru lahir :
31

a. Moro Refleks
Bila bayi dikagetkan tiba-tiba akan terjadi refleks abduksi dan ekstensi
lengan dan tangan terbuka diakhiri aduksi lengan.
b. Graps Refleks
Dapat timbul bila tangan dirangsang akan menggenggam.
c. Walking Refleks
Dapat timbul bila telapak kaki diletakkan ditempat yang datar maka bayi
bergerak seperti berjalan
d. Crossod Extension Refleks
Bila satu tungkai dipegang pada posisi ekstensi pada lutut dan telapak
kaki sisi yang sama digores dengan kuku / jarum pada tungkai yang lain
akan berada pada posisi fleksi, eduksi dan ekstensi
e. Rooting Refleks
Rangsangan pada ujung mulut yang mengakibatkan kepala menoleh
kearah sisi rangsangan bibir bawah merendah menuju rangsangan dan
lidah juga bergerak menuju kearah rangsangan.

C. Pengkajian Kesehatan pada BBL


1. Pengukurang Nilai APGAR
a. Nilai 7-10 normal
b. Nilai 4-6 asfiksia ringan – sedang
c. Nilai 0-3 asfiksia berat
APGAR score dinilai saat menit pertama lahir dan menit kelima untuk menilai
hasil tindakan yang telah diberikan kepada bayi.
Tabel 2.1 Nilai APGAR

Skor 0 1 2
A (Appearance color / warna Pucat Badan merah Seluruh tubuh
kulit) extermitas biru kemerahan
P (Pulse heart rate / Tidak < 100 x/mnt > 100 x/mnt
32

frekuensi jantung) ada


G (Grimace / reaksi terhadap Tidak Sedikit gerakan Menangis
rangsangan) ada mimik batuk / bersin
A (Activity / tonus otot) Lumpuh Extermitas dalam Gerakan aktif
fleksi sedikit
R (Respiration / pernafasan) Tidak Lemah tidak Menangis
ada teratur kuat

2. Pemeriksaan fisik
a. Berat Badan dan Panjang Badan
b. Kepala
1. Lingkar kepala + 31 – 35 cm
2. Perdarahan kulit kepala
3. Caput succederium / caphel hematoma
4. Hydrocepalus / anencephalus
c. Mata
1. Strabismus
2. Glenorhoe
3. Perdarahan konjungtiva

d. Hidung
1. Sabiopalato schizis
2. Refleks menghisap
3. Memalingkan kepala kearah buah dada bila pipi disentuhkan
e. Leher
Pembengkakan atau tumor
f. Dada
1. Bentuk dada
2. Pernafasan
3. Bunyi jantung
g. Perut
33

1. Penonjolan sekitar tali pusat saat menangis


2. Bentuk
3. Perdarahan tali pusat
h. Alat kelamin
1. Testis berada dalam scrotum
2. Penis berlubang dan lubang pada ujung
3. Vagina berlubang
4. Uretra berlubang
5. Labia minora dan mayora
i. Extemitas
1. Gerakan normal
2. Jumlah jari
j. Punggung
Pembengkakan atau cekungan
k. Kulit
1. Verniks
2. Warna
3. Pembengkakan atau bercak hitam
4. Tanda lahir
3. Bayi Baru Lahir dengan Kelainan
a. Kepala : hydrocepalus, mikrocepalus, angiosefalus, kraniotabes, kaput
suksedareum, hemotoma sefal.
b. Mata : perdarahan sub konjungtiva, mata menonjol, katarak
c. Telinga : preaktikal, kelainan daun / bentuk telinga
d. Mulut : lebrokisis, lebiognetopelatoskisls, tooth
e. Leher : hematoma sternokleidomestoideus, duktus troglosus vigroma
kulit
f. Abdomen : membucit, skefoid
g. Tali pusat : berdarah, jumlah pembuluh darah tali pusat, hernia umbilikus,
34

amniokel, borafelokel, oksefalus, gastroskisis


h. Genetalia : nermephroditismus, testis belum turun, perdrahan/ lendir dari
vasine (vasinaldis chorge), atresia ani.
i. Punggung : spina bifda, pilonidal sinus / simple
j. Extrimitas : fokomella, sindektali, polidektali, fraktur, pirolisis

D. Tindakan yang Diberikan pada BBL


Tujuan utama perawatan bayi segera setelah lahir
1. Membersihkan jalan nafas
2. Memotong dan merawat tali pusat
3. Mempertahankan suhu tubuh
4. Identifikasi
5. Pencegahan infeksi
Adapun tindakan-tindakan yang diberikan pada BBL
1. Membersihkan jalan nafas
a. Letakkan bayi diposisi telentang ditempat keras dan hangat.
b. Atur posisi kepala sedikit ekstensi
c. Bersihkan hidung, rongga mulut dan tenggorokan bayi dengan jari tangan
yang dibungkus kasa steril.
2. Memotong dan merawat tali pusat
a. Klem tali pusat dengan jarak + 5 cm dari perut bayi
b. Gunting setelah denyutan terakhir, diikat dengan benang tali pusat beri
alkohol 70% atau betadine
c. Tali pusat tidak usah dibungkus atau diberi salep atau yang lain dalam tali
pusat cukup kasa steril agar cepat putus dan mencegah komplikasi lain
saat perawatan.
3. Mempertahankan suhu tubuh
a. Pastikan bayi tetap hangat dan terjadi kontak antara kulit bayi dengan
kulit bayi dengan kulit ibu
35

b. Gunakan handuk atau kain bungkus bayi dengan selimut jangan lupa
memastikan kepala terlindung baik dan mencegah keluarnya panas tubuh
c. Memeriksa suhu bayi
4. Identifikasi
a. Alat yang digunakan hendaknya kebal air, tapi halus tidak melukai,
tidak mudah sobek, tidak mudah lepas
b. Pada alat tercantum
1) Nama (bayi, ibunya)
2) Tanggal lahir
3) Nomor bayi
4) Jenis kelamin
5) Unit
6) Ditempat tidur diberi tanda dengan mencantumkan nama – tanggal
lahir – nomor identifikasi.
7) Sidik telapak kaki bayi dan sidik jari ibu dicetak dicatatan yang tidak
mudah hilang, ukur BB, PB, lingkar kepala, lingkar perut dicatat
dalam catatan medik.
5. Pencegahan infeksi.
a. Obat mata eritomicin 0,5% atau tetrasiklin 1% untuk pencegahan
penyakit mata klomida (pris).
b. Vitamin K 1 mg/hari oral 3 hari untuk bayi normal cukup bulan 0,5 – 1
mg/hari bayi resiko tinggi

Tanda-tanda bahaya yang harus diwaspadai pada BBL:


1. Pernafasan sulit atau lebih dari 60 x/mnt
2. Suhu tubuh bayi terlalu panas (> 380C) atau terlalu dingin (<360C)
3. Hisapan lemah, mengantuk berlebihan, banyak muntah
4. Tali pusat merah dan bengkak, keluar cairan bau busuk, berdarah
36

III. NIFAS
A. Pengertian Masa Nifas
Masa nifas atau pueperium dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta
sampai dengan 6 minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pasca persalinan harus
terselenggara pada masa itu untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang
meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan pengobatan komplikasi dan
penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan pemberian ASI cara
menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.(Prawirohardjo, 2013)

B. Tahapan Masa Nifas


Beberapa tahapan masa nifas adalah sebagai berikut :
1. Puerperium dini
Yaitu kepulihan dimana ibu diperbolehkan berdiri dan berjalan serta
menjalankan aktivitas layaknya wanita normal lainnya,
2. Puerperium intermediate
Yaitu suatu kepulihan menyuluruh alat-alat genetika yang lamanya
sekitar6-8 minggu.
3. Puerperium remote
Waktu yang diperlukan untuk untuk pulih dan sehat sempurna terutama
apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi.
(Dewi, 2011)

C. Perubahan dari Alat Badan


1. Involusi Rahim
Setelah plasenta lahir uterus merupakan alat yang keras, karena kontraksi
dan retraksi otot-ototnya. Involusi terjadi karena masing-masing sel
menjadi lebih kecil karena cytoplasmanya yang berlebihan dibuang.
Involusi disebabkan oleh proses autolysis, padamana zat protein dinding
rahim dipecah, diabsorpsi dan kemudian dibuang dengan air kencing.
37

Sebagai bukti dapat dikemukakan bahwa kadar nitrogen dalam air kencing
sangat tinggi.

2. Involusi Tempat Plasenta


Setelah persalinan, tempat plasenta merupakan tempat dengan permukaan
kasar, tidak rata dan kira-kira sebesar telapak tangan. Penyembuhan luka
bekas plasenta khas sekali. Pada permukaan nifas bekas plasenta
mengandung banyak pembuluh darah besar yang tersumbat oleh trombus.
Biasanya luka yang demikian sembuh dengan menjadi parut. Hal ini
disebabkan karena luka ini sembuh dengan cara yang luar biasa, ialah
dilepaskan dari dasarnya dengan pertumbuhan endometrium baru di
bawah permukaan luka endometrium ini tumbuh dari pinggir luka dan
juga dari sisa-sisa kelenjar pada dasar luka.

Tabel 2.3 Involusi Uterus

Berat Diameter
Tinggi Fundus
Involusi Uterus Bekas Melekat Keadaan Serviks
Uteri
(gr) Plasenta (cm)
Bayi
lahir Setinggi pusat 1000
2jari dibawah
Uri lahir pusat 750 12,5 Lembek
1 Pertengahan Beberapa hari setelah
minggu pusat-simfisis 500 7,5 partus dapat dilalui 2
2 Tak teraba diatas jari
minggu simfisis 350 3.4
6
minggu Bertambah kecil 50-60 1.2
8 Akhir minggu I dapat
minggu Sebesar normal 30 dimasuki 1 jari
38

3. Perubahan Pembuluh Darah Rahim


Dalam kehamilan, uterus mempunyai banyak pembuluh-pembuluh
darah yang besar, tetapi karena setelah persalinan tidak diperlukan lagi
peredaran darah yang banyak, maka arteri harus mengecil lagi dalam
nifas.
Orang menduga bahwa pembuluh-pembuluh yang besar tersumbat
karena perubahan-perubahan pada dindingnya dan diganuti oleh
pembuluh-pembuluh yang lebih kecil.

4. Perubahan Pada Serviks dan Vagina


Pada seviks terbentuk sel-sel otot baru. Karena hypecplaso ini dan
karena retraksi dari serviks, robekan serviks jadi sembuh. Walaupun
begitu, setelah involusi selesai, ostium externum tidak serups dengan
keadaannya sebelum hamil, pada umumnya ost.exernum lebih besar dan
tetap ada retak dan robekan pada pinggirnya, terutama pada pinggir
sampingnya. Oleh robekan ke samping ini terbentuk bibir depan dan bbir
belakang dari serviks. Vagina yang sangat diregang waktu, persalinan,
lambat laun mencapai ukuran-ukurannya yang normal. Pada minggu ke-3
post partum rugae mulai nampak kembali.

5. Dinding Perut dan Peritoneum


Setelah persalinan dinding perut longgar karena diregang begitu lama,
tetapi biasanya pulih kembali dalam 6 minggu. Kadang-kadang pada
wanita yang asthenis terjadi diastasis dari otot-otot rectus abdominis
sehingga sebagian dari dinding perut di garis tengah hanya terdiri dari
peritoneum, pascia tipis dan kulit.

6. Saluran Kencing
39

Dinding kandung kencing memperlihatkan oedema dan hyperaemia.


Kadang-kadang oedema dan trigonum, menimbulkan obstruksi dari uretra
sehingga terjadi retentio urin. Kandung kencing dalam puerperium kurang
sensitif dan kapasitasnya bertambah, sehingga kandung kencing penuh
atau sesudah kencing masih tertinggal urine residual.
Sisa urine ini dan trauma pada dinding kandung kencing waktu
persalinan memudahkan terjadinya infeksi. Dilatasi ureter dan pyelum,
normal kembali dalam waktu 2 minggu.

7. Laktasi
Keadaan buah dada pada 2 hari pertama nifas sama dengan keadaan
dalam kehamilan. Pada waktu ini buah dada belum mengandung susu,
melainkan colostru yang dapat dikeluarkan dengan memijat aerola
mammae. Cairan colostrum terdiri dari albumin, yang membeku kalau
dipanaskan.
Dibandingkan dengan air susu, colostrum lebih banyak mengandung
protein dan garam, gulanya sama tetapi lemaknya kurang, ada juga yang
mengemukakan bahwa dalam colostrum terdapa euglobulin yang
mengandung anti bodies, maka colostrum ini mungkin menambah
kekebalan anak terhadap penyakit.
Pada kira-kira hari ke-3 post partum, buah dada menjadi besar, keras
dan nyeri. Ini menandai permulaan sekresi air susu dan kalau aerola
mammae dipijat, keluarlah cairan putih dari puting susu. Air susu dapat
juga mengandung zat immun misalnya difteri anti toksin dan typhus
aglotinin (Dewi, 2011).

D. Klinik Nifas
Masa nifas terganggu kalau ada demam lebih dari 38oC pada 2 hari berturut-turut
pada10 hari pertama post partum, kecuali hari pertama dan suhu harus diambil
40

sekurang-kurangnya 4x sehari. Kenaikan suhu diatas 38oC harus dianggap


sebagai tanda infeksi, kecuali kalau nyata disebabkan oleh hal-hal lain.
1. Lochea
Pada bagian pertama masa nifas biasanya keluar cairan dari vagina yang
dinamakan “lochea”. Lochea tidak lain daripada sekret luka, yang berasal
dari luka dalam rahim terutama luka plasenta. Maka sifat lochea menurut
sekret luka berubah sesuai tingkat penyembuhan luka.
a. Lokia rubra / merah (kruenta)
Hari 1 – hari ke-3 post partum. Warnanya merah dan mengandung
darah dan robekan / luka pada plasenta dan serabut dari desidua dan
chorion.
b. Lokia sanguinolenta
Hari ke 3-5 post partum, berwarna merah kuning berisi darah dan
lendir karena pengaruh plasma darah.

c. Lokia serosa
Hari ke 5-9 post partum, warnanya biasanya kekuningan / kecoklatan.
Lokia ini terdiri atas lebih sedikit darah dan lebih banyak serum, juga
terdiri atas leukosit dan robekan laserasi plasenta.
d. Lokia alba
Hari ke-10 post partum, warnanya lebih pucat, putih kekuningan, serta
lebih banyak mengandung leukosit, selaput lendir serviks, dan serabut
jaringan yang mati.(Dewi, 2011)

E. Perubahan Psikologis Pada Ibu


1. Fase Taking In
Perasaan ibu berfokus pada dirinya, berlangsung sampai hari kedua.
41

2. Fase Taking Hold


Ibu merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi, berlangsung
antara hari ke-3 sampai ke-10.
3. Fase Letting Go
Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya berlangsung
mulai hari ke-10 hingga masa nifas selesai.(Dewi, 2011)

F. Kebijakan Program Nasional Masa Nifas


Pada kebijakan program nasional masa nifas paling sedikit 4x kunjungan yang
dilakukan. Hal ini untuk menilai status ibu dan bayi baru lahir serta untuk
mencegah, mendeteksi, dan menangani masalah-masalah yang terjadi antara lain
sebagai berikut :
1. 6-8 jam setelah persalinan
a. Mencegah pendarahan masa nifas karena antonia uteri.
b. Mendeteksi dan merawat penyebab lain pendarahan, rujuk bila
pendarahan berlanjut.
c. Memberikan konseling pada ibu atau salah satu anggota keluarganya
bagaimana mencegah pendarahan masa nifas karena atonia uteri.
d. Pemberian ASI awal.
e. Melakukan hubungan antara ibu dan bayi baru lahir.
f. Menjaga bayi tetap sehat dengan cara mencegah hipotermi.

2. 6 hari setelah persalinan


a. Memastikan involusi uterus berjalan normal, uterus berkontraksi,
fundus di bawah umbilikus, tidak ada perdarahan abnormal, tidak ada
bau.
b. Menilai adanya tanda-tanda demam, infeksi, dan perdarahan
abnormal.
c. Memastikan ibu mendapatkan cukup makanan, cairan, dan istirahat.
42

d. Memastikan ibu menyusui dengan baik dan tidak memperlihatkan


tanda-tanda penyulit.
e. Memberikan konseling pada ibu mengenai asuhan pada bayi dan tali
pusat. Serta menjaga bayi tetap hangat dan merawat bayi sehari-hari.

3. 2 minggu setelah persalinan


Memastikan rahim sudah kembali normal dengan mengukur dan meraba
bagian rahim.

4. 6 minggu setelah persalinan


a. Menanyakan pada ibu tentang penyulit-penyulit yang ia atau bayi
alami.
b. Memberikan konseling untuk KB secara dini.
(Dewi, 2011)

G. Perawatan Masa Nifas


Beberapa isu terbaru mengenai perawatan masa nifas ialah sebagai berikut:
1. Mobilisasi dini
Senam nifas bertujuan untuk mengurangi lokia dalam rahim,
memperlancar peredaran darah sekitar alat kelamin, dan mempercepat
normalisasi alat kelamim.
2. Rooming in (perawatan ibu dan anak dalam 1 ruang/kamar)
Meningkatkan pemberian ASI, bounding attachment, mengajari ibu cara
perawatan bayi terutama pada ibu primipara, dimulai dengan penerapan
IMD.
3. Pemberian ASI
43

Untuk meningkatkan volume ASI pada masa nifas, ibu dapat memberikan
terapi pijat bayi.
(Dewi, 2011)

H. Asuhan Masa Nifas


1. Kebersihan diri
a. Anjurkan kebersihan seluruh tubuh.
b. Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan
sabun dan air. Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah
di sekitar vulva terlebih dahulu, dari depan ke belakang, baru
kemudian membersihkan daerah sekitar anus. Nasihatkan ibu untuk
membersihkan vulva setiap kali BAK/BAB.
c. Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut
setidaknya dua kali per hari. Kain dapat digunakan ulang jika telah
dicuci dengan baik dan dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.
d. Sarankan ibu untuk mencuci tangan ddengan sabun dan air sebelum
dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya.
e. Jika ibu mempunyai luka episiotomi atau laserasi, sarankan kepada ibu
untuk menghindari menyentuh daerah luka.

2. Istirahat
a. Anjurkaan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang
berlebihan.
b. Sarankan ia untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara
perlaahan-lahan, serta untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi
tidur.
c. Kurang istirahat akan mempengaruhi ibu dalam beberapa hal:
a) Mengurangi jumlah ASI yang diproduksi.
44

b) Memperlambat proses involusi uterus dan memperbanyak


perdarahan.
c) Menyebabkan depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayi
dan diri sendiri.

3. Gizi
Ibu menyusui harus:
a. Mengonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari.
b. Mekan dengan diet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral,
dan vitamin yang cukup.
c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum
setiap kali menyusui).
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca bersalin.
e. Minum kapsul vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan vitamin
A kepada bayinya melalui ASI.

4. Latihan
a. Diskusikan pentingnya otot-otot perut dari panggul kembali normal.
Ibu akan merasa lebih kuat dan ini menyebabkan otot perutnya
menjadi kuat sehingga mengurangi rasa sakit pada punggung
b. Jelaskan bahwa latihan tertentu beberapa menit setiap hari sangat
membantu. Ajarkan senam nifas.

5. Perawatan payudara
a. Menjaga payudara tetap bersih dan kering, terutama puting susu.
b. Manggunakan BH yang menyokong payudara.
45

c. Apabila puting susu lecet oleskan kolostrum atau ASI yang keluar pada
sekitar puting susu setiap kali seleai menyusui. Menyusui tetap
dilakukan dimulai dari puting susu yang tidak lecet.
d. Apabila lecet sangat berat dapat diistirahatkan selama 24 jam. ASI
dikeluarkan dan diminumkan dengan menggunakan sendok.
e. Untuk menghilangkan nyeri ibu dapat minum paracetamol 1 tablet
setiap 4-6 jam.
f. Apabila payudara bengkak akibat bendungan ASI, lakukan:
1) Pengompresan payudara dengan menggunakan kain basah dan hangat
selama 5 menit.
2) Urut payudara dari arah pangkal menuju puting atau gunakan sisir
untuk mengurut payudara dengan arah “Z” menuju puting
3) Keluarkan ASI sebagian dari bagian depan payudara sehingga puting
susu menjadi lunak.
4) Susukan bayi setiap 2-3 jam. Apabila tidak dapat menghisap seluruh
ASI, sisanya keluarkan dengan tangan.
5) Letakkan kain dingin pada payudara setelah menyusui.

6. Keluarga berencana
a. Idealnya waktu minimal 2 tahun sebelum ibu hamil kembali.
b. Biasanya wanita tidak akan menghasilkan telur sebelum ia mendapatkan
lagi haidnya selama menyusui (amenore laktasi).
(Saifuddin, 2010)

IV. KELUARGA BERENCANA


A. Pengertian
Keluarga sebagai unit terkecil kehidupan bangsa diharapkan menerima
norma keluarga kecil bahagia dan sejahtera (NKKBS) yang berorientasi pada
46

“catur warga” atau zero population growth (pertumbuhan seimbang). Gerakan


keluarga berencana nasional indonesia telah berumur panjang (sejak 1970) dan
masyarakat dunia menganggap indonesia berhasil menurunkan angka kelahiran
dengan bermakna. Masyarakat dapat menerima hampir semua metode medis
teknis keluarga berencana yang dicanangkan pemerintah. Pemerintah
meluncurkan gagasan baru, yaitu:
1. Keluarga berencana mandiri : artinya masyarakat memilih metode KB
dengan biaya sendiri melalui KB lingkaran biru dan KB lingkaran emas
2. Menagrahkan pada pelayanan metode kontrasepsi efektif (MKE): AKDR,
suntikan KB, susuk KB, dan kontap.
Keluarga berencana adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi
(Manuaba, 2010). Keluarga berencana menurut WHO adalah tindakan yang
memakai individu atau pasangan suami istri untuk :

1. Mendapatkan obyek-obyek tertentu


2. Menghindari kelahiran yang tidak diinginkan
3. Mendapatkan kelahiran yang memang diinginkan
4. Mengatur interval diantara kehamilan
5. Mengontrol waktu saat kelahiran dalam hubungan dengan umur suami
istri
6. Menentukan jumlah anak dalam keluarga (Hanafi, 2004)
Keluarga Berencana (KB) adalah suatu usaha untuk menjarangkan atau
merencanakan jumlah dan jarak kehamilan dengan memakai kontrasepsi.
Kontrasepsi atau anti kontrasepsi (Conception Control) adalah cara untuk
mencegah terjadinya konsepsi dengan menggunakan alat atau obat-obatan
(DINKES, 2009).

B. Cara Kerja Kontrasepsi


47

Menurut Prawirohardjo tentang cara kerja kontrasepsi dibedakan


menjadi 3 yaitu :
a. Mengusakan agar tidak terjadi ovulasi.
b. Melumpuhkan sperma
c. Menghalangi pertemuan sel telur dengan sperma.

C. Pembagian Cara Kontrasepsi


1. Metode Sederhana.
1) Tanpa alat / obat
Misalnya : Senggama terputus , pantang berkala , system suhu basal,
perpanjangan masa laktasi dan pembilasan masa senggama.
2) Dengan alat / obat
Misalnya : Kondom, diafragma/ cap. Spermatisid , crem, jelly dan cairan
berbusa dan tablet berbusa ( Vaginal tablet )

2. Metode Efektif
1) Suntikan KB :
a) Depoprovera yang mengandung medroxy progesterone acetate 150
mgr.
b) Cyclofem yang mengandung medroxy progesterone acetate 50 mgr
dan komponen estrogen.
2) Susuk KB (implznt): Setiap kapsul susuk KB mengandung 36 mgr
levonorgestrel.
3) Pil KB : Progesteron only pil , Pil KB kombinasi mengandung hormone
estrogen dan progesterone.
4) IUD / AKDR ( copper T , Medusa, Seven copper)

3. Metode Kontrasepsi Mantap :


1) Tobektomi pada Wanita
2) Vasektomi pada Pria.

4. Kontrasepsi Pascapersalinan
Klien pascapersalinan dianjurkan:
a. Memberi ASI eksklusif (hanya memberi ASI saja) kepada bayi sejak lahir
sampai berusia 6 bulan. Sesudah bayi berusia 6 bulan diberikan makanan
48

pendamping ASI, dengan pemberian ASI diteruskan sampai anak berusia


2 tahun.
b. Tidak menghentikan ASI untuk mulai suatu metode kontrasepsi.
c. Metode kontrasepsi pada klien menyusui dipilih agar tidak mempengaruhi
ASI atau kesehatan bayi.
Infertilitas pascapersalinan:
a. Ovulasi dapat terjadi dalam waktu 21 hari pascapersaalinan.
b. Pada klien pascapersalinan yang menyusui, masa infertilitas lebih lama.
Namun, kembalinya kesuburan tidak dapat diperkirakan.
Metode Amenorea Laktasi (MAL):
a. Menyusui secara eksklusif merupakan suatu metode kontrasepsi
sementara yang cukup efektif, selama klien belum mendapat haid, dan
waktunya kurang dari 6 bulan pascapersalinan. Efektivitas mencapai
98%.
b. Efektif bila menyusui lebih dari 8 kali sehari dan bayi mendapat cukup
asupan per laktasi.
Kemudian dapat disimpulkan, untuk pasien pascapersaalinan dengan
usia lebih dari 35 tahun dapat menggunakan kontrasepsi jangka panjang atau
kontrasepsi mantap. Jenis kontrasepsi yang aman bagi ibu menyusui ialah:
Tabel 2.3 Metode Kontrasepsi Pascapersalinan untuk Klien Usia >35 Tahun
Metode Waktu Ciri-Ciri Catatan
Kontrasepsi Pascapersalinan Khusus
Kontrasepsi 1.Sebelum 6 Tidak ada Perdarahan
Progestin minggu pengaruh irreguler
pascapersalinan, terhadap ASI. dapat terjadi.
klien menyusui
dapat
menggunakan
kontrasepsi
Progestin, bila
kontrasepsi lain
tidak tersedia
49

atau ditolak.
2. Jika
menggunakan
MAL,
kontrasepsi
progestin dapat
ditunda sampai 6
bln.
3. Jika tidak
menyusui dapat
segera dimulai.
4. Jika tidak
menyusui lebih
dari 6 minggu
pascapersalinan,
atau sudah dapat
haid, kontrasepsi
progestin dapat
dimulai setelah
yakin tidak ada
kehamilan.
AKDR 1.Dapat dipasang 1. Tidak ada 1.Insersi
langsung pasca pengaruh pascaplasenta
plasenta , terhadap ASI. memerlukan
sewaktu seccio 2. Efek samping petugas
seccarea, atau lebih sedikit terlatih
pascapersalinan, pada pasien khusus.
sebelum klien yang menyusui. 2. Konseling
pulang ke rumah. perlu
2. Jika tidak, insersi dilakukan
ditunda sampai sewaktu
4-6 minggu asuhan
pascapersalinan. antenatal.
3. Jika laktasi atau 3.Angka
haid sudah dapat, pencabutan
insersi dilakukan AKDR tahun
sesudah yakin pertama lebih
tidak ada tinggu pada
kehamilan. klien
menyusui.
4. Ekspulsi
spontan lebih
50

tinggi 6-10%
pada
pemasangan
pascaplasenta.
5. Sesudah 4-6
minggu
pascapersalina
n teknik sama
dengan
pemasangan
waktu
interval.
Kontrasepsi 1.Dapat dilakukan 1. Tidak ada 1. Perlu anastesi
mantap: dalam 48 jam pengaruh lokal.
Tubektomi pascapersalinan. terhadap laktasi
atau tumbuh
2. Jika tidak, kembang bayi. 2. Konseling
tunggu sampai 6 sudah harus
minggu 2.Minilaparotomi dilakukan
pascapersalinan. pascapersalina sewaktu
n paling mudah asuhan
dilakukan antenatal.
dalam 48 jam
pascapersalnan

5. Alat Kontrasepsi jangka panjang


AKBK Kontrasepsi hormonal susuk (norplant atau implant)
a. Pengertian
Setiap kapsul susuk KB mengandung 36 mg levonogaestrel yang
akan dikeluarkan setiap harinya sebanyak 80 mg. Konsep mekanisme
kerjanya sebagai progesteron yang dapat menghalangi pengeluaran LH
sehingga tidak terjadi ovulasi, mengentalkan lendir serviks dan menghalangi
migrasi spermatozoa, dan menyebabkan situasi endometrium tidak siap
menjadi tempat nidasi. (manuaba,2010). Dikenal dua macam implant yaitu :
1) Non-biodegredable implant
a) Norplant (6 kapsul), berisi hormon levonogestrel, daya kerja 5
tahun.
Tiap kapsul:
1. Panjang = 34 mm.
51

2. Diameter = 2,4 mm.


3. Berisi 36 levonogestrel.
Sangat efektif mencegah kehamilan selama 5 tahun.
b) Norplant-2 (2 batang) silastic yang padat dan panjang tiap
batangnya 44mm, masing-masing batang diisi dengan 70 mg
levonogestrel di dalam matriks batangnya. daya kerja 3 tahun. Pada
kedua macam implant tersebut, levonogestrel berdifusi melalui
membran silastic dengan kecepatan yang lambat dan konstan.
Dalam 24 jam setelah insersi, kadar hormon sudah cukup efektif
untuk mencegah ovulasi. Pelepasan hormon setiap harinya berkisar
antara 50-85 mcg pada tahun pertama, kemudian menurun sampai
30-35 mcg perhari untuk lima tahun berikutnya.
c) Satu batang, berisi hormon ST-1435, daya kerja 2 tahun.
d) Satu batang, berisi hormon 3-keto desogestrel, daya kerja 2,5 – 4
tahun.
2) Biodegradable implant.
Yang diuji coba saat ini :
a) Capronor
Suatu “kpsul” polymer berisi hormon levonogestrel, dengan daya
kerja 18 bulan.
b) Pellets
Berisi norethindrone dan sejumlah kecil kolester ol, daya kerja 1
tahun.

b. Kontra indikasi Implant


1) Kehamilan/diduga hamil.
2) Perdarahan traktur genitalia yang tidak diketahui penyebabnya.
3) Tromblofeblitis aktif atau penyakit trombo-emboli.
4) Penyakit hati akut.
5) Tumor hati jinak atau ganas.
6) Karsinoma payudara/tersangka karsinoma payudara.
7) Tumor/neoplasma ginekologik.
8) Penyakit jantung, hipertensi, diabetes millitus.

c. Mekanisme kerja implan


52

1) Mencegah ovulasi.
2) Perubahan lendir serviks menjadi kental dan sedikit, sehingga
menghambat pergerakan spermatozoa.
3) Menghambat perkembangan siklus dari endometrium.

d. Efek samping Implant


1) Perubahan pola haid, yang terjadi pada kira-kira 60% akseptor dalam
tahun pertama setelah insersi.
2) Yang paling sering terjadi :
a. Bertambahnya hari perdarahan dalam 1 siklus.
b. Spotting (becak darah).
c. Berkurangnya panjang siklus haid.
d. Amenore, meskipun lebih jarang terjadi dibandingkan perdarahan lama
atau perdarahan bercak.
3) Umunya perubahan haid tersebut tidak mempunyai efek yang
membahayakan diri akseptor. Meskipun terjadi perdarahan lebih sering
daripada biasanya, volume darah yang hilang tetap tidak berubah.
4) Pada sebagian akseptor, perdarahan irreguler akan berkurang dengan
jalnnya waktu.
5) Perdarahan yang hebat jarang sekali terjadi.

Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)


a. Mekanisme kerja lokal AKDR sebagai berikut:
1) AKDR merupakan benda asing dalam rahim sehingga menimbulkan
reaksi benda asing dengan timbunan leukosit, makrofag, dan limfosit.
2) AKDR menimbulkan perubahan pengeluaran cairan, prostaglandin,
yang menghalangi kapasitassi spermatozoa.
3) Pemadatan endometrium oleh leukosit, makrofag, dan limfosit
menyebabkan blastokis mungkin dirusak oleh makrofag dan blastokis
tidak mampu melaksanakan nidasi.
4) Ion Cu yang dikeluarkan ALDR dengan Cupper menyebabkan gangguan
gerak spermatozoa sehingga mengurangi kemampuan untuk laksanakan
konsepsi.
(Manuaba, 2010)
53

b. Kontraindikasi insersi IUD


1) Kontraindikasi absolut :
a) Infeksi pelvis yang aktif (akut atau sub akut), termasuk persangkaan
gonorrhoe atau chlamydia.
b) Kehamilan atau prasangka hamil.
2) Kontra indikasi relatif kuat:
a) Partner seksual yang banyak
b) Partner seksual yang banyak dari partner akseptor IUD.
c) Kesukaran memperoleh pertolongan gawat darurat bila terjadi
komplikasi.
d) Pernah mengalami infeksi pelvis , post partum endometritis atau
abortus febrilis dalam tiga bulan terakhir.
e) Cervicitis akut atau purulent.
f) Kelainan darah yang tidak diketahui sebabnya.
g) Riwayat kehamilan ektopik atau keadaan-keadaan yang
menyebabkan presdisposisi untuk terjadinya kehamilan ektopik.
h) Pernah mengalami infeksi pelvis satu kali dan masih menginginkan
kehamilan selanjutnya.
i) Kelainan pembekuan darah.
j) Penyakit jantung katup.
k) Keganasan endometrium atau serviks.
l) Stenosis serviks yang berat.
m)Endometriosis.
n) Myoma uteri.
o) Polip endometrium.
p) Kelainan kongenital uterus.

c. Efek Samping dan komplikasi IUD


1) Rasa sakit dan perdarahan
Perdarahan yang bertambah banyak, perdarahan yang berlangsung lebih
lama, perdarahan spotting/bercak diluar haid.
2) Embedding dan displacement
3) Infeksikehamilan intrauterin
4) Kehamilan ektopik
5) Ekspulsi
6) Komplikasi lain
54

V. BAYI
A. Konsep Imunisasi
1. Pengertian
Imunisasi berasal dari kata imun yang kebal atau resisten. Jadi
imunisasi adalah suatu tindakan untuk memberikan kekebalan dengan cara
memasukkan vaksin ke dalam tubuh.
a. Kekebalan yang bekerja dalam tubuh bayi dan anak
1) Kekebalan Aktif
Kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh, bekerja untuk menolak
terhadap suatu penyakit tertentu dimana posesnya lambat tapi dapat
bertahan lama.
2) Kekebalan pasif
Kekebalan yang berada dalam tubuh anak, tidak dibuat sendiri tetapi
kekebalan tersebut diperoleh dari zat penolak antibody sehingga proses
mendapatkan antibody berlangsung cepat tetapi tidak bertahan lama,
dapat diperoleh melalui 2 cara yaitu kekebalan pasif alamiah dan
kekebalan pasif buatan

b. Vaksin
Adalah kuman atau racun kuman yang dimasukkan ke dalam tubuh bayi
atau anak yang disebut antigen. Bila ada antigen yang masuk ke dalam
tubuh, maka tubuh akan berusaha menolaknya dengan membuat zat
antibody dan zat anti terhadap kuman disebut antitoksin.

2. Tujuan Imunisasi
a. Tujuan umum Imunisasi (Widodo Parmowandono)
1) Untuk mencegah terjadinya penyakit infeksi tertentu
2) Apabila terjadi penyakit, tidak akan bertambah buruk dan dapat
mencegah segala yang dapat menimbulkan cacat atau kematian.
b. Tujuan khusus imunisasi
Vaksin BCG untuk membuat kekebalan aktif terhadap penyakit TBC
1) Tujuan pemberian vaksin DPT adalah untuk kekebalan aktif terhadap
penyakit difteri, pertusis dan tetanus
55

2) Tujuan pemberian vaksin polio adalah untuk kekebalan aktif terhadap


penyakit polio
3) Vaksin campak untuk membuat kekebalan aktif terhadap penyakit
campak
4) Tujuan pemberian vaksin hepatitis untuk membuat kekebalan aktif
terhadap penyakit hepatitis
c. Sasaran
Semua bayi yang berumur 0-11 bulan dan bayi umur 12-60 bulan

B. Konsep Imunisasi BCG


1. Pengertian
Vaksin BCG adalah vaksin padat yang mengandung kuman bacillus calmette
Guerin yang dibuat dari bibit penyakit hidup yang sudah dilemahkan.

2. Tujuan
Dari pemberian vaksin BCG adalah untuk memberikan kekebalan aktif
terhadap penyakit TBC. Tanda-tandanya antara lain :
a. Batuk lender lebih dari 2 minggu
b. Dahak bercampur darah
c. Radang paru-paru
d. Kurus
e. Cacat pada tulang belakang
f. Cacat pada selaput otak

1. Jadwal pemberian imunisasi BCG


a. Umur 0-2 bulan dengan dosis 0,,5 cc
b. Vaksin ulang pada umur anak 5 tahun
c. Imunisasi yang diberikan pada usia diatas 2 bulan
d. Harus dilakukan tes mantouk terlebih dahulu untuk mengetahui apakah
anak sudah terjangkit penyakit TBC atau tidak
e. Apabila hasilnya positif (+) tidak perlu imunisasi
f. Kekebalan yang diperoleh anak tidak mutlak 100% jadi ada kemungkinan
bayi atau anak akan menderita TBC ringan, akan tetapi terhindar dari TBC
berat. TBC tulang dan TBC selaput otak
56

2. Persyaratan pemberian vaksin


a. Pada bayi dan anak yang seat
b. Vaksin harus disimpan dalam lemari es dan belum lewat masa berlakunya.
c. Pemberian vaksin dengan teknik yang tepat
d. Mengetahui jadwal pemberian vaksin dengan melihat umur dan jenis
imunisasai yang akan diberikan
e. Meneliti jenis vaksin yang akan diberikan
f. Memperhatikan dosis dari vaksin yang akan diberikan

3. Dosis dan cara pemberian


a. Dosis bayi < 1 tahun 0,1 ml, anak diatas 1 tahun 0,1 ml
b. Cara pemberian : Intracutan sepertiga le atas

4. Kontraindikasi pemberian vaksin BCG


a. Anak yang sakit kulit / Infeksi kulit di tempat penyuntikan
b. Anak yang telah terjangkit penyakit TBC atau anak yang menunjukkan
mantoux positif (+)

5. Efek samping pemberian imunisasi BCG


Pada dasarnya pemberian vaksin ini tidak ada efek samping tetapi
reaksi secara normal akan timbul selama 2 minggu seperti pembengkakan
kecil, merah pada tempat penyuntikan yang kemudian akan menjadi abses
kecil dengan garis tengah 100 mm. Luka ini akan sembuh sendiri dan
meninggalkan jaringan perut (SCAR) bergaris tengah 3-7 mm. reaksi yang
lebih cepat jika anak sudah mempunyai kekebalan terhadap penyakit TBC
sehingga akan terjadi pembengkakan yang lebih cepat.

VI. BALITA
A. Definisi Anak Balita
Anak balita (umur 0-5 tahun) adalah salah satu sasaran pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh bidan. Anak baru lahir (umur 0-28 hari) dan bayi
(umur 1-12 bulan) termasuk anak balita. Puskesmas, Puskesmas Pembantu,
Polides memiliki data tentang anak balita di wilayah kerjanya. Data tersebut
57

diperlukan untuk digunakan dalam pelaksanaan pembinaan kesehatan anak balita


baik dilakukan oleh bidan maupun oleh tenaga kesehatan lainnya.
Salah satu upaya untuk mengurangi angka kesakitan dan kematian anak
balita adalah dengan melakukan pemeliharaan kesehatan. Pemeliharaan anak
balita dititik beratkan kepada upaya pencegah dan peningkatan kesehatan dari
pada pengobatan dan rehabilitas. Bidan yang bekerja dibidan komunitas
melakukan kegiatan pelayanan kesehatan anak balita ini dirumah (keluarga),
puskesmas/puskesmas pembantu, posyandu, polides dan taman kanak-kanak.
Pelayanan yang diberikan antara lain :
1. Pemeriksaan kesehatan anak balita secara berkala
2. Penyuluhan pada orang tua menyangkut perbaikan gizi, perbaikan kesehatan
lingkungan, pengawasan tumbuh kembang anak
3. Immunisasi dan upaya pencegahan penyakit lainnya
4. Identifikasi tanda kelainan dan penyakit yang mungkin timbul pada bayi dan
cara menanggulanginya

B. Kunjungan Anak Balita


Bidan berkewajiban mengunjungi bayi yang ditolongnya atau ditolong
oleh dukun dibawah pengawasan bidan di rumah. Kunjungan ini dilakukan pada
minggu pertama setelah persalinan. Untuk selanjutnya bayi dapat di bawa dimana
bidan bekerja. Anak berumur sampai 5 bulan diperiksa setiap bulan, kemudian
pemeriksaan dilakukan setiap 2 bulan sampai anak berumur 12 bulan, setelah itu
pemeriksaan setiap 6 bulan sampai anak berumur 24 bulan, selanjutnya
pemeriksaan dilakukan sekali dalam setahun.
Segala kegiatan dicatat sebagai dokumentasi pelayanan, beberapa hal
yang perlu dilakukan dalam kunjungan rumah minggu pertama setelah persalinan
antara lain :
1. Pemeriksaan mata untuk mengetahui adanya infeksi
58

2. Pemeriksaan tali pusat untuk mengetahui apakah terjadi pendarahan atau


infeksi
3. Pemeriksaan kebersihan alat kelamin
4. Pemeriksaan mekonium tinja

C. Pemeriksaan Kesehatan Anak Balita


Kegiatan ini dilakukan dengan pendekatan manajemen kebidanan,
langkah pertama ialah mengidentifikasi kondisi kesehatan anak dengan
melakukan wawancara tetang riwayat kesehatan anaknya. Bagaimanapun
hubungan ibu, keluarga dengan anak yang diperiksa juga ditanyakan. Setelah
informasi dari ibu atau pengasuhnya dicatat maka dilakukan pemeriksaan fisik
anak tersebut yang dimulai dengan observasi dan kemudian pemeriksaan fisik.
Kegiatan obervasi dilakukan untuk kmengetahui keadaan umum :

1. Bagaimana postur tubuhnya


2. Apakah dalam keadaan tenang, mengantuk atau gelisah
Pemeriksaan fisik anak selanjutnya dilakukan mulai dari ujung rambut
sampai kekaki, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan fisik
adalah :
1. Anak diperiksa dalam keadaan tanpa berpakaian kecuali popok atau celana
dalam
2. Bila anak gelisah pemeriksaan dilakukan dalam pangkuan ibu
3. Ibu diminta membantu dalam proses pemeriksaan agar berjalan lancar
4. Berikan pengertian pada anak yang sudah besar dan mengerti tentang
pemeriksaan
5. Denyut nadi, suhu nafas jangan lupa diperiksa

D. Kartu Menuju Sehat (KMS)


59

Salah satu cara menilai keadaan gizi anak – anak secara cepat dan mudah
ialah pengukuran berat badan. Keadaan gizi anak di bawah 5 tahun merupakan
indikator keadaan gizi masyarakat. Penilaian tersebut dapat dilakukan dengan
menggunakan Kartu Menuju Sehat (KMS). Dengan KMS dapat dinilai keadaan
gizi dan pertumbuhan bayi dan anak sampai berumur 5 tahun.
1. Cara menimbang berat dengan memakai timbangan bayi atau cincin
Bila anak sukar ditimbang, sebab anak masih terlalu kecil atau takut,
sebaiknya ditimbang bersama ibunya dengan menggunakan timbangan
dewasa (detecto). Berat badan anak dapat diketahui dari selisih antara berat
badan ibu tambah anak dengan berat badan ibu.
2. Cara menilai keadaan gizi anak
Dengan menggunakan KMS yaitu :
Bila titik pertemuan berada dalam daerah hijau, berarti keadaan gizi anak
adalah baik bila dalam daerah merah berarti keadaan gizi anak buruk. Dalam
hal titik pertemuan berada di atas daerah hijau hendaknya dimintakan
nasehat dari dokter. Untuk menilai perkembangan atau pertumbuhan anak,
hendaknya diadakan penimbangan setiap bulan. Bila titik hasil penimbangan
ini dihubungkan, maka terbentuklah satu garis pertumbuhan. Pertumbuhan
yang baik bila paris pertumbuhan anak berada dalam daerah hijau dan sejajar
dengan garis pertumbuhan atau mengarah kedaerah hijau.

E. Imunisasi
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan untuk memperoleh kekebalan
tubuh manusia terhadap penyakit tertentu. Proses imunisasi adalah memasukkan
faksin atau serum ke dalam tubuh manusia, melalui oral atau suntikan. Tubuh
dirangsang untuk membentuk anti bodi yang dapat memproduksi anti toksin.
Kehadiran antitoksin dapat menetralisir toksin yang dikeluarkan oleh kuman
penyakit yang masuk ke dalam tubuh manusia.
60

Sebenarnya secara fisiologis proses imunisasi ke dalam tubuh manusia.


Tubuh dapat membentuk antibodi yang dapat memproduksi anti toksin bila
terjadi infeksi, akan tetapi kemampuan terbatas, maka dilakukan imunisasi
buatan (arti fisial). Di Indonesia beberapa penyakit yang dicegah melalui
imunisasi.
Saat ini ada tujuh penyakit di Indonesia yang termasuk program
imunisasi, penyakit tersebut adalah difteri, pertusis, tetanus, poliumyelitis,
tuberculosis, campak dan hepatitis B. Sedangkan cacar tidak lagi. Dunia bebas
dari cacar sejak tahun 1980. Indonesia bebas cacar sejak tahun 1974.
a. Difteri
Penyebabnya adalah Corynebacterium tipe grafis, mitis, dan intermedius.
Difteri menular melalu partikel yang tercemar. Data obyektif adalah
terbentuknya membrane pada hidung larynx dan saluran nafas bagian atas.
Pembengkakan kelanjar terjadi pada penduduk ekonomi lemah. Difteri pada
kulit terutama di temukan pada anak – anak. Imunisasi yang dilakukan adalah
pemberian DPT (Difteri Pertusis Tetanus) pada bayi dan DT (Defteri Tetanus)
diberikan pada anak SD kelas 1. angka rata – rata kematian pada penyakit ini
5 – 15%.
b. Pertusis
Penyebab penyakit ini adalah bakteri Bordetelia Pertusis. Gejala awal berupa
pilek dan batuk. Kemudian berlangsung batuk panjang. Penderita kadang –
kadang batuk sampai muntah. Penyakit ini dapat menyebakan kematian akibat
komplikasi pneumonia dan encophalopathy. Kematian sering terjadi pada
anak umur 1 tahun. Penularan biasanya melalui kontak erat. Angka kematian
kasus ini (case fatality rate) On 5%, tanpa program imunisasi maka
“Attacrate” mencapai 80 per 1000 kelahiran hidup. Insidens pertusis pada bayi
dibawah umur 6 bulan cukup tinggi. Imunisasi dilakukan dengan pemberian
DPT atau DT.
61

c. Tetanus
Kuman penyebab penyakit ini adalah elostridium tetani. Infeksi terjadi
melalui luka. Spora tetanus masuk ke dalam luka. Berkembang biak dalam
suasana anaerobic dan membentuk toksin. Tetanus neonatorolim terjadi akibat
infeksi pada luka bekas potongan tali pusat. Gejala khas adalah kejang-kejang,
wajah menyeringai, mulut terkancing. Tanpa program imunisasi “Attack rate”
sebesar 20 per 1000 kelahiran hidup. Case fatality rate berfareasi menurut
umur masa inkubasi dan pengobatan antara 30% sampai 90%. Kekebalan pada
tetanus hanya diperoleh melalui faksinasi lengkap.
d. Poliomylitis
Penyebab penyakit ini adalah virus polio tipe 1,2, dan 3. Gejala awal tidak
spesifik yaitu batuk dan demam ringan. Kelumpuhan terjadinya biasanya tidak
simetris pada anggota gerak badan tanpa menggangu sensibilitas kelumpuhan
otot pernafasan dan otot menelan. Sekitar 15% penderita dapat sembuh dalam
waktu 6 minggu dan sisanya menetap meninggalkan atrphy otot. Penularan
virus polio secara fecal oral atau droplet sangat cepat terutama didaerah
pemukiman padat dan sanitasi kurang.
Attack rate bila tanpa program imunisasi 37,24 per 100.000 anak umur 0 – 4
tahun. Case fatality rate sekitar 6% antibody maternal dari ibu hanya
melindungi anak yang dilahirkan dalam menggunakan yang pertama.
Pencegahan dengan vaksin polio triwulan adalah cara efektif dan efisien.
e. Tuberkulosis
Penyakit ini disebabkan oleh Mycobacterium tuberkulosa. Penyakit ini sering
ditemukan pada masyrakat golongan ekonomi rendah. Beberapa organ tubuh
sering terkena penyakit ini seperti paru – paru, kulit, tulang, sendi, selaput
otak, usus serta ginjal. Cara penularan melalui droplet terutama di daerah
padat penduduk. Resiko menderita penyakit ini tinggi pada usia dibawah 3
tahun. Vaksin pencegahan penyakit ini adalah BCG (Bacille Calmette Geurin).
f. Campak
62

Penyebab penyakit ini adalah selama disertai konjungtifitis. Tanda khas adalah
berupa bercak merah pada kulit dimulai dari dahi dan belakang telinga,
kemudian kemuka, badan dan anggota badan. Setelah 3 – 4 hari rash (bercak
merah kulit) menghilang meninggalkan bercak hiperpigmentasi sampai 1 – 2
minggu diakhiri dengan kulit mengelupas.
Gejala diatas perlu diperhatikan betul karena ada penyakit yang mirip dengan
campak disebut “measles like syndrome”. Untuk penyakit ini perlu diberi
imunisasi. Tingkat penularan campak tinggi, tanpa program imunisasi attack
rate 93,5 per 1000 kelahiran hidup. Kekebalan maternal yang dibawa anak
berangsur berkurang dan menghilang sampai berumur 9 bulan walaupun
demikian ditemukan kasus morbilli pada bayi umur 4,5 bulan.
Komplikasi terjadi 30% menderita botitis media, konjungtiva berat, enteritis
dan penumonia. Penderita mobile sering mengalami kurang gizi. Cose fatality
rate 3,5% dan dapat mencapai 40% pada penderita gizi buruk. Pemberian
vaksin campak satu kali dapat memberi kekebalan lebih dari 14 tahun

g. Hepatitis B
Penyebab penyakit ini adalah virus hepatitis B gejalanya tidak khas seperti
anorekia, nause, kadang-kadang timbul ikterus. Indonesia termasuk wilayah
edemic tinggi sampai sedang, carier rate, HB sag bervariasi antara 5-20%.
Kelompok resiko tinggi adalah anak dan ibu mengidap hepatitis B (70-90%)
pencandu narkotik, tenaga medis dan para medis, pasien hemodialisa, pekerja
laboratorium, pemakai jasa atau petugas akupuntus. Penularan dari ibu dapat
langsung pada janin.
Cose fatality rate hepatitis B lebih kecil 1% pencegahan yang aplinh efektif
adalah imunisasi hepatitis B (HB) terutama pada neonatus.

F. Kebijakan Imunisasi
63

Beberapa kebijakan operasional imunisasi yang ditetapkan oleh pemerintah antara


lain :
1. Jangkauan pelayanan ditingkatkan, semua puskesmas dan puskesmas
pembantu memberikan pelayanan imunisasi.
2. Skrining secara ketat dilaksanakan untuk menghindarkan hilangnya
kesempatan imunisasi
3. Pelaksanaan program dilaksanakan secara efisien untuk menekan drop out
4. Satu jarum dan satu syringe steril digunakan tiap suntikan
5. Supervise dilakukan dengan check list secara rutin
6. Penyuluhan dilakukan untuk menunjang program
7. Dampak program terhadap penyakit yang dapat diatasi melalui imunisasi
Pemantauan kegiatan imunisasi secara lintas program dan sector

VII. KESEHATAN REPRODUKSI


A. Definisi
Haid atau menstruasi merupakan perdarahan periodik dan siklik dari
uterus, disertai pelepasan endometrium (menurut Prawirohardjo, 2010). Secara
normal menstruasi berlangsung pada usia 10-19 tahun, disamping itu proses
terjadinya menstruasi dipengaruhi oleh beberapa hal diantaranya gizi, penyakit,
cara hidup, sosial budaya dan rangsangan-rangsangan dari luar.
Panjang siklus haid adalah jarak antara tanggal mulainya haid yang lalu
dan mulainya haid berikutnya, panjang siklus yang normal atau dianggap sebagai
siklus haid yang klasik ialah 28 hari, tetapi variasinya cukup luas, bukan saja
antara beberapa wanita tetapi juga pada wanita yang sama. Rata-rata panjang
siklus haid dipengaruhi oleh usia seseorang. Rata-rata panjang siklus haid pada
gadis usia 12 tahun adalah 25,1 hari, pada wanita usia 43 tahun 27,1 hari, pada
wanita wanita usia 55 tahun 51,9 hari. Lamanya haid biasanya antara 3-5 hari, ada
yang 1-2 hari diikuti darah sedikit-dikit dan ada yang sampai 7-8 hari. Pada setiap
wanita biasanya lama haidnya tetap (Prawirohardjo, 2014).
64

Dismenorea adalah nyeri haid menjelang atau selama haid, berupa rasa
tidak enak diperut bagian bawah dan seringkali diiringi dengan rasa mual.
Dismenorea atau nyeri haid mungkin merupakan suatu gejala yang paling sering
menyebabkan wanita-wanita mudah pergi ke dokter untuk konsultasi dan
pengobatan. Karena gangguan ini sifatnya subyektif, walaupun frekuensi
dismenorea cukup tinggi dan penyakit ini sudah lama dikenal, namun sampai
sekarang patogenesisnya belum dapat dipecahkan dengan memuaskan.
(Prawirohardjo, 2014).

B. Etiologi
Penyebab pasti dismenorea primer belum diketahui. Diduga faktor psikis
sangat berperan terhadap timbulnya nyeri. Dismenorea primer umumnya
dijumpai pada wanita dengan siklus haid berovulasi. Penyebab tersering
dismenorea sekunder adalah endometriosis dan infeksi kronik genetalia enternal.

C. Manifestasi Klinis
Dismenorea Primer
1. Usia lebih muda
2. Timbul setelah terjadinya siklus haid yang teratur
3. Sering pada nulipara
4. Nyeri sering terasa sebagai kejang uterus dan spastik
5. Nyeri timbul mendahului haid dan meningkat pada hari pertama atau hari
kedua haid
6. Tidak dijumpai keadaan patologi pelvik
7. Sering memberikan respon terhadap pengobatan medikamentosa
8. Pemeriksaan Pelvik normal
9. Sering disertai nausea, muntah, diare, kelelahan dan nyeri kepala

Dismenorea Sekunder
65

1. Usia lebih tua


2. Cenderung timbul setelah dua tahun siklus haid teratur
3. Tidak berhubungan siklus dengan paritas
4. Nyeri sering terasa terus menerus setiap tahun
5. Nyeri dimulai saat haid dan meningkat bersama dengan keluarnya darah
6. Berhubungan dengan kelainan pelvik
7. Tidak berhubungan dengan ovulasi
8. Seringkali memerlukan tindakan operatif
9. Terdapat kelainan pelvik

D. Potofisiologi
1. Dismenorea Primer
Dismenorea primer (primary dysmenorrhea) biasanya terjadi dalam 6-
12 bulan pertama setelah menarche (haid pertama) segera setelah siklus
ovulasi teratur (regular ovulatory cycle) ditetapkan/ditentukan. Selama
menstruasi, sel-sel endometrium yang terkelupas (sloughing endometrial cells)
melepaskan prostaglandin, yang menyebabkan iskemia uterus melalui
kontraksi miometrium dan vasokonstriksi. Peningkatan kadar prostaglandin
telah terbukti ditemukan pada cairan haid (menstrual fluid) pada wanita
dengan dismenorea berat (severe dysmenorrhea). Kadar ini memang
meningkat terutama selama dua hari pertama menstruasi. Vasopressin juga
memiliki peran yang sama.
Riset terbaru menunjukkan bahwa patogenesis dismenorea primer
adalah karena prostaglandin F2alpha (PGF2alpha), suatu stimulan
miometrium yang kuat (a potent myometrial stimulant) dan vasoconstrictor,
yang ada di endometrium sekretori (Willman, 1976). Respon terhadap
inhibitor prostaglandin pada pasien dengan dismenorea mendukung
pernyataan bahwa dismenorea diperantarai oleh prostaglandin (prostaglandin
mediated). Banyak bukti kuat menghubungkan dismenorea dengan kontraksi
66

uterus yang memanjang (prolonged uterine contractions) dan penurunan aliran


darah ke miometrium.
Kadar prostaglandin yang meningkat ditemukan di cairan
endometrium (endometrial fluid) wanita dengan dismenorea dan berhubungan
baik dengan derajat nyeri. Peningkatan endometrial prostaglandin sebanyak 3
kali lipat terjadi dari fase folikuler menuju fase luteal, dengan peningkatan
lebih lanjut yang terjadi selama menstruasi. Peningkatan prostaglandin di
endometrium yang mengikuti penurunan progesterone pada akhir fase luteal
menimbulkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus yang
berlebihan.
Leukotriene juga telah diterima (postulated) untuk mempertinggi
sensitivitas nyeri serabut (pain fibers) di uterus (Helsa, 1992). Jumlah
leukotriene yang bermakna (significant) telah dipertunjukkan di endometrium
wanita dengan dismenorea primer yang tidak berespon terhadap pengobatan
dengan antagonis prostaglandin.
Hormon pituitari posterior, vasopressin, terlibat pada hipersensitivitas
miometrium, mereduksi (mengurangi) aliran darah uterus, dan nyeri (pain)
pada penderita dismenorea primer (Akerlund, 1979). Peranan vasopressin di
endometrium dapat berhubungan dengan sintesis dan pelepasan prostaglandin.

2. Dismenorea Sekunder
Dismenorea sekunder (secondary dysmenorrhea) dapat terjadi kapan
saja setelah menarche (haid pertama), namun paling sering muncul di usia 20-
an atau 30-an, setelah tahun-tahun normal, siklus tanpa nyeri (relatively
painless cycles). Peningkatan prostaglandin dapat berperan pada dismenorea
sekunder, namun, secara pengertian (by definition), penyakit pelvis yang
menyertai (concomitant pelvic pathology) haruslah ada. Penyebab yang umum
termasuk: endometriosis, leiomyomata (fibroid), adenomyosis, polip
67

endometrium, chronic pelvic inflammatory disease, dan penggunaan peralatan


kontrasepsi atau IUD (intrauterine device).
Karim Anton Calis (2006) mengemukakan sejumlah faktor yang
terlibat dalam patogenesis dismenorea sekunder. Kondisi patologis pelvis
berikut ini dapat memicu atau mencetuskan dismenorea sekunder :
a. Endometriosis
b. Pelvic inflammatory disease
c. Tumor dan kista ovarium
d. Oklusi atau stenosis servikal
e. Adenomyosis
f. Fibroids
g. Uterine polyps
h. Intrauterine adhesions
i. Congenital malformations (misalnya: bicornate uterus, subseptate uterus)
j. Intrauterin contraceptive device
k. Transverse vaginal septum
l. Pelvic congestion syndrome

E. Diagnosis
Dibuat dari keluhan-keluhan yang timbul, selalu berhubungan dengan haid. Pada
dugaan adanya endometriosis maupun infeksi kronik perlu dilakukan laparoskopi
diagnostik (Kapitaselekta, 2001).

F. Penatalaksanaan
1. Penerangan dan Nasehat
Perlu dijelaskan kepada penderita bahwa dismenorea adalah gangguan yang
tidak berbahaya untuk kesehatan. Nasehat-nasehat mengenai makanan sehat,
istirahat yang cukup dan olahraga mungkin berguna. Kadang-kadang
diperlukan psikoterapi.
68

2. Pemberian Obat Analgesik


Jika rasa nyerinya berat, diperlukan istirahat ditempat tidur dan kompres
panas pada bagian perut bawah untuk mengurangi rasa sakit. Obat analgesik
yang sering diberikan adalah preparat kombinasi aspirin, fenasetin dan kafein.
Contohnya acet-aminophen, postan dan novalgin.
3. Terapi Hormonal
Tujuan terapi hormonal adalah menekan ovulasi. Tindakan ini bersifat
sementara dengan maksud untuk membuktikan bahwa gangguan merupakan
dismenorea primer. Tujuan ini dapat dicapai dengan pemberian pil kombinasi
kontrasepsi

Anda mungkin juga menyukai