Anda di halaman 1dari 57

BAB I

PENDAHUUAN

Persalinan merupakan suatu proses fisiologis yang dialami oleh perempuan. Pada

proses ini terjadi serangkaian perubahan besar yang terjadi pada ibu untuk dapat melahirkan

janinnya melalui jalan lahir. Tujuan dari pengelolaan proses persalinan adalah mendorong

kelahiran yang aman bagi ibu dan bayi sehingga dibutuhkan peran petugas kesehatan untuk

mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan bayi, sebab

kematian ibu dan bayi sering terjadi terutama saat proses persalinan.1

Menurut data World Health Organization (WHO), angka kematian ibu di dunia pada

tahun 2015 adalah 216 per 100.000 kelahiran hidup atau diperkirakan jumlah kematian

ibu adalah 303.000 kematian dengan jumlah tertinggi berada di negara berkembang yaitu

sebesar 302.000 kematian.2

Angka Kematian Ibu (AKI) akibat persalinan di Indonesia juga masih cukup tinggi

yaitu 359/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 19/1.000 kelahiran

hidup. Penyebab langsung kematian ibu adalah partus lama / partus tak maju 5 % ,

perdarahan 35 %, eklamsia 27 %, infeksi 7.3 %.3

Partus lama atau persalinan tidak maju dapat membahayakan jiwa ibu karena pada

partus lama resiko terjadinya pendarahan postpartum akan meningkat dan bila penyebab

partus lama adalah akibat disproporsi panggul, maka resiko terjadinya ruptur uteri akan

meningkat dan hal ini akan mengakibatkan kematian ibu dan juga janin dalam waktu yang

singkat .1

1
Selain itu his yang tidak efisien atau adekuat akan mengakibatkan vasokontriksi

plasenta, dengan adanya gangguan fungsi plasenta akan mengakibatkan suplai O2 ke janin

berkurang, serta perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim mengalami kelainan,

selanjutnya dapat mengalami distress janin, maka kesejahteraan janin akan terganggu. Kala I

fase laten yang memanjang, uterus cenderung berada pada status hypertonik, ini dapat

mengakibatkan kontraksi tidak adekuat dan hanya ringan (kurang dari 15 mm Hg pada layar

monitor), oleh karena itu kontraksi uterus menjadi tidak efektif. Fase aktif memanjang

apabila kualitas dan durasi kontraksinya bagus tetapi tibatiba yang terjadi dilatasi lemah maka

kontraksi menjadi jarang dan lemah serta dilatasi dapat berhenti. Jika ini terjadi dan didukung

oleh kontraksi yang hipertonik maka dapat mengakibatkan rupture membran.1

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Persalinan

Persalinan adalah proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan atau berupaya

mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih dapat hidup

diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan.5

Pembagian Persalinan Menurut cara persalinan dibagi menjadi :

 Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan

cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang

kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu

berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan

tanpa komplikasi.

 Persalinan abnormal adalah persalinan pervaginam dengan bantuan alat-alat maupun

melalui dinding perut dengan operasi caesarea.

B. Tanda- tanda Persalinan

a. Kontraksi(his)

Ibu terasa kencang kencang sering, teratur dengan nyeri dijalarkan dari pinggang ke

paha. Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon oksitosin yang secara fisiologis

membantu dalam proses pengeluaran janin.

Ada 2 macam kontraksi yang pertama kontraksi palsu (braxton hicks) dan kontraksi

yang sebenarnya. Pada kontraksi berlangsung sebentar, tidak terlalu sering dan tidak

teratur, semakin lama tidak ada peningkatan kekuatan kontraksi, sedangkan kontraksi

3
yang sebeanrnya bila ibu hamil merasakan kencang kencag makin sering, waktunya

semakin lama, dan makin kuat terasa, diserta mulas atau nyeri seperti kram perut. Perut

bumil juga semakin kencang. Kontraksi bersifat fundal recumbent/ nyeri yang dirasakan

terjadi pada bagian atas atau bagian tengah perut atas atau puncak kehamilan (fundus),

pinggang dan panggul serta perut bagian bawah. Tidak semua ibu hamil mengalami

kontraksi (his) palsu. Kontraksi ini merupakan hak normal untuk mempersiapkan rahim

untuk bersiap mengadapi persalinan.7

b. Pembukaan serviks

Terjadi pembukaan serviks, primi (pertama hamil)>1,8cm dan multi (lebih dari satu

kali hamil) 2,2 cm.

Biasanya pada ibu hamil dengan kehamilan pertama, terjadinya pembukaan ini disertai

nyeri perut. Sedangkan pada kehamilan anak kedua dan selanjutnya, pembukaan biaanya

tampa di iringi nyeri. Rasa nyeri terjadi karena adanya tekanan panggul saat kepala janin

turun ke area tulang panggul sebagai akibat melunaknya rahim. Untuk memastikan telah

terjadi pembukaan, tenaga medis biaanya akan melakukan pemeriksaan dalam (vaginal

touche).4

c. Pecahnya ketuban dan keluarnya bloody show

Dalam bahasa medis disebut blody show karena lendir ini bercampur darah. Itu

terjadi karena pasa saat menjelang peralinan terjadi pelunakan, pelebaran dan penipisan

mulut rahim. Bloody show seperti lendir yang kental dan bercampur 6

darah yang ada dileher rahim tersebutakan keluar sebagai akibat terpiahnya membran

selaput yang mengelilingi janin dan cairan ketuban mulai memisah dari dinding rahim.

Tanda selanjutnya pecahnya ketuban, didalam selaput ketuban (korioamnion) yang

membungkus janin, terdapat cairan ketuban sebagai bantalan bagi janin agar terlindungi,

bisa bergerak bebas dan terhindar dari trauma luar.

4
Cairan ketuban umumnya berwarna bening, tidak berbau, dan akan terus keluar sampai akan

melahirkan.9

C. Faktor-Faktor Dalam Persalinan :

 Tenaga atau Kekuatan (power): his (kontraksi uterus), kontraksi otot dinding perut,

kontraksi diafragma pelvis, ketegangan, kontraksi ligamentum rotundum, efektivitas

kekuatan mendorong dan lama persalinan.

 Janin (passanger): letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak plasenta.

 Jalan Lahir (passage): ukuran dan tipe panggul, kemampuan serviks untuk membuka,

kemampuan kanalis vaginalis dan introitus vagina untuk memanjang.1

D. Fisiologi persalinan

In partu adalah proses dimulainya persalinan, yang ditandai dengan adanya penipisan

dan pembukaan serviks, kontraksi uterus yang menyebabkan perubahan pada serviks yaitu

dengan frekuensi minimal 2 kali setiap 10 menit serta adanya bloody show.

Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam

uterus melalui vagina ke dunia luar.

Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan

10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh

karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengejan janin didorong ke luar sampai lahir.

Dalam Kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV

mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala itu harus diobservasi ada

tidaknya perdarahan postpartum.1

Kala I

Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut

mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini

5
berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar.

Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis

servikalis itu pecah karena pergeseran-pergeseran ketika serviks membuka.

Proses membukanya serviks sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase.

1. Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai

mencapai ukuran diameter 3 cm.

2. Fase Aktif : Dibagi dalam 3 fase lagi, yakni :

 Fase Akselerasi : Dalam waktu 2 jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm.

 Fase Dilatasi Maksimal : Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat,

dari 4 cm menjadi 9 cm.

 Fase Deselerasi : Pembukaan menjadi lambat kembali. Dalam waktu 2 jam

pembukaan dari 9 cm menjadi lengkap.8

Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun terjadi

demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.

Mekanisme membukanya serviks berbeda antara pada primigravida dan multigravida.

Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan

mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida

ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta

penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Kala I selesai apabila

pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13

jam, sedangkan pada multipara kira-kira 7 jam.5

Kala II

Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.

Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his

dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa

6
mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rektum dan hendak buang air besar.

Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai

membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila

dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan

his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput dibawah

simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai

lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung

rata-rata 1,5 jam dan pada multipara rata-rata 0,5 jam.1

Kala III

Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.

Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari

dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar

spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan

pengeluaran darah. 4 Lama kala 3 dalam primi yaitu 10 menit sedangkan multi yaitu 10 menit.

Kala IV

Dimulai setelah lahirnya placenta dan berakhirnya 2 jam setelahnya. Dalam kala IV

ini penderita masih membutuhkan pengawasan yang intensif karena pendarahan akibat atonia

uteri masih mengancam dan lakukan observasi tekanan darah, nadi, pernafasan dan kontraksi

uterus.1 Hal yang perlu diperhatikan:

 Nyeri perineum

 Distensi kandung kemih

E. MEKANISME PERSALINAN NORMAL

1. Engagement

7
Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati PAP. Terdiri dari

normal sinlitismus, asinklitismus anterior dan asinklitismus posterior.

 Normal sinlitismus

Sutura sagitalis tepat diantara simfisis pubis dan sacrum

 Asinklitismus anterior

Sutura sagitalis lebih dekat ke arah sacrum

 Asinklitismus posterior

Sutura sagitalis lebih dekat kearah simfisis pubis

Gambar. Engagement

2. Fleksi

Fleksi yaiut posisi dagu bayi menempel dada dan ubun-ubun kecil lebih rendah

dari ubun-ubun besar. Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan serviks,

dinding panggul dan otot dasar panggul.

Gambar. Fleksi

8
3. Desensus

Pada nulipara, engagement terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut sampai awal

kala II, sedangkan pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan dilatasi

serviks10

Penyebab terjadinya desensus diantaranya yaitu:

 Tekanan cairan amnion

 Tekanan langsung oleh fundus uteri pada bokong

 Usaha meneran ibu

 Gerakan ekstensi tubuh janin

Gambar. Desensus

4. Putaran Paksi Dalam

Kepala yang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang ke atas

ke bawah depan. Kombinasi elastisitas diafragma pelvis dan tekanan intrauterin

oleh his yang berulang-ulang menyebabkan kepala mengadakan rotasi, ubun-ubun

kecil berputar ke arah depan dibawah simfisis

5. Ekstensi

9
Setelah kepala lahir muka janin dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah

dan cairan amnion. Mulut dibersihkan dahulu sebelum melakukan pembersihan

hidung. Setelah itu bebaskan lilitan tali pusat dengan pemotongan diantara 2 klem.
10

Gambar. Putaran Paksi Dalam dan Ekstensi

6. Putaran Paksi Luar

Gerakan kembali sebelum putaran paksi dalam terjadi, untuk menyesuaikan

kedudukan kepala dengan punggung anak. Seelah kepala lahir, terjadi putaran

paksi luar (restitusi) yang menyebabakan posisi kepala kembali pada posisi saat

engagement terjadi didalam jalan lahir. Setelah putaran paksi luar kepala, bahu

mengalami desensus ke dalam panggunl dengan cara seperti yang terjadu pada

desensus kepala. Bahu anterior akan mengalami putaran paksi dalam sejauh 45°

menuju arcus pubis sebelum dapat lahir dibawah simfisis. 10

10
Gambar. Putaran Paksi Luar

7. Ekspulsi

Bahu melintasi PAP dalam keadaan miring, menyesuaikan dengan bentuk panggul,

sehingga didasar panggul, apabila kepala telah lahir, bahu berada dalam posisi

depan-belakang, bahu depan lahir lebih dahulu, baru kemudian bahu belakang.10

Gambar. Ekspulsi

F. PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan persalinan kala 1

11
1. Berikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi pasien

2. Berikan informasi mengenai jalannya proses persalinan kepada pasien dan

pendampingnya.

3. Pengamatan kesehatan janin selama persalinan

o Pada kasus persalinan resiko rendah, pada kala I DJJ diperiksa setiap 30

menit dan pada kala II setiap 15 menit setelah berakhirnya kontraksi uterus

( his ).

o Pada kasus persalinan resiko tinggi, pada kala I DJJ diperiksa dengan

frekuensi yang lebih sering (setiap 15 menit ) dan pada kala II setiap 5 menit.1

4. Pengamatan kontraksi uterus

o Meskipun dapat ditentukan dengan menggunakan kardiotokografi, namun

penilaian kualitas his dapat pula dilakukan secara manual dengan telapak

tangan penolong persalinan yang diletakkan diatas abdomen (uterus) pasien..

5. Tanda vital ibu

o Suhu tubuh, nadi dan tekanan darah dinilai setiap 4 jam.

o Bila selaput ketuban sudah pecah dan suhu tubuh

sekitar 37.50 C (“borderline”) maka pemeriksaan suhu tubuh dilakukan setiap

jam.

o Bila ketuban pecah lebih dari 18 jam, berikan antibiotika profilaksis.

6. Pemeriksaan VT berikut

o Pada kala I keperluan dalam menilai status servik, stasion dan posisi bagian

terendah janin sangat bervariasi.

o Umumnya pemeriksaan dalam (VT) untuk menilai kemajuan persalinan

dilakukan tiap 4 jam.

12
o Indikasi pemeriksaan dalam diluar waktu yang rutin diatas adalah:

 Menentukan fase persalinan.

 Saat ketuban pecah dengan bagian terendah janin masih belum masuk

pintu atas panggul.

 Ibu merasa ingin meneran.

 Detik jantung janin mendadak menjadi buruk (< 120 atau > 160 dpm).9

2. Makanan oral

o Sebaiknya pasien tidak mengkonsumsi makanan padat selama persalinan fase

aktif dan kala II. Pengosongan lambung saat persalinan aktif berlangsung

sangat lambat.

o Penyerapan obat peroral berlangsung lambat sehingga terdapat bahaya aspirasi

saat parturien muntah.

o Pada saat persalinan aktif, pasien masih diperkenankan untuk mengkonsumsi

makanan cair.

3. Cairan intravena

o Keuntungan pemberian cairan intravena selama inpartu:

 Bilamana pada kala III dibutuhkan pemberian oksitosin profilaksis

pada kasus atonia uteri.

 Pemberian cairan glukosa, natrium dan air dengan jumlah 60–120 ml

per jam dapat mencegah terjadinya dehidrasi dan asidosis pada ibu.9

2. Posisi ibu selama persalinan

o Pasien diberikan kebebasan sepenuhnya untuk memilih posisi yang paling

nyaman bagi dirinya.

o Berjalan pada saat inpartu tidak selalu merupakan kontraindikasi.

13
3. Analgesia

o Kebutuhan analgesia selama persalinan tergantung atas permintaan pasien.

4. Lengkapi partogram

o Keadaan umum parturien ( tekanan darah, nadi, suhu, pernafasan ).

o Pengamatan frekuensi – durasi – intensitas his.

o Pemberian cairan intravena.

o Pemberian obat-obatan.

5. Amniotomi

o Bila selaput ketuban masih utuh, meskipun pada persalinan yang diperkirakan

normal terdapat kecenderungan kuat pada diri dokter yang bekerja di beberapa

pusat kesehatan untuk melakukan amniotomi dengan alasan:

 Persalinan akan berlangsung lebih cepat.

 Deteksi dini keadaan air ketuban yang bercampur mekonium ( yang

merupakan indikasi adanya gawat janin ) berlangsung lebih cepat.

 Kesempatan untuk melakukan pemasangan elektrode pada kulit kepala

janin dan prosedur pengukuran tekanan intrauterin.

o Namun harus dingat bahwa tindakan amniotomi dini memerlukan observasi

yang teramat ketat sehingga tidak layak dilakukan sebagai tindakan rutin.

6. Fungsi kandung kemih

o Distensi kandung kemih selama persalinan harus dihindari oleh karena dapat:

 Menghambat penurunan kepala janin

 Menyebabkan hipotonia dan infeksi kandung kemih

14
 Carley dkk (2002) menemukan bahwa 51 dari 11.322 persalinan

pervaginam mengalami komplikasi retensio urinae ( 1 : 200

persalinan).

 Faktor resiko terjadinya retensio urinae pasca persalinan:

 Persalinan pervaginam operatif

 Pemberian analgesia regional

Penatalaksanaan persalinan kala II

1. Persiapan :

1. Persiapan set “pertolongan persalinan” lengkap.

2. Meminta pasien untuk mengosongkan kandung kemih bila teraba kandung

kemih diatas simfisis pubis.

3. Membersihkan perineum, rambut pubis dan paha dengan larutan disinfektan.

4. Meletakkan kain bersih dibagian bawah bokong parturien.

5. Penolong persalinan mengenakan peralatan untuk pengamanan diri ( sepatu

boot, apron, kacamata pelindung dan penutup hidung & mulut).

2. Pertolongan persalinan :

1. Posisi pasien sebaiknya dalam keadaan datar diatas tempat tidur persalinan.

2. Untuk pemaparan yang baik, digunakan penahan regio poplitea yang tidak

terlampau renggang dengan kedudukan yang sama tinggi.

3. Persalinan kepala:

1. Setelah dilatasi servik lengkap, pada setiap his vulva semakin terbuka akibat

dorongan kepala dan terjadi “crowning”.

2. Anus menjadi teregang dan menonjol. Dinding anterior rektum biasanya

menjadi lebih mudah dilihat.

15
3. Bila tidak dilakukan episiotomi, terutama pada nulipara akan terjadi penipisan

perineum dan selanjutnya terjadi laserasi perineum secara spontan.

4. Episiotomi tidak perlu dilakukan secara rutin dan hendaknya dilakukan secara

individual atas sepengetahuan dan seijin pasien.

1. Kepala membuka pintu (crowning)

2. Perineum semakin teregang dan semakin tipis

3. Kepala anak lahir dengan gerakan ekstensi

4. Kepala anak jatuh didepan anus

5. Putaran restitusi

6. Putar paksi luar

Episiotomi terutama dari jenis episiotomi mediana mudah menyebabkan terjadinya ruptura

perinei totalis (mengenai rektum) ; sebaliknya bila tidak dilakukan episiotomi dapat

menyebabkan robekan didaerah depan yang mengenai urethrae.

16
Manuver Ritgen :

Tujuan maneuver Ritgen :

1. Membantu pengendalian persalinan kepala janin

2. Membantu defleksi (ekstensi) kepala

3. Diameter kepala janin yang melewati perineum adalah diameter yang paling kecil

sehingga dapat

4. Mencegah terjadinya cedera perineum yang

Saat kepala janin meregang vulva dan perineum (“crowning”) dengan diameter 5 cm, dengan

dialasi oleh kain basah tangan kanan penolong melakukan dorongan pada perineum dekat

dengan dagu janin kearah depan atas. Tangan kiri melakukan tekanan ringan pada daerah

oksiput. Maneuver ini dilakukan untuk mengatur defleksi kepala agar tidak terjadi cedera

berlebihan pada perineum.

Persalinan bahu:

Setelah lahir, kepala janin terkulai keposterior sehingga muka janin mendekat pada anus ibu.

Selanjutnya oksiput berputar (putaran restitusi) yang menunjukkan bahwa diameter bis-

17
acromial (diameter tranversal thorax) berada pada posisi anteroposterior Pintu Atas

Panggul dan pada saat itu muka dan hidung anak hendaknya dibersihkan .

Seringkali, sesaat setelah putar paksi luar, bahu terlihat di vulva dan lahir secara spontan. Bila

tidak, perlu dlakukan ekstraksi dengan jalan melakukan cekapan pada kepala anak dan

dilakukan traksi curam kebawah untuk melahirkan bahu depan dibawah arcus pubis. 

Persalinan bahu depan

Persalinan bahu belakang

Untuk mencegah terjadinya distosia bahu, sejumlah ahli obstetri menyarankan agar terlebih

dulu melahirkan bahu depan sebelum melakukan pembersihan hidung dan mulut janin atau

memeriksa adanya lilitan talipusat.5

Persalinan sisa tubuh janin biasanya akan mengikuti persalinan bahu tanpa kesulitan, bila

agak sedikit lama maka persalinan sisa tubuh janin tersebut dapat dilakukan dengan traksi

kepala sesuai dengan aksis tubuh janin dan disertai dengan tekanan ringan pada fundus uteri.9

5. Membersihkan nasopharynx:

18
Perlu dilakukan tindakan pembersihan muka , hidung dan mulut anak setelah dada lahir dan

anak mulai mengadakan inspirasi, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya aspirasi cairan

amnion, bahan tertentu didalam cairan amnion serta darah.

6. Lilitan talipusat

Setelah bahu depan lahir, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat dileher anak dengan

menggunakan jari telunjuk

Lilitan talipusat terjadi pada 25% persalinan dan bukan merupakan keadaan yang berbahaya.

Bila terdapat lilitan talipusat, maka lilitan tersebut dapat dikendorkanmelewati bagian atas

kepala dan bila lilitan terlampau erat atau berganda maka dapat dilakukan pemotongan

talipusat terlebih dulu setelah dilakukan pemasangan dua buah klem penjepit talipusat.

7. Menjepit talipusat:

Klem penjepit talipusat dipasang 4–5 cm didepan abdomen anak dan penjepit talipusat

(plastik) dipasang dengan jarak 2–3 cm dari klem penjepit. Pemotongan dilakukan diantara

klem dan penjepit talipusat.

Saat pemasangan penjepit talipusat:

Bila setelah persalinan, neonatus diletakkan pada ketinggian dibawah introitus vaginae

selama 3 menit dan sirkulasi uteroplasenta tidak segera dihentikan dengan memasang

penjepit talipusat, maka akan terdapat pengaliran darah sebanyak 80 ml dari plasenta ke

tubuh neonatus dan hal tersebut dapat mencegah defisiensi zat besi pada masa neonatus.6

Penatalaksanaan persalinan kala III

19
Persalinan Kala III adalah periode setelah lahirnya anak sampai plasenta lahir.

Segera setelah anak lahir dilakukan penilaian atas ukuran besar dan konsistensi uterus dan

ditentukan apakah ini aalah persalinan pada kehamilan tunggal atau kembar.

Bila kontraksi uterus berlangsung dengan baik dan tidak terdapat perdarahan maka dapat

dilakukan pengamatan atas lancarnya proses persalinan kala III.

Penatalaksanaan kala III FISIOLOGIK :

Tanda-tanda lepasnya plasenta:

1. Uterus menjadi semakin bundar dan menjadi keras.

2. Pengeluaran darah secara mendadak.

3. Fundus uteri naik oleh karena plasenta yang lepas berjalan kebawah kedalam segmen

bawah uterus.

4. Talipusat di depan menjadi semakin panjang yang menunjukkan bahwa plasenta

sudah turun.1

Tanda-tanda diatas kadang-kadang dapat terjadi dalam waktu sekitar 1 menit setelah anak

lahir dan umumnya berlangsung dalam waktu 5 menit.

Bila plasenta sudah lepas, harus ditentukan apakah terdapat kontraksi uterus yang baik.

Parturien diminta untuk meneran dan kekuatan tekanan intrabdominal tersebut biasanya

sudah cukup untuk melahirkan plasenta.

Bila dengan cara diatas plasenta belum dapat dilahirkan, maka pada saat terdapat kontraksi

uterus dilakukan tekanan ringan pada fundus uteri dan talipusat sedikit ditarik keluar untuk

mengeluarkan plasenta.

20
Tehnik melahirkan plasenta :

1. Tangan kiri melakukan elevasi uterus (seperti tanda panah) dengan tangan kanan

mempertahankan posisi talipusat.

2. Parturien dapat diminta untuk membantu lahirnya plasenta dengan meneran.

3. Setelah plasenta sampai di perineum, angkat keluar plasenta dengan menarik talipusat

keatas.

4. Plasenta dilahirkan dengan gerakan “memelintir” plasenta sampai selaput ketuban

agar selaput ketuban tidak robek dan lahir secara lengkap oleh karena sisa selaput

ketuban dalam uterus dapat menyebabkan terjadinya perdarahan pasca persalinan.

Kanan : selaput ketuban jangan sampai tersisa dengan menarik selaput ketuban menggunakan

cunam

Penatalaksanaan kala III AKTIF :

Penatalaksanaan aktif kala III ( pengeluaran plasenta secara aktif ) dapat menurunkan angka

kejadian perdarahan pasca persalinan.7

Penatalaksanaan aktif kala III terdiri dari :

1. Massase fundus 15 detik

2. Pemberian oksitosin segera setelah anak lahir

3. Tarikan pada talipusat secara terkendali

Tehnik :

1. Setelah anak lahir, ditentukan apakah tidak terdapat kemungkinan adanya janin

kembar.

21
2. Bila ini adalah persalinan janin tunggal, segera berikan oksitosin 10 U i.m (atau

methergin 0.2 mg i.m bila tidak ada kontra indikasi)

3. Regangkan talipusat secara terkendali (“controlled cord traction”):

Melakukan dorongan uterus kearah dorsokranial sambil melakukan traksi talipusat terkendali

o Tangan kiri memegang klem talipusat , 5–6 cm didepan vulva.

o Pertahankan traksi ringan pada talipusat dan tunggu adanya kontraksi uterus

yang kuat.

o Setelah kontraksi uterus terjadi, lakukan tarikan terkendali pada talipusat

sambil melakukan gerakan mendorong bagian bawah uterus kearah

dorsokranial.

1. Penarikan talipusat hanya boleh dilakukan saat uterus kontraksi.

2. Ulangi gerakan-gerakan diatas sampai plasenta terlepas.

3. Setelah merasa bahwa plasenta sudah lepas, keluarkan plasenta dengan kedua tangan

dan lahirkan dengan gerak memelintir.

4. Setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri agar terjadi kontraksi dan sisa

darah dalam rongga uterus dapat dikeluarkan.

5. Jika tidak terjadi kontraksi uterus yang kuat (atonia uteri) dan atau terjadi perdarahan

hebat segera setelah plasenta lahir, lakukan kompresi bimanual.

6. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 1 – 2 menit, ikuti protokol

penatalaksanaan perdarahan pasca persalinan.

7. Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan injeksi oksitosin kedua dan

ulangi gerakan-gerakan diatas.5

8. Jika plasenta belum lahir dalam waktu 30 menit:

22
o Periksa kandung kemih, bila penuh lakukan kateterisasi.

o Periksa adanya tanda-tanda pelepasan plasenta.

o Berikan injeksi oksitosin ketiga.

Permasalahan pada kala III, yaitu:

1. Retensio Plasenta

Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lepas dari dinding uterus

atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta terdiri dari

plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta parkreta. Pencegahan yang dapat

dilakukan yaitu pemberian 0,2 mg methergine IV atau 10 U pitosin IM waktu bahu

bayi mulai lahir.

Gambar. Jenis Retesio Plasenta

PENATALAKSANAAN PERSALINAN KALA IV

2 jam pertama pasca persalinan merupakan waktu kritis bagi ibu dan neonatus. Keduanya

baru saja mengalami perubahan fisik luar biasa dimana ibu baru melahirkan bayi dari dalam

perutnya dan neonatus sedang menyesuaikan kehidupan dirinya dengan dunia luar.

23
Petugas medis harus tinggal bersama ibu dan neonatus untuk memastikan bahwa keduanya

berada dalam kondisi stabil dan dapat mengambil tindakan yang tepat dan cepat untuk

mengadakan stabilisasi.1

Langkah-langkah penatalaksanaan persalinan kala IV:

1. Periksa fundus uteri tiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam

kedua.

2. Periksa tekanan darah – nadi – kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit pada

jam pertama dan 30 menit pada jam kedua.

3. Anjurkan ibu untuk minum dan tawarkan makanan yang dia inginkan.

4. Bersihkan perineum dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering.

5. Biarkan ibu beristirahat.

6. Biarkan ibu berada didekat neonatus.

7. Berikan kesempatan agar ibu mulai memberikan ASI, hal ini juga dapat membantu

kontraksi uterus .

8. Bila ingin, ibu diperkenankan untuk ke kamar mandi untuk buang air kecil. Pastikan

bahwa ibu sudah dapat buang air kecil dalam waktu 3 jam pasca persalinan.

9. Berikan petunjuk kepada ibu atau anggauta keluarga mengenai:

o Cara mengamati kontraksi uterus.

o Tanda-tanda bahaya bagi ibu dan neonatus.

Ibu yang baru bersalin sebaiknya berada di kamar bersalin selama 2 jam dan sebelum

dipindahkan ke ruang nifas petugas medis harus yakin bahwa:

1. Keadaan umum ibu baik.

24
2. Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan.

3. Cedera perineum sudah diperbaiki.

4. Pasien tidak mengeluh nyeri.

5. Kandung kemih kosong.

Permasalahan pada kala IV, yaitu:

1. Atonia Uteri

Atonia uteri adalah kondisi ketika rahim tidak bisa berkontraksi kembali setelah
melahirkan. Kondisi ini dapat mengakibatkan perdarahan pascapersalinan yang dapat
membahayakan nyawa ibu.

Gambar. Manajemen Atonia Uteri


2. Perlukaan Jalan Lahir

Perlukaan jalan lahir (robekan perineum) adalah robekan yang terjadi pada saat proses

persalinan. Robekan perineum dapat terjadi secara spontan maupun buatan

(episiotomi). Manajemen yang dapat dilakukan, yaitu:

 Eksplorasi

 Irigasi

 Jepit perdarahan dengan klem lalu ikat dengan benang diserap

 Jahit luka dari distal

25
Gambar. Manajemen Robekan Perineum

3. Sisa Plasenta

Manajemen yang dapat dilakukan, yaitu:

 Pemeberian antibiotik

 Eksplorasi digital (bila serviks terbuka dan keluarkan bekuan darah atau

jaringan

 Kuretase

PARTUS TAK MAJU

A. Definisi

Partus tak maju adalah persalinan dalam fase aktif yang lebih dari 12 jam pada

primi dengan rata-rata pembukaan 1 cm per jam atau lebih dari 16 jam pada multi

dengan rata-rata pembukaan 2 cm per jam.6

Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak

menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala, dan putar paksi dalam

selama 2 jam terakhir. Partus tak maju dapat disebabkan oleh kelainan letak janin,

26
kelainan panggul, kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar, primitua, dan

ketuban pecah dini.1

B. Epidemiologi

Secara global, sekitar 8 – 11% ibu hamil mengalami abnormalitas kala 1 persalinan.

Perlambatan persalinan pada fase aktif ditemukan pada 25% wanita nulipara dan 15%

wanita multipara. 3

Data mengenai prevalensi partus tak maju di Indonesia tidak ada. Data dari Survey

Demografi dan Kesehatan Indonesia hanya menyebutkan bahwa partus tak maju

menyebabkan 1 – 1,8% kematian ibu pada tahun 2010 – 2013. Sedangkan secara global,

mortalitas akibat partus macet yang disebabkan oleh Cephalopelvic Disproportion

(CPD) berjumlah 3-8%.3

C. Klasifikasi Partus tak maju

 Fase laten yang memanjang

Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida atau waktu 14 jam pada

multipara merupakan keadaan abnormal. Sebab-sebab fase laten yang panjang mencakup :

1. Serviks belum matang pada awal persalinan

2. Posisi janin abnormal

3. CPD

 Fase aktif yang memanjang pada primigravida

Para primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan

abnormal. Yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah kecepatan dilatasi

cerviks. Pemanjangan fase aktif menyertai :


27
1. Malposisi janin

2. Penggunaan sedatif dan analgesik

3. Ketuban pecah sebelum dimulainya persalinan

Periode aktif yang memanjang dapat dibagi menjadi 2 kelompok klinis yang

utama yaitu :

1. Kelompok yang masih menunjukkan kemajuan persalinan sekalipun dilatasi

serviks berlangsung lambat (primary dysfunctional labor)

2. Kelompok yang benar-benar mengalami penghentian dilatasi servik/penghentian

serenda dilatasi (secondary arrest of dilatasi).

 Fase aktif yang memanjang pada multipara

Fase aktif pada multipara yang berlangsung lebih dari 6 jam dan laju dilatasi yang

kurang dari 1,5 cm per jam merupakan keadaan abnormal.5

D. Etiologi

Partus lama ( tak maju ) disebabkan oleh beberapa faktor, seperti :

1. Anatomi tubuh ibu melahirkan

Ibu bertubuh pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi dan

terjadinya deformitas panggul merupakan risiko tinggi dalam persalinan, tinggi badan

< 150 cm berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit. Tinggi badan Ibu < 145 cm

terjadi ketidakseimbangan antara luas panggul dan besar kepala janin.

2. Presentasi yang abnormal

Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior atau kepala yang

sulit lahir pada presentasi bokong.

3. Abnormalitas pada janin

28
Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin, misal hidrosefalus, pertumbuhan

janin lebih dari 4000 gram, bahu yang lebar dan kembar siam.

4. Abonormalitas sistem reproduksi

Misalnya seperti tumor pelvis, stenosis vagina kongenital, perineum kaku dan tumor

vagina.

5. Usia ibu hamil

Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu untuk hamil dan melahirkan adalah

20-35 tahun karena pada usia ini secara fisik dan psikologi ibu sudah cukup matang

dalam menghadapi kehamilan dan persalinan. Usia 35 tahun organ reproduksi

mengalami perubahan yang terjadi karena proses menuanya organ kandungan dan

jalan lahir kaku atau tidak lentur lagi. Selain itu peningkatn umur seseorang akan

mempengaruhi organ yang vital seperti sistim kardiovaskuler, ginjal dll (pada umur

tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang akan memperberat tugas organ-organ

tersebut sehingga berisiko mengalami komplikasi pada ibu dan janin). Sesuai dengan

hasil penelitian di Makassar yang dilakukan oleh Idriyani tahun 2016 dengan

menggunakan desain penelitian case control study menemukan ibu yang mengalami

partus tak maju kemungkinan 1,8 kali lebih besar berumur < 20 tahun dan > 35 tahun

dibandingkan umur 20-35 tahun.

6. Riwayat persalinan

Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan persalinan prematur, seksio caesarea,

bayi lahir mati, persalinan lama, persalinan dengan induksi serta semua persalinan

tidak normal yang dialami ibu merupakan risiko tinggi pada persalinan berikutnya.

Sesuai dengan hasil penelitian di Medan yang dilakukan oleh Sarumpaet tahun 2010

29
dengan menggunakan desain penelitian case control study menemukan ibu yang

mengalami komplikasi persalinan kemungkinan 7,3 kali lebih besar mempunyai

riwayat persalinan jelek dibandingkan yang tidak mempunyai riwayat persalinan

jelek. Riwayat persalinan jelek pada kasus didapatkan partus tak maju 24,6%. Ibu

yang memiliki riwayat persalinan yang buruk kemungkinan 10 kali lebih besar untuk

mengalami persalinan macet dari pada ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan

buruk.8

E. Patofisiologi

Patofisiologi partus lama tergantung pada penyebabnya, baik itu kekuatan kontraksi,

obstruksi pada jalan lahir, dan kelainan janin.  Penyebab ini sering disingkat menjadi

3P (power, passage, dan passenger). Pada intinya, kelainan pada tiga hal tersebut

akan menyebabkan hambatan dalam kemajuan persalinan. Hambatan ini dapat berupa

perlambatan penipisan serviks atau penurunan janin.1

Power

Pada abnormalitas kontraksi, seringkali ditemukan adanya kontraksi inefektif yang

seringkali disebabkan kekuatan  kontraksi yang tidak optimal sehingga dorongan janin

ke arah jalan lahir tidak maksimal. Kontraksi yang diharapkan terjadi pada fase aktif

adalah sekitar 3 – 5 kontraksi dalam 10 menit.

Passage

Abnormalitas dari jalan lahir seperti adanya disproporsi antara besar rongga panggul

dengan kepala bayi yang disebut dengan Cephalopelvic Disproportion (CPD), akan

membuat janin tidak dapat melewati jalan lahir dan persalinan tidak mengalami

kemajuan. Demikian halnya jika ditemukan adanya massa pada jalan lahir yang

menutupi jalur bayi.

30
Passenger

Faktor janin juga dapat menyebabkan partus lama. Misalnya pada keadaan di mana

bayi sangat besar, atau terjadi malposisi.

F. Diagnosis

Sampai saat ini, belum ada konsensus mengenai diagnosis partus tak maju sehingga

penegakkan diagnosis bergantung dari sumber yang dipakai. Menurut WHO, partus

lama adalah adanya kontraksi uterus ritmik dan reguler yang disertai pembukaan

serviks, berlangsung > 24 jam. American College of Obstetricians and

Gynecologist (ACOG) mendefinisikan sebagai kala 1 fase laten > 20 jam pada

nulipara dan > 14 jam pada multipara, dengan batasan pembukaan serviks < 6 cm

sebagai acuan fase laten.

Anamnesis

Pada anamnesis, keluhan utama yang didapatkan biasanya adalah tidak adanya

kemajuan persalinan. Adanya tanda-tanda bahaya lain juga perlu ditanyakan, seperti

ada-tidaknya pergerakan janin, adanya perdarahan, atau ketuban pecah.

Selain menanyakan keluhan utama, data lain terkait persiapan persalinan juga perlu

ditanyakan, seperti :

 Jumlah kehamilan dan persalinan sebelumnya

 Adanya riwayat abortus

 Adanya komorbiditas yang berpotensi membahayakan kehamilan

(hipertensi, diabetes, asthma)

 Adanya riwayat sectio caesarea sebelumnya

31
Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik memegang peranan penting dalam menilai kemajuan persalinan.

Hal-hal yang perlu dinilai adalah :

 Pemantauan perkembangan dilatasi serviks, serta kondisi portio apakah masih tebal

atau sudah menipis

 Turunnya kepala janin (hodge 1 – 4)

 Keadaan ketuban, apakah sudah pecah atau belum. Jika sudah pecah, bagaimana

warna ketuban tersebut)

 Denyut jantung janin

 Frekuensi kontraksi dalam 10 menit dan durasi per kontraksi, serta ada-tidaknya

penambahan seiring waktu [13]

Selain menilai kemajuan persalinan, tanda vital ibu, adanya malposisi atau

malpresentasi, serta massa pelvis yang dapat menutupi jalan lahir juga perlu diperiksa.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding partus lama adalah false labour dan obstructed labour.

False Labour

Pada masa kehamilan lanjut dan persalinan semakin dekat, ibu hamil dapat merasakan

kontraksi uterus irregular yang tidak bertambah intensitasnya, hal ini disebut juga

kontraksi Braxton-Hicks. [12]

Obstructed Labour

32
Obstructed labour didefinisikan sebagai kondisi persalinan dimana kontraksi uterus

adekuat, tetapi janin tidak bisa turun ke jalan lahir karena adanya hambatan yang

mencegah penurunan kepala janin. Hambatan umumnya terjadi karena malposisi

janin, dan bisa juga karena adanya tumor pelvis.

Pemeriksaan Penunjang

Secara umum, pemeriksaan penunjang pada proses persalinan tidak dibutuhkan.

Penunjang yang paling sering digunakan adalah partograf, yaitu diagram yang berisi

kondisi ibu dan janin yang dapat digunakan untuk memonitor kemajuan persalinan.

Penunjang lain yang dapat dilakukan adalah cardiotocography.

Partograf

Partograf merupakan alat diagnostik yang dikeluarkan oleh WHO untuk membantu

memantau kemajuan persalinan, terutama pada fasilitas kesehatan yang terbatas. Pada

partograf, terdapat beberapa bagian yang perlu diisi terkait kondisi ibu dan janin,

seperti :

 Identitas ibu

 Jumlah kehamilan, persalinan, dan aborsi

 Dilatasi serviks

 Penurunan kepala

 Kondisi ketuban

 Tanda vital ibu

 Penggunaan obat-obatan

 Kondisi urin ibu

33
Partograf mulai digunakan saat ibu memasuki fase aktif sehingga tidak dapat

digunakan untuk menilai partus lama pada fase laten. Jika kondisi persalinan tidak

mengalami kemajuan dan memotong garis “bertindak”, maka intervensi harus segera

dilakukan bergantung dari penyebab yang ditemukan. 8

Pemeriksaan Cardiotocography (CTG)

Pemeriksaan CTG dapat digunakan untuk menilai kondisi denyut jantung janin secara

kontinyu dalam periode waktu tertentu serta menilai kekuatan kontraksi secara

eksternal. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap jam saat intrapartum. Hasil CTG

yang abnormal seperti adanya akselerasi atau deselerasi dapat membantu dokter

mengambil keputusan tindakan apa yang terbaik dilakukan.1

G. KOMPLIKASI

 Ibu

Partus lama menimbulkan efek yang berbahaya bagi ibu dan anak. Beratnya cedera

terus meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan. Risiko tersebut naik dengan

cepat setelah 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atnia uteri, laserasi, perdarahan,

infeksi, kelelahan ibu dan shock.

 Janin

Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan

semakin sering terjadi keadaan berikut ini :

1. Asfiksia

2. Trauma cerebri

3. Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit

34
4. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran keadaan ini mengakibatkan

terinfeksinya cairan ketuban dan selanjutnya dapat membawa infeksi paru-paru

serta infeksi sistemik pada janin.7

H. Tatalaksana

 Tatalaksana Khusus

Tentukan penyebab persalinan lama.

Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit dan durasi setiap

kontraksinya <40 detik)

Passenger: malpresentasi, malposisi, janin besar

Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir

Gabungan dari faktor-faktor di atas

 Sesuaikan tatalaksana dengan penyebab dan situasi.

Prinsip umum:

1. Lakukan augmentasi persalinan dengan oksitosin dan/atau amniotomi bila

terdapat gangguan Power.

2. Pastikan tidak ada gangguan passenger atau passage.

3. Lakukan tindakan operatif (forsep, vakum, atau seksio sesarea) untuk

gangguan Passenger dan/atau Passage,

4. Serta untuk gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi

persalinan. Jika ditemukan obstruksi atau CPD, tatalaksananya adalah seksio

sesarea.

5. Berikan antibiotika (kombinasi ampisilin 2 g IV tiap 6 jam dan gentamisin 5

mg/kg BB tiap 24 jam) jika ditemukan:

o Tanda-tanda infeksi (demam, cairan pervaginam berbau)

o Ketuban pecah lebih dari 18 jam

35
o Usia kehamilan < 37 minggu

6. Pantau tanda-tanda gawat janin.

7. Fase laten memanjang. Bila terdapat perubahan dlm penipisan dan

pembukaan serviks:

o Beri drip oksitosin dgn 5 IU dlm 500cc dextrose mulai 8 tetes /menit

tiap 30 menit tambah 4 tetes

o Bila tidak masuk fase aktif saat pemberian oksitosin, lakukan SC

8. Fase aktif memanjang. Bila tidak ada CPD/adanya obstruksi:

o Beri penanganan umum

36
BAB III

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Istri Suami

Nama : Ny. Y Nama : Tn . E

Jenis Kelamin : Perempuan Jenis Kelamin : Laki-laki

Usia : 37 tahun Usia : 45 tahun

Alamat : Jl Telaga Asih, Cikarang Alamat : Jl Telaga Asih, Cikarang

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Karyawan Swasta

Pendidikan : SMK Pendidikan : SMK

Golongan Darah: Ab/ Rh (+) Golongan Darah: Tidak tau

Agama : Islam Agama : Islam

Status : Menikah Status : Menikah

Suku : Palembang Suku : Palembang

Tanggal masuk : 20-11-2020

B. ANAMNESIS (di lakukan tanggal 20-11-2020 pukul 23.30 WIB)

37
Keluhan utama : Pasien mengatakan mulas-mulas dan keluar lendir bercampur darah sejak

pukul 17.00 (6 jam SMRS).

Riwayat penyakit sekarang :

Seorang wanita usia 37 tahun datang ke IGD ruang bersalin RSUD Kabupaten

Bekasi pukul 23. 30 dengan G5P2A2 merasa hamil ± 10 bulan dengan keluhan mulas-

mulas sejak pukul 17.00 (6 jam SMRS). Pada awalnya mules hanya dirasakan setiap 1

jam sekali tetapi semakin lama mules dirasakan semakin sering dan teratur. Pasien

juga merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang menjalar hingga kedua pinggang

serta perut yang terasa sangat kencang. Pasien mengatakan jika keluar lendir yang

bercampur darah sejak pukul 17.00 (6 jam SMRS). Selain itu, keluar air-air yang

berbau amis dan tidak dapat ditahan sejak pukul 20.00 (3 jam SMRS). Pasien

mengatakan jika ia masih merasakan gerakan janin.

Sebelum datang ke RSUD Kabupaten Bekasi, Pasien datang ke bidan dan

sudah pembukaan 5, kemudian dilakukan induksi kepada pasien dengan pemberian

oksitosin 0.5 iu pada pukul 20.00. Pada pukul 22.00, pembukaan lengkap lalu

dipimpin meneran namun setelah 1 jam masih belum ada kemajuan persalinan dan

kemudian pasien dirujuk oleh bidan ke RSUD Kabupaten Bekasi.

Pasien mengatakan jika ini merupakan kehamilan kelima dan pernah

keguguran 2 kali sebelumnya. Pasien mengau jika 4 hari SMRS ia berhubungan badan

dengan suaminya. Riwayat trauma seperti terjatuh disangkal. Riwayat keputihan

disangkal. Pasien tidak rutin memeriksakan kehamilannya ke bidan setiap bulannya.

Riwayat penyakit dahulu :

Keguguran 2 kali

38
Hipertensi, kencing manis, jantung, paru, asma, alergi disangkal

Riwayat penyakit keluarga : 

Hipertensi, kencing manis, jantung, paru, asma, alergi disangkal

Riwayat menstruasi : 

 Menarche : usia 12 tahun

 Siklus Haid : Setiap 1 bulan sekali (28 hari/ teratur)

 Lama Haid : 7 hari

 Banyak Haid : 3 kali ganti pembalut dalam sehari (± 30cc dalam 24 jam)

 Keluhan Haid : Tidak ada

Riwayat pernikahan : 

 Menikah : 1 kali

 Usia pertama kali menikah : 25 tahun

Riwayat Kontrasepsi :

Kontrasepsi suntik 3 bulan pada tahun 2014 dengan penggunaan selama 5 tahun. Tidak

terdapat keluhan selama penggunaan kontrasepsi.

Riwayat Obstetri: 

 Paritas : G5P2 A2 AH: 2

 HPHT : 14 Februari 2020

 HPL : 20 November 2020

 Usia kehamilan : 40-41 minggu 

Riwayat Pemeriksaan ANC

Pemeriksaan ANC (+) di bidan sebanyak 3 kali pada bulan ke 4, 6, 7

Riwayat Persalinan :

No Jenis kelamin Umur Jenis Penolong Umur BB Lahir

39
kehamilan persalinan anak
1 Laki-laki 9 bulan Normal Bidan 13 tahun 3600 gr
2 Abortus 3 bulan Kuretase Dokter - Tidak

Tau
3 Laki-laki 9 bulan Normal Bidan 6 tahun 3700 gr
4 Abortus 2 bulan Kuretase Dokter - Tidak

Tau
5 Hamil ini

C. PEMERIKSAAN FISIK

a. Status generalis

Keadaan umum : Baik

Kesadaran : Compos Mentis

Tekanan darah : 127/82 mmHg

Nadi : 86 x/menit

Suhu : 36,6 C o

Pernafasan : 20 x/menit

Kepala

Bentuk : normocephal

Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-

Thorax

Paru-paru

Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris dalam keadaan statis dan

dinamis

Palpasi : fremitus taktil dan vokal simetris kanan dan kiri

Perkusi : sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : suara napas vesikuler +/+, Rhonki -/-, Wheezing -/-

Jantung

40
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat

Palpasi : ictus cordis tidak teraba

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : BJ I – II reguler, murmur (-), gallop (-)

Abdomen

Inspeksi : cembung, simetris, bekas operasi (-) , strie gravidarum (+) , linea

nigra (+)

Palpasi : Palpasi:perut supel, nyeri tekan (-), defans muscular (-)

Perkusi : tympani seluruh lapang abdomen

Auskultasi : bising usus + normal

Ekstremitas

Ekstermitas atas : akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-)

Ekstermitas bawah : akral hangat, CRT < 2 detik, Edema (-)

2. Status obstetri

 Pemeriksaan luar

TFU : 35 cm

TBJ : (35-12) x 155 =3565 gram

Leopold I : Teraba bagian lunak, tidak melenting, bulat, asimetris, kesan bokong.

Leopold II : Teraba bagian keras dan memanjang (punggung janin) di

sebelah kiri, Teraba bagian-bagian terkecil janin (ekstermitas)

Leopold III : Teraba bagian keras, melenting, bulat, keras, kesan kepala.

Leopold IV : Divergen. Bagian terbawah janin sudah memasuki Pintu Atas

Panggul

(PAP).

41
His : 4x10’x45”

DJJ : 137 - 143 x/menit, reguler

Inspekulo : Tidak dilakukan

 Pemeriksaan dalam

Vulva : Tidak ada kelainan

Vagina : Tidak ada kelainan

Portio : Tidak teraba

Pembukaan : 10 cm

Ketuban : Jernih

Presentasi : kepala

Penurunan : Hodge II

Molase : Tidak ada

3. Pemeriksaan Laboratorium 

21 November 2020

Jenis Hasil Nilai Rujukan

Pemeriksaan
Hematologi

Darah Rutin 11.3 (L) 12 – 16 g/dL

Hb 32 (L) 35 – 50 %

Ht 3,83 (L) 3,8 – 5,8 juta/µL

Eritrosit 17,1 (H) 3500 – 10000/ µL

Leukosit      335.000 (H) 150000 – 400000/ µL

Trombosit

42
Jenis Hasil Nilai Normal

Pemeriksaan
Petanda Hepatitis

Non Reaktif Non Reaktif

HBsAg

22 November 2020

Jenis Hasil Nilai Rujukan

Pemeriksaan
Hematologi

Darah Rutin 11.4 (L) 12 – 16 g/dL

Hb 33 (L) 35 – 50 %

Ht 3,88 (L) 3,8 – 5,8 juta/µL

Eritrosit 11,2 (H) 3500 – 10000/ µL

Leukosit 336.000 (H) 150000 – 400000/ µL

Trombosit

D. RESUME

Seorang wanita usia 37 tahun datang ke IGD ruang bersalin RSUD Kabupaten Bekasi pukul

23.30 dengan G5P2A2 merasa hamil ± 10 bulan dengan keluhan mulas-mulas sejak 6 jam

SMRS yang awalnya dirasakan setiap 1 jam sekali tetapi semakin semakin sering dan teratur

serta terdapat nyeri pada perut bagian bawah yang menjalar hingga kedua pinggang serta

perut yang terasa sangat kencang. Selain itu keluar lendir yang bercampur darah sejak 6 jam

SMRS dan keluar air-air yang berbau amis sejak 3 jam SMRS. Pasien masih merasakan

gerakan janin. Sebelumnya pasien sudah diberikan oksitosin 0.5 iu pada pukul 20.00. Pada

pukul 22.00, pembukaan lengkap lalu dipimpin meneran namun setelah 1 jam masih belum

43
ada kemajuan persalinan. Pasien mengatakan jika ini merupakan kehamilan kelima dan

pernah keguguran 2 kali. Riwayat berhubungan (+) 4 hari SMRS. Menstruasinya teratur dan

menarche usia 12 tahun dengan siklus yang teratur selama 7 hari. Pasien mengatakan HPHT

14 februari 2020 dengan HPL 20 November 2020.

Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis,

tekanan darah 127/82 mmhg, nadi 86 x/menit, suhu 36,6 C, RR 20 x/menit. Pada

pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan obstetrik pada pukul

23.30 pemeriksaan luar didapatkan TFU 35 cm, Leopold I teraba (bokong), Leopold II teraba

punggung janin di sebelah kiri, leopold III teraba kepala, leopold IV divergen, his 4x10’x45”,

DJJ 137 x/menit, reguler. Pemeriksaan bagian dalam didapatkan vulva vagina tidak ada

kelainan, portio tidak teraba, ketuban jernih, pembukaan lengkap, presentasi kepala,

penurunan hodge II, molase tidak ada. Pukul 08.00 bayi lahir spontan dengan induksi Apgar

Score 6/7/8, jenis kelamin laki-laki, BBL 3525 gram, PBL 52 cm, anus (+), cacat (-).

E. DIAGNOSIS KERJA

P3A2 H 40-41 Minggu Post Partus Maturus Spotaneous dengan Riwayat Partus Tidak

Maju

F. RENCANA PENATALAKSANAAN

 IVFD RL 20 tpm

 Ceftriaxon 2 x 1gr

 Tablet Sulfas Ferous 2 x 1 tab

 Cek Hemoglobin dan Leukosit

G. PROGNOSIS

44
 Ad vitam : ad bonam

 Ad functionam : ad bonam 

 Ad sanactionam : ad bonam

H. FOLLOW UP

Jumat, 20-11-2020 (23.30 WIB)

S Pasien mengatakan mulas-mulas dan keluar lendir bercampur darah sejak pukul

17.00. Keluar air-air berbau amis dan tidak dapat ditahan pada pukul 20.00. Pasien

mengatakan sebelumnya sudah datang ke bidan dan di induksi 0.5 iu oksitosin pada

pukul 20.00 , pembukaan lengkap pukul 22.00 dan dipimpin meneran namun setelah

1 jam masih belum ada kemajuan persalinan dan dirujuk oleh bidan ke RSUD

Kabupaten Bekasi

45
O KU: Tampak sakit sedang

Kes: Komposmentis

BP: 127/82 mmHg

HR: 86x/menit

RR: 20/menit

T: 36,6 oC

Status generalis :

Mata: CA -/-; SI -/-

Pulmo: Ves +/+; Rh -/-; Wh -/-

Cor: BJ I dan II murni regular; gallop -; murmur –

Abd: NT +; BU +

Eks: akral hangat; CRT < 2 detik; edema –

Status Obstetri:

 Pemeriksaan luar

TFU : 35 cm

TBJ : (35-12) x 155 =3565 gram

Leopold I : Teraba bulat, lunak (bokong)

Leopold II : Kanan, Teraba keras dan memanjang (punggung janin) di

sebelah kiri, Teraba bagian-bagian terkecil janin (ekstermitas)

Leopold III : Teraba bagian bulat, keras (kepala)

Leopold IV : Divergen

His : 4x10’x45”

DJJ : 137 x/menit, reguler

Inspekulo : Tidak dilakukan

 Pemeriksaan dalam

46
Vulva : Tidak ada kelainan

Vagina : Tidak ada kelainan

Portio : Tidak teraba

Pembukaan : 10 cm

Ketuban : Jernih

Presentasi : kepala

Penurunan : Hodge II

Molase : Tidak ada

A G5P2A2 hamil 40 minggu inpartu kala II dengan PTM


P  Observasi kemajuan persalinan, his dan DJJ

 CTG

 IVFD RL 20 tpm

 Nasal O2 4 LPM canul

Sabtu, 21-11-2020 (07.30 WIB)

S Pasien mengatakan mulesnya semakin sering dan ingin meneran

47
O KU: Tampak sakit sedang

Kes: Komposmentis

BP: 125/80 mmHg

HR: 87x/menit

RR: 22/menit

T: 36,5 oC

Status generalis :

Mata: CA -/-; SI -/-

Pulmo: Ves +/+; Rh -/-; Wh -/-

Cor: BJ I dan II murni regular; gallop -; murmur –

Abd: NT +; BU +

Eks: akral hangat; CRT < 2 detik; edema –

Status Obstetri:

 Pemeriksaan luar

TFU : 35 cm

TBJ : (35-12) x 155 =3565 gram

Leopold I : Teraba bulat, lunak (bokong)

Leopold II : Kanan, Teraba keras dan memanjang (punggung janin) di

sebelah kiri, Teraba bagian-bagian terkecil janin (ekstermitas)

Leopold III : Teraba bagian bulat, keras (kepala)

Leopold IV : Divergen

His : 3x10’x40”

DJJ : 155 x/menit, reguler

Inspekulo : Tidak dilakukan

 Pemeriksaan dalam

48
Vulva : Tidak ada kelainan

Vagina : Tidak ada kelainan

Portio : Tidak teraba

Pembukaan : 10 cm

Ketuban : Jernih

Presentasi : kepala

Penurunan : Hodge III

Molase : Tidak ada

A G5P2A2 hamil 40 minggu inpartu kala II dengan PTM


P  Memimpin pasien meneran

 Menolong persalinan spontan

(Pukul 08.00 WIB bayi lahir spontan dengan induksi , menangis kuat , warna

kulit kemerahan , tonus otot baik, jenis kelamin laki-laki, BB 3525 gram, PB

52 cm, anus (+), cacat (-)

Sabtu, 21-11-2020 (09.00 WIB)

S Pasien mengatakan merasa sedikit pusing, dan masih lemas setelah melahirkan,

masih terasa nyeri pada jalan lahir. Mual, muntah, demam, dan sesak disangkal.

49
O KU: Tampak sakit sedang Kes: Komposmentis BP: 125/70 mmHg HR: 87x/menit

RR: 22x/menit T: 36,5oC

Status generalis :

Mata: CA -/-; SI -/-

Pulmo: Ves +/+; Rh -/-; Wh -/-

Cor: BJ I dan II murni regular; gallop -; murmur –

Abd: NT +; BU +

Eks: akral hangat; CRT < 2 detik; edema –

Status Obstetri: Wajah: tidak anemis

Payudara: Ukuran membesar; Aerola everted; ASI keluar pada penekanan

Abdomen: TFU 1 jari di bawah pusat; Kontraksi +; Lochea Rubra.


A P3A2 Post Partum 1 jam
P Manajemen nyeri, Observasi KU dan TTV, IVFD RL 500cc/8 jam, Cefadroxil 500

mg 3x1 , Paracetamol 3 x 500 mg PO, tablet SF 2x1

Minggu , 22/11/2020 (08.00 WIB)

S Pasien mengatakan keluhan sudah berkurang, masih terasa sedikit nyeri pada jalan

lahir. Mual, muntah, demam, dan sesak disangkal. BAB dan BAK dalam batas

normal.

50
O KU: Tampak sakit sedang

Kes: Komposmentis

BP: 120/70 mmHg

HR: 89x/menit

RR: 18x/menit

T: 36,2oC

Status Generalis: Mata: CA -/-; SI -/-

Pulmo: Ves +/+; Rh -/-; Wh -/-

Cor: BJ I dan II murni regular; gallop -; murmur –

Abd: NT +; BU +

Eks: akral hangat; CRT < 2 detik; edema –

Status Obstetri:

Wajah: tidak anemis

Payudara: Ukuran membesar; Aerola everted; ASI keluar pada penekanan

Abdomen: TFU 2 jari di bawah pusat; Kontraksi +; Lochea Rubra.


A P3A2 Post Partum 1 hari
P Observasi KU dan TTV, IVFD RL 500cc/8 jam ,Cefadroxil 500 mg 3x1 ,

Paracetamol 3 x 500 mg PO, tablet SF 2x1

Senin, 23/11/2020 (08.00 WIB)

S Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan. Nafsu makan baik, BAB dan BAK

dalam batas normal.

51
O KU: Baik

Kes: Kompos mentis

BP: 120/70 mmHg

HR: 89x/menit

RR: 20x/menit

T: 36,5oC

Status Generalis:

Mata: CA -/-; SI -/-

Pulmo: Ves +/+; Rh -/-; Wh -/-

Cor: BJ I dan II murni regular; gallop -; murmur –

Abd: NT +; BU +

Eks: akral hangat; CRT < 2 detik; edema –

Status Obstetri:

Wajah: tidak anemis

Payudara: Ukuran membesar; Aerola everted; ASI keluar pada penekanan

Abdomen: TFU 2 jari di bawah pusat; Kontraksi +; Lochea Rubra


A P3A2 Post Partum 2 hari
P Cefadroxil 500 mg 3x1 , Paracetamol 3 x 500 mg PO, tablet SF 2x1

52
BAB IV

ANALISA KASUS

Pasien berumur 37 tahun, dengan diagnosis G5P2A2 Hamil 40-41 Minggu dengan
Post Partus Maturus Spotaneous dengan Riwayat Partus Tidak Maju

1. Apakah penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah sesuai dengan teori?

a. Anamnesis

 Pasien mengaku hamil anak ke lima dan terdapat riwayat keguguran 2 kali
sebelumnya.
 Mules - mules sejak 6 jam SMRS. Mules dirasakan semakin sering dan teratur yang
disertai nyeri pada perut bawah yang menjalar ke kedua pinggang
 Usia Kehamilan 40-41 minggu, haid terakhir: 14 Februari 2020.
 Riwayat berhubungan badan dengan suami 4 hari SMRS.
 Riwayat keluar air-air, lendir dan darah
 Riwayat pemberian oksitosin dan riwayat pembukaan lengkap serta sudah dipimpin
mengeran selama 1 jam tetapi bayi belum lahir

b. Pemeriksaan dalam:
 Terdapat kontraksi saat pemeriksaan luar. Kontraksi teraba adanya His 4x dalam 10
menit selama 45 detik. Keluar air, lendir dan darah. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan dalam didapatkan portio tidak teraba dan ada pembukaan 10 cm.

c. Konsep Dasar Partus Tidak Maju

 Definisi Partus Tidak Maju


Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak
menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala, dan putar paksi
dalam selama 2 jam terakhir.
d. Penegakan diagnosis sesuai dengan kasus dimana pada pasien sedang hamil ke 5
dengan usia kehamilan 40-41 minggu, dengan anak hidup 2 dan terdapat riwayat
keguguran 2 kali. Riwayat partus tidak maju juga sesuai karena pada pasien sudah

53
terdapat pembukaan lengkap pada pukul 22.00 dan sudah dipimpin udah meneran
selama 1 jam tetapi bayi belum dapat dilahirkan.

2. Apakah faktor resiko yang berperan pada kasus ini dalam terjadinya partus tidak

maju?

a. Faktor resiko terjadinya partus tidak maju pada kasus ini yaitu usia ibu yang berusia 37

tahun

b. Pembahasan Berdasarkan Teori:

Hal ini sesuai dengan teori dimana usia reproduksi yang optimal bagi seorang

ibu untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun karena pada usia ini secara fisik

dan psikologi ibu sudah cukup matang dalam menghadapi kehamilan dan persalinan.

Usia 35 tahun organ reproduksi mengalami perubahan yang terjadi karena proses

menuanya organ kandungan dan jalan lahir kaku atau tidak lentur lagi. Selain itu

peningkatan umur seseorang akan mempengaruhi organ yang vital seperti sistim

kardiovaskuler, ginjal dll (pada umur tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang

akan memperberat tugas organ-organ tersebut sehingga berisiko mengalami

komplikasi pada ibu dan janin). Sesuai dengan hasil penelitian di Makassar yang

dilakukan oleh Idriyani tahun 2016 dengan menggunakan desain penelitian case

control study menemukan ibu yang mengalami partus tak maju kemungkinan 1,8 kali

lebih besar berumur < 20 tahun dan > 35 tahun dibandingkan umur 20-35 tahun.

Selain itu, pada kasus ini tidak ditemukan penyulit berupa CPD karena taksiran berat janin

yaitu <4000 gram dan tidak terdapat malposisi janin

3. Apakah penatalaksanaan pada kasus ini sudah tepat?

a. Penatalaksanaan yang dilakukan pada kasus ini:

 IVFD RL 20 tpm

54
 Ceftriaxon 2 x 1gr

 Tablet Sulfas Ferous 2 x 1 tab

 Cek tanda-tanda vital, Hemoglobin dan Leukosit

b. Tatalaksana Berdasarkan Teori:

 Pemberian antibiotik  Ceftriaxon 2 x 1 gr

o Teori : Ditemukannya bau amis pada air-air yang keluar dan peningkatan

leukosit.

o Kasus : Pasien mengaku keluar air berbau amis dan pada pemeriksaan

leukosit didapatkan peningkatan kadar leukosit.

 Tablet Sulfas Ferous  2 x 1 tab

o Teori : pada pemeriksaan fisik didapatkan anemis dan pada pemeriksaan Hb

didapatkan penurunan kadar Hb

o Kasus : Pada pemeriksaan fisik tidak ditemukan tanda-tanda anemia tetapi

terdapat penurunan sedikit pada kadar Hb yaitu 11,4 g/dL. Pemberian tablet Sufas

Ferous untuk mencegah anemia meskipun kadar HB pasien belum menunjukkan

kriteria dari anemia.

 Cek tanda-tanda vital Hemoglobin dan Leukosit 

o Teori : Termasuk dalam bagian dari Kala IV yaitu observasi

o Kasus : Untuk mengetahui mencegah syok, anemia dan sepsis pada pasien.

 Persalinan normal 

o Teori : Tidak ditemukan gangguan passenger atau passage, meminimalisir

terjadinya gawat janin

55
o Kasus : Pada pasien tidak terdapat gangguan pada passenger maupun passage

karena 

 Posisi bayi sesuai dengan proses persalinan

 Posisi terbawah janin yaitu kepala dan sudah masuk PAP

 Letak plasenta tida menghalangi jalan lahir

 Pembukaan lengkap

 Pada pemeriksaan CTG tidak ditemukan gawat janin

 Persalinan abnormal 

o Teori : Ditemukan gangguan passenger atau passage, meminimalisir

terjadinya gawat janin, ditemukannya obstruksi atau CPD

o Kasus : Pada pasien tidak terdapat gangguan pada passenger maupun passage,

tidak ditemukannya gawat janin, tidak ditemukannya obstruksi atau CPD

sehingga tidak dilakukan persalinan abnormal.

56
DAFTAR PUSTAKA

1. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina

Pustaka Sarwono Prawiroharjo. Jakarta. Depkes RI. 2016

2. WHO 2016. [di unduh 10 November 2017, jam 12.30 WIB] Tersedia

dari:http://www.who.int/mediacentre/factsheet/fs348

3. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 [dokumen pada internet]

[Diunduh 25 November 2020 Pukul 14.30 WIB]. Tersedia

dari;http//www.depkes.go.id

4. Affandi, Biran. 2017. Asuhan Persalinan Normal. Jakarta: JNPK-KR

5. Wiknjosastro H. Ilmu Kebidanan. Edisi keempay, jakarta: Yayasan Bina Pustaka

Sarwono Prawiroharjo. 2016

6. Mochtar R. Sinopsis Obstetri jilid 1, Obstetri Fisiologi dan Patologi. Edisi 2, Jakarta :

Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2015.

7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom et al. Obstetri Williams. Chapter 42. William

Obstetric; 2018.

8. Helen, Varney. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2. Jakarta EGC

9. Martaadisoebrata D, Wirakusumah F, Effendi J. Obstetri Patologi . Edisi 3. Terbitan

Bandung.2014.

10. Sofie R, Adhi. Obstetri Fisiologi. Edisi 3, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2019.

57

Anda mungkin juga menyukai