Nama : Lirawati
NIRM : 220203132
Dosen Pengampuh : Dr. Rosyelin Tinggi
Puji Syukur kepada Tuhan atas penyertaan yang luar biasa bagi kehidupan
penulisan makalah ini ada banyak permasalahan dan tantangan yang menghambat
penulisan ini, namun penulis bersyukur kepada Tuhan Yesus, karena Tuhan sudah
memimpin dan menyelesaikan setiap tantangan yang ada. Penulis juga menyadarai
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan karya ilmiah ini, ada banyak
i
DAFTAR ISI
BAB IV KESIMPULAN...................................................................................... 12
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Bisakah injil bertemu dengan budaya lokal? Seperti apa jadinya pertemuan itu? Bagi
banyak orang, keyakinan/budaya lokal dianggap tidak sesuai dengan injil bahkan dianggap
berdosa. Akan tetapi benarkah injil tidak bisa bertemu dan berjalan bersamaan dengan
kebudayaan?
Di dalam makalah ini akan berbicara tentang pertemuan antara kebudayaan atau
keyakinan orang toraja dengan kekristenan (injil). Kebudayaan atau keyakinan itu
ditransformasi menjadi pola hidup yang dikehendaki Allah atas manusia dan mesti terus
Orang toraja tidak bisa hidup tanpa kebudayaannya, keyakinannya bahkan aluknya.
Akan tetapi, orang toraja itu juga bisa hidup dengan injil sebagai kabar baik yang mereka
terima sehingga injil dan aluk tersebut menjadi pandangan hidup yang holistik. Tana Toraja
adalah contoh yang sangat mengagumkan bahwa manusia bisa hidup dalam budayanya
kebudayaan yang ditransformasikan adalah pola hidup manusia yang telah diangkat ke
tingkat pola hidup yang dikehendaki Allah bagi manusia dan terus menerus dikembangkan
disini bukan hanya menyangkut budaya tetapi manusia itu sendiri. Manusia menciptakan
kebudayaan berdasarkan kesegambarannya dengan Allah. Transformasi budaya ini sudah ada
sejak masa silam, seperti pada umat Israel di zaman Perjanjian Lama. Theodorus mengakui
1
Theodorus Kobong, Injil dan Tongkonan, BPK Gunung Mulia, 2008.
1
2
bahwa proses transformasi di Tana Toraja itu tidak semudah dengan membalik telapak tangan
dan prose situ masih terus berkelanjutan sampai hari ini dan di hari-hari mendatang. Tetapi
injil dan budaya toraja ini akan menemukan perpaduannya yang menarik untuk diamati lebih
lanjut.
Oleh karena itu, penulis tertarik meneliti dengan judul “Perjumpaan Injil Dengan
PEMBAHASAN
Injil berasal dari bahasa Yunani yaitu euanggelion yang berarti “kabar
gembira”. Warta bahwa kerajaan Allah sudah dekat (Markus 1:14-15) dan bahwa
Yesus dinyatakan sebagai Anak Allah dan Tuhan karena kebangkitan-Nya dari mati
(Roma 1:3-4). Kabar gembira atau injil ini mendatangkan keselamatan bagi siapa saja
yang percaya (Roma 1:16).2 Jadi, injil yang dimaksudkan di sini adalah warta yang
disampaikan oleh umat Kristen tentang apa yang mereka imani yaitu Yesus Kristus
wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-
norma, peraturan dan sebagainya. Yang kedua: wujud kebudayaan sebagai kompleks
aktivitas kelakuan berpola dari manusia dalam masyarakat, sedangkan yang ketiga
yang ideal biasanya juga berfungsi sebagai tata kelakuan yang mengatur,
mengendalikan dan member arah kepada kelakuan dan perbuatan manusia dalam
yang turun temurun yang terdapat di suatu tempat atau daerah atau kelompok
Kebiasaan yang turun temurun dan dipatuhi itu biasa disebut adat. Menurut
Eka Darmaputera bahwa secara sosiologis adat itu memberikan suatu identitas kepada
2
Gerald O Collins, Edward G. Farrugi, Kamus Teologi, Yogyakarta: Kanisius, 1996, 117.
3
Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Jakarta, PT Gramedia Pustaka Utama,
1992, 5.
3
4
seseorang dan rasa aman.4 Identitas ini maksudnya bahwa manusia itu bukan saja
mahluk individual tetapi juga mahluk sosial, tidak ada seorangpun yang tahan
Aluk adalah kata bagi orang Toraja mengandung makna dan pengertian yang
sangat luas. Ketika mendengar kata aluk maka perhatian akan segera terarah kepada
berbagai kehidupan masyarakat toraja karena aluk tidak akan terpisahkan dari
masyarakat toraja. Aluk menurut mitologi Toraja berasal dari alam atas, dari langit,
dari alam dewa-dewa karena ia memang sudah tersusun di langit. Aluk berfungsi
Hubungan antara aluk, adat dan kebudayaan dalam pandangan dunia dan
falsafah hidup orang Toraja mestinya dipahami sesuai dengan kutipan di bawah ini:
“Pandangan dunia dan falsafah hidup pada asasnya sama yaitu keyakinan murni tentang
keberadaan (Religion des Seins). Memang keduanya berbeda tetapi perbedaan itu bersifat
sekunder: Pandangan dunia sudah puas dengan memikirkan dunia ini di bawah kategori
kenyataan (keharusan berpikir, berada dan berperilaku) secara metafisis, sedangkan falsafah
Aluk dan adat pada mulanya sama. Aluk adalah keyakinan mengenai
keberadaan yang mencoba memahami dunia ini secara mitologis transcendental dan
meletakkan dasar antologis keadaan (So-sein) kenyataan ini. Sedangkan adat dan
di langit hanyalah aluk, tata hidup yang holistik. Aluk adalah tata hidup yang berlaku
4
Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) PGI, Peninjau, Jakarta 1989, 114.
5
W. Philip, “Weltanschauung”, V. Evangelisches Kirchenlexikon III, lajur 1767.
5
Adat dan kebudayaan bukanlah istilah asli Toraja, namun isi adat dan
kebudayaan itu memang hadir dalam dunia orang Toraja. Kata-kata aluk, adat dan
kebudayaan sering digunakan dengan arti dan isi yang sama walaupun menurut
pengertian modern aluk dipakai dalam arti agama, adat dalam arti kebiasaan-
Makna kehidupan ialah menjalani siklus kehidupan itu sendiri, artinya kembali
kepada kehidupan semula yang nyata dan kehidupan seberang sana. Unruk mencapai
hal itu kita harus hidup sesuai dengan ketentuan-ketentuan hidup yang holistik. Jelas
bahwa dalam kerangka sistem pandangan hidup yang holistik, nilai-nilai ditentukan
oleh tujuan dan makna hidup. Dalam masyarakat tradisional selalu ada kecenderungan
dan perorangan itu hanya dapat hidup dalam kerangka kehidupan persekutuan.
Dalam satu studi yang diterbitkan oleh “Institut Theologi Gereja Toraja” pada
tahun 1983, ada beberapa nilai yang menetukan kehidupan persekutuan itu dan
Kebahagiaan, kekayaan
Kedamaian
Persekutuan
Harga diri
Kesopanan
Kerajinan
Nikah
Kesetiaan
6
Kejujuran
Kriteria yang menentukan skala prioritas nilai-nilai adalah nilai-nilai dasar itu
sendiri akan tetapi rupanya nilai kedamaian demi persekutuan itulah yang
keharmonisan, dalam benturan nilai-nilai, ada saja nilai yang perlu dikorbankan
demi persekutuan itu tidak dapat diterima dalam mempertahankan keadilan dan
kebenaran, maka tersedia dua jalan yang terakhir yaitu sipokko atau siukkunan.
rumah kemudian menjadi tongkonan tidak hanya bagi anak atau cucu tetapi bgai
setiap keturunan dari yang mendirikan tongokonan itu. 7 Orang toraja dapat
berasal dari tongkonan yang sama yang membentuk persekutuan tongkonan itu.
darurat
Kehadiran pada suatu ritus adat baik rambu solo maupun rambu tuka’
6
Th. Kobong, Manusia Toraja, hlm. 36.
7
Keturunan = to ma’parapu, pa’rapuan. Bnd. A. Rumpa, “Tongkonan dan Peranannya dalam
Masyarakat Toraja”, ceramah, Makalae, 24 April 1981.
7
Pada tahun 1984, Institut Theologi Gereja Toraja melakukan studi tentang
adat, dengan kesimpulan bahwa aluk dan adat merupakan satu kesatuan; keduanya
saling berkaitan dan tidak dapat dipisahkan, dan perlu ditekankan bahwa aluk adalah
sumber bagi adat.9 Adat adalah padanan aluk, dalam praktiknya adat bertumpang tindi
dengan aluk sebab adatlah yang mengatur kehidupan. 10 Oleh karena itu adat tidak lain
dan kebersamaan” (im Da-und Mit-sein).11 Adat tidak hanya kebiasaan tetapi
pembangunan rumah
kematian
8
“Bersatu kita kuat, bercerai kita runtuh”. Latar belakang historisnya ialah perang melawan Bone
(Perang Bone = untulak Buntuna Bone) di abad ke-17, ketika tondok-tondok (desa-desa otonon) di Toraja
bersatu dalam perjanjian “Basse Lepongan Bulan”. Dalam sejarah Toraja “Basse Lepongan Bulan” ini dilihat
sebagai motivasi untuk kesatuan menghadapi dunia luar.
9
Staf ITGT, Aluk, Adat dan Kebudayaan, hlm. 10-11
10
K. Rennstich, Mission und wirtschaftliche Entwicklung, Muchen: Kaiser Verlag, Mainz: Mathias
Grunewald-Verlag, 1978, hlm. 45.
11
W. Philipp, “Weltbild, Weltanschauung”, pasal V, Evangelisches Kirchenlexikon, III, 1767.
8
syukuran
Salah satu contoh perpaduan antara aluk dan adat adalah perpaduan antara
Aluk Rambu Solo’ dan Aluk Rambu Tuka’. Aluk Rambu Solo’ sering disebut ada’
toraya yakni cara orang toraja menguburkan orang mati. Akan tetapi aluk dan adat
Selama gereja menjadi gereja maka selama itu juga pembinaan jemaat
dibutuhkan, akan tetapi akibat-akibat situasi kacau di tahun 1950-an masih terasa
hingga saat ini. Dewasa ini, Gereja Toraja menghadapi banyak masalah salah satunya
ialah masalah aluk, adat dan kebudayaan. Pertmbuhan kuantitatif yang pesat
mengakibatka tingkat pengetahuan agama menjadi sangat rendah. Sering warga gereja
tidak tahu apa artinya menjadi orang Kristen, bagi banyak orang menjadi seorang
Kristen hanya perubahan sosiologis. Iman bukanlah hal yang primer tentang soal
apakah seorang menjadi Kristen atau tidak. Situasi politik di tahun-tahun 1950-an
merupakan masalah dan keadaannya akan tetap demikian karena masalah tersebut
merupakan enduring problem karena kebudayaan merupakan desain hidup, design for
living yang dinamis. Manusianya dinamis karena itu kebudayaannya pun dinamis.
Berkaitan dengan sikap kritis dapat dikatakan bahwa ada aliran yang bersikap kritis
terhadap aluk tetapi kurang kritis terhadap adat. Orang membuat pemisahan yang
sebenarnya tidak mungkin dibuat, tetapi juga sikap kritis yang bersifat lain. Sikap ini
9
kebudayaan. Oleh karena itu, aliran ini mengambil sikap positif terhadap aluk
12
Staf SITGT, Aluk, Adat, dan Kebudayaan, Seri ITGT, no. 3, hlm. 48 dyb. (kemudian diterbitkan oleh
Pusbang-BPS Gereja Toraja, 1992).
13
P.N. Holtrop, Vijf Jaren Ujung Pandang, een Terugblik, Tertulis Amsterdam, Februari 1983, arsip
pribadi Dr. Holtrop.
BAB III
REFLEKSI TEOLOGIS
di antara dua atau lebih pihak atau prinsip yang menghasilkan sesuatu yang baru.
digunakan dalam edisi asli karya ini adalah Auseinandersetzung yang dapat dijelaskan
sebagai berikut:
a) Diskusi
c) Kesepakatan
Perjumpaan injil dengan aluk dapat mencakup ketiga unsure diatas karena
dalam perjumpaan ini pasti ada penjelasan, ada diskusi, ada perdebatan, ada hak, ada
Dalam perjumpaan injil dengan aluk pasti sudah terjadi diskusi-diskusi yang dapat
merupakan perdebatan-perdebatan, terjadi pemilahan antara apa yang boleh dan tidak
boleh. Orang Toraja yang menjadi Kristen tetaplah orang Toraja karena ia tidak dapat
meninggalkan jati dirinya sebagai orang Toraja, oleh karena itu mereka akan berusaha
memilah antara mana adat dan mana yang aluk namun pemilahan tersebut bersifat
Memilah antara aspek kehidupan mana yang berada di bawah kuasa Kristus
dan mana yang tidak, karena tidak ada aspek kehidupan yang berada di luar kuasa
Kristus karena segala sesuatu adalah kepunyaan-Nya sebab Dia adalah Tuhan atas
segala sesuatunya. Jadi, persoalan dalam perjumpaan antara injil dan aluk ialah
10
11
adat dan kebudayaan toraja yang holistik. Karena jati diri orang toraja ditentukan
oleh aluk dan kebudayaanya, jati diri mereka bertemu dengan jati diri Kristen yang
Sebagai salah satu jalan keluar yang diusahakan untuk membedakan dan
memisahkan adat dari aluk. Aluk adalah agama sedangkan adat adalah peraturan-
harus dihapus,14 akan tetapi adat dapat dipelihara karena tanpa adat kita tidak dapat
hidup. Adat adalah dasar jati diri orang Toraja sehingga dapat dipilah-pilah asalkan
14
P. Palinggi’, sanggahan terhadap ceramah Aluk dan Adat oleh J.A. Sarira pada seminar Adat Toraja,
1983.
BAB IV
KESIMPULAN
Aluk, Adat dan Kebudayaan merupakan satu kesatuan yang kait mengait dan
sulit untuk dipisahkan satu dengan yang lain. Keyakinan yang bersumber dari kaidah-
kaidah agama (aluk) minimal merupakan titik orientasi dari seluruh pandangan hidup
manusia yang manifestasikan diri dalam wujud adat istiadat dan kebudayaan. Tidak
ada bidang kehidupan yang boleh dianggap netral dalam arti lepas dari keyakinan dan
kaidah hidup apapun juga. Situasi yang dihadapi di Toraja dalam lingkungan adat dan
kebudayaan toraja merupakan satu medan di mana harus mengidentifikasi diri sebagai
persekutuan baru berdasarkan pandangan hidup baru di dalam ketaatan kepada Firman
Allah. Tidak ada hal lain kecuali kita hidup di tengah-tengah adat dan budaya yang
konteksnya secara integral karena itulah kontekstualisasi yang tidak lain dari
Allah. Dan pegangan orang Kristen tidak lain adalah Firman Allah.
12
DAFTAR PUSTAKA
13