Anda di halaman 1dari 6

Patogenesis meningitis TB

Patogenesis penyakit ini diduga terjadi dalam dua tahap. Pada tahap awal, bakteremia

membawa basil tuberkulosis ke sirkulasi serebral dan menyebabkan terbentuknya lesi primer

tuberkulosis di otak yang dapat mengalami dorman dalam waktu lama. Pada tahap kedua,

meningitis tuberkulosis terjadi akibat pelepasan basil Mycobacterium tuberculosis ke dalam

ruang meningen dari lesi subependimal atau subpial (terutama di fisura Sylvii).

Proses patologi yang menyebabkan defisit neurologis pada meningitis tuberkulosis adalah

1. eksudat dapat menyebabkan obstruksi aliran CSS sehingga terjadi hidrosefalus,

2. Granuloma dapat bergabung membentuk tuberkuloma atau abses sehingga terjadi defisit
neurologis fokal

3. vaskulitis obliteratif yang dapat menyebabkan infark dan sindrom stroke.

Terjadinya meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput


otak atau medula spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi
infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang. Bila penyebaran
hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan penyakit
tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis tuberkulosis
juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer). Salah satu
pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala.

Derajat meningitis TB

Meningitis tuberkulosis diklasifikasikan menjadi tiga derajat oleh British Medical


Research Council. Meningitis tuberkulosis derajat 1 ditandai dengan GCS 15 tanpa kelainan
neurologis fokal, derajat 2 ditandai dengan GCS 15 dengan defisit neurologis fokal, atau GCS

1
11-14, dan derajat 3 ditandai dengan GCS ≤10. Sistem klasifikasi ini digunakan untuk
memisahkan pasien dan juga untuk menentukan prognosis.

Menurut Lincoln, manifestasi klinis dari meningitis tuberculosa dikelompokkan dalam tiga
stadium:

1. Stadium I (stadium inisial / stadium non spesifik / fase prodromal)

 Prodromal, berlangsung 1 - 3 minggu

 Biasanya gejalanya tidak khas, timbul perlahan- lahan, tanpa kelainan neurologis
Gejala:

 demam (tidak terlalu tinggi)

 rasa lemah

 nafsu makan menurun (anorexia)

 nyeri perut

 sakit kepala

 tidur terganggu

 mual, muntah

 konstipasi

 apatis

 irritable · Pada bayi, irritable dan ubun- ubun menonjol merupakan manifestasi
yang sering ditemukan; sedangkan pada anak yang lebih tua memperlihatkan
perubahan suasana hati yang mendadak, prestasi sekolah menurun, letargi, apatis,
mungkin saja tanpa disertai demam dan timbul kejang intermiten. Kejang bersifat
umum dan didapatkan sekitar 10-15%.

2
 Jika sebuah tuberkel pecah ke dalam ruang sub arachnoid maka stadium I akan
berlangsung singkat sehingga sering terabaikan dan akan langsung masuk ke
stadium III.

2. Stadium II (stadium transisional / fase meningitik)

 Pada fase ini terjadi rangsangan pada selaput otak / meningen.

 Ditandai oleh adanya kelainan neurologik, akibat eksudat yang terbentuk diatas
lengkung serebri.

 Pemeriksaan kaku kuduk (+), refleks Kernig dan Brudzinski (+) kecuali pada bayi.

 Dengan berjalannya waktu, terbentuk infiltrat (massa jelly berwarna abu) di dasar
otak " menyebabkan gangguan otak / batang otak.

 Pada fase ini, eksudat yang mengalami organisasi akan mengakibatkan


kelumpuhan saraf kranial dan hidrosefalus, gangguan kesadaran, papiledema
ringan serta adanya tuberkel di koroid. Vaskulitis menyebabkan gangguan fokal,
saraf kranial dan kadang medulla spinalis. Hemiparesis yang timbul disebabkan
karena infark/ iskemia, quadriparesis dapat terjadi akibat infark bilateral atau
edema otak yang berat.

 Pada anak berusia di bawah 3 tahun, iritabel dan muntah adalah gejala utamanya,
sedangkan sakit kepala jarang dikeluhkan. Sedangkan pada anak yang lebih besar,
sakit kepala adalah keluhan utamanya, dan kesadarannya makin menurun.

 Gejala:

 Sakit kepala berat dan muntah (keluhan utama)

o Akibat peradangan / penyempitan arteri di otak

 disorientasi, bingung, kejang , tremor, hemibalismus / hemikorea -


hemiparesis / quadriparesis, penurunan kesadaran

o Gangguan otak / batang otak / gangguan saraf kranial

3
 Saraf kranial yang sering terkena adalah saraf otak III, IV, VI, dan
VII

 Tanda: strabismus, diplopia, ptosis, reaksi pupil lambat, gangguan


penglihatan kabur.

Hubungan Tuberkuloma dengan Meningitis Tuberkulosis

Tuberkuloma adalah lesi pada jaringan otak berupa masa padat yang merupakan
kumpulan jaringan nekrotik akibat infeksi kuman TB (Mycobacterium tuberkulosis) yang
menyebar dari organ lain secara hematogen, terutama berasal dari organ paru. Tuberkuloma
intrakranial adalah salah satu kompiikasi yang serius dari tuberkulosis dan 10% dari
tuberkuloma intrakranial berkaitan dengan meningitis tuberkulosis. Kejadian tuberkuloma
intrakranial merupakan 0.15-4% dari seluruh Iesi massa intrakranial. Sebelum kemajuan
kemoterapi antituberkulosis, kejadian tuberkuloma intrakranial adalah sekitar 30-50% dari
seluruh Iesi massa intrakranial yang ada.

Gambaran klinis penderita dibagi menjadi 3 fase. Pada fase permulaan gejalanya tidak
khas, berupa malaise, apatis, anoreksia, demam, dan nyeri kepala. Setelah minggu ke dua,
fase meningitis dengan nyeri kepala, mual, muntah dan mengantuk (drowsiness).
Kelumpuhan saraf knanial dan hidrosefalus terjadi karena eksudat yang mengalami organisasi
dan vaskulitis yang menyebabkan hemiparesis atau kejang-kejang yang juga dapat
disebabkan oleh proses tuberkuloma intrakranial. Pada fase ke tiga ditandai dengan
mengantuk yang progresif sampai koma

Gambaran patologi yang terjadi pada meningitis tuberkulosis ada 4 tipe, yaitu:

1. Disseminated milliary tubercles, seperti pada tuberkulosis milier;

2. Focal caseous plaques, contohnya tuberkuloma yang sering menyebabkan meningitis yang
difus

3. Acute inflammatory caseous meningitis : Terlokalisasi, disertai perkijuan dari tuberkel,


biasanya di korteks. Difus, dengan eksudat gelatinosa di ruang subarakhnoid

4
4. Meningitis proliferative : Terlokalisasi, pada selaput otak. Difus dengan gambaran tidak
jelas.

Gambaran patologi ini tidak terpisah-pisah dan mungkin terjadi bersamaan pada
setiap pasien. Gambaran patologi tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu umur, berat
dan lamanya sakit, respon imun pasien, lama dan respon pengobatan yang diberikan,
virulensi dan jumlah kuman juga merupakan faktor yang mempengaruhi.

Upaya penegakan diagnosis tuberkuloma tidak mudah, karena banyak macam lesi
massa intrakranial menyerupai gambaran tuberkuloma, seperti tumor intrakranial ataupun
penyakit infeksi intrakranial.

Diagnosis pasti tuberkuloma ditegakkan dengan operasi. Beberapa ahli berpendapat


bahwa tuberkuloma dapat dipastikan bila pada serial CT Scan atau serial Magnetic
Resonance Imaging (MRI) lesi menghilang sesudah mendapat terapi obat anti tuberculosis
(OAT).

DAFTAR PUSTAKA

5
1. Osborn AG, Blasser SI, Salzman KL, Katzman GL, Provenzale J, Cas- tillo M, et all.
Osborn Diagnostic Imaging. Canada : Amirsys/Elsevier. 1st ed. 2004

2. Wilkins RH, Rengachary SS. Neurosurgery. USA : Mc Graw-Hill. 2nd Ed. 1996

3. Rengachary SS, Wilkins RH. Principles of Neurosurgery. London : Mosby. 1994

4. Winn HR. Youman’s Neurological Surgery. 5th ed. USA : Saunders. 1994

5. Török ME. Tuberculous meningitis: advances in diagnosis and treatment. British Medical
Bulletin. 2015; 113:117-31.

6. Mediastore. 2008. Uji Tuberkulin Dan Klasifikasi Tuberculosis


http://www.medicastore.com/tbc/uji_tbc.htm. April 13 th, 2008.

Anda mungkin juga menyukai