Anda di halaman 1dari 38

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya,
Tugas Case Report yang berjudul Meningoencephalitis ec suspect tuberculosis ini dapat
terselesaikan dengan baik. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada dr. Sofie
Minawati, Sp.S selaku pembimbing sehingga Case Report ini dapat terselesaikan dengan
tepat waktu.

Tugas Case Report ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi kompetensi
kepaniteraan klinik SMF Neurologi di RSUD dr. Slamet Garut. Penulis berharap Case Report
ini dapat menjadi literatur atau sumber informasi mengenai Ilmu Penyakit Saraf.

Akhir kata, penulis menyadari banyak kekurangan didalam penyusunan Case Report
ini. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang berguna demi penyusunan
Case Report ini.

Garut, Januari 2019

Muhammad Falah Dzaki Miftah

2
I. Identitas Pasien
Nama : Nn. T

Jenis kelamin : Wanita

No. CM : 01094XXX

Usia : 14 Tahun

Alamat : Sukagalih

Agama : Islam

Suku Bangsa : Sunda

Status Pernikahan : Belum menikah

Status Pekerjaan : Pelajar

Tanggal Masuk : 18 Desember 2019

Ruangan : Cempaka Bawah RSUD Dr. Slamet Garut

Pembiayaan : BPJS

II. Anamnesis
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 26 Desember 2019 di ruang
Cempaka bawah RSUD Dr. Slamet Garut.

A. Keluhan Utama :
Penurunan kesadaran sejak 1 minggu yang lalu disertai dengan kejang.

B. Riwayat Penyakit Sekarang


Seorang perempuan berumur 14 tahun dating ke IGD RSUD Dr. Slamet
dengan keluhan penurunan kesadaran sejak 1 minggu yang lalu. Penurunan kesadaran
juga disertai dengan kejang. Ketika kejang mata pasien mendelik keatas, tangan dan
kaki gelojotan. Pasien kejang sekitar 5 menit. Sebelumnya ibu pasien mengatakan
pasien sepulang dari sekolah mengalami demam tinggi dan disertai dengan sakit

3
kepala. Setelah itu ibu pasien memberikan obat obatan warung tetapi tidak mengalami
perbaikan. Besok harinya pasien memaksakan berangkat ke sekolah walaupun dengan
keadaan sakit kepala dan panas tinggi karena mau ujian disekolahnya. Sepulang dari
sekolah keadaan pasien makin memburuk. Pasien terlihat mulai banyak tidur dan
mulai menunjukkan penurunan kesadaran, bila dipanggil terkadang tidak merespon.
Pasien juga sering terlihat tidak nyambung apabila diajak bicara dan bicara pasien
menjadi tidak jelas. Selalu memegangi kepalanya dikarenakan sakit dan memegangi
lehernya karena terasa kaku. Setelah itu ibu pasien juga mengatakan mata pasien
terlihat juling. Pasien juga tidak mau makan, kalaupun mau makan hanya sedikit.
Tidak ada keluhan BAK dan BAB.
Ibu pasien membawa pasien ke rumah sakit didaerah tarogong dan sempat
dirawat 2 hari karena keluhan tersebut lalu dirujuk kerumah sakit dr slamet. Dirumah
sakit tarogong ibu pasien mengatakan pasien sempat sadar dan sedikit lebih membaik
tetapi hanya beberapa jam. Selama dirumah sakit tarogong pasien mengalami 2x
kejang dan 1x di IGD dr slamet setelah dirujuk.

C. Riwayat Penyakit Dahulu:


Sebelumnya pasien tidak pernah mengalami keluhan seperti ini, pasien juga
tidak ada riwayat batuk yang berkepanjangan ataupun mempunyai riwayat
pengobatan paru. Pasien hanya demam batuk pilek biasa dan diberikan obat warung
ataupun dengan istirahat sembuh. Pasien juga tidak ada riwayat kejang pada saat
kecil.
D. Riwayat Penyakit Keluarga:
Keluarga ataupun orang terdekat pasien tidak ada yang mempunyai riwayat
batuk lama ataupun pengobatan paru. Keluarga pasien juga tidak ada yang mengalami
keluhan seperti pasien.

4
Pemeriksaan Fisik
A. Status Praesens
Kesadaran : Composmentis
GCS : E4M6V5
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Tanda vital :
 Tekanan Darah : 120/90 mmHg
 Nadi : 96 x/menit, regular.
 Respirasi : 24 x/menit
 Suhu : 36,7 0C

1. Kepala : Normocephal.
2. Leher : KGB tidak membesar, JVP tidak meningkat.
3. Thoraks
Cor
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat
Palpasi : Iktus kordis teraba di Intercosta V Linea Mid Clavicula
Sinistra
Perkusi : Batas Jantung Kanan Intercosta IV Linea Parasternalis
Dextra
Batas Jantung Kiri Intercosta V Linea Mid Clavicula
Sinistra
Batas Pinggang Jantung Intercosta III Linea
Parasternalis Sinistra
Auskultasi : Bunyi Jantung I-II reguler,
Murmur (-), Gallop (-)

Pulmo (depan)

5
Inspeksi : Pergerakan dinding dada dalam keadaan statis dan
dinamis simetris bilateral, spider navy (-), sikatrik (-),
hematoma (-). Massa (-), perbandingan diameter
transversal : anteroposterior = 2 : 1
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris bilateral, nyeri tekan
hemitoraks dextra dan sinistra (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler Breathing sound simetris kanan dan kiri,
Ronkhi -/- Wheezing - / -

Pulmo (belakang)

Inspeksi : Pergerakan dinding dada dalam keadaan statis dan dinamis


simetris bilateral, sikatrik (-), hematoma (-). massa (-),
perbandingan diameter transversal : anteroposterior = 2 : 1
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal simetris bilateral, nyeri tekan (-)
hemitoraks dextra dan sinistra (-)
Perkusi : Sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler Breathing sound simetris kanan dan kiri,
Ronkhi -/-Wheezing - / -

Abdomen
Inspeksi : sikatriks (-), spider navy (-), asites (-), hernia umbilicus (-)
Auskultasi : BU (+) di empat kuadran
Perkusi : terdengar timpani di empat kuadran, shifting dullness (+)
Palpasi : hepatomegali (-), pembesaran lien (-), undulasi (-), nyeri tekan
(-) di epigastrium, nyeri ketok (-)

Ekstremitas :
Superior : Akral hangat :+/+
Edema :-/-
Pitting Edema :-/-

Inferior : Akral hangat :+/+

6
Edema :-/-
Pitting Edema :-/-

B. Pemeriksaan Neurologi
1. Inspeksi:
Kepala
Bentuk : Normocephalus
Nyeri tekan : (-)
Simetris : (+)
Pulsasi : (-)

Leher
Sikap : Dalam batas normal
Pergerakan : sulit digerakan
Rangsang Meningeal : Kaku kuduk (+)

2. Saraf otak
N. Kranialis Kanan Kiri

N. I (Olfaktorius)
Subyektif Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Dengan Bahan Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. II (Optikus)
Tajam Penglihatan Tidak mengalami Tidak mengalami
Lapang penglihatan gangguan visus gangguan visus
Melihat warna dan lapang dan lapang
Fundus okuli pandang pandang
penglihatan penglihatan
N. III (Okulomotorius)
Sela mata Asimetris Asimetris
Pergerakan Bulbus Baik Baik
Strabismus + +
Nistagmus - -

7
Exoftalmus - -
Pupil (Besar, bentuk) D : 3mm, isokor D : 3mm, isokor
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya tidak + +
langsung
Refleks konvergensi + +
Melihat kembar - -

N. IV (Troklearis)
Pergerakan mata Baik Baik
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar - -

N. V (Trigeminus)
Membuka mulut Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Menguyah Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Mengigit Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Reflek kornea Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sensibilitas muka Tidak dilakukan Tidak dilakukan

N. VI (Abdusens)
Pergerakan mata Baik Baik
Sikap bulbus Simetris Simetris
Melihat kembar - -

N. VII (Facialis)
Mengerutkan dahi Simetris Simetris
Menutup mata Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Memperlihatkan gigi Plica nasolabialis Plica nasolabialis
simetris simetris
Bersiul Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
Rasa kecap 2/3 depan lidah Tidak dilakukan
Tidak dilakukan
N. VIII (Vestibulokoklearis)
Detik arloji
Suara berbisik Tidak dilakukan Tidak dilakukan

8
Tes Swabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tes Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Tidak dilakukan Tidak dilakukan
N. IX (Glosofaringeus)
Refleks kecap 1/3 belakang Tidak dilakukan
Sensibilitas faring Tidak dilakukan

N. X (Vagus)
Arkus faring Tidak ada kelainan
Uvula Normal tidak ada defiasi
Berbicara Normal
Menelan Tidak dilakukan
N. XI ( Assesorius )
Menenggok kanan kiri Tidak ada kelainan
Mengangkat Bahu Tidak ada kelainan
N. XII ( Hipoglossus )
Pergerakan Lidah Tidak ada kelainan
Lidah deviasi Tidak Nampak deviasi
Artikulasi Jelas

3. Badan dan anggota gerak


Badan
Respirasi : Abdomino thorakal

Anggota gerak atas


Motorik : normal
Pergerakan : +/ +
Kekuatan : 5/5
Tonus : Baik
Atropi : (-)

Sensibilitas : Dalam batas normal


Taktil : Dalam batas normal
Nyeri : (-)

9
Suhu : Dalam batas normal
Anggota gerak bawah
Motorik : normal
Pergerakan : +/ +
Kekuatan : 5/5
Tonus : Baik
Atropi : (-)
Sensibilitas : Dalam Batas normal
Taktil : Dalam batas normal
Nyeri : (-)
Suhu : Dalam batas normal

Refleks fisiologis
Refleks Dextra / Sinistra
Biseps +/+
Triseps +/+
Brachioradialis +/+
Patella +/+
Achiles +/+

Refleks patologis
Refleks Ekstremitas Dextra Ekstremitas Sinistra
Babinski + +
Chaddock - -
Openheim - -
Gordon - -
Schaeffer - -
Test Laseque - -
Test brudzinsky - -
I/II/III/IV
Test kernig - -
Meningial Sign - -
Patrick Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Kontra Patrick Tidak dilakukan Tidak dilakukan

4. Koordinasi, Gait dan keseimbangan


Cara berjalan : Tidak dilakukan
Test Romberg : Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis : Tidak dilakukan

10
Ataksia : Tidak dilakukan
Rebound phenomen : Tidak dilakukan

Tes Fungsi Koordinasi


Uji Romberg Tidak dilakukan
Uji Tunjuk Barany Tidak dilakukan
(past-ponting test)
Finger to Nose Tidak dilakukan
Pointing Test Tidak dilakukan
Disdiadokokinesis Tidak dilakukan
Nistagmus Tidak dilakukan

5. Gerakan – gerakan abnormal


Tremor : (-)
Athetosi : (-)
Mioklonik : (-)
Khorea : (-)
6. Fungsi Luhur : baik
7. Fungsi Vegetatif : BAB BAK DBN

IV. Pemeriksaan Penunjang

LABORATORIUM

Pemeriksaan 18-12-2019
1. Hematologi
 LED : 30/50
2. Imunoserologi
 HIV : (-)
 TB antigen : (-)
3. Kimia Klinik
 AST (SGOT) : 32
 ALT (SGPT) : 15
4. Elektrolit
 Natrium : 134
 Kalium : 3,5

11
 Klorida : 110
 Kalsium : 3,82
Pemeriksaan 21-12-2019
 Natrium : 131
 Kalium : 4,3
 Klorida : 99
 Kalsium : 4,42

Pemeriksaan Radiologi
 CT Scan kepala tanpa dan dengan kontras
Kesimpulan :
a) Edema perifocal multiple a/r cortical subcortical lobus fronto temporo
parietalis kanan dan di temporalis kiri dengan enchancement ditepi, mencurigai
suatu tuberculoma
b) Kalsifikasi diganglia basalis bilateral

V. Resume

Seorang pasien wanita berumur 14 tahun datang dengan keluhan penurunan kesadar
sejak 1 minggu yang lalu. Penurunan kesadaran disertai dengan demam tinggi, sakit kepala.
Awal mulanya pasien terlihat banyak tidur. Pasien juga bicara meracau dan tidak nyambung
apabila diajak berbicara. Pasien tidak nafsu makan. Pasien juga sempat kejang sebanyak 3x
dengan mata mendilik ke atas dan tangan kaki gelojotan. Pasien juga sering terlihat
memegangi lehernya karena terasa kaku.
Pada pemeriksaan fisik ditemukan kesadaran somnolen, kaku kuduk (+), strabismus
(+), reflex Babinski (+/+). Pada pemeriksaan penunjang ditemukan LED meningkat. Pada
pemeriksaan CT scan kepala tanpa dan dengan kontras ditemukan Edema perifocal multiple
a/r cortical subcortical lobus fronto temporo parietalis kanan dan di temporalis kiri dengan
enchancement ditepi, mencurigai suatu tuberculoma dan kalsifikasi diganglia basalis
bilateral.

VI. Diagnosa

Diagnosis kerja : meningoencephalitis

12
Diagnosis klinis : Kejang, Strabismus

Diagnosis topik : cortical subcortical lobus fronto temporo parietalis kanan dan
di temporalis kiri

Diagnosis etiologi : M. Tuberculosis

VII. Rencana Awal

Rencana Diagnosis
 Lumbal pungsi
 GeneXpert
 Ro Thoraks
 Laboratorium
Periksa Darah Lengkap
(Hemoglobin, Hematokritt, Leukosit, Trombosit, Ureum, Kreatinin, SGPT,
SGOT, GDS)
Elektrolit ( Na, K, Ca bebas)
VIII. Rencana Terapi
Terapi umum
 Monitor kesadaran dan Tanda-Tanda Vital
(Tekanan darah, Nadi, Respirasi, Suhu)
 Pemasangan NGT

Terapi Non-Medikamentosa
 Tirah baring

Terapi Medikamentosa
 Infus NaCl 0,9 % 20 tpm
 Injeksi Cefotaxime 2x1gr (iv)
 Injeksi Dexametason 3x1 (iv)
 Injeksi Ranitidin 2x1 (iv)
 Injeksi ketorolac 2x1 (iv)
 Injeksi Fenitoin 3x1 (iv)
 Injeksi Diazepam 1 amp bila kejang

13
 RHZE 900/450/1000/1000

Rencana edukasi
1) Tirah baring
2) Istirahat yang cukup
3) Minum obat dan Kontrol rutin ke dokter
4) Konsumsi makanan yang teratur

IX. Prognosis
Quo ad Vitam : dubia ad bonam
Quo ad Fungsional : dubia ad bonam
Quo ad Sanationam : dubia ad bonam

FOLLOW UP PASIEN

14
Tanggal Catatan Instruksi
23/12/19 S/ gelisah (+),muntah (-), kejang (-), PT /
demam (-),
Infus NaCl 0,9 % 20 tpm
+5 +
5
O/
+5 +
5 Injeksi Cefotaxime 2x1gr
KU : SS (iv)

KS:Somnolen Injeksi Dexametason 3x1


TD : 110/80 mmHg (iv)

N : 61 x/menit Injeksi Ranitidin 2x1 (iv)

R : 20 x/menit Injeksi ketorolac 2x1 (iv)

S : 37,1 ºC Injeksi Diazepam 1 amp bila


kejang
SpO2 : 99 %
Injeksi Fenitoin 3x1 (iv)

RHZE 900/450/1000/1000
Status Interna :

- PULMO : VBS Ka = Ki, Wh -/-, Rh


-/-
- COR : BJ S1S2 Reguler, Murmur
(-), Gallop (-)
Status Neurologis :

- RM : KK (+)
- Mata : pupil bulat isokor
- RCL : +/+
- RCTL: +/+
- NVII : tidak ada kelainan
- NXII : tidak ada kelainan :
- Motorik

- Sensorik

- FL : Afasia
15 - FV : BAK dbn
BAB dbn
- RF :
TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI ORGAN TERKAIT (MENINGENS DAN ENCEPHALON)


Dalam pembahasan anatomi meningoencephalitis akan dibahas dua bagian anatomi yaitu
meningens dan encephalon. Meningens merupakan selaput atau membran yang terdiri atas
jaringan ikat yang melapisi dan melindungi otak. Selaput otak atau meningens terdiri dari tiga
bagian yaitu:
1. Durameter
Durameter dibentuk dari jaringan ikat fibrous. Secara konvensional durameter ini terdiri atas
dua lapis, yaitu endosteal dan lapisan meningeal. Kedua lapisan ini melekat dengan rapat, kecuali
sepanjang tempat-tempat tertentu, terpisah dan membentuk sinus-sinus venosus. Lapisan
endosteal sebenarnya merupakan lapisan periosteum yang menutupi permukaan dalam tulang
cranium. Lapisan meningeal merupakan lapisan durameter yang sebenarnya, sering disebut
dengan cranial durameter. Lapisan meningeal ini terdiri atas jaringan fibrous padat dan kuat yang
membungkus otak dan melanjutkan menjadi durameter spinalis setelah melewati foramen
magnum yang berakhit sampai segmen kedua dari os sacrum.
Lapisan meningeal membentuk septum ke dalam, membagi rongga cranium menjadi ruang-
ruang yang saling berhubungan dengan bebas dan menampung bagian-bagian otak. Fungsi septum
ini adalah untuk menahan pergeseran otak. Adapun empat septum itu antara lain:

16
Falx cerebri adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang terletak pada garis
tengah diantara kedua hemisfer cerebri. Ujung bagian anterior melekat pada crista galli.
Bagian posterior melebar, menyatu dengan permukaan atas tentorium cerebelli.
Tentorium cerebelli adalah lipatan durameter berbentuk bulan sabit yang menutupi fossa
crania posterior. Septum ini menutupi permukaan atas cerebellum dan menopang lobus
occipitalis cerebri.
Falx cerebelli adalah lipatan durameter yang melekat pada protuberantia occipitalis
interna.
Diapharma sellae adalah lipatan sirkuler kecil dari durameter, yang mmenutupi sella
turcica dan fossa pituitary pada os sphenoidalis. Diafragma ini memisahkan pituitary
gland dari hypothalamus dan chiasma opticum. Pada bagian tengah terdapat lubang yang
dilalui oleh tangkai hypophyse.

Pada pemisahan dua lapisan durameter ini, terdapat sinus duramatris yang berisi darah
vena. Sinus venosus/duramatris ini menerima darah dari drainase vena pada otak dan
mengalir menuju vena jugularis interna. Dinding dari sinus-sinus ini dibatasi oleh
endothelium. Sinus pada calvaria yaitu sinus sagitalis superior. Sinus sagitalis inferior, sinus
transverses dan sinus sigmoidea. Sinus pada basis crania antara lain: sinus occipitalis, sinus
sphenoidalis, sinus cavernosus, dan sinus petrosus.
Pada lapisan durameter ini terdapat banyak cabang-cabang pembuluh darah yang berasal
dari arteri carotis interna, a. maxilaris, a.pharyngeus ascendens,a.occipitalis dan a.vertebralis.
Dari sudut klinis, yang terpenting adalah a. meningea media (cabang dari a.maxillaris) karena
arteri ini umumnya sering pecah pada keadaan trauma capitis. Pada durameter terdapat
banyak ujung-ujung saraf sensorik, dan peka terhadapa rgangan sehingga jika terjadi stimulasi
pada ujung saraf ini dapat menimbulkan sakit kepala yang hebat.

2. Arachnoid
Lapisan ini merupakan suatu membran yang impermeable halus, yang menutupi otak dan
terletak diantara piameter dan durameter. Mebran ini dipisahkan dari durameter oleh ruang
potensial yaitu spatium subdurale dan dari piameter oleh cavum subarachnoid yang berisi
cerebrospinal fluid. Cavum subarachnoid (subarachnoid space) merupakan suatu
rongga/ruangan yang dibatasi oleh arachnoid dibagian luar dan piameter pada bagian dalam.
Dinding subarachnoid space ini ditutupi oleh mesothelial cell yang pipih. Pada daerah tertentu
arachnoid menonjol ke dalam sinus venosus membentuk villi arachnoidales. Agregasi ini
berfungsi sebagai tempat perembesan cerebrospinal fluid ke dalam aliran darah.

17
Arachnodi berhubungan dengan piameter melalui untaian jaringan fibrosa halus yang
melintasi cairan dalam cavum subarachnoid. Struktur yang berjalan dari dan ke otak menuju
cranium atau foraminanya harus melalui cavum subarachnoid.

3. Piameter
Lapisan piameter berhubungan erat dengan otak dan sum-sum tulang belakang, mengikuti
tiap sulcus dan gyrus. Piameter ini merupakan lapisan dengan banyak pembuluh darah dan
terdiri atas jaringan penyambung yang halus serta dilalui pemmbuluh darah yang memberi
nutrisi pada jaringan saraf.
Astrosit susunan saraf pusat mempunyai ujung-ujung yang berakhir sebagai end feet
dalam piameter untuk membentuk selaput pia-glia Selaput ini berfungsi untuk mencegah
masuknya bahan-bahan yang merugikan ke dalam susunan saraf pusat.
Piameter membentuk tela choroidea, atap ventriculus tertius dan quartus dan menyatu
dengan ependyma membentuk plexus choroideus dalam ventriculus lateralis, tertius dan
quartus.

Gambar 1. Penampang melintang lapisan pembungkus jaringan otak

Sedangkan encephalon adalah bagian sistem saraf pusat yang terdapat di dalam cranium;
terdiri atas proencephalon (disebut juga forebrain yaitu bagian dari otak yang berkembang dari
anterior tiga vesikel primer terdiri atas diensefalon dan telensefalon); mesencephalon (disebut
juga brainstem yaitu bagian dari otak yang berkembang dari bagian tengah tiga vesikel primer,

18
terdiri atas tektum dan pedunculus); dan rhombencephalon (disebut juga hindbrain,terdiri atas
metensefalon (serebelum dan pons) dan mielensefalon (medulla oblongata).

Gambar 2. Skema pembagian jaringan otak (encephalon)

Gambar 3. jaringan otak (encephalon)

Meningoenchepalitis berarti peradangan pada otak (encephalon) dan selaput pembungkusnya


(meningen).

MENINGITIS

A. DEFINISI

 Merupakan inflamasi yang terjadi pada lapisan arahnoid dan piamatter di otak serta spinal
cord. Inflamasi ini lebih sering disebabkan oleh bakteri dan virus meskipun penyebab
lainnya seperti jamur dan protozoa juga terjadi. (Donna D.,1999).

19
 Meningitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula
spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri atau organ-organ jamur(Smeltzer, 2001).

 Meningitis merupakan infeksi akut dari meninges, biasanya ditimbulkan oleh salah satu
dari mikroorganisme pneumokok, Meningokok, Stafilokok, Streptokok, Hemophilus
influenza dan bahan aseptis (virus) (Long, 1996).

 Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal dan spinal
column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat (Suriadi & Rita, 2001).

B. ETIOLOGI

1. Meningitis Bakterial (Meningitis sepsis)

Sering terjadi pada musim dingin, saat terjadi infeksi saluran pernafasan. Jenis organisme
yang sering menyebabkan meningitis bacterial adalah streptokokus pneumonia dan neisseria
meningitis.

Meningococal meningitis adalah tipe dari meningitis bacterial yang sering terjadi pada
daerah penduduk yang padat, spt: asrama, penjara. Klien yang mempunyai kondisi spt: otitis
media, pneumonia, sinusitis akut atau sickle sell anemia yang dapat meningkatkan
kemungkinan terjadi meningitis. Fraktur tulang tengkorak atau pembedahan spinal dapat juga
menyebabkan meningitis . Selain itu juga dapat terjadi pada orang dengan gangguan sistem
imun, spt: AIDS dan defisiensi imunologi baik yang congenital ataupun yang didapat.

Tubuh akan berespon terhadap bakteri sebagai benda asing dan berespon dengan
terjadinya peradangan dengan adanya neutrofil, monosit dan limfosit. Cairan eksudat yang
terdiri dari bakteri, fibrin dan lekosit terbentuk di ruangan subarahcnoid ini akan terkumpul di
dalam cairan otak sehingga dapat menyebabkan lapisan yang tadinya tipis menjadi tebal. Dan
pengumpulan cairan ini akan menyebabkan peningkatan intrakranial. Hal ini akan
menyebabkan jaringan otak akan mengalami infark.

2. Meningitis Virus (Meningitis aseptic)

Meningitis virus adalah infeksi pada meningen; cenderung jinak dan bisa sembuh sendiri.
Virus biasanya bereplikasi sendiri ditempat terjadinya infeksi awal (misalnya sistem
nasofaring dan saluran cerna) dan kemudian menyebar kesistem saraf pusat melalui sistem
vaskuler.

20
Ini terjadi pada penyakit yang disebabkan oleh virus spt: campak, mumps, herpes simplek
dan herpes zoster. Virus herpes simplek mengganggu metabolisme sel sehingga sell cepat
mengalami nekrosis. Jenis lainnya juga mengganggu produksi enzim atau neurotransmitter
yang dapat menyebabkan disfungsi sel dan gangguan neurologic.

3. Meningitis Jamur

Meningitis Cryptococcal adalah infeksi jamur yang mempengaruhi sistem saraf pusat pada
klien dengan AIDS. Gejala klinisnya bervariasi tergantung dari system kekebalan tubuh yang
akan berefek pada respon inflamasi Respon inflamasi yang ditimbulkan pada klien dengan
menurunnya sistem imun antara lain: bisa demam/tidak, sakit kepala, mual, muntah dan
menurunnya status mental.

Faktor resiko terjadinya meningitis :

1) Infeksi sistemik

Didapat dari infeksi di organ tubuh lain yang akhirnya menyebar secara hematogen sampai
ke selaput otak, misalnya otitis media kronis, mastoiditis, pneumonia, TBC, perikarditis, dll.

Pada meningitis bacterial, infeksi yang disebabkan olh bakteri terdiri atas faktor pencetus
sebagai berikut diantaranya adalah :

Otitis media

Pneumonia

Sinusitis

Sickle cell anemia

Fraktur cranial, trauma otak

Operasi spinal

Meningitis bakteri juga bisa disebabkan oleh adanya penurunan system kekebalan
tubuh seperti AIDS.

2) Trauma kepala

Bisanya terjadi pada trauma kepala terbuka atau pada fraktur basis cranii yang
memungkinkan terpaparnya CSF dengan lingkungan luar melalui othorrhea dan rhinorhea

21
3) Kelainan anatomis

Terjadi pada pasien seperti post operasi di daerah mastoid, saluran telinga tengah, operasi
cranium

Terjadinya peningkatan TIK pada meningitis, mekanismenya adalah sebagai berikut :

Agen penyebab → reaksi local pada meninges → inflamasi meninges → pe ↑ permiabilitas


kapiler → kebocoran cairan dari intravaskuler ke interstisial → pe ↑ volume cairan interstisial
→ edema → Postulat Kellie Monroe, kompensasi tidak adekuat → pe ↑ TIK

Pada meningitis jarang ditemukan kejang, kecuali jika infeksi sudah menyebar ke jaringan
otak, dimana kejang ini terjadi bila ada kerusakan pada korteks serebri pada bagian premotor.

Hidrosefalus pada meningitis terjadi karena mekanisme sebagai berikut :Inflamasi local →
scar tissue di daerah arahnoid ( vili ) → gangguan absorbsi CSF → akumulasi CSF di dalam
otak → hidrosefalus

Bila gejala yang muncul campuran kemungkinan mengalami Meningo-ensefalitis.

C. PATOFISIOLOGI

Otak dilapisi oleh tiga lapisan, yaitu: duramater, arachnoid, dan piamater. Cairan otak
dihasilkan di dalam pleksus choroid ventrikel bergerak/mengalir melalui sub arachnoid dalam
sistem ventrikuler dan seluruh otak dan sumsum tulang belakang, direabsorbsi melalui villi
arachnoid yang berstruktur seperti jari-jari di dalam lapisan subarachnoid. Organisme masuk
ke dalam aliran darah dan menyebabkan reaksi radang di dalam meningen dan di bawah
korteks, yang dapat menyebabkan trombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen, vaskulitis dan
hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar otak dan medula spinalis. Radang
juga menyebar ke dinding membran ventrikel serebral. Cairan hidung (sekret hidung) atau
sekret telinga yang disebabkan oleh fraktur tulang tengkorak dapat menyebabkan meningitis
karena hubungan langsung antara cairan otak dengan lingkungan (dunia luar),
mikroorganisme yang masuk dapat berjalan ke cairan otak melalui ruangan subarachnoid.
Adanya mikroorganisme yang patologis merupakan penyebab peradangan pada piamater,
arachnoid, cairan otak dan ventrikel.

Meningitis bakteri dimulai sebagai infeksi dari oroaring dan diikuti dengan septikemia,
yang menyebar ke meningen otak dan medula spinalis bagian atas. Meningitis bakteri

22
dihubungkan dengan perubahan fisiologis intrakranial, yang terdiri dari peningkatan
permeabilitas pada darah, daerah pertahanan otak (barier oak), edema serebral dan
peningkatan TIK. Faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian atas, otitis media,
mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain, prosedur bedah saraf baru, trauma
kepala dan pengaruh imunologis. Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga
bagian tengah dan saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen;
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.

Pada infeksi akut pasien meninggal akibat toksin bakteri sebelum terjadi meningitis.
Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan
dengan meluasnya hemoragi (pada sindromWaterhouse-Friderichssen) sebagai akibat
terjadinya kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus.

Selain dari adanya invasi bakteri, virus, jamur maupun protozoa, point d’entry masuknya
kuman juga bisa melalui trauma tajam, prosedur operasi, dan abses otak yang pecah,
penyebab lainnya adalah adanya rinorrhea, otorrhea pada fraktur bais cranii yang
memungkinkan kontaknya CSF dengan lingkungan luar.

23
D. MANIFESTASI KLINIS

Tanda dan gejala meningitis secara umum:

 Aktivitas / istirahat ;Malaise, aktivitas terbatas, ataksia, kelumpuhan, gerakan involunter,


kelemahan, hipotonia

24
 Sirkulasi ;Riwayat endokarditis, abses otak, TD ↑, nadi ↓, tekanan nadi berat, takikardi dan
disritmia pada fase akut

 Eliminasi ; Adanya inkontinensia atau retensi urin

 Makanan / cairan ; Anorexia, kesulitan menelan, muntah, turgor kulit jelek, mukosa kering

 Higiene ; Tidak mampu merawat diri

 Neurosensori ; Sakit kepala, parsetesia, kehilangan sensasi, “Hiperalgesia”meningkatnya


rasa nyeri, kejang, gangguan penglihatan, diplopia, fotofobia, ketulian, halusinasi
penciuman, kehilangan memori, sulit mengambil keputusan, afasia, pupil anisokor, ,
hemiparese, hemiplegia, tanda”Brudzinski”positif, rigiditas nukal, refleks babinski
posistif, refkleks abdominal menurun, refleks kremasterik hilang pada laki-laki

 Nyeri / kenyamanan ; Sakit kepala hebat, kaku kuduk, nyeri gerakan okuler,
fotosensitivitas, nyeri tenggorokan, gelisah, mengaduh/mengeluh

 Pernafasan ; Riwayat infeksi sinus atau paru, nafas ↑, letargi dan gelisah

 Keamanan ; Riwayat mastoiditis, otitis media, sinusitis, infeksi pelvis, abdomen atau kulit,
pungsi lumbal, pembedahan, fraktur cranial, anemia sel sabit, imunisasi yang baru
berlangsung, campak, chiken pox, herpes simpleks. Demam, diaforesios, menggigil, rash,
gangguan sensasi.

 Penyuluhan / pembelajaran ; Riwayat hipersensitif terhadap obat, penyakit kronis, diabetes


mellitus

Tanda dan gejala meningitis secara khusus:

 Anak dan Remaja

a) Demam

b) Mengigil

c) Sakit kepala

d) Muntah

e) Perubahan pada sensorium

f) Kejang (seringkali merupakan tanda-tanda awal)

25
g) Peka rangsang

h) Agitasi

i) Dapat terjadi: Fotophobia (apabila cahaya diarahkan pada mata pasien (adanya
disfungs : i pada saraf III, IV, dan VI)) ,Delirium, Halusinasi, perilaku agresi,
mengantuk, stupor, koma.

 Bayi dan Anak Kecil

Gambaran klasik jarang terlihat pada anak-anak usia 3 bulan dan 2 tahun.

a) Demam

b) Muntah

c) Peka rangsang yang nyata

d) Sering kejang (sering kali disertai denagan menangis nada tinggi)

e) Fontanel menonjol.

 Neonatus:

a) Tanda-tanda spesifik: Secara khusus sulit untuk didiagnosa serta manifestasi tidak
jelas dan spesifik tetapi mulai terlihat menyedihkan dan berperilaku buruk dalam
beberapa hari, seperti

b) Menolak untuk makan.

c) Kemampuan menghisap menurun.

d) Muntah atau diare.

e) Tonus buruk.

f) Kurang gerakan.

g) Menangis buruk.

h) Leher biasanya lemas.

i) Tanda-tanda non-spesifik:

j) Hipothermia atau demam.

26
k) Peka rangsang.

l) Mengantuk.

m) Kejang.

n) Ketidakteraturan pernafasan atau apnea.

o) Sianosis.

p) Penurunan berat badan.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi serta sequelle yang timbul biasanya berhubungan dengan proses inflamasi
pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus cranial,lesi cerebral
fokal, hydrasefalus) serta disebabkan oleh infeksi meningococcus pada organ tubuh lainnya
(infeksi okular, arthritis, purpura, pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis,
epididymitis, albuminuria atau hematuria, perdarahan adrenal). DIC dapat terjadi sebagai
komplikasi dari meningitis. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada saluran nafas
bagian atas, telinga tengah dan paru-paru, Sequelle biasanya disebabkan karena komplikasi
dari nervous system.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Pemeriksaan laboratorium yang khas pada meningitis adalah analisa cairan otak. Analisa
cairan otak diperiksa untuk jumlah sel, protein, dan konsentrasi glukosa Lumbal Pungsi.
Lumbal pungsi biasanya dilakukan untuk menganalisa hitung jenis sel dan protein.cairan
cerebrospinal, dengan syarat tidak ditemukan adanya peningkatan TIK. Lumbal punksi
tidak bisa dikerjakan pada pasien dengan peningkatan tekanan tintra kranial..

 Meningitis bacterial: tekanan meningkat, cairan keruh/berkabut, leukosit dan protein


meningkat, glukosa menurun, kultur posistif terhadap beberapa jenis bakteri.

 Meningitis virus : tekanan bervariasi, CSF jernih, leukositosis, glukosa dan protein
normal, kultur biasanya negative.

 Kaku kuduk pada meningitis bisa ditemukan dengan melakukan pemeriksaan fleksi pada
kepala klien yang akan menimbulkan nyeri, disebabkan oleh adanya iritasi meningeal
khususnya pada nervus cranial ke XI, yaitu Asesoris yang mempersarafi otot bagian
belakang leher, sehingga akan menjadi hipersensitif dan terjadi rigiditas.

27
 Sedangan pada pemeriksaan Kernigs sign (+) dan Brudzinsky sign (+) menandakan bahwa
infeksi atau iritasi sudah mencapai ke medulla spinalis bagian bawah.

 Pemeriksaan darah ini terutama jumlah sel darah merah yang biasanya meningkat diatas
nilai normal. Serum elektrolit dan serum glukosa dinilai untuk mengidentifikasi adanya
ketidakseimbangan elektrolit terutama hiponatremi. Kadar glukosa darah dibandingkan
dengan kadar glukosa cairan otak. Normalnya kadar glukosa cairan otak adalah 2/3 dari
nilai serum glukosa dan pada pasien meningitis kadar glukosa cairan otaknya menurun
dari nilai normal.

 Glukosa serum: meningkat (meningitis)

 LDH serum: meningkat (meningitis bakteri)

 Sel darah putih: sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil (infeksi bakteri)

 Elektrolit darah: Abnormal

 ESR/LED: meningkat pada meningitis

 MRI/CT-scan: dapat membantu dalam melokalisasi lesi, melihat ukuran/letak ventrikel;


hematom daerah serebral, hemoragik atau tumor

 Kultur darah/ hidung/ tenggorokan/ urine: dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi
atau mengindikasikan tipe penyebab infeksi

 Ronsen dada/kepala/ sinus: mungkin ada indikasi sumber infeksi intra kranial

 Arteriografi karotis : Letak abses

G. PENATALAKSANAAN

Farmakologis

a. Obat anti inflamasi :

1) Meningitis tuberkulosa :

Isoniazid 10 – 20 mg/kg/24 jam oral, 2 kali sehari maksimal 500 gram selama 1 ½
tahun.

Rifamfisin 10 – 15 mg/kg/ 24 jam oral, 1 kali sehari selama 1 tahun.

28
Streptomisin sulfat 20 – 40 mg/kg/24 jam sampai 1 minggu, 1 – 2 kali sehari, selama
3 bulan.

2) Meningitis bacterial, umur < 2 bulan :

a) Sefalosporin generasi ke 3

b) ampisilina 150 – 200 mg (400 gr)/kg/24 jam IV, 4 – 6 kali sehari.

c) Kloramfenikol 50 mg/kg/24 jam IV 4 kali sehari.

3) Meningitis bacterial, umur > 2 bulan :

a) Ampisilina 150-200 mg (400 mg)/kg/24 jam IV 4-6 kali sehari.

b) Sefalosforin generasi ke 3.

b. Pengobatan simtomatis :

1) Diazepam IV : 0.2 – 0.5 mg/kg/dosis, atau rectal 0.4 – 0.6/mg/kg/dosis

kemudian dilanjutkan dengan.

2) Fenitoin 5 mg/kg/24 jam, 3 kali sehari.

3) Turunkan panas :

a) Antipiretika : parasetamol atau salisilat 10 mg/kg/dosis.

b) Kompres air es

c. Pengobatan suportif :

1) Cairan intravena.

2) Zat asam, usahakan agar konsitrasi O2 berkisar antara 30 – 50%.

Perawatan

a. Pada waktu kejang

1) Longgarkan pakaian, bila perlu dibuka.

2) Hisap lender

3) Kosongkan lambung untuk menghindari muntah dan aspirasi.

4) Hindarkan penderita dari rodapaksa (misalnya jatuh).

29
b. Bila penderita tidak sadar lama.

1) Beri makanan melalui sonda.

2) Cegah dekubitus dan pnemunia ortostatik dengan merubah posisi penderita


sesering mungkin.

3) Cegah kekeringan kornea dengan boor water atau saleb antibiotika.

c. Pada inkontinensia urine lakukan katerisasi.

Pada inkontinensia alvi lakukan lavement.

d. Pemantauan ketat.

1) Tekanan darah

2) Respirasi

3) Nadi

4) Produksi air kemih

5) Faal hemostasis untuk mengetahui secara dini adanya DC.

ENCEPHALITIS

A. DEFINISI

 Ensefalitis adalah infeksi yang mengenai CNS yang disebabkan oleh virus atau mikro
organisme lain yang non purulent.

 Ensefalitis adalah peradangan akut otak yang disebabkan oleh infeksi virus. Terkadang
ensefalitis dapat disebabkan oleh infeksi bakteri, seperti meningitis, atau komplikasi dari
penyakit lain seperti rabies (disebabkan oleh virus) atau sifilis (disebabkan oleh bakteri).
Penyakit parasit dan protozoa seperti toksoplasmosis, malaria, atau primary amoebic
meningoencephalitis, juga dapat menyebabkan ensefalitis pada orang yang sistem
kekebalan tubuhnya kurang. Kerusakan otak terjadi karena otak terdorong terhadap
tengkorak dan menyebabkan kematian.

B. ETIOLOGI

1. Ensefalitis Supurativa

30
Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus, E.coli
dan M.tuberculosa.

Patogenesis:

Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis, sinusitis, atau
dari piema yang berasl dari radang, abses di dalam paru, bronchiektasi, empiema,
osteomeylitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan
tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,
kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Disekeliling daerah yang
meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ventrikel. Bila berkembang menjadi abses serebri akan
timbul gejala-gejala infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu :
nyeri kepala yang kronik dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran
menurun, pada pemeriksaan mungkin terdapat edema papil.

2. Ensefalitis Siphylis

Patogenesis

Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh umumnya
sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman tiba di
sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi spiroketemia.
Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunansaraf pusat Treponema
pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagianbagian lain susunan saraf pusat.

3. Ensefalitis Virus

Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :

a) Virus RNA

Paramikso virus : virus parotitis, irus morbili

Rabdovirus : virus rabies

Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)

Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)

Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria

31
b) Virus DNA

Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus,

virus Epstein-barr

Poxvirus : variola, vaksinia

Retrovirus : AIDS

4. Ensefalitis Karena Parasit

a) Malaria serebral Plasmodium falsifarum penyebab terjadinya malaria serebral.

Gangguan utama terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah
yang terinfeksi plasmodium falsifarum akan melekat satu sama lainnya sehingga
menimbulkan penyumbatan-penyumbatan. Hemorrhagic petechia dan nekrosis fokal yang
tersebar secara difus ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak. Kelainan neurologik
tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

b) Toxoplasmosis

Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala-gejala kecuali
dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat
bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.

c) Amebiasis

Amoeba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air
yang terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningoencefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah
demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.

d) Sistiserkosis

Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk
kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi
sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk rasemosanya
tumbuh didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan
membentuk kapsula disekitarnya.

5. Ensefalitis Karena Fungus

32
Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : candida albicans, Cryptococcus
neoformans,Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang
ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor
yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

6. Riketsiosis Serebri

Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan
Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel
mononuclear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam
pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis. Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala,
demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala
neurologik menunjukan lesi yang tersebar.

C. PATOFISIOLOGI

Virus masuk tubuh pasien melalui kulit,saluran nafas dan saluran cerna.setelah masuk ke
dalam tubuh,virus akan menyebar ke seluruh tubuh dengan beberapa cara:

Setempat: virus alirannya terbatas menginfeksi selaput lender permukaan atau organ tertentu.

Penyebaran hematogen primer: virus masuk ke dalam darah kemudian menyebar ke organ
dan berkembang biak di organ tersebut.

Penyebaran melalui saraf-saraf: virus berkembang biak di permukaan selaput lendir dan
menyebar melalui sistem saraf.

D. MANIFESTASI KLINIS

Meskipun penyebabnya berbeda-beda, gejala klinis Ensefalitis lebih kurang sama dan
khas, sehingga dapat digunakan sebagai kriteria diagnosis. Secara umum, gejala berupa Trias
Ensefalitis yang terdiri dari demam, kejang dan kesadaran menurun. (Mansjoer, 2000).
Adapun tanda dan gejala Ensefalitis sebagai berikut:

 Suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan hiperpireksia


 Kesadaran dengan cepat menurun
 Muntah
 Kejang-kejang, yang dapat bersifat umum, fokal atau twitching saja (kejang-kejang di
muka)

33
 Gejala-gejala serebrum lain, yang dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama,
misal paresis atau paralisis, afasia, dan sebagainya (Hassan, 1997)

Inti dari sindrom Ensefalitis adalah adanya demam akut, dengan kombinasi tanda dan gejala :
kejang, delirium, bingung, stupor atau koma, aphasia, hemiparesis dengan asimetri refleks
tendon dan tanda Babinski, gerakan involunter, ataxia, nystagmus, kelemahan otot-otot
wajah.

E. KOMPLIKASI

Komplikasi jangka panjang dari ensefalitis berupa sekuele neurologikus yang nampak
pada 30 % anak dengan berbagai agen penyebab, usia penderita, gejala klinik, dan
penanganan selama perawatan. Perawatan jangka panjang dengan terus mengikuti
perkembangan penderita dari dekat merupakan hal yang krusial untuk mendeteksi adanya
sekuele secara dini. Walaupun sebagian besar penderita mengalami perubahan serius pada
susunan saraf pusat (SSP), komplikasi yang berat tidak selalu terjadi. Komplikasi pada SSP
meliputi tuli saraf, kebutaan kortikal, hemiparesis, quadriparesis, hipertonia muskulorum,
ataksia, epilepsi, retardasi mental dan motorik, gangguan belajar, hidrosefalus obstruktif, dan
atrofi serebral.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

 Biakan:

 Dari darah viremia berlangsung hanya sebentar saja sehingga sukar untuk
mendapatkan hasil yang positif.

 Dari likuor serebrospinalis atau jaringan otak (hasil nekropsi), akan didapat gambaran
jenis kuman dan sensitivitas terhadap antibiotika.

 Dari feses, untuk jenis enterovirus sering didapat hasil yang positif

 Dari swap hidung dan tenggorokan, didapat hasil kultur positif.

 Pemeriksaan serologis : uji fiksasi komplemen, uji inhibisi hemaglutinasi dan uji
neutralisasi. Pada pemeriksaan serologis dapat diketahui reaksi antibodi tubuh. IgM dapat
dijumpai pada awal gejala penyakit timbul.

 Pemeriksaan darah : terjadi peningkatan angka leukosit.

34
 Punksi lumbal Likuor serebospinalis sering dalam batas normal, kadang-kadang
ditemukan sedikit peningkatan jumlah sel, kadar protein atau glukosa.

 EEG/ Electroencephalography

EEG sering menunjukkan aktifitas listrik yang merendah sesuai dengan kesadaran yang
menurun. Adanya kejang, koma, tumor, infeksi sistem saraf, bekuan darah, abses, jaringan
parut otak, dapat menyebabkan aktivitas listrik berbeda dari pola normal irama dan
kecepatan.(Smeltzer, 2002)

 CT scan

Pemeriksaan CT scan otak seringkali didapat hasil normal, tetapi bisa pula didapat hasil
edema diffuse, dan pada kasus khusus seperti Ensefalitis herpes simplex, ada kerusakan
selektif pada lobus inferomedial temporal dan lobus frontal.

G. PENATALAKSANAAN

 Isolasi

Isolasi bertujuan untuk mengurangi stimuli/rangsangan dari luar dan sebagai tindakan
pencegahan.

 Terapi antimikroba :

 Ensefalitis supurativa

Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.

Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.

Ensefalitis syphilis

Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari

Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x 500mg oral
selama 14 hari.

Bila alergi penicillin :

Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari

Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari

35
Cloramfenicol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu

Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.

Ensefalitis virus

 Pengobatan simptomatis:

Analgetik dan antipiretik: Asam mefenamat 4 x 500 mg

Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.

 Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-
varicella:

Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg peroral tiap 4
jam selama 10 hari.

 Ensefalitis karena parasit

 Malaria serebral

Kinin 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga tampak
perbaikan.

 Toxoplasmosis

Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan

Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan

Spiramisin 3 x 500 mg/hari

 Amebiasis

Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.

 Ensefalitis karena fungus

Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6 minggu

Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.

 Riketsiosis serebri

Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari

36
Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari.

Mengurangi meningkatnya tekanan intracranial, management edema otak :

a) Mempertahankan hidrasi, monitor balance cairan : jenis dan jumlah cairan yang diberikan
tergantung keadaan anak.

b) Glukosa 20%, 10ml intravena beberapa kali sehari disuntikkan.

c) Kortikosteroid intramuscular atau intravena dapat juga digunakan untuk menghilangkan


edema otak

Perbedaan Ensefalitis dengan Meningitis

Encephalitis Meningitis
Kesadaran ↓ Kesadaran relatif masih baik
Demam ↓ Demam ↑
Lokasi terinfeksi di jaringan otak Lokasi terinfeksi di selaput otak
Banyak disebabkan virus Banyak disebabkan bakteri

37
DAFTAR PUSTAKA

1. Erathenurse. 2007. Askep pada meningitis. http://erathenurse.blogspot.com/


2007/12/askep-pada-meningitis.html. Di akses tanggal 2 Desember 2009 pukul 18.40
2. Farinqhustank. 2008. Meningitis .http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-tugas-
makalah/kedokteran/meningitis. Di akses tanggal 2 Desember 2009 pukul 18.40
3. Anonymous. 2010. Disitasi http://nursingbegin.com/askep-meningitis/. Diakses
tanggal 12 Desember 2010.
4. Anonymous. Disitasi http://health.allrefer.com/pictures-images/kernigs-sign-of-
meningitis.html. Diakses tanggal 12 Desember 2010

5. Chin JH. Tuberculous Meningitis: Diagnostic and theurapeutic challenges. Neurol


Clin Prac. 2014; 4(3):199-205.

6. World Health Organization. Treatment of tuberculosis: guidelines. Edisi ke-4.Geneva:


WHO Press; 2010

7. Donald PR, Van Toorn RV. Use of corticosteroids in tuberculous meningitis. Lancet.
2016; 387:2585-87.

38
39

Anda mungkin juga menyukai