Abstract
In general, customs, aluk and culture, are things that cannot be separated from society. Why? Because
Customs and culture were born and originated from the community, it was the Society that created
the culture. Likewise with the Toraja Community. Toraja is famous as a region rich in customs and
culture, apart from its tourist destinations Toraja is also known as a region that upholds customs and
culture that have been given for generations by their ancestors. One of the customs that we will
discuss today is "Mangrara Tongkonan". Mangrara tongkonan is an activity that is carried out before
we enter the house or the newly made tongkonan. Mangrara tongkonan is usually done if Tongkonan
or Toraja traditional house is completed and will be officially used as a place of residence or residence.
It is from this Custom that the author wants to conduct research by approaching² with the Historical
Dramatic method which is extracted from the perspective of the translation model in the contextual
theological model.
Keywords: Contextual model, translation, Mangrara Tongkonan, Gospel, tradition.
Abstrak
Secara umum Adat, aluk dan budaya merupakan hal yang tidak dapat dipisahkan dari
masyarakat. Mengapa? Karena Adat dan kebudayaan lahir dan bersumber dari masyarakat,
Masyarakatlah yang menciptakan kebudayaan itu. Begitupun dengan Masyarakat Toraja.
Toraja terkenal sebagai wilayah yang kaya akan Adat dan kebudayaan, selain dari Destinasi
wisata nya Toraja juga dikenal sebagai wilayah yang menjunjung tinggi Adat dan
Kebudayaan yang telah diwariskan secara turun temurun oleh nenek moyang mereka. Salah
satu Adat yang akan kita bahas saat ini yaitu "Mangrara Tongkonan". Mangrara tongkonan
merupakan kegiatan yang dilakukan sebelum kita memasuki rumah atau tongkonan yang
baru dibuat. Mangrara tongkonan biasanya dilakukan jika Tongkonan atau rumah adat
Toraja selesai dibuat dan akan resmikan sebagai tempat kediaman atau tempat tinggal. Dari
Adat inilah penulis ingin melakukan penelitian dengan melakukan pendekatan² dengan
metode Dramatikal Historis yang di tonjau dari sedut pandang model terjemahan dalam
model² teologi kontekstual.
Kata kunci: Model Kontekstual, terjemahan, Mangrara Tongkonan, injil, tradisi.
PENDAHULUAN
Toraja dikenal sebagai daerah yang memiliki ragam kebudayaan dan tradisi.
Keragaman budaya dan tradisi Toraja bahkan sudah terkenal sampai di kancah
internasional. Salah satu budaya yang sangat terkenal adalah Rumah adat
dithabiskan atau yang biasa disebut sebagai mangrara Tongkonan, budaya ini sangat
Tongkonan sendiri selain digunakan sebagai tempat untuk menginap, juga berfungsi
orang Toraja. Kata Tongkonan secara etimologi berasal dari kata tongkon atau juga
disebut ma’tongkon yang dapat diartikan sebagai duduk. Dikutip oleh Susia Kartika
Imanuella dari Tammu dan Van der Ven bahwa kata tongkon di sini tidak hanya
suatu sasaran yang telah ditetapkan. Selain itu juga dapat berarti duduk bersama-
oleh masyarakat.2
orang Toraja masuk ke dalam ajaran Aluk Todolo. Kepercayaan akan Aluk Todolo
sudah diwariskan secara turun temurun dalam konteks orang Toraja sebelum
Kekristenan dibawa oleh para misionaris masuk ke Toraja salah satunya adalah Van
den End. Setelah Kekristenan masuk ke Toraja maka ajaran Aluk Todolo mengalami
dan dicarikan makna di dalam suatu kebudayaan yakni ajaran Aluk Todolo ini.
Dalam hal ini bagaimana suatu usaha mencari makna Injil dalam suatu kebudayaan.
Hal ini yang dikenal sebagai Teologi kontekstual yakni model Terjemahan.
harafiah, kata demi kata, tetapi menerjemahkan atau mencari makna injil atau
1
L.T. Tangdilintin, Toraja Dan Kebudayaannya (Tana Toraja: Yayasan Lepongan Bulan, 1981).
2
Susia Kartika Imanuella, “Mangrara Banua Merawat Memori Orang Toraja (Upacara Penahbisan
Tongkonan Di Toraja Sulawesi Selatan),” Jurnal Ilmu Budaya Vol 5, no. 1 (2017).
pewartaan dilihat dari sudut pandang kebudayaan (injil dicekokkan ke dalam
Nah, saat menulis karya ilmiah ini, penulis mencoba melakukan penelitian.
konsep mangrara Tongkonan ini jika dikaitkan dengan Kekristenan khususnya dalam
Kitab Keluaran 12:22-23. untuk itu penulis akan meninjau dalam perspektif model
Adapun tujuan penulisan dari jurnal ini adalah untuk menerjemahkan Firman
Allah/ Injil ke dalam kebudayaan Toraja yakni Mangrara Tongkonan. Selain itu, juga
bertujuan untuk memaknai kebenaran firman Allah melalui konteks lokal Toraja
METODE
kualitatif dapat diartikan sebagai studi yang hasil penelitiannya tidak diperoleh
suatu kejadian-kejadian dan gejala- gejala tertentu. Penelitian kualitatif ini berusaha
dan memprediksikan data di luar data-data yang diperoleh dalam situasi serupa.
PEMBAHASAN
Teologi Kontekstual
istilah yang sangat luas dipakai dalam memberikan pergesaran dalam perspektif ini,
3
Bevans.B Stephen, Model-Model Teologi Kontekstual (Surabaya, 2002).
4
Albi Anggito & Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif, 2018.
dengan memusatkan perhatian khusus pada peranan kebudayaan/konteks dalam
teologi jenis ini, dan hal ini merupakan sesuatu yang dapat dipakai untuk
keagamaan yang berakar di dalam kebudayaan tertentu. Hal yang mendasari hal ini
adalah pertanyaan; Kalau orang-orang Kristen yang ada di bagian Barat bisa
mengambil dari kebudayaan tradisi Yahudi, dari filsafat Yunani, dari hukum Roma,
Timur tidak meminjam dari Kong Hu Tse Buddhisme, Taoisme dan ajaran-ajaran
Model Terjemahan
formal, seperti misalnya menerjemahkan kata table dalam bahasa Inggris menjadi
Mensa dalam bahasa Latin, atau tavola dalam bahasa Italia atau Mesa dalam bahasa
Spanyol, atau Tisch di dalam bahasa Jerman, atau lamisaan dalam bahasa Ilocano atau
kalau dalam bahasa Indonesia artinya meja. Dalam bukunya Bevans juga
menyatakan bahwa setiap terjemahan atas makna bukan hanya pada tata bahasa
atau kata. Model terjemahan digambarkan sebagai bernas dan sekam yang mana
bernas adalah injil itu sendiri sedangkan sekam adalah suatu kebudayaan. Nah cara
pertama yang dilakukan dalam berkonteks dalam model ini adalah membuka
bungkusan budaya atau sekam tadi dan menemukan makna injil di dalamnya. Jika
kita sudah menemukan makna injil di dalamnya baru kemudian mencari tindakan
atau cerita yang cocok untuk dihubungkan dengan budaya yang menerimanya yang
Mangrara Tongkonan
5
Robert J Schreiter, Rancang Bangun Teologi Lokal (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991).
6
Daniel J Adams, Teologi Lintas Budaya (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006).
7
Bevans.B Stephen, Model-Model Teologi Kontekstual.
Setelah acara pembangunan rumah Tongkonan selesai, maka rumah
2) Sebagai salah satu tempat berkenalan seluruh anggota keluarga yang lahir dari
Tongkonan ini juga dapat diartikan sebagai ma’ Toding rara atau dengan
meskipun tidak saling mengenal, mereka bisa mengetahui bahwa orang itu
masing keluarga.
kecil), hari kedua namanya Ma’ Papa, hari ketiga namanya Ma’ Bubung.
sebagai berikut:
Passura’ Pa’ Barre Allo yakni ukiran berbentuk matahari yang diletakkan di
Passura’ Pa’ Manuk Londong yakni ukiran ayam jantan yang juga diletakkan di
depan rumah Tongkonan dan diletakkan di atas ukiran Pa’ Barre Allo.
Passura’ Pa’ Tedong/ Pa’ Tikke’ yakni ukiran yang diletakkan pada kayu tempat
memasang dinding.
Passura’ Pa’ Sussuk yakni ukiran seperti garis lurus yang diletakkan pada
dinding samping.
1) Tongkonan Layuk sebagai lambang dan tempat sumber kekuasaan adat dan
3) Tempat berkumpulnya keluarga dan masyarakat bagi mereka yang lahir dan
keturunan Tongkonan.
5) Rasa relasi kekeluargaan di antara masyarakat setempat dapat tetap terjaga dan
tetap terbina yang juga merupakan sasaran serta tujuan yang kuat dari ciri sifat
Dalam kitab Keluaran ini ditekankan tentang perayaan Paskah Yahudi yang
identik dengan darah kurban. Paskah sendiri berasal dari bahasa Ibrani pesah yang
dapat merujuk pada kata benda yang terbentuk dari kata kerja psh yang kemudian
memiliki banyak pengertian di dalam kitab suci, yakni dapat diartikan sebagai
melewati (bisa kita bandingkan dalam Keluaran 12:13); melindungi dan menyelamatkan
(Yes. 31:5). Di dalam Perjanjian Lama konsep kata pesah dapat diartikan sebagai
Penetapan Paskah Yahudi dirinci dalam Keluaran 12, dan Keluaran 12 dapat
dikatakan sebagai sejarah berdirinya Paskah Yahudi. Di sana kita melihat dua hal
penting yang berkaitan dengan perayaan Paskah Yahudi. Pertama, Paskah Yahudi
8
Tangdilintin, Toraja Dan Kebudayaannya.
berfungsi sebagai ritual untuk menangkal wabah penyakit. Allah adalah pemeran
utama dari ritual tersebut. Menempatkan darah di ambang pintu rumah adalah
tanda bahwa Tuhan akan melewati rumah Israel. Dia tidak mengizinkan seorang
perusak masuk dan menyerang rumah mereka (Kel. 12:23b). Kedua, Paskah
ditempatkan dalam konteks sejarah agama dan bangsa Israel. Mereka menganggap
konteks peristiwa penyelamatan ini. Percikan darah pada ambang pintu sebuah
syukur karena selesainya rumah tongkonan dibangun, selain itu juga bertujuan
sebagai penabhisan atau upacara selamatan atas selesainya rumah tersebut. Dalam
babi/ pemotongan babi/ayam. Dan darah dari kurban juga biasanya di pake oleh
Nah jika kita meninjau dari perspektif Model Terjemahan, Mangrara Tongkonan ini
tidak bertentangan dengan inti ajaran suci Alkitab yakni paskah bahkan dalam
tradisi ini Injil dapat dikembangkan bahkan bersamaan dengan kebudayaan dan
Bevans mengatakan bahwa jika nilai-nilai kebudayaan dan tradisi injil saling
9
Johanis Ohoitimur dkk, Mysterium Crucis-Mysterium Paschale (Yogyakarta: Kanisius, 2020).
bertentangan, maka kebudayaan yang harus digeser bukan injil yang dihapus tetapi
KESIMPULAN
dan (karya keselamatan) juga ditekankan, meskipun memang dalam kitab suci dan
konteks Aluk Todolo hewan yang digunakan adalah hewan yang berbeda namun
dan Injil yang diterjemahkan tidak bertentangan maka kedua hal tersebut bisa
dilestarikan dan bisa sejalan dengan pemahaman orang Toraja, masyarakat tidak
mengalami kerugian dari kedua konsep tersebut tetapi akan sangat membantu
DAFTAR PUSTAKA
Adams, Daniel J. Teologi Lintas Budaya. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2006.
Bevans.B Stephen. Model-Model Teologi Kontekstual. Surabaya, 2002.
Imanuella, Susia Kartika. “Mangrara Banua Merawat Memori Orang Toraja
(Upacara Penahbisan Tongkonan Di Toraja Sulawesi Selatan).” Jurnal Ilmu
Budaya Vol 5, no. 1 (2017).
Ohoitimur dkk, Johanis. Mysterium Crucis-Mysterium Paschale. Yogyakarta: Kanisius,
2020.
Schreiter, Robert J. Rancang Bangun Teologi Lokal. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1991.
Setiawan, Albi Anggito & Johan. Metodologi Penelitian Kualitatif, 2018.
Tangdilintin, L.T. Toraja Dan Kebudayaannya. Tana Toraja: Yayasan Lepongan Bulan,
1981.
10
Bevans.B Stephen, Model-Model Teologi Kontekstual.