PENDAHUUAN
Persalinan merupakan suatu proses fisiologis yang dialami oleh perempuan. Pada
proses ini terjadi serangkaian perubahan besar yang terjadi pada ibu untuk dapat melahirkan
janinnya melalui jalan lahir. Tujuan dari pengelolaan proses persalinan adalah mendorong
kelahiran yang aman bagi ibu dan bayi sehingga dibutuhkan peran petugas kesehatan untuk
mengantisipasi dan menangani komplikasi yang mungkin terjadi pada ibu dan bayi, sebab
kematian ibu dan bayi sering terjadi terutama saat proses persalinan.1
tahun 2015 adalah 216 per 100.000 kelahiran hidup atau diperkirakan jumlah kematian
sebesar 302.000 kematian.2
Angka Kematian Ibu (AKI) akibat persalinan di Indonesia juga masih cukup tinggi
yaitu 359/100.000 kelahiran hidup dan Angka Kematian Bayi (AKB) 19/1.000 kelahiran
hidup. Penyebab langsung kematian ibu adalah partus lama / partus tak maju 5 % ,
Partus lama atau persalinan tidak maju dapat membahayakan jiwa ibu karena pada
partus lama resiko terjadinya pendarahan postpartum akan meningkat dan bila penyebab
partus lama adalah akibat disproporsi panggul, maka resiko terjadinya ruptur uteri akan
meningkat dan hal ini akan mengakibatkan kematian ibu dan juga janin dalam waktu yang
singkat .1
1
Selain itu his yang tidak efisien atau adekuat akan mengakibatkan vasokontriksi
plasenta, dengan adanya gangguan fungsi plasenta akan mengakibatkan suplai O2 ke janin
berkurang, serta perkembangan dan pertumbuhan janin dalam rahim mengalami kelainan,
selanjutnya dapat mengalami distress janin, maka kesejahteraan janin akan terganggu. Kala I
fase laten yang memanjang, uterus cenderung berada pada status hypertonik, ini dapat
mengakibatkan kontraksi tidak adekuat dan hanya ringan (kurang dari 15 mm Hg pada layar
monitor), oleh karena itu kontraksi uterus menjadi tidak efektif. Fase aktif memanjang
apabila kualitas dan durasi kontraksinya bagus tetapi tibatiba yang terjadi dilatasi lemah maka
kontraksi menjadi jarang dan lemah serta dilatasi dapat berhenti. Jika ini terjadi dan didukung
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Persalinan
mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20 minggu atau lebih dapat hidup
diluar kandungan melalui jalan lahir atau jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan.5
Persalinan biasa atau normal (eutosia) adalah proses kelahiran janin pada kehamilan
cukup bulan (aterm, 37-42 minggu), pada janin letak memanjang, presentasi belakang
kepala yang disusul dengan pengeluaran plasenta dan seluruh proses kelahiran itu
berakhir dalam waktu kurang dari 24 jam tanpa tindakan/pertolongan buatan dan
tanpa komplikasi.
a. Kontraksi(his)
Ibu terasa kencang kencang sering, teratur dengan nyeri dijalarkan dari pinggang ke
paha. Hal ini disebabkan karena pengaruh hormon oksitosin yang secara fisiologis
Ada 2 macam kontraksi yang pertama kontraksi palsu (braxton hicks) dan kontraksi
yang sebenarnya. Pada kontraksi berlangsung sebentar, tidak terlalu sering dan tidak
teratur, semakin lama tidak ada peningkatan kekuatan kontraksi, sedangkan kontraksi
3
yang sebeanrnya bila ibu hamil merasakan kencang kencag makin sering, waktunya
semakin lama, dan makin kuat terasa, diserta mulas atau nyeri seperti kram perut. Perut
bumil juga semakin kencang. Kontraksi bersifat fundal recumbent/ nyeri yang dirasakan
terjadi pada bagian atas atau bagian tengah perut atas atau puncak kehamilan (fundus),
pinggang dan panggul serta perut bagian bawah. Tidak semua ibu hamil mengalami
kontraksi (his) palsu. Kontraksi ini merupakan hak normal untuk mempersiapkan rahim
b. Pembukaan serviks
Terjadi pembukaan serviks, primi (pertama hamil)>1,8cm dan multi (lebih dari satu
Biasanya pada ibu hamil dengan kehamilan pertama, terjadinya pembukaan ini disertai
nyeri perut. Sedangkan pada kehamilan anak kedua dan selanjutnya, pembukaan biaanya
tampa di iringi nyeri. Rasa nyeri terjadi karena adanya tekanan panggul saat kepala janin
turun ke area tulang panggul sebagai akibat melunaknya rahim. Untuk memastikan telah
terjadi pembukaan, tenaga medis biaanya akan melakukan pemeriksaan dalam (vaginal
touche).4
Dalam bahasa medis disebut blody show karena lendir ini bercampur darah. Itu
terjadi karena pasa saat menjelang peralinan terjadi pelunakan, pelebaran dan penipisan
mulut rahim. Bloody show seperti lendir yang kental dan bercampur 6
darah yang ada dileher rahim tersebutakan keluar sebagai akibat terpiahnya membran
selaput yang mengelilingi janin dan cairan ketuban mulai memisah dari dinding rahim.
membungkus janin, terdapat cairan ketuban sebagai bantalan bagi janin agar terlindungi,
4
Cairan ketuban umumnya berwarna bening, tidak berbau, dan akan terus keluar sampai akan
melahirkan.9
Tenaga atau Kekuatan (power): his (kontraksi uterus), kontraksi otot dinding perut,
Janin (passanger): letak janin, posisi janin, presentasi janin dan letak plasenta.
Jalan Lahir (passage): ukuran dan tipe panggul, kemampuan serviks untuk membuka,
D. Fisiologi persalinan
In partu adalah proses dimulainya persalinan, yang ditandai dengan adanya penipisan
dan pembukaan serviks, kontraksi uterus yang menyebabkan perubahan pada serviks yaitu
dengan frekuensi minimal 2 kali setiap 10 menit serta adanya bloody show.
Partus adalah suatu proses pengeluaran hasil konsepsi yang dapat hidup dari dalam
Partus dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pembukaan
10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan. Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh
karena berkat kekuatan his dan kekuatan mengejan janin didorong ke luar sampai lahir.
Dalam Kala III atau kala uri plasenta terlepas dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV
mulai dari lahirnya plasenta dan lamanya 1 jam. Dalam kala itu harus diobservasi ada
Kala I
Klinis dapat dinyatakan partus dimulai bila timbul his dan wanita tersebut
mengeluarkan lendir yang bersemu darah (bloody show). Lendir yang bersemu darah ini
5
berasal dari lendir kanalis servikalis karena serviks mulai membuka atau mendatar.
Sedangkan darahnya berasal dari pembuluh-pembuluh kapiler yang berada di sekitar kanalis
1. Fase Laten : Berlangsung selama 8 jam. Pembukaan terjadi sangat lambat sampai
Fase Dilatasi Maksimal : Dalam waktu 2 jam pembukaan berlangsung sangat cepat,
demikian, akan tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi lebih pendek.
Pada yang pertama ostium uteri internum akan membuka lebih dahulu, sehingga serviks akan
mendatar dan menipis. Baru kemudian ostium uteri eksternum membuka. Pada multigravida
ostium uteri internum sudah sedikit terbuka. Ostium uteri internum dan eksternum serta
penipisan dan pendataran serviks terjadi dalam saat yang sama. Kala I selesai apabila
pembukaan serviks uteri telah lengkap. Pada primigravida kala I berlangsung kira-kira 13
Kala II
Pada kala II his menjadi lebih kuat dan lebih cepat, kira-kira 2 sampai 3 menit sekali.
Karena biasanya dalam hal ini kepala janin sudah masuk di ruang panggul, maka pada his
dirasakan tekanan pada otot-otot dasar panggul, yang secara reflektoris menimbulkan rasa
6
mengedan. Wanita merasa pula tekanan kepada rektum dan hendak buang air besar.
Kemudian perineum mulai menonjol dan menjadi lebar dengan anus membuka. Labia mulai
membuka dan tidak lama kemudian kepala janin tampak dalam vulva pada waktu his. Bila
dasar panggul sudah lebih berelaksasi, kepala janin tidak masuk lagi di luar his, dan dengan
his dan kekuatan mengedan maksimal kepala janin dilahirkan dengan suboksiput dibawah
simfisis dan dahi, muka, dan dagu melewati perineum. Setelah istirahat sebentar, his mulai
lagi untuk mengeluarkan badan, dan anggota bayi. Para primigravida kala II berlangsung
Kala III
Setelah bayi lahir, uterus teraba keras dengan fundus uteri agak di atas pusat.
Beberapa menit kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari
dindingnya. Biasanya plasenta lepas dalam 6 sampai 15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta disertai dengan
pengeluaran darah. 4 Lama kala 3 dalam primi yaitu 10 menit sedangkan multi yaitu 10 menit.
Kala IV
Dimulai setelah lahirnya placenta dan berakhirnya 2 jam setelahnya. Dalam kala IV
ini penderita masih membutuhkan pengawasan yang intensif karena pendarahan akibat atonia
uteri masih mengancam dan lakukan observasi tekanan darah, nadi, pernafasan dan kontraksi
Nyeri perineum
1. Engagement
7
Suatu keadaan dimana diameter biparietal sudah melewati PAP. Terdiri dari
Normal sinlitismus
Asinklitismus anterior
Asinklitismus posterior
Gambar. Engagement
2. Fleksi
Fleksi yaiut posisi dagu bayi menempel dada dan ubun-ubun kecil lebih rendah
dari ubun-ubun besar. Gerakan fleksi terjadi akibat adanya tahanan serviks,
Gambar. Fleksi
8
3. Desensus
Pada nulipara, engagement terjadi sebelum inpartu dan tidak berlanjut sampai awal
kala II, sedangkan pada multipara desensus berlangsung bersamaan dengan dilatasi
serviks10
Gambar. Desensus
Kepala yang turun menemui diafragma pelvis yang berjalan dari belakang ke atas
5. Ekstensi
9
Setelah kepala lahir muka janin dibersihkan dan jalan nafas dibebaskan dari darah
hidung. Setelah itu bebaskan lilitan tali pusat dengan pemotongan diantara 2 klem.
10
kedudukan kepala dengan punggung anak. Seelah kepala lahir, terjadi putaran
paksi luar (restitusi) yang menyebabakan posisi kepala kembali pada posisi saat
engagement terjadi didalam jalan lahir. Setelah putaran paksi luar kepala, bahu
mengalami desensus ke dalam panggunl dengan cara seperti yang terjadu pada
desensus kepala. Bahu anterior akan mengalami putaran paksi dalam sejauh 45°
10
Gambar. Putaran Paksi Luar
7. Ekspulsi
Bahu melintasi PAP dalam keadaan miring, menyesuaikan dengan bentuk panggul,
sehingga didasar panggul, apabila kepala telah lahir, bahu berada dalam posisi
depan-belakang, bahu depan lahir lebih dahulu, baru kemudian bahu belakang.10
Gambar. Ekspulsi
F. PENATALAKSANAAN
11
1. Berikan dukungan dan suasana yang menyenangkan bagi pasien
pendampingnya.
o Pada kasus persalinan resiko rendah, pada kala I DJJ diperiksa setiap 30
( his ).
o Pada kasus persalinan resiko tinggi, pada kala I DJJ diperiksa dengan
frekuensi yang lebih sering (setiap 15 menit ) dan pada kala II setiap 5 menit.1
jam.
6. Pemeriksaan VT berikut
o Pada kala I keperluan dalam menilai status servik, stasion dan posisi bagian
12
o Indikasi pemeriksaan dalam diluar waktu yang rutin diatas adalah:
Saat ketuban pecah dengan bagian terendah janin masih belum masuk
Detik jantung janin mendadak menjadi buruk (< 120 atau > 160 dpm).9
2. Makanan oral
aktif dan kala II. Pengosongan lambung saat persalinan aktif berlangsung
sangat lambat.
makanan cair.
3. Cairan intravena
per jam dapat mencegah terjadinya dehidrasi dan asidosis pada ibu.9
13
3. Analgesia
4. Lengkapi partogram
o Pemberian obat-obatan.
5. Amniotomi
o Bila selaput ketuban masih utuh, meskipun pada persalinan yang diperkirakan
normal terdapat kecenderungan kuat pada diri dokter yang bekerja di beberapa
yang teramat ketat sehingga tidak layak dilakukan sebagai tindakan rutin.
o Distensi kandung kemih selama persalinan harus dihindari oleh karena dapat:
14
Carley dkk (2002) menemukan bahwa 51 dari 11.322 persalinan
persalinan).
1. Persiapan :
2. Pertolongan persalinan :
1. Posisi pasien sebaiknya dalam keadaan datar diatas tempat tidur persalinan.
2. Untuk pemaparan yang baik, digunakan penahan regio poplitea yang tidak
3. Persalinan kepala:
1. Setelah dilatasi servik lengkap, pada setiap his vulva semakin terbuka akibat
15
3. Bila tidak dilakukan episiotomi, terutama pada nulipara akan terjadi penipisan
4. Episiotomi tidak perlu dilakukan secara rutin dan hendaknya dilakukan secara
5. Putaran restitusi
perinei totalis (mengenai rektum) ; sebaliknya bila tidak dilakukan episiotomi dapat
16
Manuver Ritgen :
3. Diameter kepala janin yang melewati perineum adalah diameter yang paling kecil
sehingga dapat
Saat kepala janin meregang vulva dan perineum (“crowning”) dengan diameter 5 cm, dengan
dialasi oleh kain basah tangan kanan penolong melakukan dorongan pada perineum dekat
dengan dagu janin kearah depan atas. Tangan kiri melakukan tekanan ringan pada daerah
oksiput. Maneuver ini dilakukan untuk mengatur defleksi kepala agar tidak terjadi cedera
Persalinan bahu:
Setelah lahir, kepala janin terkulai keposterior sehingga muka janin mendekat pada anus ibu.
Selanjutnya oksiput berputar (putaran restitusi) yang menunjukkan bahwa diameter bis-
17
acromial (diameter tranversal thorax) berada pada posisi anteroposterior Pintu Atas
Panggul dan pada saat itu muka dan hidung anak hendaknya dibersihkan .
Seringkali, sesaat setelah putar paksi luar, bahu terlihat di vulva dan lahir secara spontan. Bila
tidak, perlu dlakukan ekstraksi dengan jalan melakukan cekapan pada kepala anak dan
dilakukan traksi curam kebawah untuk melahirkan bahu depan dibawah arcus pubis.
Untuk mencegah terjadinya distosia bahu, sejumlah ahli obstetri menyarankan agar terlebih
dulu melahirkan bahu depan sebelum melakukan pembersihan hidung dan mulut janin atau
Persalinan sisa tubuh janin biasanya akan mengikuti persalinan bahu tanpa kesulitan, bila
agak sedikit lama maka persalinan sisa tubuh janin tersebut dapat dilakukan dengan traksi
kepala sesuai dengan aksis tubuh janin dan disertai dengan tekanan ringan pada fundus uteri.9
5. Membersihkan nasopharynx:
18
Perlu dilakukan tindakan pembersihan muka , hidung dan mulut anak setelah dada lahir dan
anak mulai mengadakan inspirasi, untuk memperkecil kemungkinan terjadinya aspirasi cairan
6. Lilitan talipusat
Setelah bahu depan lahir, dilakukan pemeriksaan adanya lilitan talipusat dileher anak dengan
Lilitan talipusat terjadi pada 25% persalinan dan bukan merupakan keadaan yang berbahaya.
Bila terdapat lilitan talipusat, maka lilitan tersebut dapat dikendorkanmelewati bagian atas
kepala dan bila lilitan terlampau erat atau berganda maka dapat dilakukan pemotongan
talipusat terlebih dulu setelah dilakukan pemasangan dua buah klem penjepit talipusat.
7. Menjepit talipusat:
Klem penjepit talipusat dipasang 4–5 cm didepan abdomen anak dan penjepit talipusat
(plastik) dipasang dengan jarak 2–3 cm dari klem penjepit. Pemotongan dilakukan diantara
Bila setelah persalinan, neonatus diletakkan pada ketinggian dibawah introitus vaginae
selama 3 menit dan sirkulasi uteroplasenta tidak segera dihentikan dengan memasang
penjepit talipusat, maka akan terdapat pengaliran darah sebanyak 80 ml dari plasenta ke
tubuh neonatus dan hal tersebut dapat mencegah defisiensi zat besi pada masa neonatus.6
19
Persalinan Kala III adalah periode setelah lahirnya anak sampai plasenta lahir.
Segera setelah anak lahir dilakukan penilaian atas ukuran besar dan konsistensi uterus dan
ditentukan apakah ini aalah persalinan pada kehamilan tunggal atau kembar.
Bila kontraksi uterus berlangsung dengan baik dan tidak terdapat perdarahan maka dapat
3. Fundus uteri naik oleh karena plasenta yang lepas berjalan kebawah kedalam segmen
bawah uterus.
sudah turun.1
Tanda-tanda diatas kadang-kadang dapat terjadi dalam waktu sekitar 1 menit setelah anak
Bila plasenta sudah lepas, harus ditentukan apakah terdapat kontraksi uterus yang baik.
Parturien diminta untuk meneran dan kekuatan tekanan intrabdominal tersebut biasanya
Bila dengan cara diatas plasenta belum dapat dilahirkan, maka pada saat terdapat kontraksi
uterus dilakukan tekanan ringan pada fundus uteri dan talipusat sedikit ditarik keluar untuk
mengeluarkan plasenta.
20
Tehnik melahirkan plasenta :
1. Tangan kiri melakukan elevasi uterus (seperti tanda panah) dengan tangan kanan
3. Setelah plasenta sampai di perineum, angkat keluar plasenta dengan menarik talipusat
keatas.
agar selaput ketuban tidak robek dan lahir secara lengkap oleh karena sisa selaput
Kanan : selaput ketuban jangan sampai tersisa dengan menarik selaput ketuban menggunakan
cunam
Penatalaksanaan aktif kala III ( pengeluaran plasenta secara aktif ) dapat menurunkan angka
Tehnik :
1. Setelah anak lahir, ditentukan apakah tidak terdapat kemungkinan adanya janin
kembar.
21
2. Bila ini adalah persalinan janin tunggal, segera berikan oksitosin 10 U i.m (atau
Melakukan dorongan uterus kearah dorsokranial sambil melakukan traksi talipusat terkendali
o Pertahankan traksi ringan pada talipusat dan tunggu adanya kontraksi uterus
yang kuat.
dorsokranial.
3. Setelah merasa bahwa plasenta sudah lepas, keluarkan plasenta dengan kedua tangan
4. Setelah plasenta lahir, lakukan masase fundus uteri agar terjadi kontraksi dan sisa
5. Jika tidak terjadi kontraksi uterus yang kuat (atonia uteri) dan atau terjadi perdarahan
6. Jika atonia uteri tidak teratasi dalam waktu 1 – 2 menit, ikuti protokol
7. Jika plasenta belum lahir dalam waktu 15 menit, berikan injeksi oksitosin kedua dan
22
o Periksa kandung kemih, bila penuh lakukan kateterisasi.
1. Retensio Plasenta
Retensio plasenta adalah keadaan dimana plasenta belum lepas dari dinding uterus
atau plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan. Retensio plasenta terdiri dari
plasenta akreta, plasenta inkreta dan plasenta parkreta. Pencegahan yang dapat
2 jam pertama pasca persalinan merupakan waktu kritis bagi ibu dan neonatus. Keduanya
baru saja mengalami perubahan fisik luar biasa dimana ibu baru melahirkan bayi dari dalam
perutnya dan neonatus sedang menyesuaikan kehidupan dirinya dengan dunia luar.
23
Petugas medis harus tinggal bersama ibu dan neonatus untuk memastikan bahwa keduanya
berada dalam kondisi stabil dan dapat mengambil tindakan yang tepat dan cepat untuk
mengadakan stabilisasi.1
1. Periksa fundus uteri tiap 15 menit pada jam pertama dan setiap 30 menit pada jam
kedua.
2. Periksa tekanan darah – nadi – kandung kemih dan perdarahan setiap 15 menit pada
3. Anjurkan ibu untuk minum dan tawarkan makanan yang dia inginkan.
4. Bersihkan perineum dan kenakan pakaian ibu yang bersih dan kering.
7. Berikan kesempatan agar ibu mulai memberikan ASI, hal ini juga dapat membantu
kontraksi uterus .
8. Bila ingin, ibu diperkenankan untuk ke kamar mandi untuk buang air kecil. Pastikan
bahwa ibu sudah dapat buang air kecil dalam waktu 3 jam pasca persalinan.
Ibu yang baru bersalin sebaiknya berada di kamar bersalin selama 2 jam dan sebelum
24
2. Kontraksi uterus baik dan tidak terdapat perdarahan.
1. Atonia Uteri
Atonia uteri adalah kondisi ketika rahim tidak bisa berkontraksi kembali setelah
melahirkan. Kondisi ini dapat mengakibatkan perdarahan pascapersalinan yang dapat
membahayakan nyawa ibu.
Perlukaan jalan lahir (robekan perineum) adalah robekan yang terjadi pada saat proses
Eksplorasi
Irigasi
25
Gambar. Manajemen Robekan Perineum
3. Sisa Plasenta
Pemeberian antibiotik
Eksplorasi digital (bila serviks terbuka dan keluarkan bekuan darah atau
jaringan
Kuretase
A. Definisi
Partus tak maju adalah persalinan dalam fase aktif yang lebih dari 12 jam pada
primi dengan rata-rata pembukaan 1 cm per jam atau lebih dari 16 jam pada multi
Partus tak maju adalah suatu persalinan dengan his yang adekuat yang tidak
menunjukan kemajuan pada pembukaan serviks, turunnya kepala, dan putar paksi dalam
selama 2 jam terakhir. Partus tak maju dapat disebabkan oleh kelainan letak janin,
26
kelainan panggul, kelainan his, pimpinan partus yang salah, janin besar, primitua, dan
B. Epidemiologi
Secara global, sekitar 8 – 11% ibu hamil mengalami abnormalitas kala 1 persalinan.
Perlambatan persalinan pada fase aktif ditemukan pada 25% wanita nulipara dan 15%
wanita multipara. 3
Data mengenai prevalensi partus tak maju di Indonesia tidak ada. Data dari Survey
Demografi dan Kesehatan Indonesia hanya menyebutkan bahwa partus tak maju
menyebabkan 1 – 1,8% kematian ibu pada tahun 2010 – 2013. Sedangkan secara global,
(CPD) berjumlah 3-8%.3
Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida atau waktu 14 jam pada
multipara merupakan keadaan abnormal. Sebab-sebab fase laten yang panjang mencakup :
3. CPD
Para primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam merupakan keadaan
abnormal. Yang lebih penting daripada panjangnya fase ini adalah kecepatan dilatasi
Periode aktif yang memanjang dapat dibagi menjadi 2 kelompok klinis yang
utama yaitu :
Fase aktif pada multipara yang berlangsung lebih dari 6 jam dan laju dilatasi yang
D. Etiologi
Ibu bertubuh pendek < 150 cm yang biasanya berkaitan dengan malnutrisi dan
terjadinya deformitas panggul merupakan risiko tinggi dalam persalinan, tinggi badan
< 150 cm berkaitan dengan kemungkinan panggul sempit. Tinggi badan Ibu < 145 cm
Hal ini bisa terjadi pada dahi, bahu, muka dengan dagu posterior atau kepala yang
28
Hal ini sering terjadi bila ada kelainan pada janin, misal hidrosefalus, pertumbuhan
janin lebih dari 4000 gram, bahu yang lebar dan kembar siam.
Misalnya seperti tumor pelvis, stenosis vagina kongenital, perineum kaku dan tumor
vagina.
Usia reproduksi yang optimal bagi seorang ibu untuk hamil dan melahirkan adalah
20-35 tahun karena pada usia ini secara fisik dan psikologi ibu sudah cukup matang
mengalami perubahan yang terjadi karena proses menuanya organ kandungan dan
jalan lahir kaku atau tidak lentur lagi. Selain itu peningkatn umur seseorang akan
mempengaruhi organ yang vital seperti sistim kardiovaskuler, ginjal dll (pada umur
tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang akan memperberat tugas organ-organ
tersebut sehingga berisiko mengalami komplikasi pada ibu dan janin). Sesuai dengan
hasil penelitian di Makassar yang dilakukan oleh Idriyani tahun 2016 dengan
menggunakan desain penelitian case control study menemukan ibu yang mengalami
partus tak maju kemungkinan 1,8 kali lebih besar berumur < 20 tahun dan > 35 tahun
6. Riwayat persalinan
Persalinan yang pernah dialami oleh ibu dengan persalinan prematur, seksio caesarea,
bayi lahir mati, persalinan lama, persalinan dengan induksi serta semua persalinan
tidak normal yang dialami ibu merupakan risiko tinggi pada persalinan berikutnya.
Sesuai dengan hasil penelitian di Medan yang dilakukan oleh Sarumpaet tahun 2010
29
dengan menggunakan desain penelitian case control study menemukan ibu yang
jelek. Riwayat persalinan jelek pada kasus didapatkan partus tak maju 24,6%. Ibu
yang memiliki riwayat persalinan yang buruk kemungkinan 10 kali lebih besar untuk
mengalami persalinan macet dari pada ibu yang tidak memiliki riwayat persalinan
buruk.8
E. Patofisiologi
Patofisiologi partus lama tergantung pada penyebabnya, baik itu kekuatan kontraksi,
obstruksi pada jalan lahir, dan kelainan janin. Penyebab ini sering disingkat menjadi
akan menyebabkan hambatan dalam kemajuan persalinan. Hambatan ini dapat berupa
Power
seringkali disebabkan kekuatan kontraksi yang tidak optimal sehingga dorongan janin
ke arah jalan lahir tidak maksimal. Kontraksi yang diharapkan terjadi pada fase aktif
Passage
Abnormalitas dari jalan lahir seperti adanya disproporsi antara besar rongga panggul
membuat janin tidak dapat melewati jalan lahir dan persalinan tidak mengalami
kemajuan. Demikian halnya jika ditemukan adanya massa pada jalan lahir yang
30
Passenger
Faktor janin juga dapat menyebabkan partus lama. Misalnya pada keadaan di mana
F. Diagnosis
Sampai saat ini, belum ada konsensus mengenai diagnosis partus tak maju sehingga
penegakkan diagnosis bergantung dari sumber yang dipakai. Menurut WHO, partus
lama adalah adanya kontraksi uterus ritmik dan reguler yang disertai pembukaan
nulipara dan > 14 jam pada multipara, dengan batasan pembukaan serviks < 6 cm
Anamnesis
Pada anamnesis, keluhan utama yang didapatkan biasanya adalah tidak adanya
kemajuan persalinan. Adanya tanda-tanda bahaya lain juga perlu ditanyakan, seperti
Selain menanyakan keluhan utama, data lain terkait persiapan persalinan juga perlu
ditanyakan, seperti :
Adanya riwayat abortus
(hipertensi, diabetes, asthma)
31
Pemeriksaan Fisik
Pemantauan perkembangan dilatasi serviks, serta kondisi portio apakah masih tebal
Keadaan ketuban, apakah sudah pecah atau belum. Jika sudah pecah, bagaimana
Frekuensi kontraksi dalam 10 menit dan durasi per kontraksi, serta ada-tidaknya
Selain menilai kemajuan persalinan, tanda vital ibu, adanya malposisi atau
malpresentasi, serta massa pelvis yang dapat menutupi jalan lahir juga perlu diperiksa.
Diagnosis Banding
False Labour
Pada masa kehamilan lanjut dan persalinan semakin dekat, ibu hamil dapat merasakan
kontraksi uterus irregular yang tidak bertambah intensitasnya, hal ini disebut juga
Obstructed Labour
32
Obstructed labour didefinisikan sebagai kondisi persalinan dimana kontraksi uterus
adekuat, tetapi janin tidak bisa turun ke jalan lahir karena adanya hambatan yang
Pemeriksaan Penunjang
Penunjang yang paling sering digunakan adalah partograf, yaitu diagram yang berisi
kondisi ibu dan janin yang dapat digunakan untuk memonitor kemajuan persalinan.
Partograf
Partograf merupakan alat diagnostik yang dikeluarkan oleh WHO untuk membantu
memantau kemajuan persalinan, terutama pada fasilitas kesehatan yang terbatas. Pada
partograf, terdapat beberapa bagian yang perlu diisi terkait kondisi ibu dan janin,
seperti :
Identitas ibu
Dilatasi serviks
Penurunan kepala
Kondisi ketuban
Penggunaan obat-obatan
33
Partograf mulai digunakan saat ibu memasuki fase aktif sehingga tidak dapat
digunakan untuk menilai partus lama pada fase laten. Jika kondisi persalinan tidak
mengalami kemajuan dan memotong garis “bertindak”, maka intervensi harus segera
Pemeriksaan CTG dapat digunakan untuk menilai kondisi denyut jantung janin secara
kontinyu dalam periode waktu tertentu serta menilai kekuatan kontraksi secara
eksternal. Pemeriksaan ini dapat dilakukan setiap jam saat intrapartum. Hasil CTG
yang abnormal seperti adanya akselerasi atau deselerasi dapat membantu dokter
G. KOMPLIKASI
Ibu
Partus lama menimbulkan efek yang berbahaya bagi ibu dan anak. Beratnya cedera
terus meningkat dengan semakin lamanya proses persalinan. Risiko tersebut naik dengan
cepat setelah 24 jam. Terdapat kenaikan pada insidensi atnia uteri, laserasi, perdarahan,
Janin
Semakin lama persalinan, semakin tinggi morbiditas serta mortalitas janin dan
1. Asfiksia
2. Trauma cerebri
3. Cedera akibat tindakan ekstraksi dan rotasi dengan forceps yang sulit
34
4. Pecahnya ketuban lama sebelum kelahiran keadaan ini mengakibatkan
H. Tatalaksana
Tatalaksana Khusus
Power: His tidak adekuat (his dengan frekuensi <3x/10 menit dan durasi setiap
Passage: panggul sempit, kelainan serviks atau vagina, tumor jalan lahir
Prinsip umum:
4. Serta untuk gangguan Power yang tidak dapat diatasi oleh augmentasi
sesarea.
35
o Usia kehamilan < 37 minggu
pembukaan serviks:
o Beri drip oksitosin dgn 5 IU dlm 500cc dextrose mulai 8 tetes /menit
36
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Istri Suami
37
Keluhan utama : Pasien mengatakan mulas-mulas dan keluar lendir bercampur darah sejak
Seorang wanita usia 37 tahun datang ke IGD ruang bersalin RSUD Kabupaten
Bekasi pukul 23. 30 dengan G5P2A2 merasa hamil ± 10 bulan dengan keluhan mulas-
mulas sejak pukul 17.00 (6 jam SMRS). Pada awalnya mules hanya dirasakan setiap 1
jam sekali tetapi semakin lama mules dirasakan semakin sering dan teratur. Pasien
juga merasakan nyeri pada perut bagian bawah yang menjalar hingga kedua pinggang
serta perut yang terasa sangat kencang. Pasien mengatakan jika keluar lendir yang
bercampur darah sejak pukul 17.00 (6 jam SMRS). Selain itu, keluar air-air yang
berbau amis dan tidak dapat ditahan sejak pukul 20.00 (3 jam SMRS). Pasien
oksitosin 0.5 iu pada pukul 20.00. Pada pukul 22.00, pembukaan lengkap lalu
dipimpin meneran namun setelah 1 jam masih belum ada kemajuan persalinan dan
keguguran 2 kali sebelumnya. Pasien mengau jika 4 hari SMRS ia berhubungan badan
Keguguran 2 kali
38
Hipertensi, kencing manis, jantung, paru, asma, alergi disangkal
Riwayat menstruasi :
Banyak Haid : 3 kali ganti pembalut dalam sehari (± 30cc dalam 24 jam)
Riwayat pernikahan :
Menikah : 1 kali
Riwayat Kontrasepsi :
Kontrasepsi suntik 3 bulan pada tahun 2014 dengan penggunaan selama 5 tahun. Tidak
Riwayat Obstetri:
Riwayat Persalinan :
39
kehamilan persalinan anak
1 Laki-laki 9 bulan Normal Bidan 13 tahun 3600 gr
2 Abortus 3 bulan Kuretase Dokter - Tidak
Tau
3 Laki-laki 9 bulan Normal Bidan 6 tahun 3700 gr
4 Abortus 2 bulan Kuretase Dokter - Tidak
Tau
5 Hamil ini
C. PEMERIKSAAN FISIK
a. Status generalis
Nadi : 86 x/menit
Suhu : 36,6 C o
Pernafasan : 20 x/menit
Kepala
Bentuk : normocephal
Thorax
Paru-paru
dinamis
Jantung
40
Inspeksi : ictus cordis tidak terlihat
Abdomen
Inspeksi : cembung, simetris, bekas operasi (-) , strie gravidarum (+) , linea
nigra (+)
Ekstremitas
2. Status obstetri
Pemeriksaan luar
TFU : 35 cm
Leopold I : Teraba bagian lunak, tidak melenting, bulat, asimetris, kesan bokong.
Leopold III : Teraba bagian keras, melenting, bulat, keras, kesan kepala.
Panggul
(PAP).
41
His : 4x10’x45”
Pemeriksaan dalam
Pembukaan : 10 cm
Ketuban : Jernih
Presentasi : kepala
Penurunan : Hodge II
3. Pemeriksaan Laboratorium
21 November 2020
Pemeriksaan
Hematologi
Hb 32 (L) 35 – 50 %
Trombosit
42
Jenis Hasil Nilai Normal
Pemeriksaan
Petanda Hepatitis
HBsAg
22 November 2020
Pemeriksaan
Hematologi
Hb 33 (L) 35 – 50 %
Trombosit
D. RESUME
Seorang wanita usia 37 tahun datang ke IGD ruang bersalin RSUD Kabupaten Bekasi pukul
23.30 dengan G5P2A2 merasa hamil ± 10 bulan dengan keluhan mulas-mulas sejak 6 jam
SMRS yang awalnya dirasakan setiap 1 jam sekali tetapi semakin semakin sering dan teratur
serta terdapat nyeri pada perut bagian bawah yang menjalar hingga kedua pinggang serta
perut yang terasa sangat kencang. Selain itu keluar lendir yang bercampur darah sejak 6 jam
SMRS dan keluar air-air yang berbau amis sejak 3 jam SMRS. Pasien masih merasakan
gerakan janin. Sebelumnya pasien sudah diberikan oksitosin 0.5 iu pada pukul 20.00. Pada
pukul 22.00, pembukaan lengkap lalu dipimpin meneran namun setelah 1 jam masih belum
43
ada kemajuan persalinan. Pasien mengatakan jika ini merupakan kehamilan kelima dan
pernah keguguran 2 kali. Riwayat berhubungan (+) 4 hari SMRS. Menstruasinya teratur dan
menarche usia 12 tahun dengan siklus yang teratur selama 7 hari. Pasien mengatakan HPHT
Pada pemeriksaan fisik ditemukan keadaan umum sakit sedang, kesadaran compos mentis,
tekanan darah 127/82 mmhg, nadi 86 x/menit, suhu 36,6 C, RR 20 x/menit. Pada
pemeriksaan status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan obstetrik pada pukul
23.30 pemeriksaan luar didapatkan TFU 35 cm, Leopold I teraba (bokong), Leopold II teraba
punggung janin di sebelah kiri, leopold III teraba kepala, leopold IV divergen, his 4x10’x45”,
DJJ 137 x/menit, reguler. Pemeriksaan bagian dalam didapatkan vulva vagina tidak ada
kelainan, portio tidak teraba, ketuban jernih, pembukaan lengkap, presentasi kepala,
penurunan hodge II, molase tidak ada. Pukul 08.00 bayi lahir spontan dengan induksi Apgar
Score 6/7/8, jenis kelamin laki-laki, BBL 3525 gram, PBL 52 cm, anus (+), cacat (-).
E. DIAGNOSIS KERJA
P3A2 H 40-41 Minggu Post Partus Maturus Spotaneous dengan Riwayat Partus Tidak
Maju
F. RENCANA PENATALAKSANAAN
IVFD RL 20 tpm
Ceftriaxon 2 x 1gr
G. PROGNOSIS
44
Ad vitam : ad bonam
Ad functionam : ad bonam
Ad sanactionam : ad bonam
H. FOLLOW UP
S Pasien mengatakan mulas-mulas dan keluar lendir bercampur darah sejak pukul
17.00. Keluar air-air berbau amis dan tidak dapat ditahan pada pukul 20.00. Pasien
mengatakan sebelumnya sudah datang ke bidan dan di induksi 0.5 iu oksitosin pada
pukul 20.00 , pembukaan lengkap pukul 22.00 dan dipimpin meneran namun setelah
1 jam masih belum ada kemajuan persalinan dan dirujuk oleh bidan ke RSUD
Kabupaten Bekasi
45
O KU: Tampak sakit sedang
Kes: Komposmentis
HR: 86x/menit
RR: 20/menit
T: 36,6 oC
Status generalis :
Abd: NT +; BU +
Status Obstetri:
Pemeriksaan luar
TFU : 35 cm
Leopold IV : Divergen
His : 4x10’x45”
Pemeriksaan dalam
46
Vulva : Tidak ada kelainan
Pembukaan : 10 cm
Ketuban : Jernih
Presentasi : kepala
Penurunan : Hodge II
CTG
IVFD RL 20 tpm
47
O KU: Tampak sakit sedang
Kes: Komposmentis
HR: 87x/menit
RR: 22/menit
T: 36,5 oC
Status generalis :
Abd: NT +; BU +
Status Obstetri:
Pemeriksaan luar
TFU : 35 cm
Leopold IV : Divergen
His : 3x10’x40”
Pemeriksaan dalam
48
Vulva : Tidak ada kelainan
Pembukaan : 10 cm
Ketuban : Jernih
Presentasi : kepala
(Pukul 08.00 WIB bayi lahir spontan dengan induksi , menangis kuat , warna
kulit kemerahan , tonus otot baik, jenis kelamin laki-laki, BB 3525 gram, PB
S Pasien mengatakan merasa sedikit pusing, dan masih lemas setelah melahirkan,
masih terasa nyeri pada jalan lahir. Mual, muntah, demam, dan sesak disangkal.
49
O KU: Tampak sakit sedang Kes: Komposmentis BP: 125/70 mmHg HR: 87x/menit
Status generalis :
Abd: NT +; BU +
S Pasien mengatakan keluhan sudah berkurang, masih terasa sedikit nyeri pada jalan
lahir. Mual, muntah, demam, dan sesak disangkal. BAB dan BAK dalam batas
normal.
50
O KU: Tampak sakit sedang
Kes: Komposmentis
HR: 89x/menit
RR: 18x/menit
T: 36,2oC
Abd: NT +; BU +
Status Obstetri:
S Pasien mengatakan sudah tidak ada keluhan. Nafsu makan baik, BAB dan BAK
51
O KU: Baik
HR: 89x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,5oC
Status Generalis:
Abd: NT +; BU +
Status Obstetri:
52
BAB IV
ANALISA KASUS
Pasien berumur 37 tahun, dengan diagnosis G5P2A2 Hamil 40-41 Minggu dengan
Post Partus Maturus Spotaneous dengan Riwayat Partus Tidak Maju
1. Apakah penegakkan diagnosis pada pasien ini sudah sesuai dengan teori?
a. Anamnesis
Pasien mengaku hamil anak ke lima dan terdapat riwayat keguguran 2 kali
sebelumnya.
Mules - mules sejak 6 jam SMRS. Mules dirasakan semakin sering dan teratur yang
disertai nyeri pada perut bawah yang menjalar ke kedua pinggang
Usia Kehamilan 40-41 minggu, haid terakhir: 14 Februari 2020.
Riwayat berhubungan badan dengan suami 4 hari SMRS.
Riwayat keluar air-air, lendir dan darah
Riwayat pemberian oksitosin dan riwayat pembukaan lengkap serta sudah dipimpin
mengeran selama 1 jam tetapi bayi belum lahir
b. Pemeriksaan dalam:
Terdapat kontraksi saat pemeriksaan luar. Kontraksi teraba adanya His 4x dalam 10
menit selama 45 detik. Keluar air, lendir dan darah. Pada pasien ini dilakukan
pemeriksaan dalam didapatkan portio tidak teraba dan ada pembukaan 10 cm.
53
terdapat pembukaan lengkap pada pukul 22.00 dan sudah dipimpin udah meneran
selama 1 jam tetapi bayi belum dapat dilahirkan.
2. Apakah faktor resiko yang berperan pada kasus ini dalam terjadinya partus tidak
maju?
a. Faktor resiko terjadinya partus tidak maju pada kasus ini yaitu usia ibu yang berusia 37
tahun
Hal ini sesuai dengan teori dimana usia reproduksi yang optimal bagi seorang
ibu untuk hamil dan melahirkan adalah 20-35 tahun karena pada usia ini secara fisik
dan psikologi ibu sudah cukup matang dalam menghadapi kehamilan dan persalinan.
Usia 35 tahun organ reproduksi mengalami perubahan yang terjadi karena proses
menuanya organ kandungan dan jalan lahir kaku atau tidak lentur lagi. Selain itu
peningkatan umur seseorang akan mempengaruhi organ yang vital seperti sistim
kardiovaskuler, ginjal dll (pada umur tersebut mudah terjadi penyakit pada ibu yang
komplikasi pada ibu dan janin). Sesuai dengan hasil penelitian di Makassar yang
dilakukan oleh Idriyani tahun 2016 dengan menggunakan desain penelitian case
control study menemukan ibu yang mengalami partus tak maju kemungkinan 1,8 kali
lebih besar berumur < 20 tahun dan > 35 tahun dibandingkan umur 20-35 tahun.
Selain itu, pada kasus ini tidak ditemukan penyulit berupa CPD karena taksiran berat janin
IVFD RL 20 tpm
54
Ceftriaxon 2 x 1gr
o Teori : Ditemukannya bau amis pada air-air yang keluar dan peningkatan
leukosit.
o Kasus : Pasien mengaku keluar air berbau amis dan pada pemeriksaan
terdapat penurunan sedikit pada kadar Hb yaitu 11,4 g/dL. Pemberian tablet Sufas
o Kasus : Untuk mengetahui mencegah syok, anemia dan sepsis pada pasien.
Persalinan normal
55
o Kasus : Pada pasien tidak terdapat gangguan pada passenger maupun passage
karena
Pembukaan lengkap
Persalinan abnormal
o Kasus : Pada pasien tidak terdapat gangguan pada passenger maupun passage,
56
DAFTAR PUSTAKA
1. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Yayasan Bina
2. WHO 2016. [di unduh 10 November 2017, jam 12.30 WIB] Tersedia
dari:http://www.who.int/mediacentre/factsheet/fs348
3. Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2015 [dokumen pada internet]
dari;http//www.depkes.go.id
6. Mochtar R. Sinopsis Obstetri jilid 1, Obstetri Fisiologi dan Patologi. Edisi 2, Jakarta :
7. Cunningham FG, Leveno KJ, Bloom et al. Obstetri Williams. Chapter 42. William
Obstetric; 2018.
8. Helen, Varney. 2017. Buku Ajar Asuhan Kebidanan. Edisi 4, Volume 2. Jakarta EGC
Bandung.2014.
10. Sofie R, Adhi. Obstetri Fisiologi. Edisi 3, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2019.
57