Anda di halaman 1dari 8

Kebudayaan Tana Toraja

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata kuliah: Pengetahuan Lintas Budaya
Dosen: Muhammad Daud Siregar, S.sos, MM

Oleh:
Raihan Lutfiah (21320074)
Rasyid Ghani Husaini (21320075)
Rebecca Sinaga (21320076)
Rizkita Ramadhani Nasution (21320077)
Siti Nasywa Farhah Hidayat (21320078)
Sonya Abygail Sitompul (21320079)
Vanessa Cyndia Agatha (21320080)
Kelas MTH III/3 A
Jurusan Manajemen Perhotelan
Program Studi Manajemen Tata Hidang
Politeknik Pariwisata Medan
2022/2023
Kata Pengantar

Puji syukur atas kehadirat Tuhan yang maha esa yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul kebudayaan
tanah toraja ini tepat waktu.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas bapak
Muhammad Daud Siregar, S.sos, MM . pada mata kuliah Pengetahuan Lintas Budaya. Selain
itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah wawasan tentang Upaya Preventif Tentang
kebudayaan tanah toraja bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami megucapkan terima kasih kepada bapak Muhammad Daud Siregar, S.sos, MM
selaku dosen Pengetahuan Lintas Budaya yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat
menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.

Medan, 25 oktober 2022

Penulis ..
BAB I

PENDAHUALAN
1.1. Latar Belakang
Suku Toraja berasal dari sebuah daerah yang terletak di wilayah pegunungan bagian
utara Provinsi Sulawesi Selatan. Toraja merupakan sebutan yang berasal dari suku Bugis
To Riaja yang berarti orang yang menetap atau orang yang berasal dari pegunungan. Suku
Toraja kaya akan wisata budayanya, terbukti dari peninggalan-peningalan sejarah dan
beragam kearifan lokal. Dengan keunikan budayanya, suku Toraja memiliki daya tarik di
bidang wisata. Wisata suku Toraja sendiri memberikan perjalan waktu, karena adat dan
budaya yang telah ada sejak dahulu sampai saat ini masih dilestarikan.
Dalam kepercayaan suku Toraja masyarakatnya telah menganut Aluk Todolo sebagai
system kepercayaannya, sebelum agama Kristen dan Islam masuk. Aluk Todolo
merupakan kepercayaan leluhur suku Toraja. Aluk berarti aturan dan Todolo berarti orang
dulu atau leluhur, jadi Aluk Todolo dapat diartikan sebagai aturan dan ajaran dalam
kepercayaan suku Toraja. Aluk Todolo merupakan prinsip dasar dalam tata berkehidupan
masyarakat suku Toraja, dimana segala tatanan kehidupan masyarakat suku Toraja diatur
oleh kepercayaan Aluk Todolo.

1.2. Rumusan Masalah


Penulis sudah menyusun sebagaian permasalahan yang hendak dibahas dalam
makalah ini. Ada pula sebagai permasalahan yang hendak dibahas dalam makalah ini
antara lain :
a. Seperti apa konsep strata sosial (Tana’) dalam kebudayaan Toraja?
b. Seperti apa Upacara Kelahiran (Aluk Ma’lolo)?
c. Seperti apa Upacara adat Kematian (Rambu Solo)?

1.3. Tujuan Penulisan


Penulis ingin memahami Konsep Strata sosial (Tana’), upacara kelahiran (Aluk
Ma’lolo) dan upacara kematian (Rambu Solo) dalam kehidupan orang Toraja.
BAB II
TINJAUAN UMUM
2.1. Pengertian Kebudayaan
Menurut Koentjaraningrat budaya sebagai “daya budi” berupa cipta, karsa dan rasa.
Kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa dan rasa itu (Koentjaraningrat, 2000: 181). Ada
yang berpendapat bahwa kebudayaan itu bersifat sempit dan terbatas yang merupakan
karya manusia yang menghasilkan kesenian.
Namun berbeda dengan ahli ilmu sosial, kebudayaan itu bersifat luas yaitu seluruh
total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia karena semua itu hanya bisa dicetuskan
oleh manusia melalui proses belajar. Karena itu kebudayaan sangat beragam. Adat sendiri
merupakan wujud ideal dari kebudayaan, karena adat berfungsi sebagai pengatur
kelakuan. Adat dapat dibagi lebih khusus dalam empat tingkatan, yaitu tingkat nilai
budaya, tingkat norma-norma, tingkat hukum, dan tingkat aturan khusus
(Koentjaraningrat, 1974:20).
Dengan demikian dari semua pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa kebudayaan
adalah sebuah warisan secara turun-temurun yang masih dilakukan sampai sekarang ini.
Kebudayaan bersifat luas yaitu seluruh total dari pikiran, karya, dan hasil karya manusia
karena semua itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia melalui proses belajar yang terbagi
atas tujuh unsur yang sudah pasti bisa ditemukan pada semua kebudayaan di dunia.
Unsur-unsur tersebut tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain yang tentu saja
sudah melekat dalam masyarakat. Misalnya hubungan antara adat dan tradisi sebagai
kebiasaan sosial yang sudah dilakukan secara turun-temurun dimulai dari nenek moyang
yang menghasilkan aturan-aturan yang berlaku di dalam masyarakat sampai sekarang ini.
Oleh karena itu adat istiadat menetapkan apa yang diharuskan, dan apa yang dilarang yang
kemudian berkembang menjadi sebuah tradisi dimana selalu ada hubungan dengan
upacara tradisional yang berkaitan dengan agama, sosial, mitos, dan legenda.

2.2. Asal Usul Suku Tana Toraja


Asal usul Suku Toraja berasal dari Teluk Tonkin yang terletak di antara Vietnam
Utara dan Cina Selatan. Awalnya, imigran asal Teluk Tonkin ini tinggal di wilayah pantai
yang ada di Sulawesi, namun mereka pindah ke dataran tinggi yang sampai saat ini masih
didiami oleh Suku Toraja. Disebutkan juga bahwa masyarakat yang mendiami Tana Toraja
ini adalah hasil percampuran dari penduduk lokal yang memang tinggal di dataran tinggi
Sulawesi Selatan dengan para imigran dari Teluk Tongkin-Yunnan, Cina Selatan. Mereka
berlabuh di sekitar hulu sungai, yakni daerah Enrekang, kemudian membangun
permukiman.
Asal usul dari Suku Toraja ini juga memiliki mitos tersendiri yang sangat melegenda.
Konon, leluhur dari Suku Toraja merupakan manusia yang berasal dari nirwana.
Masyarakat Toraja percaya bahwa nenek moyang mereka turun dari langit dengan tangga
yang berfungsi sebagai alat komunikasi dengan Puang Matua (Tuhan).
Kata Toraja sendiri memiliki asal usul. Orang Bugis menyebut Toraja sebagai to riaja
yang berarti orang yang berdiam di negeri atas. Orang Luwu menyebutnya sebagai to
riajang yang berarti orang yang berdiam di sebelah barat. Sementara pendapat lain
menyebutkan bahwa toraja berasal dari dua kata yakni to yang artinya orang dan maraya
yang artinya besar/bangsawan.

2.3. Rumah Adat Tana Toraja

2.1. Rumah Adat Tana Toraja


Tongkonan adalah rumah adat orang Toraja yang merupakan sebagai tempat tinggal,
kekuasaan adat, dan perkembangan kehidupan sosial budaya orang Toraja. Dikutip dari
buku Injil dan Tongkonan: inkarnasi, kontekstualisasi, transformasi (2008) karya
Theodorus Kobong, Tongkonan berasal dari kata tongkon yang berati "duduk",
"menyatakan belasungkawa". Tongkonan berati tempat duduk, rumah, teristimewa
rumah para leluhur, tempat keluarga bertemu untuk melaksanakan ritus-ritus adat secara
bersama-sama.
Bangunan Tongkonan bukan sekedar rumah adat, bukan sekedar rumah keluarga
besar, tempat orang memelihara persekutuan kaum kerabat. Dasar Tongkonan adalah
setiap pasangan suami istri harus membangun rumah sendiri yang kemudian dipelihara
oleh.keturunannya.

BAB III
ISI
3.1. Konsep Strata Sosial (Tana’) Dalam Budaya Toraja
Saat ini kita mengenal istilah Tana’ dalam masyarakat Toraja. Tana’ ialah suatu
patokan atau ketentuan status dalam masyarakat Toraja. Dalam masyarakat Toraja
sekurang-kurangnya ada tiga Tana’ yaitu Tana’ bulaan, Tana bassi, dan Tana, karurung.
Tana’ bulaan melambangkan golonganbangsawan, Tana’ bassi melambangkan
orang merdeka, Tana’ karurung melambangkan orang hamba. Bergeser dari pendapat
diatas bahwa sekurang-kurangnya ada tiga Tana’, pendapat ini berbeda dengan
jumlah Tana’ yang ada di daerah Rantepao dan sekitarnya, yang mengenal empat
golongan Tana’ yaitu; Tana’ bulaan (bangsawan), Tana’ bassi (bangsawan
menengah), Tana’ karurung (orang kebanyakan), Tana’ kua-kua (para hamba). Dari
pernyataan diatas kita dapat mengenal beberapa perbedaan golongan/derajat dalam
masyarakat Toraja yang hierarki.
Mengenai asal mula hamba, terdapat pemahaman yang berbeda. Ada yang
mengatakan bahwa status hamba memang berasal dari atas, dari langit.
Pongpakulando ialah hamba yang turun dari langit. Pemahaman yang lain bahwa hamba
nanti kemudian baru terjadi oleh berbagai factor. Karena ada yang jatuh miskin, tidak
dapat membayar utang, karena kelaparan (nalambi’ sumpunna kurin) maka seseorang
dapat memperhamba diri. Dan dikatakan juga bahwa adanya golongan lapisan adalah
buatan manusia sendiri. Ada beberapa golongan hamba yaitu kaunan biasa (kaunan mana’)
kaunan mengkaranduk, kaunan dialli, kaunan tai manuk dan lain-lain.

3.2. Upacara Kelahiran (Aluk Ma’lolo)


Dalam upacara Aluk Ma’lolo, tali pusar dari bayi yang baru lahir dikubur di bawah
tangga rumah yang letaknya di sebelah timur. Pada penguburan tersebut lalu dipanjatkan
doa agar saat tumbuh dewasa bisa menjadi orang yang bijaksana.
Tujuan dari upacara Aluk Ma’lolo adalah agar setelah tumbuh dewasa nanti ia tidak
lupa dengan kampung halamannya,apalagi saat merantau dan juga selalu bersikap sopan
tingkah laku ataupun ucapan dengan tidak mau mengucapkan kata yang mengandung arti
pembodohan.
Ada kepercayaan suku toraja bahwa nasib seseorang sudah ditentukan sebelum dia
lahir oleh dewa yang disebut 'dalle'.Namun nasib tersebut masih bisa dikembangkan
hingga bayi itu bisa mendapat kebahagiaan saat ia dewasa. Upacara Aluk Ma'lolo ini
dilaksanakan pada pagi hari dan dilakukan di sebelah timur rumah Tongkonan.

3.3. Upacara adat Kematian (Rambu Solo)


a. Pengertian
Rambu Solo adalah sebuah upacara pemakaman secara adat yang mewajibkan
keluarga almarhum membuat sebuah pesta sebagai tanda penghormatan terakhir pada
mendiang yang telah pergi dan dilakukan pada tengah hari. Tujuan diadakannya
upacara rambu solo adalah untuk menghormati dan menghantarkan arwah orang yang
meninggal dunia menuju alam roh,yaitu kembali kepada keabadian bersama para
leluhur mereka di sebuah tempat peristirahatan.

b. Prosesi
Secara garis besar upacara pemakaman terbagi kedalam 2 prosesi, yaitu
Prosesi Pemakaman (Rante) dan Pertunjukan Kesenian. Prosesiprosesi tersebut tidak
dilangsungkan secara terpisah, namun saling melengkapi dalam keseluruhan upacara
pemakaman. Prosesi Pemakaman atau Rante tersusun dari acara-acara yang
berurutan. Prosesi Pemakaman (Rante) ini diadakan di lapangan yang terletak di
tengah kompleks Rumah Adat Tongkonan, antara lain:

1. Ma’Tudan Mebalun, yaitu proses pembungkusan jasad.


2. Ma’Roto, yaitu proses menghias peti jenazah dengan menggunakan benang
emas dan benang perak.
3. Ma’Popengkalo Alang, yaitu proses perarakan jasad yang telah dibungkus ke
sebuah lumbung untuk disemayamkan.
4. Ma’Palao atau Ma’Pasonglo, yaitu proses perarakan jasad dari area Rumah
Tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian.
Prosesi yang kedua adalah Pertunjukan Kesenian. Prosesi ini dilaksanakan
tidak hanya untuk memeriahkan tetapi juga sebagai bentuk penghormatan dan doa
bagi orang yang sudah meninggal. Dalam Prosesi Pertunjukan kesenian Anda bisa
menyaksikan:

1. Perarakan kerbau yang akan menjadi kurban.


2. Pertunjukan beberapa musik daerah, yaitu Pa’Pompan, Pa’Dali-dali, dan
Unnosong.
3. Pertunjukan beberapa tarian adat, antara lain Pa’Badong, Pa’Dondi,
Pa’Randing, Pa’katia, Pa’Papanggan, Passailo dan Pa’Silaga Tedong.
4. Pertunjukan Adu Kerbau, sebelum kerbau-kerbau tersebut dikurbankan.
5. Penyembelihan kerbau sebagai hewan kurban.
6. Ma’Palao atau Ma’Pasonglo, yaitu proses perarakan jasad dari area Rumah
Tongkonan ke kompleks pemakaman yang disebut Lakkian.

Anda mungkin juga menyukai